Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Metode geolistrik adalah metode geofisika yang digunakan untuk
mengidentifikasi sifat kelistrikan batuan dibawah permukaan dengan
pengukuran yang dilakukan di atas permukaan bumi .Metode geolistrik dibagi
menjadi 3 jenis metode yaitu metoe Resistivity ,metode IP dan metode self
potensial. Dimana setiap metode memiliki cara tersendiri dalam
mengidentifikasi sifat kelistrikan batuan dibawah permukaan bumi . Metode
Resistivity mendeteksi daya tahan sebuah batuan ketika dialiri arus listrik ,
kemudian metode IP mendeteksi sifat kelistrikan medium dengan cara
mengetahui polarisasi listrik pada permukaan mineral logam dan metode self
potensial yang merupakan metode pasif dimana tidak diperlukan penginjeksian
arus listrik ke bawah permukaan bumi melainkan hanya menangkap potensial
diri yang timbul karena proses elektrokimia yang terjadi pada mineral di bawah
bumi dengan menggunkan alat ukur milivolt meter dan dua buah elektroda
porouspot yang terbuat dari kawat tembaga yang dimasukkan kedalam larutan
Copper Shulpate yang ditampung dalam sebuah wadah keramik dengan pori
dibagian bawahnya.
Metode IP adalah salah satu metode geolistrik aktif selain metode
resistivitas. Metode IP hadir dikarenakan kelemahan dari metode resistivitas
yang tidak dapat membedakan kandungan air dan kandungan mineral logam.
Metode IP adalah metode geolistrik yang spesialis dalam mendeteksi keberadaan
mineral logam. Dalam metode IP salah satu parameter hasil pengukuran berupa
nilai Chargeability. Nilai Chargeability sendiri memiliki arti suatu besaran
makro yang nilainya tergantung dari jenis material dan selang waktu
pengukuran. Nilai Chargeability searah dengan tingkat kandungan mineral
logam sehingga semakin besar nilai Chargeability maka semakin banyak pula
mineral logam yang terkandung.

1
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dilakukannya kegiatan ini untuk mengetahui dan memahami
metode IP dalam memperkirakan kandungan mineral logam dan mineral
lempung dibawah permukaan dengan bantuan software RES2DINV dalam
pengolahan data dan pembuat profil dibawah permukaan.
Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan interpretasi data hasil
pengolahan menggunakan software RES2DINV mengenai jenis batuan dan
keberadaan mineral logam serta mineral lempung d ibawah permukaan
.Kemudian tujuan dari kegiatan ini adalah membuat korelasi dari 4 lintasan
pengukuran IP dengan menggunakan software MAPINFO.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional

Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi


kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan
dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan
(Bemmelen, 1949) .Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah
(Central Depression Zone) Pulau Jawa. Zona ini ditempati oleh kerucut G.
Merapi (± 2.968 m). Kaki selatan-timur gunungapi tersebut merupakan dataran
Yogyakarta-Surakarta ( ± 100 m sampai 150 m) yang tersusun oleh endapan
aluvium asal G. Merapi. Di sebelah barat Zona Pegunungan Selatan, dataran
Yogyakarta menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari pantai
Parangtritis hingga sungai Progo. Aliran sungai utama di bagian barat adalah
sungai Progo dan Sungai Opak, sedangkan di sebelah timur ialah sungai
Dengkeng yang merupakan anak sungai Bengawan Solo (Bronto dan Hartono,
2001).

Daerah Yogyakarta sendiri terletak pada ketinggian 0 – 2900 m diatas


permukaan laut dan dikelilingi oleh dataran tinggi yaitu pegunungan seribu
sebelah tenggara, penggunungan menoreh disebelah barat daya dan Gunung
Merapi sebelah utara. Struktur geologi yang terdapat diyogyakarta yaitu lipatan
dan sesar. Perlipatan dan pensesaran telah diteliti oleh Van Bummelen (1949).
Sesar utama yaitu sesar opak yang berarah relative timur – laut dan barat – daya
sepanjang kali opak dan memanjang melewati Yogyakarta, Bantul hingga ke laut
selatan (Budianta, 2000 dalam Faisal 2008) dan terdapat sesar yang berpasangan
yang juga memotong kaki Merapi dan membentuk graben Bantul dan
Yogyakarta. Sesar-sesar ini diperkirakan aktif hingga pliosen akhir dan mungkin
hingga kuarter, dimana proses sedimentasi yang terjadi juga sangat cepat oleh
aktifitas Gunung Merapi yang masih aktif hingga kini.

3
Gambar 2.1. Peta geologi daerah Yogyakarta. Garis hitam putus – putus menunjukan
sesar (Wartono Rahardjo, 1977).

Secara Umum stratigrafi di Pegunungan Selatan bagian barat telah


banyak diteliti oleh para peneliti antara lain oleh Bothe (1929), van Bemmelen
(1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975), dan Wartono dan Surono dengan
perubahan (1994).

4
Gambar 2.2. Kolom Stratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Barat oleh beberapa
peneliti (Bronto dan Hartono, 2001).

Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut


penamaan litostratifrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994)
adalah :

1. Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Wungkal dan Gunung Gamping,
keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan

5
Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan
batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa
napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo,
antara lain di Gunung Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai
ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001).

2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Kebo dan Gunung Butak yang
terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi
ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung,
serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan
batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya
dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi
andesit.

3. Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di Gunung Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi
penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan
serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga
dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di Kali Opak, Dusun Watuadeg,
Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, terdapat andesit basal
sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral
Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di
daerah Pleret-Imogiri, di sebelah barat Gunung Sudimoro, Piyungan-Prambanan,
di bagian tengah pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada
tinggian Gunung Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan
lebih dari 460 meter.

4. Formasi Nglanggran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa
Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan
aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang
mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari
andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini,
yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk
lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir
gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik.

5. Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-
Patuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar di
sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung,

6
namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan
Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter. Batuan penyusun formasi ini di
bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi
batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan
batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak mengandung bahan
karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan
karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di
atas Formasi Nglanggran.

6. Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di Kali Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian
bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur
dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.
Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang
dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo
tersebar luas di sepanjang Kali Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter
dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir,
Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi
Oyo.

7. Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung
yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya
sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi
ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam
Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan
formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian
bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari
dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang
terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai
sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.

8. Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di
sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu Kali Rambatan sebelah
barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan
batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.

9. Endapan Permukaan
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang
terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai
padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992) membagi

7
endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium
(Qa). Sumber bahan rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier Perbukitan Jiwo,
batuan Tersier Pegunungan Selatan dan batuan G. Merapi. Endapan aluvium ini
membentuk Dataran Yogyakarta-Surakarta dan dataran di sekeliling Bayat.
Satuan Lempung Hitam, secara tidak selaras menutupi satuan di bawahnya.
Tersusun oleh litologi lempung hitam, konglomerat, dan pasir, dengan ketebalan
satuan ± 10 m. Penyebarannya dari Ngawen, Semin, sampai Selatan Wonogiri.
Di Baturetno, satuan ini menunjukan ciri endapan danau, pada Kala Pleistosen.
Ciri lain yaitu: terdapat secara setempat laterit (warna merah kecoklatan)
merupakan endapan terarosa, yang umumnya menempati uvala pada morfologi
karst.

2.2. Geologi Lokal

Daerah penelitian berada di daerah Bukit Berjo, Godean, Sleman, Yogyakarta.


Secara regional, daerah Godean dan sekitarnya telah dilaporkan oleh Rahardjo
dkk. (1995) dalam Peta Geologi Lembar Yogyakarta (Gambar 1). Batuan tertua
dimasukkan ke dalam Formasi Nanggulan (Teon) yang berumur Eosen. Formasi
ini terdiri atas batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung
dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir, dan tuf.
Diatas Formasi Nanggulan diendapkan Formasi Kebobutak (Tmok), yang
tersusun oleh breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat, dan sisipan aliran lava
andesit yang berumur Oligo-Miosen. Kedua formasi batuan tersebut kemudian
diterobos oleh diorit (dr) dan andesit (a), yang berumur Miosen Bawah.
Volkanisme Kuarter di daerah Yogyakarta membentuk Gunung api Merapi,
yang materialnya terbagi menjadi Endapan Gunung api Merapi Tua (Qmo) dan
Gunung api Merapi Muda (Qmi) (Bronto dkk., 2014).

Secara megaskopis, batuan penyusun Bukit Berjo dapat diklasifikasikan


sebagian Andesit Porfiri. Batuan berwarna abu-abu, dengan ukuran kristal < 1
mm), tekstur holokristalin, porfiroafanitik, hipidiomorfik granular. Fenokris dari
batuan ini terdiri dari plagioklas, piroksen, muskovit, sedangkan massa dasarnya
berupa mineral mafik. Bukit Berjo memiliki tekstur holokristalin, hipidiomorfik
granular, porfiritik, dengan ukuran fenokris berkisar antara 0,2 – 5 mm dengan
massa dasar berukuran < 0,2 mm. Mineral primer penyusun batuan terdiri dari
plagioklas dan piroksen.

Satuan geomorfologi di daerah penelitian yaitu satuan bukit intrusi. Satuan ini
memiliki bentuk bukit membulat dengan elevasi 121-174 m dan beda elevasi 13-
61 m. Dengan merujuk pada klasifikasi oleh van Zuidam (1983), maka satuan ini
memiliki sudut kelerengan antara 300-450 termasuk relief terjal. Satuan bukit
intrusi tersusun oleh mikrodiorit biotit dan mikrodiorit piroksen (Iwan,2000).
Pelapukan yang berlangsung dengan intensif yaitu berupa speroidal

8
weatheringdapat terlihat dari tebal tanah yang mencapai 2 meter. Stratigrafi
daerah penelitian dari tua ke muda berturut-turut tersusun oleh satuan
batulempung,satuan batuan mikrodiori-andesit,endapan lempung-pasiran, dan
endapan pasir-krakal. Kesebandingan stratigrafi daerah penelitian dengan
stratigrafi daerah penelitian termasuk dalam Formasi Nanggulan, Formasi
Andesit Tua, Endapan Kuarter Merapi (Rahardjo,1995).

2.3. Penelitian Terdahulu


STUDI PETROLOGI DAN PETROGRAFI PADA ALTERASI BUKIT
BERJO,GODEAN, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PENELITIAN AWAL MENGENAI ALTERASI DI BUKIT BERJO
Adnan Hendrawan1*
Gabriela N.R. Bunga Naen1
Eka Dhamayanti1
Anastasia Dewi Titisari1
1Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*Email : adnan.hendrawan@mail.ugm.ac.id

Bukit Berjo merupakan suatu bukit intrusi yang terletak di Kecamatan


Godean, Daerah IstimewaYogyakarta. Bukit Berjo merupakan suatu tubuh
intrusi andesit porfiri dimana sebagian dari intrusitersebut telah terubah menjadi
mineral lempung, sehingga Bukit Berjo terkenal sebagai daerahpenghasil
lempung dimana industri berbahan dasar tanah lempung berkembang pesat di
daerah ini,beberapa diantaranya adalah industri genteng dan keramik. Secara
megaskopis, batuan penyusun BukitBerjo dapat diklasifikasikan sebagai andesit
porfiri yang mengindikasikan suatu tubuh intrusi dangkal.Belum ada penelitian
mendetail yang membahas mengenai genesa mineral lempung yang ada disini.
Penelitian terdahulu yang dilakukan di Bukit Berjo membuktikan bahwa Bukit
Berjo merupakan suatutubuh intrusi andesit porfiri dimana sebagian dari tubuh
intrusi tersebut telah terubah menjadi minerallempung. Karakteristik petrologi
dan petrografi mineral yang terubah di Bukit Berjo sangat membantudalam
menjelaskan genesa mineral lempung tersebut. Data di lapangan menunjukkan
keberadaanlempung yang sangat tebal (>12 m) yang mengindikasikan terjadinya
alterasi hidrotermal. Oleh sebabitu, peneliti ingin mendalami mengenai
kemungkinan terjadinya alterasi hidrotermal yang berpengaruhpada daerah
penelitian. Studi ini digunakan sebagai penelitian awal terhadap alterasi

9
hidrotermal didaerah penelitian sehingga dapat diketahui pengaruh alterasi
hidrotermal tersebut terhadappembentukan asosiasi mineral baru pada tubuh
intrusi. Andesit porfiri Bukit Berjo tersusun olehfenokris berupa plagioklas,
piroksen, muskovit, sedangkan massa dasarnya berupa mineral mafik.Tingginya
kandungan plagioklas pada batuan ini menyebabkan terbentuknya morfologi
berupapelapukan membola. Sebagian besar feldspar telah terubah menjadi
mineral lempung. Berdasarkanpengamatan petrografi ditemukan adanya mineral
berupa epidot, klorit,zoisite, dan serisit yangmengindikasikan produk dari
alterasi hidrotermal.

10
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Metode Geolistrik


Tujuan dari survei Geolistrik adalah untuk menentukan distribusi
resistivitas bawah permukaan dengan melakukan pengukuran di permukaan
tanah. Dari pengukuran tersebut, resistivitas sebenarnya di bawah permukaan
bumi dapat diperkirakan. Resistivitas tanah berkaitan dengan berbagai parameter
geologi seperti mineral dan konten fluida, porositas dan derajat kejenuhan air di
batuan. Survei resistivitas listrik telah digunakan selama beberapa dekade di
hidrogeological, pertambangan, dan investigasi geothecnical. Baru-baru ini,
telah digunakan untuk survei lingkungan. ( Dr. M. H. Loke, 1996-2004 ) Secara
garis besar metode geolistrik dibagi menjadi dua macam.
Geolistrik yang bersifat aktif Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan
ada, akibat penginjeksian arus ke dalam bumi terlebih dahulu oleh elektroda
arus. Geolistrik jenis ini ada dua metode, yaitu metode Resistivitas (Resistivity)
dan Polarisasi Terimbas (Induce Polarization). Yang akan dibahas lebih lanjut
adalah geolistrik yang bersifat aktif. Metode yang diuraikan ini dikenal dengan
nama geolistrik tahanan jenis atau disebut dengan metode Resistivitas
(Resistivity).
Tiap-tiap media mempunyai respon sifat yang berbeda terhadap aliran listrik
yang melaluinya, hal ini tergantung pada tahanan jenis yang dimiliki oleh
masing-masing media. Pada metode ini, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi
melalui dua buah elektroda arus dan beda potensial yang terjadi diukur melalui
dua buah elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial
untuk setiap jarak elektroda berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga
hambatan jenis masing-masing lapisan bawah permukaan bumi, dibawah titik
ukur (Sounding Point). Metode ini lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi
yang sifatnya relatif dangkal. Metode ini jarang memberikan informasi lapisan
kedalaman yang lebih dari 1000 atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini
jarang digunakan untuk eksplorasi hidrokarbon, tetapi lebih banyak digunakan
untuk bidang engineering geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar,

11
pencarian reservoar air, eksplorasi geothermal, dan juga untuk geofisika
lingkungan.

3.2. Induced Polarization


Polarisasi terimbas merupakan salah satu metoda geofisika yang
mendeteksi terjadinya polarisasi listrik pada permukaan mineral-mineral logam
di bawah permukaan bumi.
Pada metoda geolistrik polarisasi terimbas arus listrik diinjeksikan ke
dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensial yang terjadi
diukur melalui dua elektroda potensial. Dalam metoda polarisasi terimbas ada 4
macam metoda pengukuran yaitu pengukuran dalam domain waktu, domain
frekuensi, pengukuran sudut fasa dan Magnetic Induced Polarization (MIP)
Partikel mineral logam yang bersentuhan dengan larutan pori-pori batuan
akan mendapat beda potensial terhadap larutannya meskipun tidak ada arus
listrik mengalir. Karena perbedaan aktifitas relatif antara partikel mineral dan
larutannya, akan terjadi beda potensial yang besarnya bergantung pada aktifitas
relatifnya. Beda potensial ini disebut potensial elektroda. Jika dalam sistem
mineral logam dialirkan arus listrik akan terjadi pengutuban muatan pada bidang
batas antara mineral logam dengan larutannya. Peristiwa ini disebut polarisasi
elektroda. Sedangkan beda potensial pada keadaan reversibel dan tak reversibel
(saat dialiri arus) disebut overpotensial. Jika arus listrik dihentikan ion-ion yang
terkumpul pada bidang batas akan berdifusi kembali ke keadaan semula. Hal ini
teramati sebagai peluruhan tegangan (potensial).
Gejala latar belakang dalam eksplorasi mineral logam terutama
disebabkan mineral-mineral clay dalam batuan yang berpori-pori. Umumnya
mineral-mineral clay dalam batuan bermuatan negatif pada bidang batas antar
muka permukaan batuan dan larutan pori. Sehingga ion-ion positif dalam larutan
pori terkumpul dekat pada bidang batas sedangkan ion-ion negatif tertolak
menjauhi bidang batas.

12
Gambar 3.2 Polarisasi Membran
Jika ukuran pori kecil (10-16 cm) pori bersifat sebagai kapiler maka ion-
ion positif akan memenuhi diameter kapiler sedangkan ion-ion negatif akan
terkumpul di ujung kapiler sehiingga terjadi polarisasi muatan pada sistem ini.
Jika diberi beda potensial maka ion-ion tersebut akan bergerak sesuai dengan
arah medan listrik. Distribusi ion-ion positip dapat melalui awan ion positip
yang terdapat didekat mineral clay tetapi distribusi ion negatif akan terhambat
dan terkumpul pada awan ion positip. Jadi awan ion positip sebagai membran
pemilih. Polarisasi yang terjadi karena sifat membran ini disebut polarisasi
membran.

3.3. Konfigurasi Dipole-dipole


Pada prinsipnya konfigurasi Dipole-dipole menggunakan 4 buah
elektroda, yaitu pasangan elektroda arus yang disebut ‘current dipole AB’ dan
pasangan elektroda potensial yang disebut ‘potential dipole MN’. Pada
konfigurasi Dipole-dipole, elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak
tidak segaris dan tidak simetris.

Gambar 3.3 Konfigurasi Dipole-dipole


Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak ‘current dipole’ dan
‘potential dipole’ diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan elektroda

13
potensial dibuat tetap. Hal ini merupakan keunggulan konfigurasi Dipole-dipole
dibandingkan dengan konfigurasi wenner atau schlumberger. Karena tanpa
memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang lebih dalam.
Konfigurasi Dipole-dipole lebih banyak digunakan dalam eksplorasi
mineral-mineral sulfida dan bahan-bahan tambang dengan kedalaman yang
relatif dangkal. Hasil akhir Dipole-dipole berupa penampang, baik secara
horizontal maupun secara vertikal

14
BAB IV
METODOLOGI

4.1. Akuisisi Data


Kegiatan akuisisi data dilakukan di bukit Berjo , Sleman, daerah
istimewa Yogyakarta. Akuisis metode IP menggunakan konfigurasi Dipole-
dipole dengan line pengukuran sebanyak 4 line. Masing-masing line memiliki
o
panjang bentangan sepanjang 165 meter. Azimut lintasan 1 sebesar N 34 E,
o
azimut lintasan 2 sebesar N 354 E, azimut lintasan 4 sebesar N 19o E dan
lintasan 4 memiliki azimuth sebesar N 34o E.

Gambar 4.1. Peralatan akuisisi data

Gambar 4.1. adalah seperangkat alat yang digunkan dalam


pengambilan data resistivitas dan Chargeability bawah permukaan , Berikut
adalah keteranganya:
1. Iris siscal , adalah alat utama pengambilan data . Alat ini berfungsi untuk
mengatur besarnya arus yang diinjeksikan kebawah permukaan bumi dan
juga menangkap nilai arus listrik, beda potensial dan nilai Chargeability
dari medium bawah tanah yang dilewati oleh listrik.
2. Meteran , adalah alat yang digunkan untuk mengukur jarak peletakan
elektroda arus dan elektroda porouspot.

15
3. Accu ,Merupakan alat yang menjadi sumber arus yang diinjeksikan ke
dalam bumi dan juga menjadi sumber energi untuk menyalakan alat Iris
Siscal meter.
4. Kabel , digunakan untuk menghubungkan elektroda arus , porouspot
dengan alat Iris Siscal.
5. Elektroda arus , merupakan elektroda yang digunkan sebagai medium
untuk menyalurkan arus listrik kebawah permukaan.
6. Porouspot adalah alat yang digunkan untuk mendeteksi polaritas dibawah
permukaan.
7. Buku dan alat tulis digunakan untuk mencatat nilai arus dan tegangan
hasil pengukuran.
Adapun urutan pengambilan data dilapangan tertera seperti pada diagram
alir dibawah ini

Mulai

Persiapan alat dan perlengkapan

Pembentangan lintasan

Penyusunan rangkaian alat


Iris Syscal R1 Plus Switch-72

Menyusun konfigurasi elektroda

Menginjeksi arus listrik melalui elektroda

Pembacaan
data
Merapikan Alat

Selesai

Gambar 4.2. Diagram alir pengambilan data

16
Berikut adalah penjabaran dari diagram alir pengambilan data dilapangan :
1. Menghubungkan kabel penghubung antara alat dengan elektroda
potensial dan elektroda arus.
2. Menghubungkan kabel penghubung alat dengan sumber arus atau accu
sesuai dengan kutubnya.
3. Melakukan penyusunan konfigurasi Dipole-dipole
4. Tekan tombol On/Off sehingga alat menyala.
5. Melihat kondisi baterai apakah masih cukup kuat atau kondisi energi
baterai sudah hampir habis dengan cara menekan tombol “BATT”,
dimana daya baterai sebaiknya berada pada angka lebih dari 12 volt.
6. Melakukan pemilihan mode pengukuran dengan cara klik tombol mode
kemudian pilih mode IP.
7. Melakukan pemilihan jenis konfigurasi yang akan digunakan dengan
cara menekan tombol “EARRAY”.
8. Tekan tombol “SPACING” untuk melakukan pengaturan parameter
lintasan.
9. Untuk memeriksa koneksi kabel dengan alat klik tombol “RS CHECK” .
10. Memulai pengukuran IP dengan cara menekan tombol “STAR”
11. Setelah data terbaca oleh alat catat nilai potensial, arus listrik dan
Chargeability pada tabulasi data.
12. Hasil pengukuran dapat dilihat lagi dengan cara menekan tombol “
RESULT”.
13. Untuk melakukan pengukuran IP selanjutnya terlebih dahulu klik tombol
“STOP FUNCTION”.
14. Setelah pengukuran selesai kemudian kemasi peralatan sesuai sediakala.

17
4.2. Pengolahan Data

Data
lapangan

Data
geologi Ms. Excel

Nilai datum point,


spasi, n ,
Chargeability,
Resistivitas

IP2WIN

Model 2 D IP dan
Resistivitas

Korelasi dengan mapinfo

Model Korelasi IP
dan Resistivitas

interpretasi

Selesai

Gambar 4.3. Diagram Alir Pengolahan Data

Berikut adalah langkah-langkah pengolahan data IP dan pemodelan


secara 3 dimensi :

18
1. Pertama kali data diolah dengan menggunkan software microsoft excel
hingga didapatkan hasil akhir berupa nilai resistivitas dan Chargeability
dari setiap datum point dibawah permukaan
2. Membuat format data sesuai dengan ketentuan software Res2dinv. Format
data terdiri dari nama konfigurasi, spasi terkecil, kode konfigurasi, Jumlah
data, Kode datum point, Kode metode, Jenis data yang didapat, Satuan
nilai data, Waktu integrasi, Datum point, nilai spasi elektroda, nilai n, nilai
resistivitas, cargeability, dan Elevasi topografi.
3. Mengcopy data yang telah diformat ke dalam notepad dan menyimpanya
dalam bentuk txt.
4. Melakukan pemodelan nilai resistivitas dan Chargeability bawah
permukaan secara 2 dimensi dengan software Res2dinv Beserta bentuk
topografinya.
5. Menyimpan salah satu data resistivitas dan Chargeability suatu line
sebagai acuan data untuk pengkorelasian data semua line.
6. Setelah semua data Resistivitas dan Chargeability dimodelkan secara 2 D
kemudian simpan semua gambar model 2 D.
7. Setelah semua gambar penampang resistivitas dan Chargeability disimpan
kemudian dilakukan pemodelan 3 D dengan menggunkan software
Mapinfo terhadap penampang resistivitas dan penampang Chargeability.
8. Melakukan interpretasi Litologi dan keberadaan mineralisasi bawah
permukaan penampang Resistivity dan IP.
9. Membuat kesimpulan.

4.3. Interpretasi Data


interpretasi jenis litologi yang terdapat dibawah permukaan dilakukan
dengan cara melihat dan memahami nilai-nilai resistivitas pada penampang
resistivitas.Kemudian untuk melihat ada tidaknya kandungan mineral logam dan
lempung digunakan penampang IP sebagai acuan interpretasi.
Cara penentuan keberadaan dan jenis mineral logam atau mineral
lempung dilakukan dengan cara mengkombinasikan pembacaan nilai
Chargeability pada penampang IP . dengan pembacaan nilai resistivitas batuan

19
pada penampang resistivitas. Dimana apabila nilai resistivitas rendah dan nilai
Chargeability rendah maka kemungkinan adalah air, apabila nilai resistivitas
rendah dan nilai Chargeability sedang dimungkinkan adanya mineral lempung.
Dan apabila nilai resistivitas rendah dengan nilai Chargeability tinggi dapat
diinterpretasikan sebagai mineral logam

20
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penampang Resistivitas dan Chargeability Lintasan 2

Gambar 5.1. Penampang Resistivitas dan Chargeability Lintasan 2

Gambar 5.1. adalah peanampang resistivitas (atas) dan penampang


Chargeability (bawah) line 2 lokasi penelitian. Line 2 terletak pada koordinat
O
421136 dan 9141473 dengan arah azimuth lintasan sebesar N 345 E.
Penampang resistivitas dan Chargeability memiliki elevasi datar dan kedalaman
maksimal yang terbaca terdapat pada ketinggian 118 meter MDPL dengan
ketebalan penampang sebesar 27 meter. Panjang offset pengukuran sebesar 165

21
meter dengan jarak spasi antar titik sejauh 15 meter dan n (jumlah perpindahan)
dilakukan sebanyak 6 kali.
Penampang resistivitas berisikan distribusi nilai resistivitas batuan
dibawah permukaan, sehingga dari nilai resistivitas dapat di identifikasi jenis
batuan / jenis material yang ada di bawah permukaan. Pada penampang
resistivitas terdapat 3 zona nilai resistivitas yang digambarkan dengan range
nilai dan kenampakan warna yang berbeda-beda. Zona resistivitas lemah dengan
nilai resistivitas 4 Ohm.meter sampi 24 Ohm.meter ditunjukkan dengan
kenampakan warna biru pada penampang , Zona ini di interpretasikan sebagai
zona litologi lempung. Zona lempung terdapat pada bagian atas penampang dan
memanjang searah azimuth lintasan dari pojok ke pojok penampang. Zona
lempung memiliki nilai resistivitas rendah dikarenakan terletak di permukaan
dan merupakan lokasi persawahan warga yang basah dan banyak mengandung
air, selain itu litologi lempung di zona penelitian merupakan lempung hasil
aktivitas mineralisasi (Adnan dkk., 2016) Sehingga ketika dialiri arus
listrik ,arus akan sangat mudah menjalar yang mengakibatkan kecilnya nilai
resistensi dan nilai resistivitas. Kemudian zona resistivitas tinggi dengan nilai
resistivitas mulai dari 800 Ohm.meter sampai 2004 Ohm.meter di interpretasikan
sebagai litologi intrusi Andesit. Intrusi Andesit memiliki nilai resistivitas sangat
tinggi dikarenakan intrusi/litologi Andesit merupakan jenis batuan beku asam
yang terdiri dari fenokris dari batuan ini terdiri dari plagioklas, piroksen,
muskovit, sedangkan massa dasarnya berupa mineral mafik sehingga Andesit
miskin akan kandungan mineral falsic /ferromagnesian (Adnan hendrawan
dkk .,2016) selain itu karena litologi Andesit memiliki sifat keras dan belum
mengalami proses pelapukan karena letaknya yang cukup dalam sehingga Intrusi
Andesite memiliki hubungan antar mineral yang masih saling menggigit, Derajat
porositas rendah serta tidak dapat menampung dan mengalirkan air . sehingga
ketika litologi Andesit dialiri arus listrik akan cenderung bersifat
resistive/menahan arus yang berakibat besarnya nilai resistivitas yang terbaca.
Dan zona resistivitas sedang dengan nilai 99 Ohm.meter sampai 143 Ohm.meter
yang ditandai dengan kenampakan warna hijau pada penampang di
interpretasikan adalah tubuh batuan beku Andesit yang sudah mengalami

22
pelapukan ,Sehingga air dapat masuk yang mengakibatkan menurunkan nilai
resistivitas.
Penampang Chargeability merupakan penampang yang menunjukkan
distribusi nilai Chargeability dibawah permukaan lintasan pengukuran. Dimana
nilai Chargeability bernilai searah dengan besarnya nilai keberadaan mineral
logam dan mineral lempung. Pada penampang Chargeability keberadaan mineral
lempung terletak pada offset 20 meter sampai 60 meter dengan nilai
Chargeability 100 msec dan ditandai dengan kenampakan warna biru muda
hingga hijau pada penampang Chargeability , pendugaan keberadaan zona
mineral lempung juga dilakukan dengan pengkorelasian dengan zona-zona pada
penampang resistivitas, dimana pada penampang resistivitas zona mineral
lempung juga terletak diantara offset 0 meter - 60 meter yang memliki nilai
resistivitas rendah yaitu kurang dari 24 Ohm.meter. Zona mineral lempung pada
penampang Chargeability memiliki bentuk geometri melampar secara lateral.
Kemudian zona intrusi Andesite pada penampang Chargeability ditunjukkan
dengan kenampakan warna biru tua dengan nilai Chargeability kurang dari 15
msec ,intrusi Andesite berada pada kedalaman 140 meter – 110 meter dan pada
offset 60 meter sampai 90 meter. Intrusi Andesite memiliki nilai Chargeability
kecil di interpretasikan pada Andesit tidak mengalami proses mineralisasi
melainkan hanya mengalami alterasi tipe propilitik yang menghasilkan mineral
klorit dan epidot (Adnan dkk,. 2016) sehingga tidak ada keterdapatan mineral
logam.

23
5.2. Korelasi Penampang Resistivitas dan Chargeability Lintasan 1, 2, 3 , 4

Gambar 5.2. Korelasi Penampang Resistivitas Lintasan 1, 2, 3 , 4

Gambar 5.3. Korelasi Penampang Chargeability Lintasan 1, 2, 3 , 4

Gambar 5.2. dan Gambar 5.3. adalah gamabar hasil korelasi dari keempat
penampang Resistivitas dan penampang Chargeability lintasan pengukuran.
Lintasan pertama terletak pada koordinat 421033, 9141535 dengan arah azimuth
o
lintasan sebesar N 34 E. Lintasan 2 terletak pada koordinat 421136 dan
o
9141473 dengan arah azimuth lintasan sebesar N 354 E . Lintasan 3 terletak
pada pada koordinat 421156 dan 9141477 dengan arah azimuth sebesar N 19 o E

24
. Dan linntasan 4 terletak pada koordinat 421076 dan 9141662 dengan arah
azimuth lintasan sebesar N 34 o E.
Gambar 5.2. adalah korelasi ke 4 lintasan penampang resistivitas. Pada
korelasi penampang resistivitas zona intrusi andesit ditandai dengn nilai
resistivitas tinggi mulai dari 800 Ohm.meter sampai 2000 Ohm.meter yang
ditandai dengan kenampakan warna merah pada penampang. Pada lintasan 1
intrusi andesit terekspos ke permukaan dikarenakan pengukuran lintasan
pertama dilakukan pada bukit berjo. Kemudian pada lintasan 2 intrusi andesit
cenderung terletak dibagian dalam ,hal ini dikarenakan lintasan 2,3 dan 4 diukur
pada morfologi datar (sawah dan lapangan sepakbola) yang mana pada
morfologi datar litologi memiliki nilai resistensi(ketahanan terhadap pelapukan)
rendah sehingga terjadi proses pelapukan dengan tingkat massif sehingga
pelapukan terjadi sampai pada kedalaman yang cukup dalam. Kemudian hasil
lapukan dari intrusi diorite pada pada penampang 2,3,dan 4 digambarkan dengan
nilai resistivitas rendah dengan nilai dibawah 24 Ohm.meter yang digambarkan
dengan kenampakan warna biru pada penampang. Hasil lapukan intrusi diorite
memiliki nilai resistivitas rendah dikarenakan letaknya pada permukaan dan
dekat permukaan serta sifat dari lapukan sendiri yang memiliki tingkat porositas
besar dan permeable sehingga sangat mudah menampung dan menyalurkan air.
Gambar 5.3. adalah korelasi ke 4 lintasan penampang Chargeability.
Pada korelasi penampang Chargeability keberadaan mineral lempung ditandai
dengan kenampakan nilai Chargeability sedang dengan nilai sekitar 100 msec
yang ditandai dengan kenampakan warna biru muda sampai hijau . Mineral
lempung merupakan hasil lapukan dari intrusi andesit yang telah teralterasi jenis
propilitik (Adnan dkk.,2016). Pada penampang lintasan 2 mineral lempung
terdapat pada offset 20 meter sampai 60 meter dan berada di dekat permukaan.

25
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Dari kegiatan yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengukuran geolistrik metode IP dilakukan dengan menggunakan
konfigurasi Dipole-dipole.
2. Pada penampang resistivitas terdapat 3 zona nilai resistivitas. Zona
resistivitas lemah dengan nilai resistivitas 4 Ohm.meter sampi 24
Ohm.meter ditunjukkan dengan kenampakan warna biru pada
penampang yang di interpretasikan sebagai zona litologi lempung. zona
resistivitas tinggi dengan nilai resistivitas mulai dari 800 Ohm.meter
sampai 2004 Ohm.meter di interpretasikan sebagai litologi intrusi
Andesit. zona resistivitas sedang dengan nilai 99 Ohm.meter sampai 143
Ohm.meter di interpretasikan tubuh batuan beku Andesit yang sudah
mengalami pelapukan.
3. Pada penampang Chargeability mineral lempung terletak pada offset 20
meter sampai 60 meter dengan nilai Chargeability 100 msec dan
ditandai dengan kenampakan warna biru muda hingga hijau pada
penampang Chargeability.
4. Pada korelasi penampang Chargeability dan reisitivitas zona lempung
ditunjukkan dengan nilai Chargeability sedang dan nilai resistivitas kecil.
6.2. Saran
Pada kegiatan akuisis data diharuskan dilakukan control data. Kemudian
dalam penkorelasian nilai contour Chargeability dan Resistivitas dipilih data
acuan dengan kualitas yang paling bagus.

26

Anda mungkin juga menyukai