Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecamatan Prambanan menurut Rencana Tata Ruang dan Wilayah
Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031 merupakan kawasan rawan bencana
longsor, kawasan rawan kekeringan, kawasan rawan gempa bumi, dan kawasan
peninggalan arkeologis (cagar budaya). Kecamatan ini mempunyai morfologi
berupa perbukitan dengan litologi yang tingkat kelapukannya bervariasi
(Kristanto & Irawan, 2018). Di Kabupaten Prambanan terdapat bukit yang unik
sehingga dijadikan tempat wisata, penduduk setempat menamainya Bukit
Teletubbies. Dinamai demikian karena warga setempat percaya dengan
membangun rumah dengan bentuk dome layaknya rumah dalam kartun
Teletubbies akan mengurangi dampak buruk dari gempa bumi yang sering
terjadi di daerah tersebut.
Peta pada umumnya digunakan untuk menunjukkan navigasi, namun
sebenarnya peta memiliki banyak sekali jenis dan kegunaan. Salah satu jenis
peta ialah peta topografi. Peta topografi merupakan peta yang memiliki
informasi tentang ketinggian permukaan tanah pada suatu tempat terhadap
permukaan laut, yang digambarkan dengan garis-garis kontur (Silvia
Rostianingsih & Kartika Gunadi, 2004). Selain untuk menunjukkan elevasi dari
suatu daerah, peta topografi juga dapat digunakan sebagai dasar dalam
pemetaan lainnya seperti pemetaan geologi, pemetaan daerah rawan bencana,
dan sebagainya.
Dalam kegiatan penelitian kali ini, output yang dihasilkan ialah peta poligon
dan peta topografi dari Bukit Teletubbies yang terletak di Kawasan Desa
Sumberharjo, Candisari, Wukirharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten
Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembuatan peta ini
menggunakan data yang diambil langsung dari lapangan dan diolah
menggunakan Microsoft Office Excel. Data yang telah diolah kemudian
digunakan sebagai acuan dalam pembuatan peta poligon system azimuth,
koordinat, dan topografi manual.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah agar peneliti dapat memahami cara
penggunaan pengambilan data secara langsung di lapangan. Untuk mengambil
data di lapangan, peneliti harus terlebih dahulu mempelajari konsep dasar dari
total station dan kondisi lapangan yang diteliti. Penelitian ini juga dimaksudkan
agar peneliti dapan mengasah kemampuan dalam mengolah data di Microsoft
Office Excel dan mengubah data yang telah diolah menjadi peta, dalam hal ini
peta poligon system koordinat, peta poligon system azimuth, dan peta topografi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan output berupa peta
poligon sistem azimuth, peta poligon sistem koordinat, dan peta topografi. Peta
poligon sistem azimuth dibuat dari data Koreksi HA dan D terkoreksi. Peta
poligon sistem koordinat dibuat dengan menggunakan data absis dan ordinat
terkoreksi, serta koreksi beda tinggi. Peta topografi dibuat dengan titik plotting
x, y, z yang kemudian dibuat triangulasi dan disambungkan dengan metode
interpolasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional


Pegunungan Selatan terhampar barat - timur dan menempati bagian selatan Pulau
Jawa. Pada umumnya pegunungan ini dibentuk oleh batuan sedimen klastika dan
karbonat yang bercampur dengan batuan hasil kegiatan gunung api yang berumur
Tersier (Surono, 2009). Kawasan Pegunungan Selatan bagian tengah, yang
membentang luas berarah barat - timur mulai dari Parangtritis (Propinsi daerah
Istimewa Yogyakarta) sampai dengan Teluk Pacitan (Propinsi Jawa Timur), oleh
Husein dan Sriyono (2007) disebut sebagai Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian
barat. Kawasan ini merupakan perbukitan yang sebagian besar dibentuk oleh batuan
karbonat, yang membentuk morfologi karst Gunungsewu. Morfologi karst terdiri
atas himpunan ratusan bukit kecil berbentuk kerucut yang puncaknya berbentuk
tumpul. Bukit tumpul itu umumnya berdiameter 25-300 m dengan tinggi berkisar
dari 30 m sampai 200 m. Dolina, yang merupakan cekungan di antara perbukitan
umumnya berbentuk bundar yang terisi tanah, dan seringkali juga terisi air sehingga
menjadi danau. Beberapa dolina, dua atau lebih, bergabung menjadi satu
membentuk ovala (Mulyanto & Surono, 2009).
Formasi Pegunungan Selatan jika diurutkan dari tua ke muda adalah sebagai berikut
(Surono, dkk., 1992):

1. Formasi Wungkal Gamping


Formasi ini terletak di Gunung Wungkal dan Gunung Gamping, di Perbukitan Jiwo.
Satuan batuannya terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa
batugamping. Pada bagian atas satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa
batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal,
Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 m . 4
2. Formasi Kebo-Buthak
Formasi ini disusun pada bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau,
batulempung, serpih, tuf dan aglomerat, dengan ketebalan lebih dari 650
meter.Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan
sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng
andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit.

3. Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di Gunung Semilir, sebelah selatan Klaten. Dengan
ketebalan lebih dari 460 meter.Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili
batuapung, breksi batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut
bervariasi dari andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di S.
Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat
andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto & Hartono, 2007).

4. Formasi Nglanggran
Formasi ini terdiri dari batuan breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava
andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi
formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit
basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi
gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau berupa
kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir.

5. Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-
Patuk-Wonosari dengan ketebalan mencapai 230 meter. Batuan penyusun formasi
ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur 5
menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan
batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak mengandung bahan
karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan
karbonat.

6. Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di Sungai Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian
bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai
oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping
berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit
yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di
sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter.

7. Formasi Wonosari
Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, dengan ketebalan
lebih dari 800 meter. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari
batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah
napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.

8. Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, tersebar di hulu. Rambatan
sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah
napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.

9. Endapan Aluvial
Endapan permukaan pada daerah Sungai Opak merupakan rombakan batuan yang
lebih tua yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan
lepas sampai pad lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Sumber bahan rombakan
berasal dari batuan Pra-Tersier Perbukitan Jiwo, batuan Tersier Pegunungan
Selatan dan batuan G. Merapi.
2.2 Geologi Lokal

Dilansir dari jurnal karya Gunawan dan Khadiyanto (2012), daerah Prambanan
memiliki luas wilayah 413,50 km2 dengan kepadatan penduduk mencapai 121,61
jiwa/km2 atau 16 kali lipat lebih rendah dari kepadatan penduduk Kabupaten
Sleman secara keseluruhan. Daerah Prambanan memiliki morfologi berupa
perbukitan dengan litologi berupa tuf, lapili, batulempung, batulanau, dan batupasir
tufan dengan tingkat pelapukan bervariasi. Hal ini menyebabkan daerah Prambanan
memiliki potensi bencana alam seperti tanah longsor. Berdasarkan sifat fisik batuan
dan tanah, daerah penelitian terdapat 2 formasi batuan yaitu Formasi Kebobutak
dan Formasi Semilir serta Satuan Endapan Aluvial. Formasi ini memiliki satuan
batuan yang berbeda-beda yaitu Formasi Kebobutak dengan ciri satuan batuan
batupasir, Formasi Semilir dengan ciri satuan lapili dan tuf. Pembagian satuan
batuan pada daerah penelitian, dilakukan berdasarkan dominasi penyebaran suatu
litologi serta kesamaan sifat fisik batuan dan tanah yaitu warna, tekstur, mineralogi,
derajat pelapukan, dan ukuran butir oleh karena itu maka daerah penelitian dapat
dibagi menjadi 6 satuan batuan (muda ke tua) sebagai berikut.
1. Satuan Pasir Sedang
2. Satuan Lanau
3. Satuan Pasir Halus
4. Satuan Tuf
5. Satuan Lapili
6. Satuan Batupasir
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Konsep Dasar Alat


Alat modern yang pertama digunakan dalam pengukuran tinggi untuk
membuat garis kontur ialah theodolite. Theodolite adalah alat yang digunakan
untuk mengukur jarak, membuat garis lurus dan bidang datar di atas permukaan
tanah (Dr. Akrim, M.Pd., dkk., 2019). Theodolite pertama dikembangkan pada
abad ke 16 dengan pembacaan hasil pengukuran secara manual.

Gambar 2.1 Theodolit abad 16 M (Dr. Akrim, M.Pd., dkk., 2019)

Theodolit kemudian mengalami perkembangan seiring kemajuan


zaman. Pada tahun 1950-an theodolite versi baru diciptakan dengan spesifikasi
lebih canggih. Pada theodolit lama biasanya kompas dipasang di dalam,
sedangkan pada theodolit modern kompas dipasang di luar (eksternal).
Penggunaan theodolite saja dinilai kurang efektif dan informatif. Hal ini
kemudian mendorong inovasi penciptaan alat baru untuk pengukuran topografi
hingga terciptalah total station.
Gambar 2.2 Theodolit Modern (Dr. Akrim, M.Pd., dkk., 2019)

2.1.1 Total Station


Total station merupakan alat ukur sudut dan jarak yang terintegrasi
dan sudah dilengkapi dengan berbagai fitur seperti laser pembidik, infra
merah untuk pengukuran jarak, remote control, memori dan mikro komputer
di dalamnya yang memungkinkan dapat menyimpan data hasil
pengukuran.dan piranti GPS yang dapat terhubung satelit (Dr. Akrim,
M.Pd., dkk., 2019).
Ada macam – macam komponen penyusun dari alat total station.
Perlengkapan Total Station diantaranya :
1. Tripods ( Statif ) kaki yang digunakan untuk menempatkan total station di
atasnya selama diadakan pengukuran.
2. Pole suatu alat bantu prisma yang terbuat dari logam yang mempunyai tanda
berupa garis merah putih dan dilengkapi oleh ukuran serta gelembung.
3. Prisma atau target bidikan yang terbuat dari kaca cekung yang mempunyai
tanda bidik berupa garis silang dengan guna memantulkan laser dari alat
total station dalam pengambilan data dan dipangang dengan statif maupun
pole, tingkat prisma ada yang ukuran 2 - 5 meter untuk prisma melingkar
dan prisma 360, sedangkan ukuran 30 cm untuk mini prisma.
4. Rol meter, digunakan untuk menghitung tinggi alat pada total station
maupun tinggi prisma base / prisma yang didirikan dengan menggunakan
statif. Biasanya diperlukan rol meter yang panjangnya 3 – 5 meter (Ispen
Safrel, dkk., 2020).
Cara kerja dari total sation adalah dengan menembakkan gelombang
infra red ke prisma, kemudian prisma yang berperan sebagai reflektor
memantulkan gelombang kembali lalu ditangkap oleh total station.

Gambar 2.3 Total Station (Dr. Akrim, M.Pd., dkk., 2019)

2.1.2 Benchmark
Benchmark adalah titik ikat atau titik dengan koordinat tetap yang
sudah ditetapkan dalam hal ini sebagai titik acuan atau titik yang akan
digunakan dalam survey topografi. Menurut Basuki (2011) yang dikutip
oleh Wahyu Tamtomo Adi & Adya Aghyasta dalam papernya (2017),
pemilihan lokasi Benchmark haruslah representatif, mudah dicari, aman
dari gangguan, mempunyai kapabilitas tinggi untuk pengukuran detail, pada
kondisi tanah yang stabil, dan juga mudah dijangkau.

2.2 Perhitungan Dasar


Perhitungan Dasar dari data yang didapatkan dalam pengukuran
menggunakan rumus sebagai berikut.
1. Perhitungan mencari sudut yang dibuat TS terhadap prisma
∝ = 𝟗𝟎° − 𝐕𝐀
2. Perhitungan mencari jarak sebenarnya dari TS
𝐃 = 𝐒𝐃 𝐜𝐨𝐬 ∝
3. Perhitungan mencari ordinat
𝐘 = 𝐒𝐃 𝐬𝐢𝐧(𝟗𝟎° − 𝐕𝐀)

4. Perhitungan mencari ketinggian


𝐇 = 𝐓𝐚𝐥𝐚𝐭 + 𝐘 − 𝐓𝐫𝐚𝐦𝐛𝐮
Keterangan :
Ha = Pembacaan Horizontal
Va = Pembacaan Vertikal
SD = Jarak Miring
D = Jarak Sebenarnya
Talat = Tinggi alat
Trambu = Tinggi rambu
H = Ketinggian

2.3 Poligon
Poligon berasal kata dari kata poly yang berarti banyak dan gone yang
berarti titik. Jika digabungkan maka poligon berarti titik - titik yang digunakan
sebagai acuan dalam pemetaan topografi. Metode poligon adalah cara
penentuan titik – titik kerangka yang digunakan sebagai dasar dari kerangka
pemetaan horizontal dengan menggunakan banyak titik yang saling
berhubungan satu sama lain dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga
membentuk poligon itu sendiri. Dalam menggunakan metode poligon, toleransi
kesalahan yang dilakukan pada saat pengukuran tidak boleh lebih dari 10”√𝑁,
dengan N sebagai jumlah titik poligon, dan kesalahan penutup koordinat tidak
boleh lebih dari 0,8√𝐷 meter dengan D sebagai jarak sisi poligon.
2.3.1 Poligon Terbuka
Poligon terbuka adalah poligon yang dimana titik awal dan titik akhir tidak
berimpit atau titik awal tidak bertemu dengan titik akhir. Poligon terbuka
ditinjau dari sistem pengukurannya dan cara perhitungan dibedakan menjadi 4
macam yaitu :
1. Poligon Terikat Sempurna
Poligon terikat sempurna adalah poligon yang titik awal dan titik akhir
dari poligon terikat oleh koordinat dan azimuth atau dua koordinat pada
awal dan akhir pengukuran
2. Poligon Terbuka Terikat Koordinat
Poligon terbuka terikat koordinat adalah suatu poligon yang titik awal
dan titik akhirnya terikat oleh suatu koordinat, nilai azimuth awal dan
akhirnya tidak diketahui.
3. Poligon Terbuka Terikat Sepihak
Poligon terbuka terikat sepihak adalah suatu poligon yang hanya
terikat oleh salah satu titiknya saja, bisa terikat pada titik awalnya atau titik
akhirnya saja.
4. Poligon Terbuka Bebas
Poligon terbuka bebas adalah poligon lepas atau poligon bebas yang
tidak terikat kedua ujungnya.
2.3.2 Poligon Tertutup
Poligon tertutup adalah suatu poligon yang titik awal dan titik akhirnya
memiliki titik yang sama, jadi dimulai dari titik awal dan diakhiri dengan titik
yang sama.

Gambar 2.4 Poligon Terbuka (A), Poligon Tertutup (B).


2.4 Koreksi Data
Dalam suatu pengukuran tentunya kadang terjadi suatu error yang
disebabkan oleh human error atau kegagalan alat tersebut. Untuk mengurangi
suatu error yang besar dilakukan suatu koreksi untuk mendapatkan nilai yang
presisi dan akurat sesuai data yang ingin dicapai nantinya. Sehingga, dalam
pembuatan poligon terbuka/tertutup didapatkan suatu koreksi yaitu :
2.4.1 Koreksi Poligon
Dalam poligon yang telah terbentuk perlunya suatu
koreksi terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai yang
akuran dan presisi. Nilai yang menjadi pembanding suatu
poligon tersebut mengalami pengurangan/penambahan nilai
perlunya dikoreksi dengan rumus. Untuk mendapatkan nilai
absis (X), dan ordinat (Y) maka digunakan rumus seperti
berikut :
∆𝐗 = 𝐃 𝐬𝐢𝐧 𝐇𝐚𝐭𝐞𝐫𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 (2.5)
∆𝐘 = 𝐃 𝐜𝐨𝐬 𝐇𝐚𝐭𝐞𝐫𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 (2.6)
dengan,
∑∆𝐗 = ∆𝐗 𝟏 + ∆𝐗 𝟐 + ∆𝐗 𝟑 (2.7)
∑∆𝐘 = ∆𝐘𝟏 + ∆𝐘𝟐 + ∆𝐘𝟑 (2.8)
untuk,
|∑ ∆𝐗| = |∆𝐗 𝟏 | + |∆𝐗 𝟐 | + |∆𝐗 𝟑 | (2.9)
|∑ ∆𝐘| = |∆𝐘𝟏 | + |∆𝐘𝟐 | + |∆𝐘𝟑 | (2.10)
sehingga didapatkan suatu koreksi dari poligon yaitu :
∆𝐗.∑∆𝐗
𝐊𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 ∆𝐗 = | |∑∆𝐗| | (2.11)

∆𝐘.∑∆𝐘
𝐊𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 ∆𝐘 = | |∑∆𝐘| | (2.12)

apabila :
∑∆𝐗 = 𝐧𝐞𝐠𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐦𝐚𝐤𝐚,
∆𝐗 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 = ∆𝐗 + 𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 ∆𝐗 (2.13)
∑∆𝐗 = 𝐩𝐨𝐬𝐢𝐭𝐢𝐟 𝐦𝐚𝐤𝐚,
∆𝐗 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 = ∆𝐗 − 𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 ∆𝐗 (2.13)
dan untuk :
∑∆𝐘 = 𝐧𝐞𝐠𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐦𝐚𝐤𝐚, (2.14)
∆𝐘 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 = ∆𝐘 + 𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 ∆𝐘
∑∆𝐘 = 𝐩𝐨𝐬𝐢𝐭𝐢𝐟 𝐦𝐚𝐤𝐚, (2.15)
∆𝐘 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 = ∆𝐘 − 𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 ∆𝐘

2.4.2 Koreksi Sudut Dalam


Koreksi sudut dalam dilakukan untuk menentukan
sudut dalam suatu poligon agar hasil yang didapat dari sudut
dalam poligon tersebut presisi dan akurat, selain itu agar
sudut yang saling mengikat poligon sesuai. Koreksi sudut
dalam dapat dicari dengan rumus :
< 𝟏 = (𝑩𝑴 𝟏 → 𝑩𝑴 𝟑) − (𝑩𝑴 𝟏 → 𝑩𝑴 𝟐) (2.16)
< 𝟐 = (𝑩𝑴 𝟐 → 𝑩𝑴𝟏) − (𝑩𝑴 𝟐 → 𝑩𝑴 𝟑) (2.17)
< 𝟑 = (𝑩𝑴 𝟑 → 𝑩𝑴 𝟐) − (𝑩𝑴 𝟑 → 𝑩𝑴𝟏) (2.18)

2.4.3 Koreksi Beda Tinggi


Perhitungan koreksi beda tinggi diperlukan dalam
suatu pengukuran peta, karena dalam pengukuran peta alat
dan rambu/prisma tidak menempel dengan permukaan tanah
secara langsung sehingga perlunya kalibrasi untuk
menyesuaikan tinggi/kecuraman dari permukaan bumi yang
telah diukur. Perhitungan beda tinggi memperhatikan tinggi
alat, tinggi target/prisma, Y yang diperoleh pada bagian
perhitungan dasar. Untuk mencari beda tinggi diperlukan
rumus sebagai berikut :
∆𝐇 = 𝐓𝐚𝐥𝐚𝐭 + 𝐘 − 𝐓𝐫𝐚𝐦𝐛𝐮 (2.19)
∑∆𝐇 = ∆𝐇𝟏 + ∆𝐇𝟐 + ∆𝐇𝟑 (2.20)
|∑∆𝐇| = |∆𝐇𝟏 | + |∆𝐇𝟐 | + |∆𝐇𝟑 | (2.21)
Keterangan :
∆𝐻 = perbedaan tinggi
Talat = Tinggi alat
Trambu = Tinggi rambu
Perhitungan mencari koreksi ∆𝐻 adalah :
|∆𝐇. ∑∆𝐇|
𝐊𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 ∆𝐇 = | | (2.22)
|∑∆𝐇|
Keterangan :
𝐾𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 ∆𝐻 = Perbedaan tinggi koreksi
∑∆𝐻 = Total seluruh perbedaan ketinggian
∆𝐻 = Perbedaan ketinggian
Apabila :
∑∆𝐇 = 𝐧𝐞𝐠𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐦𝐚𝐤𝐚,
∆𝐗 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 = ∆𝐇 + 𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 ∆𝐗 (2.23)
∑∆𝐇 = 𝐩𝐨𝐬𝐢𝐭𝐢𝐟 𝐦𝐚𝐤𝐚,
∆𝐗 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 = ∆𝐇 − 𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 ∆𝐗 (2.24)
𝐇 = ∆𝐇 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 + (𝐙) (2.25)

2.5 Garis Kontur


Definisi dari garis kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-
titik dengan ketinggian yang sama di permukaan bumi atau kedalaman yang
sama di dasar laut, yang diukur dari suatu titik ketinggian acuan biasanya
diambil dari permukaan air laut rata- rata. Garis kontur memiliki beberapa sifat,
yaitu :
1. Garis kontur merupakan garis yang tertutup.
2. Nilai garis kontur dihitung dari ketinggian muka air laut rata-rata
sebagai nilai nol
3. Garis kontur tidak akan berpotongan atau bertemu dengan nilai
ketinggian yang berlainan, kecuali dalam keadaan ekstrim seperti
over hanging cliff.
4. Garis kontur tidak bercabang
5. Garis kontur rapat menunjukan topografi yang curam, sebaliknya
garis kontur yang renggang menunjukan topografi yang landai
6. Garis kontur akan meruncing ke hulu jika memotong suatu lembah
sungai
7. Garis kontur yang digambarkan dengan garis putus-putus dengan
harga interval setengah dijumpai pada bagian puncak bukit.

2.6 Metode Interpolasi


Merupakan suatu metode untuk menentukan nilai ketinggian suatu titik
dengan menganggap bahwa suatu titik tersebut berada pada suatu bidang yang
beraturan.
1. Perhitungan metode interpolasi bila titik ketinggian disesuaikan
dengan interval kontur
𝑰𝑲
𝑿= ×𝒀 (2.26)
𝒕𝟐 − 𝒕𝟏
2. Perhitungan metode interpolasi bila titik ketinggian tidak sesuai
dengan batas atas
𝑰𝑲 (2.27)
𝑿= × (𝒀 − 𝒂)
(𝒕𝒂 − 𝒕𝟏)
dengan,
(𝒕𝟐 − 𝒕𝒂)
𝒂= ×𝒀 (2.28)
(𝒕𝟐 − 𝒕𝟏)
3. Perhitungan metode interpolasi bila titik ketinggian tidak sesuai
dengan batas bawah
𝑰𝑲
𝑿= × (𝒀 − 𝒃) (2.29)
(𝒕𝟐 − 𝒕𝒃)
dengan,
(𝒕𝒃 − 𝒕𝟏) (2.30)
𝒃= ×𝒀
(𝒕𝟐 − 𝒕𝟏)
4. Perhitungan metode interpolasi bila titik ketinggiannya tidak
bersesuaian sama sekali
𝑰𝑲
𝑿= × (𝒀 − 𝒃) (2.31)
(𝒕𝟐 − 𝒕𝒃)
dengan,
(𝒕𝟐 − 𝒕𝒂)
𝒂= ×𝒀 (2.32)
(𝒕𝟐 − 𝒕𝟏)
(𝒕𝒃 − 𝒕𝟏) (2.33)
𝒃= ×𝒀−𝒂
(𝒕𝟐 − 𝒕𝟏)
Keterangan :
IK = Interval Kontur
t1 = Titik ketinggian terendah
t2 = Titik ketinggian tertinggi
Y = Panjang garis interpolasi
X = Panjang garis penggal
ta = Titik ketinggian yang tidak sesuai batas atas
tb = Titik ketinggian yang tidak sesuai batas bawah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Pengolahan Data

Gambar 4.1 Diagram Alir Pengolahan Data


3.2 Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
1. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah melakukan survei lokasi.
Dengan melakukan survei lokasi peneliti dapat mengetahui medan yang
akan dilalui dan titik yang tepat untuk melakukan pengukuran topografi.
Dengan melakukan survei, peneliti juga dapat menentukan titik – titik
benchmark.
2. Langkah selanjutnya ada membuat desain survei. Peneliti membuat desain
survei berdasarkan tik – titik yang telah ditentukan saat melakukan survei
lapangan. Desain survei berguna untuk mempermudah peneliti dalam
melakukan pengukuran.
3. Selanjutnya peneliti mengambil data lapangan. Peneliti melakukan
pengambilan data dengan menggunakan alat total station.
4. Setelah mengambil data lapangan peneliti kemudia memasukkan data yang
telah didapatkan. (HA, VA, SD) ke software Microsoft Office Excel. Peneliti
memasukkan data untuk selanjutnya diolah.
5. Selanjutnya memasukkan data, peneliti kemudian mengolah data poligon.
Peneliti kemudian melakukan koreksi data HA, VA, SD yang telah diolah.
6. Selain mengoreksi data HA, VA,SD peneliti juga melakukan koreksi data
koordinat. Peneliti melakukan koreksi data koordinat yang berupa absis,
ordinat, dan beda ketinggian.
7. Setelah mengoreksi data HA, VA, dan SD peneliti membuat output berupa
peta poligon sistem azimuth. Peneliti membuat peta ini dengan
menggunakan HA terkoreksi dan koreksi D.
8. Setelah mengoreksi data koordinat, peneliti membuat output berupa peta
poligon sistem koordinat. Peneliti membuat peta ini dengan menggunakan
nilai absis terkoreksi, ordinat terkoreksi, dan koreksi beda tinggi.
9. Selain mengolah data poligon, peneliti juga melakukan pengolahan data
detil. Peneliti mengolah data detil untuk nantinya digunakan dalam
membuat peta topografi.
10. Setelah mengolah data detil, peneliti mendapatkan data berupa titik plotting
koordinat x, y, z. Peneliti mendapat data titik plotting dengan mengolah
semua data benchmark hingga detil.
11. Selanjutnya peneliti melakukan plotting titik yang telah didapatkan dengan
menggunakan kalkir. Peneliti kemudian menyambungkan semua titik
dengan metode triangulasi.
12. Setelah selesai melakukan metode triangulasi, peneliti kemudian
menyambungkan titik – titik dengan ketinggian yang sama. Sebelum
menyambungkan setiap titik, peneliti telebih dahulu menentukan indeks dan
interval kontur dengan menggunakan metode interpolasi.
13. Setelah menyambungkan semua titik, peneliti kemudian membuat peta
topografi. Peneliti memberi keterangan pada legenda peta dan menentukan
skala peta.
14. Setelah membuat peta topografi peneliti kemudian membuat sayatan. Dari
sayatan peneliti kemudian membuat penampang.
15. Dari semua output yang telah dibuat peneliti membuat bahasan.
Pembahasan mencakup data yang telah diolah dan hasil yang tergambar
pada peta.
16. Setelah membuat pembahasan peneliti kemudian membuat kesimpulan.
Peneliti membuat kesimpulan dari seluruh rangkaian oenelitian beserta
saran untuk penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai