Anda di halaman 1dari 22

Laboratorium Geoinderaja

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”


Yogyakarta
2021

Interpretasi Stuktur Geologi Daerah Aceh Tengah Dan Sekitarnya Melalui


Analisis Kerapatan Kelurusan (Lineament Density)
Atthariq Daffa N.P.1 Nataya Yusita Elyani2 Naufal Rifqi Wardana3 Retna Wikan D.4
1
Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Jl. SWK Jl. Ring Road Utara No.104,
Ngropoh, Condongcatur, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55283
*
Corresponding author: retna.wu@gmail.com

Abstrak: Disusun dalam satu paragraf antara 100-150 kata dan memberikan ikhtisar tentang kegiatan yang
dilakukan. Abstrak berisi komponen-komponen berikut: 1) latar belakang: jelaskan secara singkat motivasi dan
signifikansi (arti penting) kegiatan; posisikan pertanyaan kegiatan dalam konteks yang luas dan tampilkan tujuan
kegiatan; 2) metode: jelaskan secara singkat metode yang diterapkan untuk mencapai tujuan; 3) hasil: ringkas
temuan utama (hasil) kegiatan dalam paper; dan 4) kesimpulan: sampaikan kesimpulan atau interpretasi utama dari
hasil kegiatan. Gaya penulisan abstrak tidak boleh sama dengan isi paper. (Maiandra GD size 10 pt spasi 1)

Kata Kunci: kata kunci 1, kata kunci 2, katakunci 3 (cantumkan tiga hingga lima kata kunci yang spesifik)

Abstract: Arranged in one paragraph between 100-150 words and provides an overview of the activities
undertaken. Abstract contains the following components: 1) background: briefly describe the motivation and
significance (significance) of the activity; position the activity question in its broad context and present the objective
of the activity; 2) method: briefly describe the method applied to achieve the goal; 3) results: summarize the main
findings (results) of the activities in the paper; and 4) conclusions: convey the main conclusions or interpretations
of the results of the activity. Abstract writing style must not be the same as the content of the paper. (Maiandra GD
size 10 pt spasi 1 : italic)

Keywords: keyword1, keyword2, keyword3 (List three to five pertinent keywords specific to the article)

PENDAHULUAN
Penginderaan jauh (remote sensing), dengan kata yang paling sederhana, berarti memperoleh informasi
tentang suatu objek tanpa berhubungan dengan objek itu sendiri. (Gupta, 2018). Penginderaan jauh dapat
dilakukan dengan menggunakan citra satelit (misal: Landsat, Sentinel, Radar, dll) maupun foto udara.

Iqbal & Bella (2019) Penginderaan jauh sering digunakan dalam eksplorasi panasbumi karena dianggap
memiliki banyak keunggulan. Daerah potensi panasbumi sering kali terletak pada daerah terpencil
sehingga akses ke daerah penelitian akan menghabiskan biaya yang lebih besar. Oleh karena itu analisis
dengan menggunakan citra satelit dinilai lebih efektif sebagai studi pendahuluan sebelum ke lapangan.
Pengindraan jauh atau dengan menggunakan citra satelit telah banyak digunakan dalam eksplorasi
panasbumi terutama untuk menentukan pola kelurusan serta tubuh gunungapi dengan menggunakan citra
DEM (Digital Elevation Map).

L. Han et al. (2018) Kelurusan geologi di permukaan dapat menjadi manifestasi dari struktur geologi
bawah permukaan yang mencerminkan suatu proses tektonik di dalam kerak bumi sebagai indikasi
adanya mineralisasi, distribusi airtanah, bencana geologi, potensi panasbumi, gempa, dan geomorfologi.

Page 1 of 22
Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Suatu kelurusan dapat berupa, aliran yang lurus dan lembah, permukaan yang lurus, perubahan total
tanah, kelurusan daerah vegetasi, perubahan dari perbedaan tipe vegetasi dan ketinggiannya, atau
perbedaan topografi yang kontras. Semua fenomena ini mungkin hasil dari fenomena struktur, seperti:
sesar (patahan), kekar, lipatan dan rekahan. (Adam et al., 2017; Hung et al., 2005)

Daerah penelitan secara administratif termasuk dalam wilayah Takengon dan sekitarnya, Kabupaten Aceh
Tengah, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Secara geografis menempati suatu wilayah dalam koordinat
4˚ 00’ 00” sampai 5˚ 00’ 00” Lintang Utara dan 96˚ 00’00’ sampai 97˚ 30’ 00” Bujur Timur (Gambar
15).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelurusan yang terbentuk pada daerah Takengon dan
sekitarnya. Kelurusan tersebut ditarik dari citra satelit berupa DEM (Digital Elevation Map) SRTM
USGS dan CGIAR sebagai input awal dalam Global Mapper, kemudian menggunakan perangkat lunak
ArcGIS dan Geomatica 2016. Kemudian kelurusan yang telah dibuat akan diterjemahkan ke dalam
bentuk peta densitas kelurusan (lineament density) yang selanjutnya akan dinterpretasi. Selain itu, analisis
DEM juga dilakukan untuk melihat morfologi dan pola struktur secara umum pada Lokasi daerah
penelitian disertai nilai densitas dari pola kelurusan untuk mengetahui secara umum arah struktur geologi
pada daerah penelitian.

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN


Tektonik wilayah Aceh dikontrol oleh pola tektonik di Samudera Hindia. Eurasian Plateu berada di atas
lempeng samudera (Indian – Australian Plate), yang bergerak ke utara dengan kecepatan 6–8 cm per
tahun. Pergerakan ini menyebabkan Lempeng India – Australia menabrak lempeng benua Eropa –
Asia/Eurasian Plate (Hamilton, W., 1979)

Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada zaman Plio-Pleistosen, arah
struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut, di mana aktivitas tersebut berlanjut hingga
sekarang yang disebabkan oleh pembentukan letak samudera di Laut Andaman dan tumbukan antara
Lempeng Mikro Sunda (bagian paparan Sunda) dan Lempeng India-Australia terjadi pada sudut yang
kurang tajam. Terjadilah kompresi tektonik global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat
Pulau Sumatera dan pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan pada zaman Pleistosen. Pada akhir Miosen
Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk
tegasan yang berarah NNW-SSE menghasilkan patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen sampai
Pleistosen, akibat kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW yang menghasilkan sesar berarah
NE-SW, yang memotong sesar yang berarah utara-selatan. (Cameron, N.R., 1980)

Di pulau Sumatera, terdapat penunjaman besar yang menghasilkan rangkaian kepulauan busur depan
(forearch islands) yang nonvolkanik (P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P.
Enggano), pegunungan Bukit Barisan dengan jalur volkanik, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’
yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Selain patahan utama
tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu: Sesar Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar
Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren. Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar
dihimpit oleh dua patahan aktif, yaitu Darul Imarah dan Darussalam yang terbentuk akibat pengaruh
tektonik global lalu melahirkan kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera disertai
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan.

Cekungan Sumatera Utara (North Sumatera Basin) secara tektonik terdiri dari elemen berupa tinggian,
cekungan maupun peralihannya, dimana cekungan ini terjadi setelah berlangsungnya gerakan tektonik
pada zaman Mesozoikum atau sebelum mulai berlangsungnya pengendapan sedimen Tersier dalam
Cekungan Sumatera Utara. Tektonik yang terjadi pada Akhir Tersier menghasilkan bentuk cekungan
bulat memanjang dan berarah barat laut – tenggara. Proses sedimentasi yang terjadi selama Tersier secara
umum dimulai dengan trangressi, kemudian disusul dengan regresi dan diikuti gerakan tektonik pada
Akhir Tersier. Pola struktur Cekungan Sumatera Utara terlihat adanya perlipatan-perlipatan dan
pergeseran-pergeseran yang berarah relatif barat laut-tenggara. (Pertamina & BEICIP, 1985)

Kelompok Plug 1 Offline B Page 2 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Proses tektonik pada cekungan tersebut telah membagi stratigrafi regional Cekungan Sumatera Utara
dengan urutan dari tua ke muda diantaranya:

 Basement Pre-Tersier: terdiri dari batuan beku, batuan metamorf, karbonat.

 Formasi Parapat (Awal Oligosen): terdiri dari batupasir kasar dan konglomeratan dibagian
bawah dengan sisipan serpih.

 Formasi Bampo (Akhir Oligosen: terdiri dari serpih hitam tidak berlapis, berasosiasi dengan
batugamping dan batulempung karbonat,

 Formasi Belumai (Awal Miosen): terdiri dari batupasir Glaukonitan berselingan dengan
serpih dan batugamping.

 Formasi Baong (Miosen Tengah-Akhir Miosen bagian bawah): penyusun utamanya


batulempung abu-abu kehitaman, napalan, lanauan, pasiran dan pada umumnya kaya akan
fosil Orbulina sp. dan Globigerina sp.

 Formasi Keutapang (Akhir Miosen): terdiri dari selang-seling antara batupasir berbutir halus
– sedang, serpih, lempung dengan sisipan batugamping dan batubara.

 Formasi Seurula (Awal Pliosen): terdiri dari batupasir, serpih dan lempung.

 Formasi Julu Rayeu (Akhir Pliosen); terdiri dari batupasir halus – kasar dan lempung,
terdapat fragmen fosil moluska sebagai indikasi lingkungan neritik.

 Volkanik Toba (Kwarter): terdiri dari Tuff hasil aktivitas Volkanik Toba, tidak selaras diatas
Formasi Seurula

 Endapan Aluvial; terdiri dari kerakal, kerikil, pasir dan Batulempung

Sementara itu, pada Kabupaten Aceh barat tersusun oleh formasi (tua-muda):

1. Formasi Gume
Terdiri dari meta vulkanik, breksi dan basaltik yang berumur Kapur awal, lingkungan
pengendapan darat.

2. Formasi Tangla
Tidak selaras diatasnya Formasi Gume yang terdiri dari konglomerat basal, breksi, batu lumpur,
batu pasir dan vulkanik andesitik berumur Oligosen Akhir, diendapkan di lingkungan fluviatil
sampai paralik.

3. Formasi Kueh
Selaras diatas Formasi Tangla yang terdiri dari batuan breksi, konglomerat batupasir dengan
lingkungan pengendapan laut berumur Pra-Tersier, berumur Miosen Tengah.

4. Formasi Calang
Tidak selaras di atas formasi Kueh yang terdiri dari batuan mafic lava basaltik, aglomerat dan
piroklastik dalam lingkungan pengendapan laut berumur Pra-Tersier.

5. Formasi Tutut

Kelompok Plug 1 Offline B Page 3 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Tidak selaras diatas Formasi Calang diendapkan yang terdiri dari perselingan antara batupasir,
lempung, konglomerat serta lapisan tipis batubara. Indikasi lingkungan pengendapan Fluviátil
sampai Sublitoral berumur Plio-pleistosen.

6. Formasi Meulaboh
Selaras di atas Formasi Tutut dan berumur Pleistosen, dalam lingkungan pengendapan fluviatil,
batuannya terdiri dari batupasir dan kerikil. Batupasir berwarna coklat kekuningan sampai abu-
abu, berbutir halus sampai kasar.

Tatanan stratigrafi daerah Kabupaten Aceh Tengah, dari tua ke muda dapat diuraikan sebagai
berikut (Gambar 4):

1. Formasi Kluet (Puk), berupa batusabak, filit, arenit kuarsa malihan, batugamping
metamorf, berumur Karbon Akhir - Perm Awal.

2. Granit Simelit (MPise), berupa granit hornblende, berumur Karbon Akhir - Perm
Awal.

3. Komplek Doson (MPids) berupa alterasi biotit - granit berumur Karbon Akhir - Perm
Awal.

4. Granit Daling (MPida), berupa muskovit granit, kuarsa - muskovit - turmalin –granit
pegmatite, berumur Karbon Akhir - Perm Awal.

5. Granit Bergang (MPibg), berupa biotit - granit, berumur Karbon Akhir - Perm Awal.

6. Formasi Tawar (MPt), berupa perubahan batugamping metamorf atau marmer dari
sedimen (MPtr) ke pejal berumur Perem Akhir - Trias Akhir.

7. Formasi Penarun (Mup), berupa basal, rijang merah, lempung, bat. Vulkanik, skis
hijau berumur Yura Akhir - Kapur Awal.

8. Formasi Batugamping Situtup (MPsv/MPsl), berupa lapisan batugamping Kristal


pejal, di G. Bahangin berupa marmer, berumur Perem Akhir - Trias Akhir. Formasi
Bale (Mub), di Kr. Jamur Pisang berupa batusabak, rijang, marmer dan marmer
breksi, berumur Yura Akhir - Kapur Awal.

9. Formasi Batugamping Sise (Musl), berupa rekristalisasi batuan biokarbonat dari pejal
sampai perlapisan, berumur Yura Akhir - Kapur Awal.

10. Kelompok Woyla Tak Terpisahkan (Muw), berupa batuan vulkanik dari intermediet -
mafik, batusabak dan rijang, berumur Yura Akhir - Kapur Awal.

11. Batugamping Tak Terpisahkan (Muwl), berupa marmer, berumur Yura Akhir - Kapur
Awal.

12. Formasi Batuan Gunungapi Kenyaran (Muvk), berupa lava epidot dari intermediet -
mafik, aglomerat, berumur Yura Akhir - Kapur Awal.

13. Formasi Geumpang (Mug), di Kecamatan Kr. Reuengeuet berupa batuan vulkanik
dari intermidiet - mafik, filit, batusabak, batugamping pejal dan marmer, berumur
Yura Akhir - Kapur Awal.

Kelompok Plug 1 Offline B Page 4 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

14. Formasi Batugamping Teunom (Mutl), berupa perlapisan batugamping sebagian


mengalami kristalisasi dan dolomitisasi.

15. Intrusi Beuring (TMib), berupa hornblenda - biotit - granodiorit berbutir halus sampai
sedang, berumur Kapur Akhir - Paleosen.

16. Formasi Simelit (Tls), berupa batupasir tuf, batugamping konglomerat, batulumpur
karbonat, andesit terubah, berumur Eosen hingga Awal Oligosen.

17. Formasi Meucampli (Tlm) berupa Batupasir mikaan, konglomerat aneka bahan,
batupasir konglomerat, batulanau, batugamping, batuan gunungapi mafik amigdaloid,
berumur Eosen hingga Awal Oligosen.

18. Formasi kimie (Tlk), berupa batulumpur berkarbonat, batuvulkanik, breksi


konglomerat, dan sirtu, berumur Eosen hingga Oligosen Awal.

19. Intrusi Batukeubeue (Tib), berupa granodiorit dan diorit, sebaran piropilit, berumur
Akhir Oligosen.

20. Formasi Sipopok (Tlsp), berupa batulumpur, basal batupasir, basal konglomerat,
berumur Akhir Oligosen - Awal Miosen.

21. Formasi Batuan Gunungapi Brawan (Tlvbr), berupa andesit hornblende pejal, lapili
aglomerat, pirofilit, mikrodiorit, berumur Miosen Awal.

22. Formasi Bruksah (Tob), berupa batupasir, batulumpur dan batupasir basal pejal,
berumur Oligosen Akhir.

23. Formasi Rampong (Tlr), berupa batupasir, batulumpur, konglomerat, berumur


Oligosen Akhir - Awal Miosen.

24. Formasi Bampo (Tlb), berupa batulumpur mengandung pirit, batusabak tipis, basal
berupa pasir, berumur Oligosen Akhir - Miosen Awal.
25. Formasi Peutu (Tmp), berupa batulumpur berkarbonat sebagian gloukonitan, berumur
Miosen Awal - Miosen Tengah.

26. Formasi Baong (Tmb), berupa batulumpur berkarbonat dan banyak fosil, sedikit
batupasir, berumur Miosen Akhir.

27. Komplek Ultramafik Beatang (Tubc), berupa sesar tektonik melange pada serpentinit
pejal, berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal.

28. Serpentin Lainnya (Tuse) berupa aneka bahan ukuran dari serpentin pejal dengan
jarang harzburgite dan piroksinit, berumur Miosen Akhir.

29. Formasi Keutapang (Tuk), berupa batupasir andesit, konglomerat, berumur Miosen
Akhir - Pliosen.

30. Formasi Tutut (QTt) berupa batupasir, sedikit konglomerat, berumur Plio - Plistosen.

31. Satuan Enang-Enang (Qvee), berupa andesit hornblende dan piroklastik, terubah
mengapit lahar, berumur Plistosen.

32. Satuan Lampahan (Qvl), berupa aliran andesit berbatuapung, berumur Plistosen.

Kelompok Plug 1 Offline B Page 5 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

33. Satuan Telong (Qvtg), berupa andesit dan dasit berbatuapung, berumur Plistosen.

34. Batuan Gunungapi Muda (Qvsb), berupa andesitik piroklastik, berdasar foto udara
merupakan ditafsirkan sebagai kawah pusat letusan, berumur Plistosen.

35. Pusat Gunung Telago (Qvtt), berupa andesit sampai dasit piroklastik dan lahar,
berumur Plistosen.

36. Batuan Gunungapi Meugeurencing (Qvme), berupa andesit, berumur Plistosen.

37. Endapan alluvium (Qh), berupa ubahan andesitik dan lahar, berumur Holosen.

METODE KEGIATAN
Penelitian ini dilakukan diawali dengan mengunduh citra digital SRTM dari laman
http://earthexplorer.usgs.gov dan http://srtm.csi.cgiar.org/srtmdata/ (Gambar 2.1 dan Gambar 2.2).
Kemudian membuat data kavling di Google Earth Pro dengan mengeplot koordinat lokasi penelitian
(Gambar 2.3). Data kavling tersebut dimasukkan ke Global Mapper yang kemudian dieksport menjadi
DEM (Data Elevation Map) (Gambar 2.4). Pemrosesan data DEM dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak ArcGIS untuk membuat citra hillshade kombinasi 0, 45, 90, 135 dan citra hillshade
kombinasi 180, 225, 270, 315 (Gambar 2.5).

Perangkat lunak Geomatica 2016 digunakan untuk mengekstrak penarikan kelurusan (lineament) secara
otomatis dengan menggunakan parameter pada Gambar 2.6. Diagram alir pemrosesan data dirangkum
pada Gambar 1.1.

Ekstraksi kelurusan secara otomatis pada Geomatica 2016 memanfaatkan fungsi Algorithm Librarian –
Lineament Extraction (Gambar 2.6).

Menurut Iqbal & Bella (2019), fungsi lineament extraction di perangkat Geomatica yang digunakan telah
memberikan hasil yang valid dengan memperhitungkan aspek-aspek geologi sehingga data tersebut dapat
dipakai dan diproses lebih lanjut.

Peta densitas kelurusan (lineament density) memerlukan input data garis lurus berupa single line,
sedangkan hasil ekstraksi kelurusan dari perangkat lunak Geomatica 2016 berupa polyline sehingga
kelurusan yang diekstraksi akan diproses lagi dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS dengan
mengubah kelurusan hasil ekstraksi menjadi single line. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tool split
lineament pada toolbox ArcGIS. Split lineament menghasilkan garis lurus single line dengan panjang
yang bervariasi (Iqbal & Bella, 2019).

Tahapan berikutnya yaitu pembuatan peta densitas kelurusan dengan menggunakan tool density map yang
ada pada toolbox ArcGIS. Hasil peta densitas kelurusan dapat dilihat pada Gambar 2.8. Peta tersebut
nantinya akan dianalisis dan diinterpretasi lebih lanjut untuk melihat struktur geologi di daerah penelitian.

Selain peta densitas kelurusan, kelurusan yang telah dihasilkan juga digunakan untuk membuat Diagram
roset pada perangkat lunak RockWorks16 yang berguna untuk melihat arah dari sebaran kelurusan
tersebut (Gambar 2.9). Diagram tersebut dibuat dengan memperhitungkan panjang kelurusan pada arah
tertentu. Diagram roset dapat dilihat pada Gambar X.

Kelompok Plug 1 Offline B Page 6 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Diagram Alir

Mulai

Mengunduh Citra Digital SRTM

(USGS dan CGIAR)

Mengeplot data kavling di


Go ogle Earth Pro

Global Mapper

DEM

Membuat Citra Hillshade


ko mbinasi

ArcGis Ekstraksi garis dari Citra Hillshade PCI Geo matica

Membuat Peta Lineament


Density

Ro ckWo rks16

Diagram Ro set

Analisis Hasil

Gambar 1.1. Diagram Alir Peta Lineament Density

Dibawah ini terdapat contoh cara pengerjaan dari Peta Lineament Density:

1. Mengunduh Citra Digital SRTM (USGS dan CGIAR)

Kelompok Plug 1 Offline B Page 7 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 2.1 Unduh SRTM USGS

Gambar 2.2 Unduh SRTM CGIAR

2. Membuat Data Kavling di Google Earth Pro

Kelompok Plug 1 Offline B Page 8 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 2.3 Data Kavling di Google Earth Pro

3. Mengeksport DEM dengan Global Mapper

Gambar 2.4 Eksport DEM dengan Global Mapper

4. Membuat Citra Hillshade kombinasi 0, 45, 90, 135 dan Citra Hillshade kombinasi 180, 225 270,
315 menggunakan ArcGIS

Kelompok Plug 1 Offline B Page 9 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 2.5 Citra Hillshade Kombinasi dengan menggunakan ArcGIS

5. Mengekstraksi garis dari Citra Hillshade menggunakan Geomatica 16

Gambar 2.6 Ekstraksi garis dari Citra Hillshade menggunakan PCI Geomatica 16

Kelompok Plug 1 Offline B Page 10 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 2.7 Ekstraksi garis dari Citra Hillshade menggunakan ArcGIS

6. Membuat Peta Lineament Density menggunakan ArcGIS

Gambar 2.8 Pembuatan Peta Lineament Density dengan menggunakan ArcGIS

7. Diagram Roset menggunakan RockWorks16

Kelompok Plug 1 Offline B Page 11 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 2.9 Pembuatan Diagram Roset dengan menggunakan RockWorks16


8. Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perolehan Data Citra Digital

Citra Digital yang berupa citra LANDSAT 8 untuk daerah penelitian diunduh dari United States
Geological Survery (USGS) dan Consulvative Group on International Agricultural Research (CGIAR).
Citra USGS mempunyai resolusi 30M, yaitu citra diambil dari ketinggian 30 meter dari atas permukaan
laut, sedangkan citra CGIAR mempunyai resolusi 90M sehingga citra USGS memiliki resolusi yang lebih
baik dari citra CGIAR. Untuk mempermudah mengetahui stratigrafi digunakan pula Peta Geologi Lembar
Banda Aceh, Takengon dan Lhokseumawe dari Pusat Peneltian dan Pegembangan Geologi (1981).
Kemudian masing-masing citra LANDSAT dibuat dua hillshade untuk mengetahui kelurusan
geomorfologi berdasarkan arah penyinarannya menggunakan aplikasi Arcmap dan PCI Geomatica.
Dibuat juga arah umum dari kelurusan-kelurusan geomorfologi tersebut menggunakan Arcmap dan
Rockworks.

Interpretasi Data Citra Digital (hillshade 30M dan hillshade 90M)

Berdasarkan pengolahan hillshade pada citra beresolusi 30M diperoleh dua peta lineament density seperti
pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2. Peta densitas kelurusan tersebut kemudian digunakan ntuk
menginterpretasi struktur geologi yang ada di daerah penelitian berupa sesar. Warna pada peta tersebut
menunjukan densitas kelurusan dari setiap wilayah. Warna hijau menunjukan densitas kelurusanpaling
rendah yaitu 0 dan warna merah menunjukan densitas kelurusan paling tinggi. Dapat dilihat bahwa garis
kelurusan umumnya berada pada wilayah yang mempunyai nilai densitas kelurusan yang tinggi (kuning-
merah). Pada pengolahan kelurusan menggunakan Arcmap, kelurusan yang didapatkan merupakan
kelurusan geomorfologi sehinnga kelurusan yang ada dalam peta tersebut dapat berupa sungai, saluran
irigasi, kelurusan vegetasi, struktur geologi dan pemukiman warga. Hasil pengolahan arah umum
didapatkan kelurusan H1 dan H2 untuk citra hillshade 30M mempunyai arah umum yaitu N 007.5˚E.

Dalam penelitian, ini penulis menginterpretasikan struktur geologi berupa sesar sebagai sebuah pola
kelurusan dari kelurusan-kelurusan geomorfologi dan offset pola/kumpulan kelurusan geomorfologi pada
peta densitas kelurusan. Berdasarkan hal tersebut diinterpretasikan struktur geologi berupa sesar pada
daerah penelitian diperoleh dari citra resolusi 30M seperti yang ada pada gambar 1.1 dan 1.2. diperoleh
sesar utama berupa sesar mendatar yang bergerak ke kanan, sesar utama tersebut merupakan Sesar
Semangko.

Kelompok Plug 1 Offline B Page 12 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Dari data CGIAR yang telah diolah menggunakan aplikasi Arcmap dan PCI Geomatica dperoleh duat
peta densitas kelurusan. Peta densitas kelurusan tersebut juga nantinya digunakan untuk interpretasi
struktur geologi. Seperti yang dapat dilihat pada peta densitas kelurusan dari citra CGIAR, jumlah
kelurusan morfologi yang didapat lebih sedikit dan lebih renggang dari pada peta densitas kelurusan yang
didapat dari hasil pengolahan citra USGS. Jal tersebut karena citra CGIAR mempunyai resolusi yang
lebih rendah daripada citra USGS yaitu diambil 90 m dari atas permukaan laut, sedangkan citra USGS
mempunyai resolsi 30 m dari atas permukaan laut. Tingat resolusi tersebut juga mempegaruhi kelurusan
yang dapat dikenali otomatis oleh aplikasi PCI Geomatica sesuasi dengan parameter yangtelah di-input.
Berdasarkan hasil interpretasi penulis, diperoleh struktur geologi berupa sesar seperti yang ada pada
Gambar X. Struktur yang diperoleh lebih sedikit dari peta densitas kelurusan dari hasil analisis citra
USGS karena resolusi yang lebih rendah.

KESIMPULAN
Analisi peta densitas kelurusan pada daerah Takengon dan sekitarnya, Kabupaten Aceh Tengah
menunjukan adanya stuktur geologi berupa sesar mendatar yang bergerak ke kanan. Selain itu terdapat
juga sesar-sesar lainnya yang menyertai sesar utama tersebut. Struktur gelogi tersebut berada di daerah
dengan nilai densitas kelurusan yang tinggi dan ditandai dengan pola kelurusan dari kelurusan-kelurusan
geomorfologi dan offset kelurusan tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih sebesar-besarnya kami ucapkan kepada Para Asisten Geoinderaja yang telah
memberikan kesempatan mengenai analisis peta lineament density ini dan telah mengizinkan penggunaan
data kavling untuk dilakukannya penelitian analisis ini, serta untuk mendukung tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Astawa, I.N., Silalahi, I.R., dan Rahardiawan, R. 2012. Geologi Bawah Permukaan Dasar Laut
Perairan Lembar Peta 0421, Daerah Istimewa Aceh. Bandung: Jurnal Geologi Kelautan.

Iqbal, Mochamad, Bella Restu Juliarka. 2019. Analisis Kerapatan Kelurusan (Lineament Density)
sebagai indikator tingkat permeabilitas di Lapangan Panasbumi Suoh-Sekincau, Lampung. e-
ISSN: 2581-0545.

L. Han, Z. Liu, Y. Ning, dan Z. Zhao. 2018. Extraction and analysis of geological lineaments
combining a DEM and remote sensing images from the northern Baoji loess area. Adv. Space
Res., vol. 62, no. 9, hlm. 2480– 2493, Nov 2018.

P., Martua Raja, Zulfikar, dan Labaik, Ganjar. 2015. Eksplorasi Umum Batuan Granit, Pasir Kuarsa Dan
Kuarsit Di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Bandung: Pusat
Sumber Daya Geologi.

R. P. Gupta. 2018. Remote Sensing Geology, 3 ed. Berlin Heidelberg: Springer Verlag.

Sayekti, Bayu dan P., Martua Raja. 2011. Inventarisasi Mineral Non Logam Di Kabupaten Aceh Jaya
Dan Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Bandung: Pusat Sumber Daya
Geologi

Wijaya, Truman, dan Hidayat, Rahmat. 2007. Survey Pendahuluan Bitumen Padat Di Daerah Aceh Barat
Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam. Bandung: Pusat Sumber Daya
Geologi.

Kelompok Plug 1 Offline B Page 13 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

LAMPIRAN

Kelompok Plug 1 Offline B Page 14 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 3. Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya pada
masa kini (Hamilton, W., 1979)

Gambar 4. Cekungan Sumatra Utara dan batas-batasnya (Pertamina & BEICIP, 1985)

Kelompok Plug 1 Offline B Page 15 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 5. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Utara (Dimodifikasi Sosromiharjo, 1988)

Kelompok Plug 1 Offline B Page 16 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 6. Tatanan Stratigrafi Daerah Kabupaten Aceh Tengah (P., Martua, 2015)

Gambar 7. Peta Geologi Daerah Penelitian

Kelompok Plug 1 Offline B Page 17 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 8. Peta Indeks Daerah Penelitian

Gambar 9. Peta SRTM USGS

Kelompok Plug 1 Offline B Page 18 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 10. Peta SRTM CGIAR

Gambar 11. Peta DEM USGS Original

Kelompok Plug 1 Offline B Page 19 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Gambar 12. Peta DEM CGIAR Original

(a) (b)

Gambar 13.1 (a) Peta Densitas Kelurusan USGS hillshade 1 dan (b) Peta Densitas Kelurusan USGS Hillshade 2

Kelompok Plug 1 Offline B Page 20 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

(a) (b)

Gambar 13.2 (a) Peta Densitas Kelurusan CGIAR Hillshade 1 dan (b) Peta Densitas Kelurusan CGIAR Hillshade
2

(a) (b)

Gambar 14.1 (a) Arah Umum USGS Hillshade 1 dan (b) Arah Umum USGS Hillshade 2

Kelompok Plug 1 Offline B Page 21 of 22


Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

(a) (b)

Gambar 14.2 (a) Arah Umum CGIAR Hillshade 1 dan (b) Arah Umum CGIAR Hillshade 2

Gambar 15. Peta Geologi Lembar Takengon, Sumatra

Kelompok Plug 1 Offline B Page 22 of 22

Anda mungkin juga menyukai