Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Tak dapat dipungkiri jika perkembangan teknologi masa kini berkembang
sangat pesat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya inovasi-inovasi yang
telah dibuat di dunia ini. Dari yang sederhana, hingga yang menghebohkan
dunia.Salah satu teknologi yang menghebohkan dunia adalah pemanfaatan sifat
kelistrikan dari bahan dalam bumi ini. Pemanfaatan ini berupa cara atau metode
yang digunakan untuk mencari bahan yang terkandung dari dalam bumi atau
sering disebut metode geolistrik. Metode geolistrik merupakan metode yang
umum digunakan dalam pendugaan bawah permukaan berdasarkan nilai
resistivitas dan konduktivitas suatu bahan dibawah permukaan bumi. Metode
Geolistrik dibagi menjadi metode geolistrik aktif dan metode geolistrik pasif.
Metode geolistrik aktif yaitu metode yang memanfaatkan sumber tegangan dari
alat yang diinjeksikan kebawah permukaan untuk mendapatkan nilai resistivitas
bawah permukaan. Sedangkan metode geolistrik pasif yaitu metode geolistrik
yang memanfaatkan nilai potensial atau mudahnya nilai potensial dari dalam
bumi untuk mendapatkan nilai resistivitas di bawah permukaan.
Metode Geolistrik memiliki banyak penerapan dalam duia eksplorasi,
seperti eksplorasi air tanah, identifikasi reservoir pada lapangan panas bumi,
eksplorasi mineral, eksplorasi batubara, rekayas geoteknik dan lain lain.
Penerapan metode ini dibedakan pada beberapa konfigurasi. Konfigurasi
berfungsi sebagai pengatur geometri yang berpengaruh pada resistivitas. Pada
pengolahan data ini onfigurasi yang digunakan merupakan konfigurasi wenner
beta yang cocok digunakan untuk pendugaan perlapisan.
Pada penelitian ini metode geolistrik diterapkan pada daerah kampus upn
veteran yogyakarta untuk mengetahui keadaan dibawah permukaannya. Target
berupa anomali berupa litologi bawah permukaan dari daerah tersebut.
Konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi wenner yang cocok untuk
perlapisan.
1

I.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dari praktikum ini adalah mampu memahami pengambilan dan
pengolahan data geolistrik resistivity dari data geolistrik konfigurasi wenner
betha. Pada pengolahan data geolistrik juga bertujuan untuk mengubah data
lapangan berupa nilai potensial dan arus yang diinjeksikan ke bawah permukaan
menjadi nilai resistivitas semu bawah permukan. Pengolahan data geolistrik ini
juga bertujuan untuk mendapatkan resistivitas semu bawah permukaan yang di
sajikan pada pseudosection dari hasil pengolahan res2dinv agar mudah untuk
diinterpretasikan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Geologi Regional Yogyakarta


DIY terletak di bagian tengah-selatan pulau jawa, secara geografis terletak pada
703-8012 Lintang Selatan dan 110000-110050 Bujur Timur.

II.1.1 Fisiografi
Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi kawasan
Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat dibagi
menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen,
1949) (lihat Gambar 2.1). Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah
(Central Depression Zone) Pulau Jawa.
Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini
mempunyai kelerengan antara 40 150 dan beda tinggi 125 264 m. Beberapa
puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat ( 264 m) di Perbukitan
Jiwo bagian barat dan G. Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo bagian timur.

Gambar II.1. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura

Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di


sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,
Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara
Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak,
sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung.
Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga sub-zona, yaitu Sub-zona
Baturagung, Sub-zona Wonosari dan Sub-zona Gunung Sewu (Harsolumekso
dkk., 1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001). Sub-zona Baturagung terutama
terletak di bagian utara, namun membentang dari barat (tinggian G. Sudimoro,
507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, 828 m), hingga ke sebelah
timur (G. Gajahmungkur, 737 m).

II.1.2 Stratigrafi
Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak dikemukakan
oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian barat
(Parangtritis Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari Pacitan

Gambar II.2 Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan

Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan
litostratifrafi adalah :
1. Formasi Wungkal-Gamping
4

Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di


Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di
bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa
batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa
batugamping. Jadi umur Formasi Wungkal-Gamping ini adalah Eosen Tengah
sampai dengan Eosen Akhir (Sumarso dan Ismoyowati, 1975).
2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng
dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah
berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat.
Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi oleh arus
turbid. Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.
3. Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi
penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan
serpih serta terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal. Penyebaran lateral
Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan. Ketebalan
formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter.
Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun secara
setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari dengan
Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras
oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).
4. Formasi Nglanggran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa
Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan
aliran lava andesit-basal dan lava andesit serta kepingannya terdiri dari andesit
dan sedikit basal, berukuran 2 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada
breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau
berupa kepingan.

Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah barat
hingga tinggian G. Panggung di sebelah timur. Ketebalan formasi ini di dekat
Nglipar sekitar 530 meter. Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir dan
Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih oleh Formasi Oyo dan
Formasi Wonosari. Sementara itu, dengan ditemukannya fragmen batugamping
terumbu, maka lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan di
dalam laut.
5. Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu. Secara lateral, penyebaran
formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona
Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur.
Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.
Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,
kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan
serpih, batulanau dan batulempung. Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan
adanya percampuran antara endapan lingkungan laut dangkal dan laut dalam.
Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan karbonat
di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan
gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu.
6. Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah
terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh
batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Ketebalan formasi
ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas
Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari
dengan Formasi Oyo. Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona
neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.
7. Formasi Wonosari
Formasi ini dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan
Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan,

sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Ketebalan formasi ini diduga lebih


dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan
Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek.
Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping
berlapis dan batugamping terumbu. Lingkungan pengendapannya adalah laut
dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, 1992).
8. Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek. Batuan penyusunnya adalah
napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter. Formasi
Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10 o dan kaya akan
fosil foraminifera kecil. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona
neritik).
9. Endapan Permukaan
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang
terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai
padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992) membagi
endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium
(Qa).

Gambar II.3 Stratigrafi Jalur Pegunungan Selatan menurut beberapa peneliti

II.2. Geologi Lokal Sleman


Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 1071503
sampai dengan 1002930 BT dan 73451 sampai dengan 74703 LS. Di
sebelah utara, wilayah Kabupaten Sleman berbatasan dengan Kabupaten
Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah, dan di sebelah selatan
berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunung
Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kabupaten Sleman keadaan tanahnya di bagian selatan relatif datar kecuali
daerah perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di
Kecamatan Gamping. Semakin ke utara relatif miring dan di bagian utara sekitar
lereng gunung Merapi relatif terjal. Ketinggian wilayah Kabupaten Sleman
berkisar antara 100 meter sampai dengan 2.500 meter di atas permukaan laut (m
dpl).

BAB III
DASAR TEORI

III.1 Geolistrik
Geolistrik adalah metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik dalam
bumi dan bagaimana mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi
pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi, baik secara
alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. Oleh karena itu metode
geolistrik memiliki banyak macam, antara lain adalah:
1. Potensial diri
2. Induksi polarisasi ( polarisasi terimbas)
3. Resistivity ( tahanan jenis )
Secara garis besar metode geolistrik dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.
Geolistrik yang bersifat pasif
Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu sehingga tidak
di perlukan adanya injeksi atau pemasukan arus. Geolistrik semacam ini disebut
2.

self potensial (SP).


Geolistrik yang bersifat aktif
Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan ada karena penginjeksian arus kedalam
bumi terlebih dahulu. Geolistrik ini terbagi dalam dua metode, yaitu metode
Resistivitas (resistivity) dan polarisasi Terimbas.
Dalam menginterpertasikan hasil pengolahan

data

yang

didapat

dari

prosespengambilan data dapat digunakan tabel harga tahanan jenis batuan. Namun
kita juga tidak dapat langsung begitu percaya, karena kita juga harus
menyesuaikan dengan kondisi litologi daerah tempat pengambilan data.

Tabel 3.1. harga tahanan jenis dari berbagai lapisan bumi

LAPISAN
AIR PERMUKAAN
AIR TANAH
SILT,LEMPUNG
PASIR
PASIR DAN KERIKIL
BATULUMPUR
BATUPASIR
KONGLOMERAT
TUFA
KELOMPOK ANDESIT
KELOMPOK GRANIT
KELOMPOK CHERT

TAHANAN JENIS (Ohm m)


80 - 200
30 - 100
10 - 200
100 - 600
100 - 1000
20 - 200
50 - 500
100 - 500
20 - 200
100 - 2000
1000 - 10000
200 - 2000

III.2. Metode Resistivity


Metode resistivity konfigurasi dipole-dipole dilakukan untuk mengetahui
harga suatu resistivitas di areal tertentu. Dengan tujuan untuk mengetahui daerah
penyebaran yang resistive di bawah permukaan secara tidak langsung dari harga
resistivitas yang dapat diasumsikan dengan zona mineralisasi, intrusi, atau
struktur geologi suatu batuan.
III.3. Konfigurasi Wenner Beta
Aturan konfigurasi wenner beta telah banyak ditereapkan dalam eksplorai
lap kedalaman yang relatif dangkal. Dimana hasil akhir yang berupa profil secara
vertical dan horizontal.
K=6a
Data-data resistensitas yang terukur diplot pada titik-titik yang sesuai dengan
harga n=1,2,3,4 dengan kedalaman semu sehingga dapat dibuat kontur
pseododepth section variasi resistivitas ke arah lateral dan vertikal.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
IV.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada daerah Condongcatur, Depok, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya pada samping gedung rektorat kampus

10

UPN Veteran Yogyakarta . Lokasi penelitian berada pada koordinat


434904;914919 dengan panjang lintasan 42 meter melintang dari selatan ke utara.
Penelitian dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2015 pada pukul 9.00 hingga 12.00
WIB.

Gambar IV.1 Desain Survei Akusisi Data

III.2. Peralatan dan Perlengkapan

11

Gambar IV.2 Perlengkapan akuisisi data

Penelitian ini memerlukan peralatan dan perlengkapan untuk melakukan


pengambilan data, Peralatan yang digunakan antara lain :
a.

Resistivitymeter Nainura Model NRD 775


Resistivitymeter ini berfungsi sebagai alat perekam data potensial dan
arus yang akan dapat digunakan untuk mencari nilai tahanan jenis suatu
bahan di bawah permukaan.

b. Payung
Berfungsi sebagai pelindung alat resistivitymeter dari cahaya matahari
untuk keamanan.
c. 2 Elektroda Arus dan 2 Elektroda Potensial
berfungsi untuk mengalirkan arus ke bawah permukaan yang dapat
digunakan mencari nilai resistivitas.
d. 4 buah Kabel Roll
Digunakan sebagai medium penghantar arus listrik dari aki ke elektroda
dan dari elektroda potensial ke alat resistivity meter.

12

e. Palu
Digunakan untuk menancapkan elektroda ke tanah pada daerah
penelitian..
f. GPS
Digunakan untuk menentukan koordinat titik pengukuran.
g. Accu.
Digunakan sebagai sumber tegangan.
h. Kompas geologi
menentukan azimuth lintasan pengambilan data.

IV.3. Diagram Alir Pengambilan Data

13

Informasi
Geologi

Mulai
Studi
literatur

Desain Survei

Orientasi Lapangan

Mempersiapkan Alat

Pengambilan Data
Lapangan (arus dan
tegangan)
Selesai

Gambar IV.3. Diagram Alir Pengambilan Data

Pengambilan Data lapangan pada peneliian ini memerlukan tahap tahap


yang perlu direncanakan, berikut adalah penjelasan dari diagram alir pengambilan
data :

14

Pertama kita memerlukan

informasi geologi daerah penelitian

akan sangat dibutuhkan untuk dijadikan acuan dalam interpretasi


data geofisika karena data geologi adalah data berdasarkan
pengamatan langsung di lapangan, sedangkan geofisika hanyalah
melalui pendekatan data fisika dan akan membantu dalam

membuat desain survei.


Kemudian pengambilan data dimulai dengan melakukan orientasi
lapangan dengan menentukan azimuth dan juga koordinat daerah

pengukuran
Selanjutnya melakukan kegiatan mempersiapkan alat-alat yang
akan digunakan untuk pengukuran, yaitu accu, alat resistivitimeter,

kabel, penjepit kabel dan elektroda yang dirangkai dengan benar.


Konfigurasi yang digunakan juga harus sesuai dengan yang telah

ditentukan yaitu wenner beta.


Kemudian lakukan pengambilan data dari data berupa nilai
potensial dan nilai arus dari alat perekam resistivitymeter.

Mulai

Data Lapangan

Pengolahan nilai R (Ohm), K, Rho (Ohm-m, DP (m) dan Depth (m)

IV.3. Diagram Alir Pengambilan Data


Membuat notepad

Membuat penampang 2D dengan Res2dinv

Penampang 2D

Kesimpulan
15
Selesai

Gambar IV.4. Diagram Alir Pengolahan Data


Berikut adalah penjelasan dari pengolahan data menggunakan software Res2dinv
Pengolahan data diawali dengan menyiapkan data lapangan berupa V (volt)

dan I (A)
Kemudian dihitung untuk mendapatkan nilai R (Ohm) , K, Rho (Ohm-m), DP

(m) dan Depth (m).


Dari data pengolahan dibuat worksheet dari exceel kemudian dikopikan pada
notepad disesuakan dengan format software res2dinv berupa nama
penampang, jumlah data,

konfigurasi yang digunakan dan data kedalaman

dan resistivitas (Rho Ohm-m).


Kemudian data Rho yang telah didapatkan diolah dengan menggunakan
software res2dinv dengan cara membuka software res2dinv kemudian read
data file buka notepad yang telah dibuat. atur use finite- element method pada
finite different dan trapesoidal. Kemudian atur juga apperent resistivity
kemudian untuk membuat penampang gunakan inversi klik least square
inversion kemudain save data menggunakan format inv. dan penampang akan
muncul. Dari penampang dapat di iterasi dan gunakan display untuk
memunculkan data inversi. Data yang telah di iterasi juga dilakukan inversi

menggunakan topografi pada software res2dinv.


Dari penampang dapat diinterpretasikan hasil pengolahan data sintetik
tergantung dari tabel respon data geolistrik terhadap bahan di bawah
permukaan bumi, bila mana data tersebut adalah data suatu penelitian maka

dapat diinterpretasikan sesuai dengan geologi penyusun daerah tersebut.


terakhir buat kesimpulan dari kegiatan pengolahan dtaa geolistrik konfigurasi
wenner alpha,betha, dan gamma .

16

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1. Penampang Software Res2DinV

Gambar V.1 Pseudosection Software Res2Dinv konfigurasi wenner Beta


V.2. Penampang Software Alpha, Beta, Gamma

17

Gambar V.2 Penampang Software Res2dinv Konfigurasi Wenner Alpha

Gambar V.3. Penampang Software Res2dinv Konfigurasi Wenner Beta

Gambar V.4. Penampang Software Res2Dinv Konfigurasi Wenner Gamma

18

V.3. Pembahasan
V.3.1. Penampang Software
Hasil pengolahan data diatas berupa pseudosection dari Software
Res2dinv berdasarkan nilai resistivitas semu data geolistrik konfigurasi
wenner beta. Dimana nilai tersebut dipengaruhi oleh nilai faktor geometri
(K), Datum point (DP) dan kedalaman (Z). Pada pengolahan ini
didapatkann nilai resistivitas semu terendah sekitar 130 m dengan
kedalaman sekitar 5.41 meter ditunjukan dengan warna yang biru hingga
biru tua. Nilai Resisitivitas semu tertinggi pada jarak ke 33 meter yaitu
2945 m dengan kedalaman 0.3 hingga 1 meter ditunjukan dengan warna
merah hingga ungu. Pada pengoalahan ini didapatkan nilai kedalaman
terdangkal sebesar 1.03 meter dan terdalam hingga 5.41 meter.
Nilai nilai ini dapat dikatakan sebagai variasi resistivitas dari
keberadaan endapan fluviovulkanik dengan perbedaan kerapatan tekstur,
porositas dan permeabilitas dari masing masing lapisan batuan.
berdasarkan satuan batuan sesuai dengan geologi lokal Sleman dapat
diinterpretasikan data geolistrik ini sesuai dengan respon data resistivitas
terhadap suatu bahan di bawah permukaan. Nilai resistivitas berkisar 100
hingga 600 Ohm meter dapat diinterpretasikan sebagai litologi batupasir.
Permodelan 2D Resistivitas semu ini terdiri dari 3 penampang.
Penampang pertama merupakan penampang hasil sebelum dilakukan
iterasi atau bisa disebut data yang didapatkan saat pengukuran. Pada

19

penampang kedua merupakan penampang hasil perhitungan dari res2dinv.


Penampang ketiga merupakan penampang hasil inversi nilai data
resistivitas semu dimana asumsi dari homogen ke heterogen.
V.3.2

Perbandingan

antara

Penampang

Software

Alpha,

Beta,

Gamma
Dari data penampang konfigurasi wenner alpha, beta dan gamma
diatas terlihat adanya perbedaan dari masing masing konfigurasi. Hal ini
dikarenakan letak elektroda dari masing masing konfigurasi yang berbeda
beda pula. Dari letak elektroda yang berbeda beda ini menghasilkan
kenampakan bawah permukaan yan berbeda dikarenakan fungsi dari kedua
jenis elektroda yang berbeda.
Pada konfigurasi wenner alpha terlihat nilai anomali yang rata
terhadap kedalaman. Anomali di bawah permukaan nampak rata dari nilai
yang tinggi berkisar 2000 hingga 3000 Ohm meter yang berada di bawah
jarak ke 20 meter dan 32 meter. Nilai yang rendah berkisar 150 hingga 350
Ohm meter yang berada dibawah 15 meter dan 24 meter.
Berbeda pada konfigurasi beta terlihat nilai anomali rendah mulai
berkurang dan nilai kedalaman semakin dalam dari konfigurasi lainnya.
nilai anomali sedang merata dibawah permukaan jarak ke 8 meter hingga
24 meter dengan nilai berkisar 300 hingga 800 Ohm meter. Nilai yang
tinggi berada di bawah permukaan jarak 8 meter dan 33 meter dengan nilai
resistivitas berkisar 1600 hingga 3000 Ohm meter.
Anomali pada konfigurasi gamma lebih berbeda dari lainnya,
anomali dari konfigurasi ini terlihat lebih berlapis dari nilai yang tinggi
berada di atas dari nilai yang sedang dan rendah. Serta keberadaan anomali
ini sangat merata dari tiap tiap lapisan yang ada pada masing masing jarak
di tiap pengukuran elektroda. Nilai yang tinggi berkisar 4000 hingga 8000
Ohm meter yang berada dekat dengan permukaan. Sedangkan nilai yang
rendah berkisar 80 hingga 150 Ohm meter.

20

BAB VI
PENUTUP

VI.1. Kesimpulan
Dari seluruh kegiatan identifikasi bawah permukaan menggunakan metode
geolistrik konfigurasi wenner pada timur gedung rektorat UPN Veteran
Yogyakarta ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

Pengolahan data metode geolistrik konfigurasi wenner beta menghasilkan


pseudosection dengan nilai resistivitas terendah sekitar 130 Ohm m dan

tertinggi 2945 Ohm m.


Nilai nilai ini dapat diinterpretasikan sesuai dengan geologi lokal Sleman
yang berupa endapan fluviovulkanik yang memiliki variasi nilai
reisistivitas sesuai dengan penampang yang dihasilkan. Hal ini
dikarenakan

adanya

perbedaan

kerapatan

tekstur,

porositas

dan

permeabilitas dari masing masing lapisan batuan. Nilai resistivitas berkisar


100 hingga 600 Ohm meter dapat diinterpretasikan sebagai litologi

batupasir.
Dari data penampang konfigurasi wenner alpha, beta dan gamma diatas
terlihat adanya perbedaan dari masing masing konfigurasi. Hal ini

21

dikarenakan letak elektroda dari masing masing konfigurasi yang berbeda


beda pula.

VI.2. Saran
Dalam melakukan pengambilan dan pengolahan data geolistrik ada
baiknya meneliti data pada pengolahan. Pengolahan juga perlu kesinambungan
sesuai dengan diagram alir yang dikehendaki. Pada pengolahan ini juga
dibutuhkan data pendukung (sekunder) untuk penginterpretasian bawah
permukaan seperti geologi regional dan lokal dari daeerah tersebut.

22

Anda mungkin juga menyukai