Anda di halaman 1dari 7

ACARA II

I TUJUAN

1. Mahasiswa mampu mengenali semua kenampakan yang ada pada peta


geologi dan mampu menggunakannya baik di laboratorium maupun di
lapangan.
2. Mahasiswa mampu menyadap informasi yang ada pada peta geologi
baik yang tersirat maupun yang tersurat dalam peta.
3. Mahasiswa mampu membuat penampang melintang geologi, membuat
stratigrafi batuan maupun menentukan urutan umur geologi yang ada
dalam peta, serta mampu merekayasa penampang tiga dimensional
(blok diagram) dari formasi geologi berdasarkan beberapa penampang
melintang yang dibuat.

II DASAR TEORI

Peta geologi memuat berbagai informasi antara lain; informasi


geologi, batuan penyusun formasi geologi, struktur geologi, umur geologi,
penampang geologi, dan sungai utama. Informasi geologi ini sangat
diperlukan oleh berbagai instansi yang berkecimpung dalam ilmu
kebumian. Di kalangan perguruan tinggi, peta geologi sangat membantu
dalam kerja laboratorium maupun kerja lapangan. Peta geologi bersistem
disajikan dalam skala 1: 100.000, namun peta geologi yang rinci disajikan
dengan skala lebih besar. Perpaduan data yang disadap dari peta topografi
atau peta rupa bumi dan peta geologi sangat memudahkan dalam kerja
lapangan, karena lokasi dapat ditemukan dari peta topografi atau rupa bumi,
sedangkan informasi geologis dapat diketahui dari peta geologi. Oleh
karena itu bagi mahasiswa geografi harus dapat menggunakan dan dapat
menyadap data yang tersurat maupun yang tersirat pada peta tersebut.
Dalam penyajiannya, penomoran peta geologi di Indonesia sudah
dilakukan yaitu dengan penomoran lembar peta yang baku. Peta geologi
bersistem memiliki skala 1: 100.000 dengan ukuran 30’ x 30’ (dalam
koordinat geografis). Dalam legenda peta geologi terdapat contoh
penampang melintang yang menggambarkan kondisi geologis pada setiap
lokasi yang dilewati penampang tersebut, sehingga secara horizontal dapat
diketahui perbedaan tipe litologi, formasi batuan dan struktur geologisnya
dan serta secara vertikal dapat diketahui stratigrafi batuan, umur geologi
relatif masing-masing perlapisan serta urut-urutan pengendapan dari
masing-masing perlapisan serta urut-urutan pengendapan dari masing-
masing perlapisan batuan.

Untuk mengetahui semua kenampakan yang ada pada peta geologi


baik tipe litologi maupun struktur batuan maka kenampakan-kenampakan
tersebut disajikan dalam simbol titik, garis maupun area. Pada informasi
batuan dan tipe litologi yang digunakan adalah simbol kode (huruf) dan
simbol warna. Pewarnaan pada peta geologi tergantung pada tipe litologi
yang ada.

Penamaan simbol litologi dan formasi batuan disesuaikan dengan


urutan-urutan terjadinya formasi tersebut, sehingga melalui kode formasi
batuan dapat diketahui umur absolut dari setiap formasi dan melalui
stratigrafinya dapat diketaui umur relatif masing-masing formasi terhadap
formasi lainnya.

IV HASIL PRAKTIKUM

1. Profil kontur RBI skala 1:25.000 yang disesuaikan dengan peta


geologi skala 1:100.000
2. Penomoran peta geologi.
V PEMBAHASAN

Yogyakarta merupakan suatu depresi atau cekungan yang dibatasi


di bagian utara oleh Gunung Merapi yang berumur Kuarter; bagian
timurnya dibatasi oleh Pegunungan Selatan dan bagian baratnya dibatasi
oleh Pegunungan Kulon Progo, dimana keduanya disusun oleh batuan
berumur Tersier; serta bagian selatannya dibatasi oleh Samudera India.

Batuan berumur Tersier yang ada di Pegunungan Selatan dan


Pegunungan Kulon Progo terdiri dari serial batuan klastik produk
gunungapi purba (Formasi Nanggulan, Kebobutak, Semilir, Nglanggran,
Wuni dan Sambipitu) dengan kisaran umur sekitar 57 – 18 juta tahun lalu,
yang ditumpangi oleh serial batuan karbonat produk pengendapan laut
dangkal (Formasi Wonosari, Jonggrangan, Kepek dan Sentolo) dengan
kisaran umur sekitar 20 –1.6 juta tahun silam. Pengangkatan Pegunungan
Selatan dan Pegunungan Kulon Simposium Geologi Yogyakarta Progo
pada sekitar 1.6 juta tahun lalu telah menciptakan sebuah cekungan atau
depresi diantara keduanya, yang diberi nama geografis sebagai Cekungan
Yogyakarta.

Gunungapi Merapi kemudian muncul di sebelah utara dan mengisi


Cekungan Yogyakarta dengan endapan vulkaniknya, yang sebagian besar
dibawa oleh sungai-sungai yang berhulu di lereng gunungapi tersebut.
Ketebalan endapan vulkanik Merapi tersebut dapat mencapai lebih dari 100
m. Hingga saat ini, proses sedimentasi oleh sungai masih terus mendominasi
di Cekungan Yogyakarta, mengendapkan kerikil, pasir, dan lempung di
sepanjang lembah alirannya. Di sepanjang pesisir selatan, pasir halus yang
kaya unsur besi yang telah dibawa oleh sungai-sungai tersebut ke laut
diendapkan kembali oleh angin sebagai gumuk-gumuk pasir.

Suatu sistem patahan yang terletak diantara Cekungan Yogyakarta


dan Pegunungan Selatan berhasil dikenali dari survey gaya berat. Patahan
tersebut dikenal dengan nama Patahan Opak dengan blok bagian baratnya
relatif turun terhadap blok bagian timur. Kertapati. (1992)
menginterpretasikan Patahan Opak sebagai patahan aktif namun tidak
diketahui jenis pergerakannya. Sudarno (1997) melengkapi sistem Patahan
Opak dan mengidentifikasi berbagai patahan berarah utara – selatan dan
baratlaut – tenggara di sekitar Patahan Opak. MacDonald & Partners (1984)
dengan pemboran geoteknik dan survey geolistrik telah
menginterpretasikan sistem patahan yang tertimbun endapan vulkanik
Merapi yang berarah utara – selatan dan timur – barat yang merupakan
kelanjutan dari Patahan Opak ke arah Cekungan Yogyakarta.

VI KESIMPULAN

Menurut keadaan geomorfologi yang terbentuk oleh faktor endogen


dan eksogen, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya dapat dibagi
menjadi 6 satuan geomorfologi, yaitu : Satuan Dataran, Satuan Perbukitan
Rendah Satuan Perbukitan Sedang,Satuan Perbukitan Tinggi (Pegunungan),
Satuan Kaki Lereng Gunung Merapi, Satuan Tubuh Gunung Merapi.

Dari hasil pemetaan penampang geologi peta geologi yogyakarta


lembar 1408 – 2 dengan skala 1 : 100.000 jenis – jenis batuan yang
tergambar pada peta dapat digolongkan dalam jenis batuan Gunungapi.
Umur batuan yang ada kurang lebih memiliki umur yang hampir sama yaitu
termasuk kedalam Zaman Q (Quaternary) seperti, Qsm, Qsmo, Qme, dan
Qb. Formasi batuan yang didapatkan dari hasil pemetaan adalah sebagai
berikut :
1. Endapan G. Sumbing Muda (Qsm) .Pasir Tufa Gunung Sumbing
Muda (Qsm); Terdiri dari pasir tufaan, tuf pasiran dan breksi
tufa. Pasir tufaan umumnya melapuk sedang berwarna coklat
abu-abu, berupa lapisan pasir kasar kerikilan. Pasir sedang dan
pasir halus kerikilan bersifat lepas dan mudah hancur. Formasi
ini di permukaan didominasi oleh pasir tufa dengan kekeraasan
umumnya sedang di beberapa tempat, nilai tekanan konus (CPT)
berkisar antara 10 – 45 kg/cm2 . Tanah penutup umumnya
berupa pasir hingga pasir halus, coklat kehitaman, agak padat
hingga lepas, ketebalan berkisar antara 1 hingga 1,5 m.

2. Endapan G. Sumbing Tua (Qsmo) ; Dasit (d). Breksi Endapan


Gunung Sembing Tua (Qsmo); Terdiri dari breksi andesit,
aglomerat dan tufa. Breksi andesit umumnya melapuk sedang
berwarna kuning kecoklatan, komponen batuan andesitik (4 – 45
cm) agak segar, menyudut tanggung, tertanam pada masadasar
pasir tufa berbutir kasar, agak padat sebagian mudah hancur.
Formasi ini di permukaan didominasi oleh lava dengan
kekerasan umumnya sangat keras. Tanah penutup umumnya
berupa lanau pasiran berkerikil, coklat kemerahan, teguh-kaku,
ketebalan rata-rata 1 m.

3. Endapan Vulkanik (Qme) : Endapan vulkanik G. Merbabu


.Breksi Lahar dan Lava Gunungapi Merbabu (Qme); Terdiri dari
breksi lahar dan lava yang bersusunan andesit. Breksi lahar
umumnya melapuk sedang, berwarna coklat tua, komponen tufa
dan batuan agak segar yang berukuran pasir kasar hingga
kerakal, menyudut sampai membulat tanggung, agak padu.
Formasi ini di permukaan didominasi oleh lava yang secara
umum mempunyai kekerasan adalah keras. Tanah penutup
umumnya berupa pasir lanauan, coklat kehitaman, agak padat,
ketebalan rata-rata 1-1,5 m.

4. Breksi Vulkanik (Qb), Breksi Vulkanika Endapan Gunungapi.


Breksi vulkanik umumnya melapuk sedang, berwarna coklat
kehitaman, komponen tufa dan batuan agak segar yang
berukuran pasir kasar hingga kerakal, menyudut sampai
membulat tanggung, agak padu. Breksi Vulkanik (Qb); Terdiri
dari breksi yang bersifat andesitik, lava, batupasir tufaan dan
breksi lahar. Breksi andesit umumnya melapuk sedang berwarna
kuning kecoklatan, komponen batuan andesitik (4 – 45 cm) agak
segar, menyudut tanggung, tertanam pada masadasar pasir tufa
berbutir kasar, agak padat sebagian mudah hancur. Lava andesit
umumnya melapuk ringan berwarna abu-abu tua, padu,
bertekstur kasar dan porfiritik, terkekarkan cukup intensif dan
terisi oleh mineral kuarsa. Batupasir tufaan umumnya melapuk
sedang berwarna coklat abu-abu, berupa lapisan pasir kasar.
Breksi lahar umumnya melapuk sedang, berwarna coklat tua,
komponen tufa dan batuan agak segar yang berukuran pasir
kasar hingga kerakal, menyudut sampai membulat tanggung,
agak padu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta


terbentuk dari formasi batuan yang beragam. Terutama yang banyak
ditemui adalah jenis batuan gunungapi atau Volcanic Rocks. Umur
batuan relatif sama yaitu termasuk pada zaman Quaternary.
VII DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan H.M.D. Rosidi (1995) Peta Geologi


Lembar Yogyakarta, Jawa, edisi ke-2, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Surono, B. Toha, dan I. Sudarno (1992), Peta Geologi lembar Surakarta-
Giritontro, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Verstappen, H.Th., and R.A. van Zuidam (1975) ITC-system of
Geomorphological Survey. ITC Textbook of Photo-interpretation, vol.
VII-2, 52 pp.

Anda mungkin juga menyukai