Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR dan PROSES

ACARA I

PETA GEOLOGI

Dosen Pengampu: Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.

Di Susun oleh :

Nama : Elok Nailatus S

Nim : 160722614603

Off : G/2016

Asisten : Achmad Adi Sucipto

PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

2018
LAPORAN PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR dan PROSES

ACARA I

PETA GEOLOGI

I. TUJUAN
a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi Peta Geologi
b. Mahasiswa mampu menganalisis informasi (simbologi dan unsur-
unsur) dalam Peta Geologi

II. DASAR TEORI


Peta geologi adalah gambaran penyebaran satuan batuan di
permukaan bumi. Sehingga dalam peta geologi harus mencakup
kedudukan dan struktur batuan yang di lengkapi dengan urutan batuan,
gambaran bawah permukaan, serta topografi (Firdaus, 2011). Untuk
dapat menggambarkan keadaan geologi pada suatu peta dasar,
digunakan beberapa aturan teknis,antara lain perbedaan jenis batuan
yang digambarkan dengan tanda atau warna,batas satuan batuan atau
struktur harus berupa garis tegas dan penyebarannya harus mengikuti
bentuk tubuh batuan beku (sill, batholite, dike, dan sebagainya),
sedangkan jenis batuan sedimen akan tergantung pada Jurus (Stike)dan
Kemiringan (Dip). Jurus dan kemiringan adalah pengukuran yang
dilakukan untuk mendiskripsi kedudukan batuan dipermukaan bumi
dan sudutnya dari bidang horizontal.sedangkan definisi Dip adalah
sudut vertikel pada arah tegak lurus strike (Firdaus:2011,23).
Geologi melacak formasi batuan yang berbeda dengan menetapkan
setiap formasi warna tertentu pada peta, biasanya kunci untuk jenis
batu dan usia. Banyak formasi batuan mungkin akan menemukan di
daerah yang sangat cacat, sehingga peta geologi dapat sangat
berwarna-warni! Lebih lembut batu, seperti mudstones dan sedimen
buruk konsolidasi lain, lebih mudah terkikis dari formasi lebih keras
dari batu kapur atau metamorfosa. Akibatnya, jenis batuan dapat
memberikan pengaruh yang kuat pada topografi di permukaan tanah
dan pemaparan formasi batuan (Gorthzinger John, 2007).
Satuan kronostratigrafi pada peta geologi ditunjukkan dengan
singkatan huruf. Sebagai dokuman/acuan satuan kronostratigrafi
adalah tabel (chart) yang dibuat oleh Elsevier (1989) atau revisinya
yaitu:
1. Huruf pertama (huruf besar) menyatakan jaman, misalnya P untuk
Perem, TR untuk Trias, T untuk Tersier.
2. Huruf kedua (huruf kecil) menyatakan seri, misalnya Tm berarti
kala Miosen dalam jaman Tersier.
3. Huruf ketiga (huruf kecil) menyatakan nama formasi atau satuan
litologi, misalnya Tmc berarti Formasi Cipluk berumur Miosen.
4. Huruf Keempat (huruf kecil) menyatakan jenis litologi atau satuan
peta yang lebih rendah (anggota), misalnya Tmcl berarti anggota
batugamping Formasi Cipluk yang berumur Miosen.
5. Huruf kelima digunakan hanya untuk batuan yang mempunyai
kisaran umur panjang, misalnya Tpokc berarti Anggota Cawang
Formasi Kikim berumur Paleosen-Oligosen.
6. Huruf pT (p kecil sebelum T besar ) digunakan untuk singkatan
umur batuan sebelum Tersier yang tidak diketahui umur pastinya.
7. Untuk batuan yang mempunyai kisaran umur panjang, urutan
singkatan umur berdasarkan dominasi umur batuan, misalnya QT
untuk batuan berumur Tersier hingga Kuarter yang didominasi
batuan berumur Quarter; JK untuk batuan berumur Jura hingga
Kapur yang didominasi batuan berumur Jura.
8. Batuan beku dan malihan yang tak terperinci susunan dan umurnya
cukup dinyatakan dengan satu atau dua buah huruf, misalnya a
untuk andesit, b untuk basal, gd untuk granodiorit, um untuk
ultramafik atau ofiolit dan s untuk sekis.
9. Batuan beku dan malihan yang diketahui umurnya menggunakan
lambang hurup jaman, misalnya Kg berarti granit berumur Kapur.
10. Pada peta geologi skala kecil, himpunan batuan cukup dinyatakan
dengan hurup di belakang lambang era, jaman atau sub-jaman;
misalnya Pzm berarti batuan malihan berumur Paleozoikum, Ks
berarti sedimen berumur Kapur, Tmsv berarti klastika gunungapi
berumur Miosen, Tpv berarti batuan gunungapi berumur Paleogen,
Tni berarti batuan terobosan berumur Neogen. Satuan bancuh
dinyatakan dengan notasi m.

Pemetaan geologi adalah suatu proses ilmiah yang bersifat


interpretasi dan dapat menghasilkan berbagai jenis peta untuk berbagai
macam tujuan, termasuk misalnya untuk penilaian kualitas air bawah
tanah dan resiko pencemaran, memprediksi bencana longsor, gempa
bumi, erupsi gunung api, karakteristik sumberdaya mineral dan energi,
manajemen lahan dan perencanaan tataguna lahan, dan lain
sebagainya. Informasi yang ada pada peta geologi sangat dibutuhkan
bagi para pengambil kepurtusan, baik untuk keperluan sektor publik
maupun swasta, seperti misalnya dalam penentuan rencana rute suatu
jalan, sistem “cut and fill” pada pembutan jalan di medan yang
berbukit-bukit. Peta geologi juga dipakai dalam “benefit-cost analysis”
untuk memperkecil ketidak pastian dan potensi penambahan biaya.
(Badan Standarisasi Nasional, 1998)

III. ALAT dan BAHAN


a. Alat:
- Spidol OHP
- Alat Tulis
b. Bahan:
- Kertas Kalkir
- Plastik Transparan
IV. LANGKAH KERJA

Menentukan daerah yang akan dikaji di Peta


Geologi

Mendeliniasi daerah tersebut pada plastik


transparan dan kertas Kalkir

Memberikan legenda pada peta yang memuat


informasi geologi

Menganalisis informasi geologi pada daerah


yang dipilih

Menyusun laporan

V. HASIL
(Terlampir)

VI. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini membahas tentang Peta Geologi lembar


1508-4 daerah Ngawi, Jawa. Pada peta geologi lembar Ngawi
dilengkapi dengan berbagai macam informasi. Peta Geologi ini
memiliki skala 1:100.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi pada tahun 1996. Kemudian dipetakan oleh
M. Datum Sukandarrumidi B. Hermanto, N.Suwama dan ditelaah oleh
Irwan Bahar selaku ketua tim, U.Sodikin selaku penyusun naskah peta,
Endang S. , Budiyanto dan Wawan S selaku grafitika dan Sukido
selaku supervisor kartografi. Sumber peta dasar dari Peta Geologi
adalah Seksi Kartografi Direktorat Geografi pada tahun 1976.
Peta Geologi lembar 1508-4 daerah Ngawi, Jawa ini memiliki
wilayah cakupan yang sangat luas, namun kali ini hanya memilih
sebagian daerah saja untuk dikaji. Kemudian daerah tersebut dikaji
(deliniasi) dalam plastik transparan dan kertas kalkir. Dari deliniasi
sebagian daerah tersebut memiliki formasi batuan dan simbologi
geologi tertentu. Berikut ini adalah formasi batuan yang telah
dideliniasi di plastik transparan maupun kertas kalkir:

1. Endapan Aluvial (Qa): tersusun atas lempung, lanau, pasir dan


kerikil. Terendapkan sepanjang dataran banjir kali Lusi, Wulung
dan Bengawan Solo.
2. Formasi Tambakromo (QTpt): batulempung, napal dan
batugamping. Batulempung berwarna kelabu gelap, lunak, tidak
berlapis, dibeberapa tempat pasiran. Napal berwarna kelabu muda,
sebagai sisipan tipis (2-8 cm). Batugamping berwarna kelabu
terang, sebagai sisipan tipis (2-8 cm). Mengandung fosil Cibicides,
Robulus, Rotalia beccarii, Globorotalia tosaensis, Globorotalia
truncatulinoides, Globigerinoides fistulosus dan Pulleniatina
obliquiloculata. Formasi ini berumur Pliosen Akhir bagian atas-
Plistosen dengan lingkungan pengendapan pada neritik. Tebal 350
meter dan menindih selaras formasi Selorejo.
3. Formasi Selorejo (Tps): batugamping berwarna putih kecoklatan,
berlapis (25-60 cm), dibeberapa tempat berstruktur cross bedding.
Batulempung berwarna kelabu terang, pasiran, gampingan.
Batugamping mengandung fosil foraminifera bentonik di antaranya
Bulimina, Cibicides, Eponides, Nonion, Robulus, Rotalia dan
Uvigerina. Foraminifera planktonik di antaranya Globigerinoides
fistulosus, Globorotalia acostaensis, Globorotalia multicamerata,
Sphaeroidinella dehiscens dan Pulleniatina obliquiloculata.
Formasi ini berumur Pliosen Akhir dengan lingkungan
pengendapan pada neritik dangkal. Menindih selaras formasi
Mundu dan tebalnya diperkirakan 200 meter. Selorejo kadang
dianggap sebagai anggota dari Formasi Mundu, dan merupakan
reservoir gas yang terdapat tepat di bawah kota Cepu (Balun
reservoir). Lingkungan sedimentasi diduga terjadi di laut dalam,
dimana mekanisme arus turbid dengan penampian oleh arus dasar
(bottom current) yang membuat pemilahan test foraminiferanya
teronggok dengan tanpa matriks dalam bentuk grainstone dan
packestones, dengan porositas bisa mencapai 50%, baik dalam
bentuk vugs, inter maupun intra particles.
4. Formasi Mundu (Tpm): napal berwarna kelabu-kuning kecoklatan,
tidak keras, tidak berlapis. dibeberapa tempat pasiran. Kandungan
fosil foraminifera bentonik adalah Bulimina, Cibicides, Dentalina,
Eponides, Nodosaria, Robulus dan Uvigerina. Sedangkan fosil
foraminifera planktonik adalah Globigerinoides extremus,
Globigerinoides ruver, Globigerinoides trilobus, Globorotalia
tumida, Orbulina universa, Pulleniatina primalis dan
Sphaeroidinella dehiscens menunjukkan umur Pliosen Awal
dengan lingkungan pengendapan pada neritik dalam-bathial atas.
Tebal formasi ini antara 100-250 meter, menindih selaras formasi
Ledok. Formasi Mundu terbentuk sebagai hasil pengendapan laut
dalam yang terjadi pada zona N17 – N20 (Miosen Akhir –
Pleiosen).
5. Formasi Ledok (Tmpl): batugamping dan batugamping
glaukonitan. Di bagian bawah perselingan batugamping keras
dengan yang lebih lunak dan di bagian atas berkembang
batugamping glaukonit. Batugamping berwarna putih kecoklatan,
keras-agak lunak, berlapis (3-25 cm) menebal ke atas (65 cm).
Batugamping glaukonit berwarna putih kehijauan, berlapis (5-25
cm), ke atas bersifat gamping pasiran dan lempungan, struktur
cross laminasi. Formasi ini mengandung foraminifera bentonik
diantaranya Bulimina, Cibicides, Elphidium, Eponides, Nonion dan
Rotalia. Fosil foraminifera planktonik adalah Globigerinoides
extremus, Globorotalia acostaensis dan Globorotalia
pseudomiocenica yang menunjukkan umur Miosen Akhir bagian
atas dengan lingkungan pengendapan pada neritik dangkal. Tebal
formasi diperkirakan 100-525 meter, menindih selaras formasi
Wonocolo. Ke arah utara, Formasi ini berangsur-angsur berubah
menjadi Formasi Paciran.
6. Formasi Wonocolo (Tmw): tersusun atas napal dan batugamping.
Bagian bawah batugamping tipis dan bagian atas napal dengan
sisipan batugamping. Formasi ini mengandung foraminifera yaitu
Globorotalia acostaensis, Hastigerina aequilateralis, Globigerina
praebulloides, Cycloclypeus indopacificus dan Cycloclypeus
inornatus yang menunjukkan umur Miosen Tengah bagian akhir-
Miosen Akhir bagian awal dengan lingkungan pengendapan pada
neritik dangkal. Tebal antara 100-300 meter, menindih tak selaras
formasi Ngrayong
7. Formasi Ngrayong (Tmn): tersusun atas batulempung pasiran,
batupasir kuarsa, napal dan batugamping. Bagian bawah
perselingan batulempung pasiran dengan napal pasiran, bagian
tengah batupasir kuarsa bersisipan batulempung pasiran, bagian
atas batugamping dengan sisipan napal. Mengandung fosil
Globorotalia fohsi, Globorotalia praemenardii, Cycloclypeus
indopacificus, Cycloclypeus inornatus, Lepidocyclina angulosa dan
Globorotalia mayeri yang menunjukkan umur Miosen Awal-
Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan pada neritik
dangkal. Ketebalan berkisar 100-300 meter, tetapi menipis ke arah
selatan dan juga ke arah timur, karena terjadi perubahan fase
menjadi batulempung.tertindih tak selaras oleh formasi Wonocolo

Diantara perlapisan batulempung dijumpai struktur sedimen


yang khas yaitu gelembur (ripple mark) dan keping-keping gipsum.
Batupasirnya berwarna merah kekuningan, sering menunjukkan
struktur soft sediment deformation, disertai fosil jejak berupa
lubang vertikal (memotong perlapisan) dari kelompok
Ophiomorpha. Dari kenampakan tersebut dapat ditafsirkan bahwa
bagian bawah dari satuan ini pada awalnya diendapkan pada
dataran pasang-surut (intertidal area) yang kemudian mengalami
transgresi menjadi gosong lepas pantai (offshore bar) atau
shoreface yang tercirikan oleh batupasir merah, yang selanjutnya
semakin mendalam menjadi lingkungan paparan tengah hingga
paparan luar (middle to outer shelf) yang menghasilkan
batugamping yang kaya akan Cycloclypeus. Kenampakan
stratigrafi tersebut dapat dilihat di daerah Polaman. Batupasir
Ngrayong merupakan reservoir utama pada lapangan-lapangan
minyak di daerah sekitar Cepu.

8. Formasi Tawun (Tmt): batulempung dan batugamping dengan


sisipan batupasir, batulanau dan kalkarenit. Mengandung fosil
foraminifera planktonik yaitu Globigerinoides sicanus,
Globigerinoides diminutus, Globigerinoides subquadratus,
Globorotalia mayeri, Globorotalia siakensis, Globorotalia
peripheroronda, Globorotalia birnageae, Praeorbulina, Hastigerina
praesiphonifera dan Cassigerinella chipolensis. Foraminifera
bentonik yaitu Bulimina, Saracenaria, Nodosaria, Uvigerina,
Laticarinina dan Cassidulina. Kumpulan fosil menunjukkan umur
Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan laut dangkal.
Satuan ini ditindih selaras oleh formasi Ngrayong.

Batu pasirnya biasanya cukup keras berwarna kemerahan,


sebagian bersifat gampingan dan sebagian tidak. Batugampingnya
berwarna coklat muda hingga abu-abu muda, berbutir halus sampai
sedang. Penyusun utamanya adalah fosil foraminifera besar dengan
sedikit pencampur batupasir kuarsa. Ketebalan batugamping ini
mencapai 30 m. Formasi Tawun diendapkan pada Awal hingga
Miosen Tengah, pada lingkungan lingkungan paparan yang agak
dalam (outer shelf) dari suatu laut terbuka.

9. Anggota Klitik formasi Kalibeng (Tpkk): batugamping berwarna


putih kekuningan-kecoklatan, berlapis (20-60 cm), di beberapa
tempat mengandung kepingan koral. Napal berwarna putih
kekuningan, sebagai sisipan dalam batugamping, tebal lapisan 10-
30 cm. Kandungan fosil foraminifera bentonik adalah
Amphistegina, Bulimina, Cibicides, Discorbis, Eggerella,
Elphidium dan Triloculina. Sedangkan fosil foraminifera
planktonik adalah Globorotalia tosaensis dan Pulleniatina
obliquiloculata menunjukkan umur Pliosen Awal dengan
lingkungan pengendapan pada neritik dangkal. Tebal formasi
sekitar 40-150 meter, menjemari dengan bagian atas formasi
Kalibeng.

Bagian paling atas tersusun atas breksi dengan fragmen


gamping berukuran kerikil dan semen karbonat. Kemudian disusul
endapan napal pasiran, semakin keatas napalnya bersifat semakin
bersifat lempungan. Bagian teratas ditempati oleh lempung
berwarna hijau kebiru-biruan. Formasi Sonde ini ditemukan
sepanjang sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng
dengan ketebalan berkisar 27 – 589 meter

Lembar Ngawi terbagi dalam beberapa zona fisiografi


regional yaitu: Zona Kendeng, Zona Rembang dan Zona Solo.
Berkembangnya dataran aluvium berarah relatif timur-barat
diantara tubuh busur gunungapi modern dengan Perbukitan
Kendeng, yang dikenal sebagai Zona Ngawi. Kemudian terdapat
sesar pada formasi batuan Ledok, Mundu, Selorejo dan
Tambakromo. Selain itu terdapat sinklin pada formasi batuan
Tambakromo dan antiklin di formasi Mundu. Namun dalam
praktikum kali ini membahas mengenai daerah Ngawi bagian utara
yang berada sebagian Zona Rembang dan sebagian Zona kendeng.
Husein & Nukman (2015) dalam “Buku Panduan Ekskrusi
Geologi Regional 2016 Jawa Timur bagian barat, Indonesia”
mengusulkan rekonstruksi Jawa Timur berdasarkan data-data
kemagnetan purba dan tomografi, menduga Zona Kendeng adalah
potongan kerak samudera yang pernah tersubduksi dibawah
Pegunungan Selatan, yang kemudian mengalami pemendekan
(shortening) cekungan saat rotasi Sundaland hingga membentuk
sabuk lipatan dan sesar anjak. Selain sesar-sesar anjak yang sejajar
dengan sumbu antiklnorium, Perbukitan Rembang juga dipotong
oleh berbagai sesar geser yang memotong sumbu antiklinorium
dengan panjang hingga puluhan kilometer dalam zona patahan
yang kompleks, diduga merupakan sesar dalam (deep-seated fault)
yang berasal dari batuan alas.
Zona Rembang merupakan bagian dari Cekungan Jawa
Timur Utara (Northeast Java Basin), yang berkembang di ujung
tenggara Sundaland. Sundaland merupakan massa daratan yang
terbentuk oleh gabungan berbagai mikrokontinen melalui sejarah
subduksi dan kolisi yang panjang semenjak Mesozoikum (Hall &
Morley, 2004). Antiklinorium Rembang dicirikan oleh berbagai
antiklin yang bertumpangtindih (superimposed), mengindikasikan
kompleksitas deformasi yang dialami oleh daerah tersebut. Arah
umum sumbu antiklin bervariasi dari timur – barat hingga utara-
baratlaut – selatan-tenggara. Demikian pula dengan arah sesar
naiknya, yang menerus hingga ke batuan dasar, mengindikasikan
tipe struktural thick-skinned tectonic (Musliki & Suratman, 1996)
dalam “Buku Panduan Ekskrusi Geologi Regional 2016 Jawa
Timur bagian barat, Indonesia”. Data stratigrafi regional
mengindikasikan adanya 2 fase ketidakselarasan, pertama terjadi
setelah Pliosen, dan yang kedua terjadi pada akhir Pleistosen.
Setiap ketidakselarasan diikuti oleh deformasi struktural, dimana
fase pertama membentuk perlipatan berarah baratlaut-tenggara dan
timur-barat, sedangkan fase kedua hanya membentuk antiklinorium
berarah timur-barat saja (Soetantri et al., 1973) dalam “Buku
Panduan Ekskrusi Geologi Regional 2016 Jawa Timur bagian
barat, Indonesia” .
Formasi Ngrayong tersebar mengikuti orientasi sumbu
perlipatan. Formasi Ngrayong menempati kemiringan yang relatif
besar di bagian sayap antiklin, rerata 25o baik ke sayap utara
maupun sayap selatan. Meski demikian, kemiringan perlapisan
hingga >35o juga dapat terjadi di bagian sayap lipatan, terutama
pada perlapisan batupasir dan batugamping yang menyusun fasies
batupasir-grainstone. Nilai kemiringan perlapisan yang berbeda-
beda tersebut mengindikasikan perlipatan terbentuk sebagai lipatan
kelas 3 di dalam klasifikasi Ramsay (Ramsay, 1967) dalam “Buku
Panduan Ekskrusi Geologi Regional 2016 Jawa Timur bagian
barat, Indonesia”. Hal ini lazim terjadi bila beberapa lapisan yang
kompeten (batupasir dan batugamping) diselingi oleh lapisan yang
tidak kompeten (batulempung) mengalami perlipatan aktif
(buckling), dimana lapisan yang kompeten akan lebih rapat di
bagian sayap dan rengang di bagian puncak, yang selanjutnya
memicu lapisan tidak kompeten untuk berkumpul di bagian puncak
antiklin (Price & Cosgrove, 1990) dalam “Buku Panduan Ekskrusi
Geologi Regional 2016 Jawa Timur bagian barat, Indonesia”.
Formasi Tawun tersingkap sebagai inti lipatan, yang memanjang
berarah E-W hingga ke Desa Plantungan, dimana Lapangan
Plantungan berada. Kemiringan perlapisan batugamping Tawun
relatif landai, disebabkan posisinya yang menempati bagian inti
antiklin. Di bagian tengah lipatan, sumbu antiklin membelok ke
arah WSW, sebelum kemudian menunjam ke arah barat di ujung
baratnya.

VII. KESIMPULAN

Praktikum kali ini membahas tentang Peta Geologi lembar


1508-4 daerah Ngawi, Jawa. Pada peta geologi lembar Ngawi
dilengkapi dengan berbagai macam informasi. Informasi geologi yang
ditemukan adalah berbagai macam formasi batuan (formasi tawun,
ngrayong, wonocolo, ledok, mundu, selorejo, tambakromo, anggota
klitik) dan juga terdapat sesar, sinkin dan antiklin.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 1998. Penyusunan Peta Geologi. Jakarta:
SNI 13-4691-1998 ICS 07.060.
Firdaus. 2011. Modul Praktikum Geologi Dasar. Kendari: Universitas
Haluoleo.
Gorthzinger John dkk. 2007. Understanding of Eatrh. Newyork: W.H.
Freeman and Company.
Hall, R., and C.K. Morley. 2004. Sundaland Basins. In P. Clift, P.
Wang, W. Kuhnt, & H. (eds.) Continent-Ocean Interactions within
the East Asian Marginal Seas. Geophysical Monograph, American
Geophysical Union, 149, pp. 55-85
Husein, S. and M. Nukman. 2015. Rekonstruksi Tektonik
Mikrokontinen Pegunungan Selatan Jawa Timur: sebuah hipotesis
berdasarkan analisis kemagnetan purba. Prosiding Seminar
Nasional Kebumian ke-8 Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, GEO42, p 235-248.
Musliki, S, and Suratman. 1996. A Late Pliocene Shallowing Upward
Carbonate Sequence and Its Reservoir Potential, Northeast Java
Basin. Proceeding of 25th Annual Convention and Exhibition of
Indonesian Petroleum Association, pp. 43-54.
Price, N.J., and J.W. Cosgrove. 1990. Analysis of Geological
Structures. Cambridge University Press., 246 p
Ramsay, J. G. 1967. Folding and Fracturing of Rocks. New York: M
cGraw-Hill
Soetantri, B., L. Samuel, dan G.A.S. Nayoan. 1973. The Geology of
the Oilfields in North East Java. Proceeding of 2nd Annual
Convention and Exhibition of Indonesian Petroleum Association,
pp. 149-175.
IX. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai