DASAR
(Basic of Geology)
Tidaklah mudah menggalang kekuatan
Bagi suku yang beraneka warna Syarat
utama adalah kesatuan Yakinlah
teman – temanku
Tiada kekuatan tanpa kesatuan
Bukannya kesatuan yang dipaksakan Melainkan
kesatuan yanmg disadari sebagai keharusan untuk
hidup
∞∞∞
…dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung –
gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.
(Al-Hijr : 19)
…dan kamu liahat gunung – gunung itu, kamu sangka dia tetap di
tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan….
(Al Qasas : 88)
Ya Allah…
bina, bentuk, dan tempalah adik Kami,
adik yang cukup kuat menyadari dirinya manakala dia lemah,
adik yang berani untuk menghadapi dirinya manakala dia takut.
Jadikanlah adik Kami seorang yang menerima kesalahannya
sebagai sesuatu yang berharga,
dan menganggap kemenangan
sebagai sesuatu kebutuhan keksatriaannya. Bentuklah
adik kami menjadi manusia yang mengerti bahwa
menemukan dan mengenal pribadinya
adalah dasar segala ilmu yang benar.
Ya Malikul Mulki…
jangan adik kami dibimbing di jalan yang enak dan lunak,
tetapi di bawah desakan, tekanan, dan tantangan hidup.
Bimbinglah adik Kami menjadi manusia yang berhati jernih
dengan cita-cita setinggi langit,
seorang adik yang mampu memimpin dirinya
sebelum berhasrat memimpin orang lain,
seorang adik yang menjangkau hari esok
tanpa melepaskan hari-hari kemarinnya dan
telah menyadari miliknya.
Ya Mutakabbir…
semoga adik Kami dilengkapi sedikit perasaan jenaka,
agar dia dapat hidup bersungguh-sungguh
tanpa menganggap dirinya terlampau serius.
Berikanlah kepadanya kerendahan hati dan keagungan hakiki;
Adik Kami yang tetap berdiri di atas kaki yang dahsyat,
adik kami yang berbelas kasihan terhadap mereka yang gagal, dan
berikanlah dia kelembutan sebagai kekuatan yang sebenarnya
Puji dan Syukur Kehadirat Illahi Rabbi, yang telah memberikan rahmat
dan petunjuk-Nya, sehingga buku yang bersifat panduan ini dapat diselesaikan
sesuai dengan harapan.
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1.1 Klasifikasi batuan beku 17
2.1.2 Contoh fisik batuan beku 18
2.2.1 Skala Wentworth 29
2.3.1 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf 52
2.3.2 Klasifikasi batuan metamorf 54
2.4.1 Skala Kekerasan Mohrs 57
2.4.2 Alat penguji kekerasan 57
3.1.1 Klasifikasi lipatan berdasarkan rapat sudut dihedralnya 65
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1.1 Bagan geologi beserta cabang – cabang ilmu lainnya 3
1.1.2 Interior dalam bumi 7
1.1.3 Aliran konveksi 8
1.1.4 Tipe – tipe batas cekungan 11
1.1.5 Lempeng – lempeng dunia 11
2.1.1 Rock Cycle 12
2.1.2 Bentuk tubuh sill 13
2.1.3 Bentuk tubuh Laccolith 13
2.1.4 Bentuk tubuh Lapolith 14
2.1.5 Bentuk tubuh Phacolith 14
2.1.6 Bentuk tubuh Dike 14
2.1.7 Bentuk tubuh intrusi secara umum 15
2.1.8 Deret reaksi Bowen 16
2.1.9 Contoh holohyalin 19
2.1.10 Contoh hipokristalin/hipohyalin 20
2.1.11 Contoh holokristalin 20
2.1.12 Bentuk Kristal 20
2.1.13 Batuan dengan struktur vesikuler 21
2.1.14 Batuan dengan struktur lava bantal 21
2.1.15 Batuan dengan struktur columnar joint. 22
2.2.1 Aliran lamina dan aliran turbulen 24
2.2.2 Perilaku partikel dalam pergerakan fluida 25
2.2.3 Bentuk butir 28
2.2.4 Struktur sedimen 31
2.2.5 Pemilahan batuan 33
2.2.6 Klasifikasi Folk 37
2.2.7 Klasifikasi Dunham 37
2.2.8 Klasifikasi Embry & Klovan 38
2.2.9 Struktur sedimen pada batugamping 39
2.2.10 Grafik Log 40
2.2.11 Simbol yang digunakan dalam pembuatan grafik log 41
2.3.1 Batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – 42
medium dan tingkat tinggi
2.3.2 Kontak disekitar intrusi batuan beku 43
2.3.3 Penampang lokasi batuan metamorf 44
2.3.4 Fasies batuan metamorf 44
2.3.5 Fasies batuan metamorf dan hubungannya dengan 45
temperature, tekanan dan kedalaman
ii
2.3.6 Struktur batuan metamorf dan korelasinya terhadap batuan 47
yang terbentuk
2.3.7 Tekstur batuan metamorf 49
2.3.8 Struktur pada migmatit 51
2.4.1 Macam – macam mineral 56
3.1.1 Jenis-jenis deformasi 58
3.1.2 Jenis deformasi batuan 59
3.1.3 Gaya yang berlawanan arah, tapi bekerja dalam satu garis 59
3.1.4 Gaya yang berlawanan arah, tapi bekerja dalam satu bidang 59
3.1.5 Gaya yang berlawanan arah, tapi bekerja pada kedua ujung 60
3.1.6 Kedudukan bidang,garis dan sudut dalam ruang 61
3.1.7 Mekanisme terjadinya perlipatan 62
3.1.8 Unsur struktur lipatan 63
3.1.9 Jenis-jenis lipatan 66
3.1.10 Geometri chevron fold 66
3.1.11 Rekonstruksi lipatan 67
3.1.12 Unsur geometri patahan 69
3.1.13 Arah tegasana yang bekerja pada patahan 71
3.1.14 Jenis-jenis patahan 72
3.1.15 Hubungan kekar dengan arah gaya yang bekerja 75
3.1.16 Jenis - jenis kekar 75
3.1.17 Jenis kekar berdasarkan kedudukannya 76
4.1.1 Macam – macam pengawetan fosil 78
4.1.2 Sistem pengawetan fosil 79
4.1.3 Jejak fosil 79
4.2.1 Kolom stratigrafi 86
4.2.2 Initial horizontality 87
4.2.3 Lateral continuity 87
4.2.4 Prinsiple of cross cutting relationship 88
4.2.5 Perlapisan 90
4.2.6 Unconformity 94
4.2.7 Pembentukan Disconformity 95
4.2.8 Pembentukan Nonconformity 96
4.2.9 Skala waktu Geologi 99
5.1.1 Bagian – bagian kontur 108
5.1.2 Proyeksi peta topografi 111
5.1.3 Macam - macam pola pengaliran 114
5.1.4 Simbol litologi dalam peta geologi 120
5.1.5 Simbol – symbol dalam peta geologi 121
5.1.6 Hukum “V” 122
5.1.7 Penyelesaian secara grafis terhadap metode tiga titik 127
5.1.8 Blok diagram penyelesaian metode 3 titik tipe kedua 128
5.1.9 Penelusuran kontak suatu bidang melalui topografi 131
5.1.10 Bagian – bagian kompas geologi 133
iii
I HEAR AND I FORGET
I SEE AND I REMEMBER
I DO AND I UNDERSTAND
iv
BAB
Pendahuluan
Kebanyakan orang mengatakan bahwa kecerdasanlah yang melahirkan seorang ilmuwan besar.
Mereka salah, karakterlah yang melahirkannya. (Albert Einstein)
Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo (bumi) dan logos (ilmu). Jadi Geologi
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang Bumi, meliputi proses-proses
yang berlangsung atau dinamika, dan pengaruhnya terhadap Bumi itu sendiri.
Secara lebih terperinci, geologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari material
penyusun kerak bumi, proses-proses yang berlangsung selama dan atau setelah
pembentukannya, serta makhluk hidup yang pernah ada atau hidup di bumi.
Cabang-cabang geologi:
• Petrologi
Studi tentang batuan (batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf), asal
mula pembentukannya, klasifikasinya, tempat pembentukan dan pengendapannya,
serta penyebarannya baik di dalam maupun di permukaan bumi.
• Mineralogi
Studi tentang mineral, cara mendeskripsi suatu mineral pembentuk batuan secara
megaskopis (melalui sifat fisiknya, seperti belahan, goresan, kilap, dan lain-lain)
dan menentukan nama mineral dari hasil deskripsi tersebut dan kegunaan mineral.
• Sedimentologi
Studi yang mempelajari batuan sedimen, meliputi pembentukan batuan sedimen
dan proses sedimentasinya. Mempelajari, mengenali dan menafsirkan struktur
sedimen, macam model fasies, dan lingkungan pengendapannya.
• Geomorfologi
Studi tentang bentang-alam (morfologi alam), mempelajari prinsip-prinsip
geomorfologi dalam kaitannya dengan geologi serta mengidentifikasi ragam
BAB I Pendahuluan
Geologi Dasar |2
BAB I Pendahuluan
Gambar 1.1.1 Bagan geologi beserta cabang-cabang ilmu lainnya. (Hirnawan, 2000, Geologi
UNPAD)
Bangsa Yunani sejak 2300 tahun yang lalu telah menulis tentang fosil, batu permata,
gempabumi, dan gunungapi. Filsuf yang paling menonjol adalah Aristoteles. Beliau
mengatakan bahwa batuan terbentuk karena pengaruh bintang-bintang dan gempabumi
terjadi akibat meledaknya udara yang padat di bumi karena adanya proses pemanasan
oleh pusat api. Frank D. Adams mengatakan dalam “Geological Sciences” (New York:
Devor, 1938) bahwa : “Selama masa-masa pertengahan Aristoteles dihormati sebagai
kepala dan pimpinan semua filosof, yang pendapatnya pada subyek apapun merupakan
hokum dan merupakan hasil akhir.”
Geologi Dasar |3
BAB I Pendahuluan
Katastrofisme
Uniformitarianisme
Charles Lyell (1797–1875) membuat sebelas edisi dari hasil pekerjaan besarnya, antara
lain : Principles of Geology (Prinsip-prinsip Geologi). Buku ini berusaha menjelaskan
perubahan-perubahan lebih lanjut dari permukaan bumi, dengan referensi dari sebab-
sebab yang berlaku sekarang. Ia mengilustrasikan konsep-konsep kesamaan dari alam
sesuai dengan waktu. Ia dapat memperlihatkan bahwa proses-proses geologi yang dapat
diamati sekarang dapat disimpulkan berlaku juga pada masa lalu. Walaupun teori
uniformitarianisme tidak dimulai dari Lyell, dia adalah orang yang lebih sukses dalam
menginterpretasi dan mempublikasikan pada masyarakat luas.
INTERIOR BUMI
Secara umum, bumi terdiri dari daratan (benua, pulau-pulau, lembah-lembah, dan
pegunungan) serta lautan (lembah, palung, dan pegunungan bawah laut). Puncak
gunung tertinggi 8,850 m dpl (Mount Everest, Pegunungan Himalaya), sedangkan
palung yang terdalam mencapai kedalaman 11.033 m di bawah permukaan laut (Palung
Mariana).
Geologi Dasar |4
BAB I Pendahuluan
a. Kerak benua, terdiri dari batuan granitik, ketebalan rata-rata 45 km, berkisar
antara 30–50 km. Kaya akan unsur Si dan Al, maka disebut juga sebagai
lapisan SiAl.
b. Kerak samudera, terdiri dari batuan basaltik, tebalnya sekitar 7 km. Kaya
akan unsur Si dan Mg, maka disebut juga sebagai lapisan SiMa.
Geologi Dasar |5
BAB I Pendahuluan
1. Mesosfir
Lapisan padat dalam mantel yang memiliki kekuatan relatif tinggi dinamakan
mesosfir (lapisan menengah, intermediate or middle sphere). Lapisan ini terletak
antara batas inti dan mantel (kedalaman 2.883 km) hingga kedalaman sekitar 350
km.
2. Astenosfir
Lapisan mantel bagian atas, pada kedalaman antara 350 km – 100 km di bawah
permukaan bumi, adalah lapisan yang dinamakan asthenosphere (lapisan lemah,
weak sphere). Keseimbangan suhu dan tekanan di sini sedemikian rupa sehingga
menjadikan materialnya dalam keadaan mendekati titik leburnya.
Para ahli geologi menyatakan bahwa batuan di mesosfir dan astenosfir mempunyai
komposisi yang sama. Perbedaan satu-satunya hanyalah pada sifat fisiknya,
kekuatan.
3. Litosfir
Terletak di atas astenosfir, lapisan setebal 100 km dari permukaan bumi ini
merupakan lapisan yang batuannya lebih dingin, lebih kuat, dan lebih kaku (rigid)
dibandingkan astenosfir yang plastis. Lapisan terluar yang keras ini meliputi mantel
bagian atas dan seluruh kerak bumi. Komposisi kerak dan mantel memang berbeda,
namun yang membedakan litosfir dan astenosfir adalah kuat batuan (rock strength),
bukanlah komposisinya.
Bidang-bidang diskontinu
1. Bidang Moho
Seorang ahli seismologi Yugoslavia, Andrija Mohorovicic, mempelajari data
gempa dan menjumpai kecepatan gelombang gempa yang naik dengan tiba-tiba di
bawah kedalaman 50 km. Bidang batas perubahan atau bidang diskontinuitas ini
ternyata merupakan bidang batas antara lapisan kerak bumi dan mantel atas. Maka,
bidang batas ini dikenal dengan sebutan Bidang Mohorovicic atau Bidang Moho.
2. Bidang Gutenberg
Beberapa tahun kemudian, seorang ahli gempa Jerman, Beno Gutenberg,
menemukan batas lain. Bidang dimana gelombang P dibelokkan, atau bidang antara
mantel dengan inti bumi disebut bidang diskontinu Gutenberg atau bidang
Gutenberg.
Geologi Dasar |6
BAB I Pendahuluan
Kerak bumi yang merupakan bagian teratas dari interior bumi yang langsung kontak
dengan oksigen dan merupakan tempat akumulasi mineral-mineral batuan merupakan
sasaran utama dari ilmu genesa endapan bahan galian untuk dapat mengetahui sebaran
mineral-mineral berharga. Keterdapatan mineral-mineral berharga tersebut sangat
bergantung pada jumlah (konsentrasi) mineral-mineralnya, serta letak dan bentyk
endapannya.
Kerak bumi merupakan padatan yang relative dingin, rapuh, dan kaku (rigid) dengan
massa jenis lebih rendah sehingga seolah-olah mengapung di atas mantel. Ini adalah
bagian yang berada di permukaan bumi hingga kedalaman ± 100 km. Karena adanya
perbedaan panas yang sangat tinggi antara bagian bumi yang tengah dengan bagian
bumi yang lebih luar, maka akan terjadi perbedaan tekanan dimana tekanan pada bagian
dalam lebih besar, sehingga pergerakan magma akan menghasilkan aliran konveksi di
dalam mantel. Lelehan magma yang lebih panas akan bergerak ke atas dan lelehan
magma yang lebih dingin akan tenggelam (seperti gerakan aliran konveksi air pada
waktu kita memanaskan air di atas kompor).
Geologi Dasar |7
BAB I Pendahuluan
Gambar 1.1.3. Aliran konveksi pada air di atas kompor dan aliran konveksi magma
Akibat aliran konveksi lelehan magma tersebut, lapisan kerak bumi yang padat dan
relative rapuh yang ada di atasnya (mengapung) ikut bergerak sesuai dengan gerakan
lelehan magma. Pada suatu tempat tertentu, lapisan kerak bumi akan retak dan bergerak
saling menjauh, dan rekahan yang ditinggalkannya akan segera terisi oleh lelehan
magma yang kemudian juga akan membeku (disebut sebagai daerah regangan dimana
lempengan kerak bumi yang saling berdekatan menjauh), contoh Mid Oceanic Ridges
yang berada di dasar samudra Atlantik, dan rifting yang terjadi antara benua Afrika
dengan Jazirah Arab yang membentuk Laut Merah.
Pada bagian bumi lain akan terjadi tumbukan antara lempeng-lempeng yang saling
mendekat. Lempeng yang relatif lebih tipis (lempeng samudera) akan menunjam ke
bawah lempeng benua yang relatif lebih tepal, zona ini disebut sebagai zona subduksi
(subduction zone). Contohnya adalah zona subduksi yang memanjang dari Sumatra,
Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur. Pada bagian yang menunjam akan meleleh
menjadi magma dan bagian dari lempeng yang lain akan mengalami perlipatan,
pengangkatan, dan pensesaran.
Geologi Dasar |8
BAB I Pendahuluan
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift)
yang dikemukakan Alfred Wegener (1912), dan dikembangkan lagi dalam bukunya
“The Origin of Continents and Oceans” (1915). Ia mengemukakan bahwa benua-benua
yang sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh sehingga
melepaskan benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang
bermassa jenis rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.
Teori ini mengatakan bahwa kerak-kerak bumi tidak bersifat permanen, tetapi bergerak
secara mengapung, mulai diperkenalkan pada awal abad ke-20. Setelah melalui berbagai
perdebatan selama beberapa tahun, teori ini awalnya ditolak oleh sebagian besar ahli
ilmu bumi. Namun, selama periode tahun 1950-an hingga 1960-an banyak bukti-bukti
yang ditemukan oleh para peneliti yang mendukung teori tersebut, sehingga teori yang
sudah pernah ditinggalkan ini mulai diperhatikan kembali. Pada tahun 1968, teori
tentang kontinen mengapung telah diterima secara luas, dan selanjutnya disebut Teori
Tektonik Lempeng “Plate Tectonic”. Teori tektonik lempeng mempelajari hubungan
antara deformasi dengan keberadaan dan pergerakan lempeng di atas mantel atas yang
plastis.
Batas-batas Lempeng
Batas-batas lempeng ada tiga macam, dibedakan dari jenis pergerakannya, yaitu:
1. Divergen
Lempeng-lempeng bergerak saling menjauh, menyebabkan naiknya material dari
mantel bumi dan membentuk lantai samudera baru yang luas. Contoh: Mid
Oceanic Ridges yang berada di dasar samudra Atlantik, dan rifting yang terjadi
antara benua Afrika dengan Jazirah Arab yang membentuk Laut Merah.
Geologi Dasar |9
BAB I Pendahuluan
2. Konvergen
Lempeng-lempeng bergerak saling mendekat.
a. Subduksi (Subduction)
Lempeng benua dengan lempeng samudera. Pada peristiwa ini, lempeng
samudera menunjam ke bawah dengan sudut 45° atau lebih, menyusup
di bawah lempeng benua. Contoh: palung (trench) yang memanjang dari
Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur akibat tumbukan antara
lempeng benua Asia Tenggara dengan lempeng samudra Hindia–
Australia.
b. Obduksi (Obduction)
Kenampakan dimana kerak benua menunjam di bawah kerak samudera.
Ada beberapa hipotesis tentang mula terjadi obduksi, yang paling
memungkinkan adalah bahwa diawali oleh penunjaman kerak samudera
dengan kerak benua di belakangnya. Penunjaman bisa terjadi karena
perubahan dari batas lempeng divergen menjadi konvergen. Kelanjutan
penunjaman membawa kerak benua berbenturan dengan kerak samudera
dan pada awalnya, kerak samudera naik ke atas kerak benua, sebelum
akhirnya penunjaman di tempat itu berhenti dan berpindah ke tempat
lain yang dapat mengakomodasi konvergensi antar lempeng.
c. Collision
Lempeng benua bertemu dengan lempeng benua. Kedua lempeng
tersebut tidak ada yang tertunjam karena keduanya memiliki massa jenis
yang sama, hal ini mengakibatkan pembentukan pegunungan lipatan
yang biasanya sangat tinggi. Contoh : pegunungan Himalaya yang
diakibatkan interaksi antara lempeng Eurasia dengan India.
3. Transform
Lempeng-lempeng bergerak saling berpapasan, tanpa membentuk atau merusak
litosfir, menghasilkan suatu sesar mendatar jenis Strike Slip Fault. Contoh : sesar
San Andreas di Amerika Serikat yang merupakan pergeseran lempeng samudra
Pasifik dengan lempeng benua Amerika Utara.
Geologi Dasar | 10
BAB I Pendahuluan
Geologi Dasar | 11
BAB
Dalam The Penguin Dictionary of Geology, yang dinamakan dengan batuan (rock) adalah
material penyusun kerak bumi yang tersusun baik oleh satu jenis mineral (monomineralic)
maupun oleh banyak jenis mineral (polymineralic).
Geologi Dasar | 13
BAB 2 Batuan dan Mineral
3. Lopolith: bentuk lain dari sill dengan ketebalan 1/10 sampai 1/12 dari lebar
tubuhnya dengan bentuk seperti melensa dimana bagian tengahnya
melengkung ke arah bawah karena elastisitas batuan di bawahnya lebih
lentur.
4. Phacolith: massa intrusi yang melensa yang terletak pada sumbu lipatan.
Geologi Dasar | 14
BAB 2 Batuan dan Mineral
Berdasarkan indeks warna/komposisi mineral gelapnya (mafic), maka batuan beku terbagi
atas:
1. Leucocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 0-30%
2. Mesocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 30-60%
3. Melanocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 60-90%
4. Hypermelanic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic berkisar 90-100%
Geologi Dasar | 15
BAB 2 Batuan dan Mineral
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi,
maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa
penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh N.L..
Bowen (kanada) disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series
Catatan !!
Dari Deret Bowen ini dikenal dua kelompok mineral utama pembentuk batuan, yaitu:
Geologi Dasar | 16
BAB 2 Batuan dan Mineral
Syienit Trachyt
Diorit Andesit
Monzonit Trachyt andesit Menengah 65-52 30-60 Mesocratic
Nama Batuan
Intrusi Ekstrusi
Granit Ryolit
Geologi Dasar | 17
BAB 2 Batuan dan Mineral
Granodiorit Dasit
Syienit Trachyt
Diorit Andesit
Gabro Basalt
Peridotit Dunit
Geologi Dasar | 18
BAB 2 Batuan dan Mineral
1. Nama batuan
2. Warna
Warna terbagi dua, yaitu:
a. Warna Segar : warna segar adalah warna yang belum terkontaminasi oleh
lingkungan sekitar (warna di bagian dalam batu).
b. Warna Lapuk : warna lapuk adalah warna yang telah terkontaminasi oleh
lingkungan sekitar (warna dibagian luar batu).
3. Komposisi mineral
Dapat ditentukan berdasarkan indeks warnanya, apakah leucocratic, mesocratic,
melanocratic, atau hypermelanic. Lihat juga komposisi mineral pembentuk
batuannya, misalnya: kuarsa, plagioklas, dll.
Geologi Dasar | 19
BAB 2 Batuan dan Mineral
c. Bentuk Kristal
Umumnya menunjukkan rangkaian kristalisasi. Bentuk kristal terbagi tiga,
yaitu:
i. Euhedral: bentuk kristalnya masih utuh (apakah ia kubik, monoklin,
triklin atau yang lainnya).
ii. Subhedral: bentuk kristalnya sebagian tidak utuh.
iii. Anhedral: bentuk kristalnya sudah tidak utuh lagi sehingga tidak dapat
dilihat apakah ia kubik, monoklin, atau yang lainnya.
Keterangan:
A: Anhedral
B: Subhedral
C: Euhedral
Geologi Dasar | 20
BAB 2 Batuan dan Mineral
5. Struktur
- Masif: secara keseluruhan kenampakan batuan terlihat seragam/ monoton.
- Vesikuler: pada massa batuan terdapat lubang-lubang kecil yang berbentuk bulat
atau elips dengan penyebaran yang tidak merata. Lubang ini merupakan ruang
tempat gas terperangkap pada waktu magma membeku.
Geologi Dasar | 21
BAB 2 Batuan dan Mineral
- Columnar joint: struktur yang memperlihatkan bentuk seperti kumpulan tiang, ini
disebabkan adanya kontraksi saat proses pendinginannya.
Geologi Dasar | 22
BAB 2 Batuan dan Mineral
Pelapukan
Pelapukan atau weathering (weather) merupakan perusakan batuan pada kulit
bumi karena pengaruh cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, atau angin). Karena itu
pelapukan adalah penghancuran batuan dari bentuk gumpalan menjadi butiran yang lebih
kecil bahkan menjadi hancur atau larut dalam air.
Pelapukan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Pelapukan fisika, adalah proses dimana batuan hancur menjadi bentuk yang
lebih kecil oleh berbagai sebab, tetapi tanpa adanya perubahan komposisi
kimia dan kandungan mineral batuan tersebut yang signifikan.
2. Pelapukan kimia, adalah proses dimana adanya perubahan komposisi kimia
dan mineral dari batuan.
3. Pelapukan biologi, Penyebabnya adalah proses organisme yaitu binatang
tumbuhan dan manusia, binatang yang dapat melakukan pelapukan antara lain
cacing tanah, serangga.
Geologi Dasar | 23
BAB 2 Batuan dan Mineral
Erosi
Erosi adalah suatu pengikisan dan perubahan bentuk batuan, tanah atau lumpur
yang disebabkan oleh kekuatan air, angin, es, pengaruh gaya berat dan organisme hidup.
Erosi tidak sama dengan pelapukan, yang mana merupakan proses penghancuran mineral
batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.
Transportasi
Transportasi adalah pengangkutan suatu material (partikel) dari suatu tempat ke
tempat lain oleh suatu gerakan media (aliran arus) hingga media dan material terhenti
(terendapkan). Media transportasi (fluida) antara lain gravitasi, air, es, dan udara.
Gerakan fluida dapat terbagi ke dalam dua cara yang berbeda.
1. Aliran laminar, semua molekul-molekul di dalam fluida bergerak saling
sejajar terhadap yang lain dalam arah transportasi. Dalam fluida yang
heterogen hampir tidak ada terjadinya pencampuran selama aliran laminar.
2. Aliran turbulen, molekul-molekul di dalam fluida bergerak pada semua arah
tapi dengan jaring pergerakan dalam arah transportasi. Fluida heterogen
sepenuhnya tercampur dalam aliran turbulen.
Geologi Dasar | 24
BAB 2 Batuan dan Mineral
Partikel semua ukuran digerakkan di dalam fluida oleh salah satu dari tiga mekanisme
1. Menggelinding (rolling) di dasar aliran udara atau air tanpa kehilangan
kontak dengan permukaan dasar.
2. Saltasi (saltation), bergerak dalam serangkaian lompatan, secara periode
meninggalkan permukaan dasar dan terbawa dengan jarak yang pendek di
dalam tubuh fluida sebelum kembali ke dasar lagi.
3. Suspensi (suspension), turbulensi di dalam aliran dapat menghasilkan
gerakan yang cukup untuk menjaga partikel bergerak terus di dalam fluida.
Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan sedimen oleh media air, angin, atau es
pada suatu cekungan pengendapan pada kondisi P dan T tertentu. Pettijohn (1975)
mendefinisikan sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen
yang diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentuk atau asalnya pada suatu
Geologi Dasar | 25
BAB 2 Batuan dan Mineral
tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta,
estuaria, laut dangkal sampai laut dalam.
Litifikasi
Proses perubahan sedimen lepas menjadi batuan disebut litifikasi. Salah satu proses
litifikasi adalah kompaksi atau pemadatan. Pada waktu material sedimen diendapkan terus
– menerus pada suatu cekungan. Berat endapan yang berada di atas akan membebani
endapan yang ada di bawahnya. Akibatnya, butiran sedimen akan semakin rapat dan
rongga antara butiran akan semakin kecil.
Proses lain yang merubah sedimen lepas menjadi batuan sedimen adalah sementasi.
Material yang menjadi semen diangkut sebagai larutan oleh air yang meresap melalui
rongga antar butiran, kemudia larutan tersebut akan mengalami presipitasi di dalam
rongga antar butir dan mengikat butiran – butiran sedimen. Material yang umum menjadi
semen adalah kalsit, silika dan oksida besi.
Berdasarkan proses terjadinya, maka batuan sedimen terbagi menjadi empat kategori,
yaitu :
1. Terrigeneous Clastics
Terbentuk dari hasil rombakan batuan lainnya melalui proses pelapukan, erosi,
transportasi, sedimentasi dan pembatuan (litifikasi). Pelapukan yang berperan disini
adalah pelapukan yang bersifat fisika. Contoh: breksi, konglomerat, batupasir,
batulempung.
2. Biochemical-Biogenic-Organic Deposits
Batuan sedimen ini terbentuk dari akumulasi bahan-bahan organik (baik flora
maupun fauna) dan proses pelapukan yang terjadi pada umumnya bersifat kimia.
Contoh: batugamping, batubara, rijang, dll.
Geologi Dasar | 26
BAB 2 Batuan dan Mineral
3. Chemical Precipitates-Evaporates
Batuan sedimen jenis ini terbentuk dari akumulasi kristal-kristal dan larutan kimia
yang diendapkan setelah medianya mengalami penguapan. Contoh: gipsum,
batugaram, dll.
4. Volcaniclastics (Pyroclastic)
Batuan sedimen jenis ini dihasilkan dari akumulasi material-material gunungapi.
Contoh: agglomerat, tuf, breksi, dll.
I. Deskripsi Batuan Sedimen Klatika (pasir sangat kasar – pasir sangat halus)
1. Nama batuan
2. Warna
Terdiri dari warna segar dan warna lapuk, sertakan pula variasi warnanya untuk
memperjelas pemerian. Contoh: batupasir berwarna segar kelabu kehijau-hijauan.
Pemerian warna ini mencerminkan tingkat oksidasi, kandungan mineral, dan
lingkungan pengendapan batuan itu sendiri.
- Warna merah: menunjukan keadaan oksidasi > non marin, mengan-dung Fe
(umumnya hematit).
- Warna hijau: merupakan reduksi dari warna merah, mengandung glaukonit, zeolit
atau chamosite.
- Warna kelabu: menunjukan keadaan reduksi > marin, kaya akan bahan organik.
- Warna, kuning-coklat: menunjukan keadaan oksidasi, mengandung limonit,
goethite, dan oksida besi.
Geologi Dasar | 27
BAB 2 Batuan dan Mineral
kemudian tentukan pula ukuran minimal dan maksimal dari butiran atau
komponennya. Contoh: batupasir berbutir sedang (114mm-112mm). Breksi
dengan ukuran butir 7cm-12cm (Berangkal, 64mm-256mm). Besar butir ini
mencerminkan energi hidrolik lingkungannya, dalam artian jika ia berbutir
kasar maka dahulunya ia diendapkan dengan arus yang cepat dan begitu pula
sebaliknya.
b. Bentuk Butir (grain shape), ditentukan dengan bantuan chart yang telah
tersedia pada komparator dan gunakan istilah:
- Sangat menyudut (very angular)
- Menyudut (angular)
- Menyudut tanggung (subangular)
- Membundar tanggung (subrounded)
- Membundar (rounded)
- Sangat membundar (very Rounded)
Untuk melihat bentuk butiran ini dapat dilakukan dengan bantuan loupe
(terutama untuk batupasir), dan tentukan pula kisarannya. Contoh: batupasir
menyudut-menyudut tanggung. Bentuk butir ini mencerminkan tingkat
transportasi butirannya, dalam artian bahwa jika ia memiliki bentuk butir yang
membundar maka ia cenderung telah tertranspor jauh dari batuan asalnya.
Geologi Dasar | 28
BAB 2 Batuan dan Mineral
Geologi Dasar | 29
BAB 2 Batuan dan Mineral
4. Struktur Sedimen
Berguna dalam menentukan top & bottom suatu lapisan, arah arus-purba
(Paleocurrent) dan lingkungan pengendapan.
Secara garis besar struktur sedimen terbagi menjadi dua katagori, yaitu:
a. Struktur sedimen primer (depositional structures), struktur sedimen yang
terbentuk bersamaan dengan terbentuknya suatu batuan, contohnya adalah:
graded bedding, parallel lamination, ripple mark, dune and sand wave, cross
stratification, shrinkage crack (mud crack), flacer, lenticular, dll.
b. Struktur sedimen sekunder (post-deposition structures), struktur sedimen
yang terbentuk setelah proses litifikasi.
Struktur sedimen sekunder meliputi:
- Struktur erosional, terbentuk karena erosi, contohnya: flute cast, groove
cast, tool marks, scour marks, channel, dll.
- Struktur deformasi, terbentuk oleh adanya gaya, contohnya: slump,
convolute, sand dyke, dish, load cast, nodule, dll.
- Struktur biogenik, terbentuk oleh adanya aktivitas makhluk hidup,
contohnya: bioturbation, trace fossils, rootlet bed, dll.
Geologi Dasar | 30
BAB 2 Batuan dan Mineral
A B
C D
E F
Gambar 2.2.4 Struktur sedimen, A : Wavy, B : Cross Stratification, C : Mudcrack, D : Flute cast, E :
Bioturbation, F : Load Cast.
Geologi Dasar | 31
BAB 2 Batuan dan Mineral
5. Permeabilitas
Adalah kemampuan suatu batuan untuk meloloskan fluida.
Cara menentukannya yaitu:
a. Teteskan air di atas permukaan sampel yang akan diperiksa.
b. Perhatikan apakah air tersebut diserap atau tidak oleh batuan ter-sebut.
c. Bila cairan diserap dengan cepat, maka nyatakanlah bahwa permeabilitasnya
baik.
d. Bila cairan diserap dengan cukup cepat, maka nyatakanlah bahwa
permeabilitasnya sedang.
e. Bila cairannya diserap dengan lambat, maka nyatakanlah bahwa
permeabilitasnya buruk.
6. Porositas
Adalah perbandingan volume rongga-rongga pori terhadap volume total seluruh
batuan, dan dinyatakan dalam persen,
Ø = Volume Pori-Pori x 100%
Volume total batuan
Sedangkan dalam penentuannya di lapangan gunakan istilah porositas baik jika
permeabilitasnya baik, porositas sedang jika permebili-tasnya sedang, dst.
7. Pemilahan (Sorting)
Adalah tingkat keseragaman besar butir penyusun batuan, mencer-minkan viskositas
media pengendapan serta energi mekanik/arus ge-lombang medianya. Jika
pemilahannya baik maka ia diendapkan oleh media yang cair/encer dengan energi
arus yang kecil, dan begitu pula dengan sebaliknya.
Gunakan istilah:
a. Terpilah baik (well sorted) jika besar butirannya seragam.
b. Terpilah sedang (medium sorted) jika besar butirannya relatif sera-gam.
c. Terpilah buruk (poorly sorted) jika besar butirannya tidak seragam.
Geologi Dasar | 32
BAB 2 Batuan dan Mineral
Dan untuk menentukan pemilahan ini dapat dibantu dengan menggu-nakan loupe
(misalnya untuk Batupasir).
8. Kandungan CaC03
Ditentukan dengan jalan meneteskan larutan HCl 0,1 Normal pada permukaan
sampel batuan yang masih segar, jika ia berbuih/bereaksi (ngecos…!) maka batuan
tersebut bersifat karbonatan (calcareous), dan begitu pula sebaliknya.
9. Kandungan mineral
Mineral-mineral sekunder yang umum terdapat dalam batuan sedimen misalnya
kalsit (ngecos oleh HCl, sedangkan kuarsa tidak), aragonit (memiliki habit yang
menjarum), pirit (kuning pucat seperti emas de-ngan bentuk kristal kubik), glaukonit
(berwarna hijau kotor), kaolinit (serbuk putih seperti bedak), dll.
Geologi Dasar | 33
BAB 2 Batuan dan Mineral
11. Kekerasan
Merupakan tingkat kekuatan partikel batuan terhadap disagregasi.
Gunakan istilah:
a. Kompak, bila tidak dapat dicukil dengan jarum penguji.
b. Keras, bila masih dapat dicukil dengan jarum penguji.
c. Agak keras, bila dapat hancur ketika ditekan dengan jarum penguji.
d. Lunak, bila dapat dipotong-potong dengan mudah menggunakan jarum penguji.
e. Dapat diremas, bila dapat diremas dengan jari tangan.
f. Spongi, bila sifatnya seperti karet busa. Jika ditekan balik lagi ke asal.
Geologi Dasar | 34
BAB 2 Batuan dan Mineral
Namun ada pula yang harus ditabahkan dalam pendeskripsiannya, yaitu kilap (luster).
Kilap dapat membantu pembedaan asal warna. Istilah – istilah yang dipakai untuk ini
adalah :
Komponen
a. Komposisi, apakah monomik (jika klastika terdiri dari satu tipe litologi),
Oligomik (terdiri dari 2-3 tipe klastika), polimik (klastika terdiri lebih dari 3
jenis litologi). Dan tentukan pula jenis – jenis batuannya, jika batuan beku
tentukan sifatnya apakah basaltis atau andesitis.
Geologi Dasar | 35
BAB 2 Batuan dan Mineral
c. Kemas, tentukan kemasnya (terbuka atau tertutup). Dan lihat jika ada
imbrikasi
Matrik
Geologi Dasar | 36
BAB 2 Batuan dan Mineral
Geologi Dasar | 37
BAB 2 Batuan dan Mineral
Geologi Dasar | 38
BAB 2 Batuan dan Mineral
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsi batugamping antara lain:
1. Nama Batuan, disesuaikan dengan klasifikasi yang digunakan
2. Warna, deskripsikan warna segar dan warna lapuknya.
3. Feature, dari lapangan tentukan apakah batugamping berlapis atau terumbu
4. Dominasi, deskripsikan didominasi oleh skletal atau Non skletal
5. Organisme, deskripsikan organisme dari batuan per kelas, (Gastropoda, Alga,
Coral, Bivalve, Foram)
6. Tekstur, penentuan tekstur mengunakan klasifikasi Folk, Dunham, Embry &
Klovan, atau secara konvensional.
7. Struktur, kenali struktur yang terdapat pada batugamping tersebut.
A B
C D
Geologi Dasar | 39
BAB 2 Batuan dan Mineral
Grafik Log
Metode standar yang digunakan untuk merekonstruksi dalam pengumpulan
data lapangan pada batuan sedimen adalah dengan menggunakan grafik log. Grafik
log memberikan kenampakan visual suatu singkapan (stasiun), dan merupakan cara yang
mudah untuk membuat korelasi dan perbandingan antara suatu singkapan (stasiun) yang
berbeda (pengulangan fasies, siklus sedimen, dll).
Geologi Dasar | 40
BAB 2 Batuan dan Mineral
Gambar 2.2.11 Simbol yang digunakan dalam pembuatan grafik log (Tucker, 1993)
Geologi Dasar | 41
BAB 2 Batuan dan Mineral
Gambar 2.3.1 memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium
dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).
Geologi Dasar | 42
BAB 2 Batuan dan Mineral
Gambar 2.3.2 memperlihatkan kontak disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).
Geologi Dasar | 43
BAB 2 Batuan dan Mineral
Gambar 2.3.3 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982)
Geologi Dasar | 44
BAB 2 Batuan dan Mineral
Gambar 2.3.5 Fasies batuan metamorf dalam hubungannya dengan temperatur, tekanan, dan
kedalaman. (Norman fry, 1985)
Geologi Dasar | 45
BAB 2 Batuan dan Mineral
• Struktur nonfoliasi
Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif
seragam.
Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran
terhadap batuan asal.
Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi
mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan
yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur
milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk
lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
Geologi Dasar | 46
BAB 2 Batuan dan Mineral
Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir
felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran beragam.
Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk
Gambar 2.3.6. Struktur batuan metamorf dan korelasinya terhadap batuan yang terbentuk.
mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang
Geologi Dasar | 47
BAB 2 Batuan dan Mineral
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan
lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya
menggunakan akhiran kata –blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat
dilihat pada (Gambar 3.13). Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa
dari batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata –
blasto.
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada
sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan
pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek;
kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan
metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu, namun secara khusus mineral penyusun
batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti
Geologi Dasar | 48
BAB 2 Batuan dan Mineral
stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk
pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika,
tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot,
staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam
kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet,
kalsit dan kordierit.
Gambar 2.3.7 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985). A. Tekstur Granoblastik, sebagian
menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas;
C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik
lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur
Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit
milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam
blastomilonit.
Geologi Dasar | 49
BAB 2 Batuan dan Mineral
metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi
kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak
sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan
kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya
struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari
mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular
(seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-
mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan
sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan
pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini
mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah
termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran
mineral). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar
2.3.7). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang
berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur
skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak.
Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk
asbes.
Geologi Dasar | 50
BAB 2 Batuan dan Mineral
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf,
membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang
diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk
mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya perbedaan
kenampakan-kenampakan yang ada.
Geologi Dasar | 51
BAB 2 Batuan dan Mineral
Table 2.3.1 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan
tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada
batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada
kenampakan tekstur dan struktur. Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan
yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis
augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku
yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang
didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies
metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral,
seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal
komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau
chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah
Geologi Dasar | 52
BAB 2 Batuan dan Mineral
ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang
komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan
diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti
basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan
beku. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar,
sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur
gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar. Hornfels:
Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang
equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin
ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebutgranofels. Milonit: Cerat berbutir halus atau
kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih
kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas
jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap
yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral
asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral
silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen. Skarn:
Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat
seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan
penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
1. Warna: segar-lapuk.
2. Tekstur: foliasi-nonfoliasi (untuk tekstur foliasi harus diuraikan lagi).
3. Strukrur (lihat, baik itu untuk foliasi maupun nonfoliasi).
4. Kandungan mineral
5. Perkiraan batas massa batuan metamorf.
Geologi Dasar | 53
BAB 2 Batuan dan Mineral
Geologi Dasar | 54
BAB 2 Batuan dan Mineral
MINERAL
Mineral adalah zat padat anorganik yang terbentuk di alam secara anorganik, mempunyai
komposisi kimia tertentu dan susunan atom yang teratur.
Kristal adalah zat padat yang mempunyai bentuk bangun beraturan yang terdiri dari
atom-atom dengan susunan yang teratur.
Perbedaannya adalah:
Mineral:
1. Terbentuk oleh proses alam.
2. Tidak selalu membentuk kristal.
Kristal:
1. Dapat dibuat oleh manusia.
2. Tidak selalu membentuk mineral.
1. Natif (murni)
Emas, perak, tembaga, intan, dll.
2. Sulfida
Galena, pirit, kalkopirit, dll.
3. Oksida dan hidroksida
Korundum, hematit, gutit, dll.
4. Halida
Halit, flourit, slivit, dll.
5. Karbonat
Kalsit, aragonit, dolomit, dll.
6. Sulfat
Kromat, molibdenat dan tungstat barit, gipsum, krokoit, dll.
7. Fosfat
Arsenat, vanadat, xenotim, apatit, dll.
8. Silikat
Kuarsa, feldspar, olivin, dll.
Geologi Dasar | 55
BAB 2 Batuan dan Mineral
2. Warna (colour)
Cahaya dari suatu mineral yang terlihat oleh mata telanjang. Warna biasanya
bersifat umum. Contoh: ortoklas › merah muda.
3. Belahan (cleavage)
Sifat suatu mineral untuk pecah sepanjang satu atau lebih arah-arah tertentu dalam
bentuk rata (teratur), umumnya sejajar dengan salah satu sisi kristal. Belahan dibagi
berdasarkan bagus tidaknya per-mukaan bidang belah. Contoh: mika › belahan satu
arah sempurna.
4. Pecahan (fracture)
Suatu permukaan yang terbentuk akibat pecahnya suatu mineral dan umumnya tidak
teratur. Pecahnya mineral tersebut diakibatkan oleh adanya suatu gaya tekan yang
berkerja pada suatu mineral dan gaya tersebut melebihi batas elastisitas dan
plastisitas mineral tersebut. Contoh: olivin › pecahan konkoidal.
5. Kilap (luster)
Kilap atau derajat kecerahan adalah intensitas cahaya yang dipantul-kan oleh
permukaan suatu mineral. Kilap tergantung pada kualitas fisik permukaan
(kehalusan dan transparansi). Secara umum kilap dibagi dua, yaitu: kilap logam dan
kilap nonlogam.
Geologi Dasar | 56
BAB 2 Batuan dan Mineral
6. Goresan (streak)
Goresan adalah warna bubuk mineral bila digoreskan pada pelat porselen. Untuk
mineral bijih, goresan dapat digunakan sebagai petunjuk. Pada mineral yang
mempunyai kilap nonlogam, biasanya goresannya tidak bewarna atau berwarna
muda. Goresan dapat saja sama atau berbeda dengan warna mineralnya.
7. Kekerasan (hardness)
Kekerasan adalah ukuran daya tahan dari permukaan suatu mineral terhadap goresen
(scratching). Kekerasan relatif dari suatu mineral dapat ditentukan dengan
membandingkannya dengan suatu urutan mineral yang ditetapkan sebagai Standar
Kekerasan Mohrs, 1822.
Mineral Kekerasan
Talc 1
Gypsum 2
Kalsit 3
Flourit 4
Apatit 5
K-feldspar 6
Kuarsa 7
Topaz 8
Korundum 9
Intan 10
Geologi Dasar | 57
BAB
Struktur Geologi
“Structure is The King of Geology”
“Intuisi lebih penting daripada penjelasan. Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan.” A. Einstein
Geologi struktur adalah bagian dari geologi yang mempelajari bangun/rupa (arsitektur)
batuan dari kerak bumi, yang meliputi :
- geometri : bentuk, ukuran, kedudukan, sifat simetri, dan
- komponen atau unsur yang membentuknya
pada berbagai ukuran (skala) dari skala batuan, singkapan hingga regional, yang
merupakan hasil dari proses pembentukannya (kejadian) atau karena perubahan akibat
deformasi. Didalam geologi struktur terutama mempelajari bentuk batuan akibat
deformasi serta proses yang menyebabkannya.
Deformasi adalah perubahan dalam tempat dan/atau orientasi dari tubuh batuan akibat
pengaruh gaya (tektonik) yang bekerja pada batuan tersebut
Ada dua cara suatu batuan terdeformasi, yaitu, deformasi brittle (getas pecah) dan
Deformasi ductile (kenyal plastis)
Arah dari gaya yang bekerja pada atau dalam kulit bumidapat bersifat:
tension compression
Gambar 3.1.3 gaya yang berlawanan arah tapi bekerja dal;am satu garis
(Structural Geology, Billings, 1972)
Gambar 3.1.4 gaya yang berlawanan arah tapi bekerja dalam satu bidang
(Structural Geology, Billings, 1972)
Geologi Dasar | 59
BAB 3 Struktur Geologi
Torsion
Gambar 3.1.5 gaya yang berlawanan arah tapi bekerja pada kedua ujung bidang
(Structural Geology, Billings, 1972)
4. Gaya yang bekerja dari segala jurusan terhadap suatu benda, yang umumnya
berlangsung dalam kerak bumi (tekanan lithostatis)
Stress atau tegasan adalah suatu gaya yang dapat menyebabkan perubahan pada batuan.
Strain atau keterakan adalah perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam wujud, bentuk
maupun volume, yang terjadi pada suatu bahan (batuan yang diakibatkan oleh adanya
tegasan. Secara garis besar terdapat dua gejala tegasan yang dapat terjadi di alam, yaitu
berupa tarikan dan lainnya berupa tekanan.
Dalam geologi struktur kita mengenal apa yang dinamakan analisis yang bertujuan untuk
merekontruksi struktur-struktur geologi. Analisis- analisis tersebut adalah :
DESKRIPSI GEOMETRI
Strike : garis yang dibentuk oleh perpotongan suatu bidang miring (bidang miring
perlapisan, kekar, sesar) dengan bidang horizontal.
Dip : Sudut terbesar yang dibentuk antara perpotongan bidang miring dan bidang
horizontal yang mempunyai arah lateral 90° dari arah strike.
PERLIPATAN (FOLDING)
Struktur lipatan merupakan salah satu struktur geologi yang paling mudah dijumpai di
lapangan disamping struktur kekar. Struktur ini umumnya berkembang pada batuan
sedimen klastika (kadang pada batuan volkanik dan metamorf). Salah satu ciri khas dari
batuan sedimen klastik adalah dijumpainya bidang perlapisan batuan yang terbentuk pada
saat proses sedimentasi. Apabila kita perhatikan pada singkapan batuan di lapangan,
bidang perlapisan tersebut mempunyai kedudukan yang bervariasi tergantung akibat
tektonik yang melatarbelakanginya.
Struktur lipatan disamping mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari yang terkecil
(mikro fold) hingga berukuran regional (Mega fold), juga memiliki bentuk yang
bermacam-macam. Adanya variasi ukuran dan bentuk tersebut tergantung pada sifat fisik
batuan yang terlipat, sistem tegasan (dinamika) dan mekanisme pembentukannya serta
waktu dan besarnya gaya yang bekerja.
Geologi Dasar | 61
BAB 3 Struktur Geologi
Beberapa definisi ‘struktur Lipatan’, menurut beberapa pendapat para ahli geologi
struktur, antara lain :
Hill (1953),
Struktur lipatan merupakan pencerminan dari suatu bentuk lengkungan yang
mekanismenya disebabkan oleh 2 (dua) proses, yaitu Bending (Melengkung) dan
Buckling (Melipat). Pada gejala Buckling , gaya yang bekerja sejajar dengan bidang
perlapisan. Sedangkan pada gejala Bending, gaya yang bekerja tegak lurus terhadap
permukaan bidang lapisan.
Bending Buckling
Billing (1960),
Lipatan merupakan bentuk undulasi atau bentuk gelombang pada batuan di kulit
bumi.
Hobs (1971),
Struktur lipatan akibat Bending, terjadi apabila gaya penyebabnya tegak lurus
terhadap bidang lapisan, sedangkan pada proses Buckling, terjadi apabila gaya
penyebabnya sejajar dengan bidang lapisan. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa
pada proses Buckling terjadi perubahan pola keterikan batuan, dimana pada bagian
puncak lipatan antiklin, berkembang suatu rekahan yang disebabkan akibat adanya
tegasan tensional (tarikan) sedangkan di bagian bawah bidang lapisan terjadi
tegasan kompresi yang menghasilkan shear joint. Kondisi ini akan terbalik pada
lipatan sinklin.
Park (1980),
Lipatan adalah suatu bentuk lengkungan (Curve) dari suatu bidang.
Berdasarkan genetiknya, struktur lipatan dapat terbentuk akibat tektonik dan non tektonik.
Perbedaan diantara keduanya, antara lain adalah lipatan yang dibentuk akibat aktifitas
tektonik seringkali pola lipatannya teratur, pada permukaan bidang lapisan batuan sering
dijumpai sejumlah slicken side dan peristiwa pembentukannya setelah batuan tersebut
terbentuk. Lipatan yang terbentuk akibat non tektonik, umumnya pola lipatan tidak
beraturan, tidak dijumpai slicken side pada permukaan bidang lapisan batuan dan
pembentukannya dapat terjadi pada saat pengendapan (slump structure) atau dapat juga
terjadi setelah batuannya terbentuk. Untuk kasus yang terakhir ini, pembentukan struktur
lipatan terjadi akibat gejala geologi berupa proses Diapirik dan gravity slidding.
Struktur lipatan akibat tektonik pada dasarnya dapat terbentuk akibat tegasan kompresi
dan tegasan ektensi. Namun kenyataan di lapangan seringkali struktur lipatan disebabkan
Geologi Dasar | 62
BAB 3 Struktur Geologi
oleh tegasan kompresi. Terbentuknya struktur lipatan akibat tegasan kompresi umumnya
menghasilkan pola lipatan yang lebih rumit dibandingkan dengan akibat tegasan
ekstensional.
Geologi Dasar | 63
BAB 3 Struktur Geologi
Anticline (antiforms), merupakan unsur struktur lipatan, dengan bentuk yang konvex ke
atas, sedangkan syncline (sinforms) adalah lipatan yang konkav ke atas.
Limb (sayap), adalah bagian dari lipatan yang terletak downdip, dimulai dari lengkungan
maksimum suatu anticline atau updip bila dari lengkung sayap yang curam pada bentuk
lipatan yang tidak simetri. Back Limb adalah sayap lipatan yang landai, Fore Limb adalah
sayap lipatan yang curam
Axial Line (garis poros), merupakan garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari
lengkungan maksimum pada tiap permukaan lapisan dari suatu struktur lipatan.
Kedudukan dari pada axial line dinyatakan dengan cara menyebutkan arahnya, atau
bearing dan besarnya plunge.
Axial Surface, permukaan khayal dimana terdapat semua axial line dari suatu lipatan.
Pada beberapa lipatan, permukaan ini dapat merupakan suatu bidang planar, dan
dinamakan axial plane.
Crestal Line (garis puncak), suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik tertinggi
pada setiap permukaan lapisan dari suatu antiklin.
Hinge adalah pelengkungan maksimum dari lipatan
Crest adalah puncak tertinggi dari lipatan
Trough adalah titik dasar terendah dari lipatan
Trough line adalah garis khayal yang menghubungkan titik terendah pada suatu sinklin
Plunge adalah sudut penunjaman dari axial line terhadap bidang horisontal dan diukur
pada bidang vertikal
Rake adalah sudut antara axial line/hinge dengan bidang/garis horizontal yang diukur
pada axial plane/surface
Bearing adalah sudut horizontal dihitung terhadap arah tertentu dan merupakan arah
penunjaman axial line
Geologi Dasar | 64
BAB 3 Struktur Geologi
Table 3.1.1 klasifikasi lipatan berdasarkan rapat sudut dihedralnya (after fleuty, 1964)
Geologi Dasar | 65
BAB 3 Struktur Geologi
Geologi Dasar | 66
BAB 3 Struktur Geologi
Rekonstruksi lipatan
1. Metode tangan bebas (free hand method), dipakai untuk lipatan pada batuan
yang incompetent, dimana terjadi penipisan dan penebalan yang tidak teratur.
Rekonstruksinya dengan mengikuti orientasi kemiringan.
2. Metode busur lingkaran (arc method), digunakan pada batuan yang competent,
misalnya pada lipatan yang parallel. Rekonstruksinya dapat dilakukan dengan
menghubungkan busur lingkaran secara langsung bila data yang ada hanya
kemiringan dan batas lapisan hanya setempat.
Geologi Dasar | 67
BAB 3 Struktur Geologi
SESAR/PATAHAN (FAULT)
Sistem tegasan yang bekerja pada suatu material/batuan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan atau deformasi. Apabila tegasan tersebut menyebabkan batuan pecah dan
pecahannya relatif saling bergerak maka bidang patahannya dinamakan sebagai struktur
patahan atau struktur sesar (“brittle failure”). Pada ujung atau tepi jalur patahan,
umumnya batuan terdeformasi berupa lipatan yang mencerminkan semi brittle/ductile.
Gerak suatu batuan akibat proses pensesaran terjadi disepanjang bidang sesarnya,
sedangkan arah geraknya dapat diketahui dari jejak-jejak pergeserannya berupa gores
garis (Slicken line), atau indikasi lainnya seperti drag fault dsb.
Secara garis besarnya, gerak sesar ini dibedakan menjadi gerak mendatar (strike slip),
gerak vertikal (dip slip) dan gerak miring (oblique slip). Strike slip terjadi apabila
Pembentukan masing-masing jenis gerak sesar ini dipengaruhi oleh sistem tegasan.
Geometri Sesar
Unsur-unsur geometri sesar penting dipelajari untuk mengetahui sifat gerak dari proses
pensesaran, disamping digunakan sebagai dasar dalam penamaan jenis sesar sesuai
dengan klasifikasi sesar yang ada.
Geologi Dasar | 68
BAB 3 Struktur Geologi
Untuk mempelajari sesar terlebih dahulu harus mengetahui unsur-unsur geometri dari
sesar itu sendiri. Beberapa unsur geometri sesar yang perlu diketahui, antara lain :
a. Fault surface (Bidang Sesar) adalah bidang pecah pada batuan yang disertai oleh
adanya pergeseran
b. Fault line (Garis Sesar) adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan bidang sesar
dengan permukaan bumi.
c. Fault trace adalah jejak sesar
d. Fault outcrop adalah singkapan sesar
e. Fault scarp adalah gawir sesar
f. Fault zone adalah zona sesar
g. Fault wall adalah dinding sesar
h. Hanging Wall adalah blok yang berada di atas bidang sesar
i. Foot Wall adalah blok yang berada di bawah bidang sesar
j. Hade adalah sudut lancip antara bidang sesar dengan bidang vertikal
k. Slip adalah pergeseran relatif antara dua titik yang sebelumnya saling berimpit.
l. Strike slip fault adalah pergeseran blok pada bidang sesar yang sejajar dengan jurus
bidang sesarnya.
m. Dip slip fault adalah pergeseran blok pada bidang sesar yang tegak lurus terhadap
jurus bidang sesarnya atau sejajar dengan arah kemiringan bidang sesarnya.
n. Heave adalah jarak pergeseran pada bidang horisontal
o. Throw adalah jarak pergeseran pada bidang vertikal
p. True displacement adalah arah dan besarnya jarak pergeseran blok yang sebenarnya
Geologi Dasar | 69
BAB 3 Struktur Geologi
q. Dip of fault adalah sudut yang dibentuk antara bidang sesar dengan bidang
horisontal
r. Strike of fault adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan bidang sesar dengan
bidang horisontal.
s. Sense of displacement adalah gerak relatif suatu blok terhadap blok yang berada di
hadapannya ( Untuk strike slip adalah sinistral atau dekstral, sedangkan untuk dip
slip adalah normal atau naik).
t. Separation atau pergeseran semu adalah jarak tegak lurus antara dua blok yang
bergeser dan diukur pada bidang sesar.
u. Strike separation adalah komponen separation yang diukur sejajar terhadap jurus
bidang sesar.
v. Dip separation adalah komponen separation yang diukur sejajar dengan kemiringan
bidang (dip) sesar.
w. Slicken side atau cermin sesar adalah bidang sesar yang permukaannya licin.
x. Slicken line atau gores garis adalah jejak pergeseran berupa garis-garis lurus
(kadang melengkung) yang disebabkan oleh gerusan antar blok yang saling
bergesekan.
y. Pitch adalah sudut lancip yang dibentuk antara gores garis dengan jurus bidang
sesar.
Anderson (1951), membuat klasifikasi sesar berdasarkan pada pola tegasan utama
sebagai penyebab terbentuknya sesar (Gambar 3.13). Berdasarkan pola tegasannya ada 3
(tiga) jenis sesar, yaitu sesar naik (thrust fault), sesar normal (normal fault) dan sesar
mendatar (wrench fault).
• Normal fault, jika tegasan utama atau tegasan maksimum (σ1) posisinya
vertikal.
• Wrench fault, jika tegasan menengah atau intermediate (σ2) posisinya vertikal.
• Thrust fault, jika tegasan minimum (σ3) posisinya vertikal.
Geologi Dasar | 70
BAB 3 Struktur Geologi
Gambar 3.1.13 arah tegasan yang bekerja pada patahan (Anderson, 1951)
Geologi Dasar | 71
BAB 3 Struktur Geologi
Geologi Dasar | 72
BAB 3 Struktur Geologi
Secara umum ada 3 (tiga) kelompok sesar utama, yaitu sesar naik, sesar normal dan sesar
mendatar. Sebenarnya ada satu jenis sesar lainnya, yaitu sesar miring (Oblique fault),
yang merupakan kombinasi dari beberapa jenis sesar.
Sesar naik atau Thrust fault, terjadi apabila hanging wall relatif bergerak naik terhadap
foot wall. Berdasarkan sistem tegasan pembentuk sesarnya, posisi tegasan utama dan
tegasan minimum adalah horizontal dan tegasan menengah adalah vertical
Sesar normal terjadi apabila Hanging wall relatif bergerak ke bawah terhadap foot wall.
Gerah sesar normal ini dapat murni tegak, atau disertai oleh gerak lateral (sinistral atau
dekstral). Berdasarkan sistem tegasanya, posisi tegasan utamanya adalah vertikal
sedangkan tegasan menengah dan minimum adalah lateral. Kedudukan tegasan utama
yang vertikal ini menyebabkan gaya gravitasi menjadi dominan, sehingga dan pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya amblasan yang lazim dikenal sebagai sesar
normal.
Sesar mendatar (Strike slip fault atau Transcurent fault atau Wrench fault) adalah sesar
yang pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan utama
pembentuk sesar ini adalah horizontal, sama dengan posisi tegasan minimumnya,
sedangkan posisi tegasan menengah adalah vertikal.
WARNING!!!
Geologi Dasar | 73
BAB 3 Struktur Geologi
KEKAR (JOINT)
Kekar merupakan struktur rekahan pada batuan dimana tidak ada atau sedikit sekali
mengalami pergeseran. Struktur kekar merupakan salah satu struktur geologi yang paling
mudah ditemukan hampir disemua batuan yang tersingkap di permukaan. Terbentuknya
struktur kekar ini dapat terjadi bersamaan dengan pembentukan batuannya atau sesudah
batuan terlitifikasi dan dapat terjadi setiap saat.
Walupun struktur kekar ini paling mudah diketemukan, namun merupakan bagian yang
tersulit dalam menganalisinya. Kesulitan utama dalam menganalisi struktur kekar ini,
antara lain :
- Dapat terbentuk kapan saja baik akibat tektonik maupun non- tektonik
- Sulit menentukan pergeseran relatif bidang kekar
- Sulit menentukan urutan pembentukan kekar yang saling berpotongan.
- Sulit menentukan jenis-jenis kekar di lapangan.
Tectonic Joint
Kekar akibat proses deformasi sangat berhubungan dengan gaya yang menyebabkannya,
yaitu tegasan dan keterakan (stress dan strain) dibagi menjadi tiga jenis, yakni:
a. Kekar gerus (shear joint/Compression joint), kekar yang terjadi akibat
tekanan/kompresi.
Ciri-ciri di lapangan :
- Mempunyai pola sejajar dengan arah yang jelas
- Bidang kekar rata dan lurus
- Rekahan tertutup
b. Kekar tegangan (tension joint), kekar yang terbentuk akibat tarikan. Disebut
juga extension fracture, tension gashes (terisi mineral)
Cirri-ciri di lapangan :
- Tidak mempunyai pola dan arah yang jelas
- Bidang kekar tidak rata
- Rekahan terbuka.
c. Kekar hybrid (hybrid Joint), merupakan campuran dari kedua kekar diatas,
dan umumnya terisi mineral sekunder.
Geologi Dasar | 74
BAB 3 Struktur Geologi
Geologi Dasar | 75
BAB 3 Struktur Geologi
1) Strike joint/longitudinal joint : jurus kekar dan jurus perlapisan saling sejajar.
2) Dip joint/transversal joint : jurus kekar sejajar dengan arah kemiringan lapisan batuan.
3) Diagonal/oblique joint : jurus kekar dan jurus perlapisan batuan saling memotong.
4) Bedding joint : bidang kekar dan bidang lapisan saling sejajar.
Nontectonic Joint
Columnar joint
Terjadi pada pembekuan magma, yaitu batuan beku membentuk seprti tiang atau pilar.
Sheeting joint (release joint)
Terjadi akibat hilangnya atau pengurangan tekanan saat batuan beku membeku, cirinya
yaitu berlembar.
Geologi Dasar | 76
BAB
FOSIL
PENGENALAN
Fosil adalah jejak atau sisa kehidupan (flora & fauna) masa lampau yang terawetkan dalam
lapisan kulit bumi, terjadi secara alami dan mempunyai umur geologi di atas 10.000 tahun
(kala Holosen). Diambil dari kata latin Fodere yang berarti menggali.
Cabang ilmu yang mempelajari kehidupan masa lampau disebut Paleontologi dan
Mikropaleontologi, yang diambil dari bahasa yunani kuno yaitu paleo: kuno, onthos:
kehidupan, dan logos: ilmu.
ASAL FOSIL
Seperti yang diketahui bahwa fosil merupakan sisa kehidupan masa lampau. Berdasarkan
pengertian tersebut, asal fosil dapat dibedakan menjadi 2:
1. Organisme itu sendiri
Tubuh flora atau fauna terawetkan secara utuh atau sebagian, dapat berupa rangka
binatang, daun tumbuhan purba, mammoth yang terbungkus oleh lapisan es,
serangga di dalam resin/getah, kayu yang terpretifikasi, dan lainnya. Disebut juga
dengan true fossil atau fosil asli.
2. Sisa-sisa aktifitas organisme
Aktifitas organisme seperti makan, berjalan, membangun sarang, metabolisme, dan
lainnya meninggalkan jejak-jeka yang terawetkan seperti cetakan kaki, kotoran,
sarang tempat tinggal dan lainnya. Disebut juga dengan trace fossil atau fosil jejak,
atau ichnofossil.
PROSES PEMFOSILAN
Proses pemfosilan atau Fosilisasi adalah semua proses yang melibatkan penimbunan hewan
atau tumbuhan dalam sedimen, yang terakumulasi & mengalami pengawetan seluruh maupun
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
sebagian tubuhnya serta pada jejak-jejaknya. Terdapat 3 syarat utama pembentukan fosil,
yaitu:
1. Organisme atau sisa kehidupannya harus tertutup dengan segera oleh sedimen,
sehingga terhindar dari oksigen.
2. Organisme atau sisa kehidupannya harus berada pada kondisi dimana tidak
terdapat bakteri pembusuk.
3. Memiliki rangka yang kuat atau keras, berbahan dasar carbon, silika, aragonit,
khitin, dll.
Selain 3 syarat utama tadi, banyak juga faktor lain yang mempengaruhi proses pembentukan
fosil antara lain:
- Lingkungan atau lokasi pengawetan fosil dan keadaan lapisan sedimen yang
membungkus fosil itu sendiri, contohnya seperti kasar atau halusnya butiran
sedimen penutup.
- Organisme yang mati tidak boleh terkena proses perusak seperti oksidasi-reduksi,
pembusukan, dan proses penghancuran kimia, fisika serta biologi lainnya seperti
pelapukan, metamorfosa, pelarutan dan lainnya baik sebelum ataupun setelah
terfosilkan.
- Organisme yang mati tidak menjadi mangsa organisme yang hidup.
Geologi Dasar | 78
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Geologi Dasar | 79
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
a. Fosil termineralisasi
- Histometabasis
Adalah fosil yang terbentuk akibat proses penggantian sebagian atau
seluruh tubuh tumbuhan purba dengan mineral lain dimana fosil
tersebut terendapkan.
- Fosil Permineralisasi
Adalah fosil akibat proses histometabasis pada binatang
- Fosil Replacement/mineralisasi/petrifikasi
Fosil terbentuk dari proses penggantian mineral pada seluruh bagian
tubuh organisme dengan mineral lain
- Fosil Destilasi
Adalah fosil yang terbentuk akibat proses dimana gas di dalam
organisme menguap dan meninggalkan zat organiknya dikarenakan
penimbunan dan panas
- Fosil Kompresi
Adalah fosil yang terbentuk dengan proses dimana air dan gas yang
terkandung di dalam organisme tertekan keluar akibat pembebanan oleh
sedimen yang menimbunnya dan meninggalkan zat-zat carbonnya
Geologi Dasar | 80
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
- Fosil Mumifikasi
Adalah fosil yang terbentuk pada daerah dengan udara yang sangat
kering (contoh: gurun) sehingga organisme yang mati cepat menjadi
kering dan terfosilkan dalam bentuk mumi
- Fosil Pembekuan
Fosil yang terbentuk akibat pembungkusan oleh lapisan es. Biasanya
fosil terdapat dalam bentuk organisme utuh.
a. Reworked fossil : fosil tua, di lingkungan fosil berumur lebih muda. Misalnya
akibat galian binatang di dalam tanah.
b. Introduced/Infiltrated fossil : fosil muda, di lingkungan fosil berumur tua.
Misalnya akibat tertransport oleh fluida permukaan ke dalam pori lapisan batuan
lebih tua di bawahnya.
BENTUK FOSIL
b. Fragmen, fosilnya berupa bagian-bagian tubuh dari organisme seperti gigi, stem
tumbuhan.
c. Jejak : (diktat)
- Impresi, seperti : Internal Mould/tuangan
External Mould/tapak
Cast/cetakan
- Coprolith/excretio
- Gastrolit
- Trail
- Burrow
- Borring
d. Pseudofossil
Geologi Dasar | 81
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
KETERDAPATAN FOSSIL
KLASIFIKASI
Klasifikasi diartikan sebagai suatu aturan yang mengelompokkan benda-benda dalam kategori
masing-masing. Maksud dari klasifikasi adalah penyederhanaan. Dalam hal klasifikasi
organisma, hal-hal yang diperhatikan adalah hubungan genetika antara yang satu dengan yang
lainnya melalui taraf-taraf evolusi.
Terdapat dua macam istilah klasifikasi organisma, yaitu :
- Natural classification, adalah suatu penggolongan organisma berdasarkan
pada jenis lingkungan yang ditempatinya, misalnya : lingkungan sungai,
laut, rawa dll.
- Artificial classification, adalah suatu penggolongan organisma berdasarkan
sifat-sifatnya (characters), seperti habitat, ukuran, penyebaran kedalaman
dan geografi.
Henry Wood, pada tahun 1958 telah membahas secara praktis mengenai 9 phyla dalam
klasifikasi hewan. Ke 9 phyla tersebut adalah :
Taksonomi fosil :
Dalam pembahasa paleontologi, biasanya klasifikasi dimulai dari Phylum hingga species
Geologi Dasar | 82
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Nomenklatur
Organisma yang hidup atau pernah hidup (sudah menjadi fosil) pasti mempunyai nama. Nama
organisma tersebutumumnya menggunakan Bahasa Latin. Bahas latin pada umumnya
merupakan bahasa yang sudah dipakai dalam hal-hal ilmiah (pada saat itu) dan bahasa ini
digolongkan sebagai bahasa mati, bahasa yang tidak akan mengalami perubahan.
Seorang ahli bangsa Swedia, Carl Von Linne (1707-1778), telah memperkenakan sistem
Binominal Nomenclature atau sistem penamaan binominal pada organisma. Binominal
nomenclatur menggunakan 2 nama pada setiap organisma, dengan pembagian :
1) Nama Pertama adalah Nama Genus, huruf pertama huruf besar, contoh : Globigerinoides.
2) Nama kedua adalah nama Species, huruf pertama huruf kecil, contoh : immaturus.
KEGUNAAN FOSIL
Geologi Dasar | 83
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
STRATIGRAFI
Pengertian Stratigrafi
Stratigrafi dalam arti sempit merupakan ilmu yang mempelajari perlapisan atau urut-
urutan batuan berdasarkan karakteristik batuan yang membedakan waktu pengendapan yang
berbeda. Sedangkan dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari lapisan – lapisan batuan
serta hubungannya satu dengan yang lain (umur, hubungan lateral/vertikal, ketebalan,
penyebaran serta terjadinya) dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan sejarah bumi dan
pengetahuan lainnya dari lapisan batuan yang mempunyai arti ekonomis (misal minyak bumi)
ataupun tidak.
Selain itu stratigrafi terkait dengan hubungan antar perlapisan batuan, succession of
beds, korelasi perlapisan suatu daerah bahkan perlapisan dalam cakupan yang lebih luas
seperti antar benua dan penyusunan urutan lapisan-lapisan dalam kolom geologi.
Pengertian mengenai prinsip dan terminologi dalam stratigrafi sangatlah penting dalam
studi geologi secara keseluruhan, karena stratigrafi menyediakan kerangka yang sistematik
dalam pembelajaran geologi khususnya studi sedimentologi. Stratigrafi dapat menjadi alat
bantu geologist dalam merangkum komposisi sedimen, tekstur, struktur, dan kenampakan
lainnya dalam suatu pemahaman, untuk kemudian dapat diinterpretasikan kedalam aspek-
aspek yang lebih luas. Seperti studi sejarah bumi, pencarian minyak dan gas, mineral tambang
dsb.
Selain itu stratigrafi penting dalam studi rekonstruksi lempeng (plate tectonics), dan
penjelasan tentang sejarah pergerakan kerak benua dan samudera, pergerakan batas garis
pantai (transgresi dan regresi).
Geologi Dasar | 84
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
a) Litostratigrafi
Berhubungan dengan litologi atau ciri fisik dari suatu lapisan dan hubungan
satuan-satuan stratigrafinya berdasarkan karakteristik litologi.
b) Kronostratigrafi
Berhubungan dengan umur lapisan batuan dan hubungan waktunya.
c) Biostratigrafi
Merupakan studi tentang batuan berdasarkan kandungan fosilnya.
Kemudian masih pada 1960an, pendekatan klasik terhadap stratigrafi diperbaharui oleh
Weller dengan bukunya ”Stratigraphic Principle and Practice”. Prinsip-prinsip yang ia
kembangkan merupakan tulang punggung dari stratigrafi sekarang ini. Kita harus mengerti
hubungan antara stratigrafi dengan sistem pengendapan serta hubungan antara aplikasi
stratigrafi dengan prinsip sedimentologi untuk menginterpretasikan lapisan dalam konteks
lempeng tektonik global.
Pada 1970an, berkembang konsep urut-urutan pengendapan, yang membahas paket lapisan
yang dibatasi oleh ketidakselarasan, yang kemudian berkembang menjadi disiplin ilmu
sekuen stratigrafi.
Selain itu ada pula perkembangan dari stratigrafi yang memberikan kontribusi penting dalam
pembelajaran hubungan fisik stratigrafi, umur, dan lingkungan dari lapisan dibawah
permukaan serta sedimen di samudera, yaitu magnetostratigrafi, yang berhubungan dengan
ciri fisik magnet dari suatu batuan sedimen dan batuan vulkanik yang berlapis, dan seismik
stratigrafi, yang merupakan studi stratigrafi dan fasies pengendapan berdasarkan interpretasi
data seismik.
"...pada waktu suatu lapisan terbentuk (saat terjadinya pengendapan), semua masa yang
berada diatasnya adalah fluida, maka, pada saat suatu lapisan yang lebih dulu terbentuk,
tidak ada keterdapatan lapisan diatasnya." Steno, 1669.
"Lapisan baik yang berposisi tegak lurus maupun miring terhadap horizon, pada
awalnya pararel terhadap horizon." Steno, 1669.
Geologi Dasar | 86
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
B
A
• Lateral Continuity
Suatu lapisan dapat diasumsikan terendapkan secara lateral dan berkelanjutan jauh
sebelum akhirnya terbentuk sekarang.
"Material yang membentuk suatu perlapisan terbentuk secara menerus pada permukaan
bumi walaupun beberapa material yang padat langsung berhenti pada saat mengalami
transportasi." Steno, 1669
C C
B B
A A
Geologi Dasar | 87
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
"Jika suatu tubuh atau diskontinuitas memotong perlapisan, tubuh tersebut pasti terbentuk
setelah perlapisan tersebut terbentuk." Steno, 1669.
(a) (b)
Gambar 4.2.4 Principle of Cross Cutting Relationship: (a) intrusi lebih muda dari batuan yang
dipotongnya; (b) sesar lebih muda dari batuan yang dipotongnya
William Smith (1769-1839) seorang peneliti dari Inggris. Smith adalah insinyur yang bekerja
disebuah bendungan, ia mengemukakan Teori biostratigrafi dan korelasi stratigrafi. Smith
mengungkapkan dengan menganalisa keterdapatan fosil dalam suatu batuan, maka suatu
lapisan yang satu dapat dikorelasikan dengan lapisan yang lain, yang merupakan satu
perlapisan. Dengan korelasi stratigrafi maka dapat diketahui sejarah geologinya pula.
Dalam studi hubungan fosil antar perlapisan batuan, ia pun menyimpulkan suatu hukum yaitu
“Law of Faunal Succession”, pernyataan umum yang menerangkan bahwa fosil suatu
organisme terdapat dalam data rekaman stratigrafi dan dapat digunakan sebagai petunjuk
untuk mengetahui sejarah geologi yang pernah dilauinya. Jasanya sebagai pencetus
biostratigrafi membuat ia dikenal dengan sebuatan “Bapak Stratigrafi”.
Ahli Stratigrafi lain seperti D’Orbigny dan Albert Oppel juga berperan besar dalam
perkembangan ilmu stratigrafi. D’Orbigny mengemukakan suatu perlapisan secara sistematis
mengikuti yang lainnya yang memiliki karakteristik fosil yang sama. Sedangkan Oppel
berjasa dalam mencetuskan konsep “Biozone”. Biozone adalah satu unit skala kecil yang
mengandung semua lapisan yang diendapkan selama eksistensi/keberadaan fosil organisme
tertentu. Kedua orang inilah yang juga mencetuskan pembuatan standar kolom stratigrafi.
Geologi Dasar | 88
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Unsur-Unsur Stratigrafi
Perlapisan merupakan sifat dari batuan sedimen yang memperlihatkan bidang-bidang yang
sejajar yang diakibatkan oleh proses sedimentasi.
Bidang perlapisan adalah bidang yang merupakan perlapisan dan dapat diwujudkan berupa
amparan dari suatu mineral tertentu/besar butir, atau bidang sentuh (batas) yang tajam antara
dua jenis litologi yang berbeda)
Bidang perlapisan merupakan hasil dari suatu proses sedimentasi yang berupa:
• Berhentinya suatu pengendapan sedimen dan kemudian dilanjutkan oleh
pengendapan sedimen yang lain.
• Perubahan warna material batuan yang diendapkan.
• Perubahan tekstur batuan (misalnya perubahan ukuran dan bentuk butir).
• Perubahan struktur sedimen dari satu lapisan ke lapisan lainnya.
• Perubahan kandungan material dalam tiap lapisan (komposisi mineral, kandungan
fosil, dll).
Geologi Dasar | 89
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Litostratigrafi
Litostratigrafi berhubungan dengan studi dan susunan lapisan berdasarkan karakteristik
litologi. Terminologi litologi digunakan oleh banyak geologist dengan dua macam cara, antara
lain :
a) Litologi, merupakan pembelajaran dan deskripsi dari karakteristik fisik dari batuan
khususnya pada batuan sampel dan di singkapan (Bates dan Jackson, 1980).
b) Litologi, merupakan karakteristik fisik seperti : tipe batuan, warna, komposisi
mineral, dan ukuran butir.
Geologi Dasar | 90
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Berdasarkan hal tersebut kita dapat mendefinisikan satuan litologi sebagai satuan
batuan yang didasarkan dengan karakteristik fisik sedangkan litostratigrafi berkaitan dengan
studi mengenai hubungan stratigrafi antara lapisan yang dapat diidentifikasi berdasarkan
litologi.
Geologi Dasar | 91
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Kontak Stratigrafi
Satuan-satuan litologi yang berbeda terpisahkan satu sama lainnya oleh kontak, yang
permukaannya dapat berupa bidang datar atau tidak beraturan (ireguler) diantara tipe batuan
yang berbeda.
Lapisan yang berurutan secara vertikal dapat dikatakan selaras atau tidak selaras tergantung
dari kemenerusan pengendapan.
Lapisan yang memiliki kontak selaras dicirikan dengan susunan pengendapan yang tidak
rusak (menerus), umumnya terendapkan secara pararel.
Permukaan yang memisahkan lapisan yang selaras ini disebut keselarasan (conformity), yang
merupakan suatu permukaan yang memisahkan lapisan yang lebih muda dengan lapisan
batuan yang lebih tua namun disepanjang bidangnya tidak terdapat bukti dari periode non
deposisi. Karena kontak yang selaras mengindikasikan tidak ada jeda pengendapan yang
signifikan atau hiatus.
Hiatus merupakan jeda atau pemotongan kontinuitas dari pengendapan pada suatu rekaman
waktu geologi. Hiatus mewakili periode waktu geologi dimana tidak terdapat sedimen atau
lapisan yang terbentuk.
Sementara kontak antara lapisan yang tidak menerus dengan lapisan dibawahnya pada rentang
waktu tertentu, atau tidak sesuai kemenerusannya sebagai satu bagian, disebut tidakselaras.
Suatu ketidakselarasan meripakan permukaan yang terbentuk sebagai hasil erosi atau
nondeposisi, yang memisahkan lapisan yang lebih muda dengan lapisan yang lebih tua, yang
mewakili adanya hiatus. Ketidakselarasan menunjukkan sedikitnya kontinuitas dari
pengendapan dan berkaitan dengan periode nondeposisi, pelapukan atau erosi, baik secara
subaerial maupun subakueous.
Selain terdapat secara vertikal, kontak juga terdapat secara lateral pada satuan litostratigrafi
yang saling berbatasan. Kontak ini terbentuk antara satuan batuan dari umur yang sama dan
Geologi Dasar | 92
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
terdiri dari litologi yang berbeda serta menunjukkan kondisi lingkungan pengendapan yang
berbeda. Selain itu ada pula kontak secara lateral yang disebabkan oleh patahan setelah
terjadinya pengendapan. Kontak antara tubuh yang berbatasan secara lateral dapat bergradasi,
melidah (intertonguing) ; pinching atau wedging.
1. Kontak Selaras
Kontak antara lapisan yang selaras dapat berupa :
a) Kontak Tegas, merupakan hasil dari perubahan yang jelas dan tiba-tiba dari
litologi yang berbeda. Umumnya terjadi pada pengendapan bidang perlapisan
primer yang terbentuk sebagai hasil dari perubahan kondisi pengendapan lokal.
Kontak tegas juga dapat disebabkan oleh alterasi kimia setelah pengendapan yang
mengakibatkan perubahan warna dikarenakan proses oksidasi dan reduksi dari
mineral yang mengandung besi, serta perubahan ukuran butir disebabkan oleh
rekristalisasi atau dolomitisasi atau perubahan yang diakibatkan sementasi oleh
mineral silika atau karbonat.
b) Kontak Gradasional, disebut kontak gradasional jika perubahan dari satu litologi
ke yang lain memiliki tanda yang kurang jelas dibanding kontak tegas. Kontak
gradasional dapat terbagi lagi menjadi beberapa tipe :
1. Kontak Progresif, terjadi ketika satu litologi bergradasi dengan litologi
lainnya secara progresif, kurang lebihnya bergradasi secara seragam
pada ukuran butir, komposisi mineral, atau karakteristik fisika.
Contohnya : Batupasir secara progresif bergradasi menjadi
batulempung kearah atas atau batupasir kuarsa berubah menjadi
batupasir arenit secara progresif kearah atas.
2. Kontak Interkalatif, merupakan kontak gradasional yang terjadi
karena bertambahnya perselingan antara beberapa litologi.
2. Kontak Tidak Selaras
Terdapat empat tipe dari kontak tidak selaras yang dapat dikenali, antara lain :
a) Angular Unconformity c) Paraconformity
b) Disconformity d) Nonconformity
Geologi Dasar | 93
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
50 Ma
50 Ma 100 Ma
100 Ma
50 Ma
50 Ma
100 Ma
100 Ma
Disconformity Nonconformity
a) Angular Unconformity
Merupakan suatu tipe ketidakselarasan dimana sedimen yang lebih muda terendapkan
diatas permukaan erosi dari batuan yang lebih tua dimana sebelumnya batuan tersebut
mengalami pengangkatan atau perlipatan, maka, batuan yang lebih tua tersebut memiliki dip
yang berbeda, umumnya lebih curam, membentuk sudut dengan batuan yang lebih muda.
b) Disconformity
Geologi Dasar | 94
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Kenampakannya berupa suatu permukaan ketidakselarasan atas dan bawah dari bidang
perlapisan yang secara umum pararel dan kontak antara lapisan yang lebih tua dan mudanya
ditandai oleh permukaan erosional yang jelas, ireguler, atau tidak lazim.
c) Paraconformity
Merupakan ketidakselarasan yang tidak tampak dengan jelas, karena dicirikan oleh
lapisan atas dan bawah bidang ketidakselarasan yang pararel dan tidak terdapat permukaan
erosional atau bukti fisik lainnya dari suatu ketidakselarasan yang jelas. Paraconformity tidak
dapat dengan mudah dikenali dan harus diidentifikasi berdasarkan jeda antara rekaman batuan
(disebabkan periode nondeposisi atau erosi). Ditentukan dari bukti paleontologi seperti
keterdapatan suatu zona fauna atau perubahan fauna yang jelas tampak.
d) Nonconformity
Nonconformity terbentuk antara batuan sedimen dan batuan beku yang berumur lebih
tua atau batuan metamorf yang masif, yang telah terekspos, tererosi, sampai akhirnya
tertimbun oleh sedimen.
Geologi Dasar | 95
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
3. Kontak Lateral
Satuan stratigrafi juga memiliki batas lateral yang jelas. Batasan tersebut tidaklah selalu
terbentang secara lateral dan planar tapi dapat pula berterminasi (menunjukkan pola-pola
tertentu), baik secara jelas sebagai hasil dari erosi atau bergradasi oleh perubahan litologi yang
berbeda. Macam-macam kontak lateral antara lain :
a. Pinch Out
Perubahan litologi secara lateral yang dicirikan oleh penipisan litologi tertentu secara
progresif sampai akhirnya hilang dan berganti menjadi litologi lainnya.
b. Intertonguing
Pemisahan lateral dari satuan litologi pada banyak satuan-satuan stratigrafi yang tipis
dan menjorok kedalam litologi lainnya secara tidak beraturan.
c. Gradasi Lateral Progresif
Sama dengan gradasi vertikal progresif pada kontak vertikal.
Geologi Dasar | 96
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Kejadian-kejadian tersebut digambarkan dalam terminologi waktu dan penentuan waktu yang
berjalan pada setiap material geologi, sehingga kedua penjelasan diatas saling berhubungan.
Namun dari pandangan keilmuan yang objektif kedua konsep tersebut tetap terpisah dan
sangat penting keberadaannya.
Waktu Geologi
Alur waktu sejak terbentuknya bumi terbagi menjadi satuan-satuan geokronologi, yang
merupakan pembagian waktu dalam tahun atau dalam penamaan tertentu yang
merepresentasikan waktu tertentu.
Hirarki dari waktu geologi telah ditetapkan, berikut dari periode terpanjang sampai
terpendek :
Eon
Merupakan periode waktu terpanjang, terbagi menjadi 3 eon : Arkeozoikum,
Proterozoikum dan Fanerozoikum
Era
Eon terbagi lagi menjadi beberapa era, Fanerozoikum terbagi menjadi
Paleozoikum, Mesozoikum, dan Kenozoikum
Period
Merupakan bagian dari era, contohnya Mesozoikum terbagi menjadi Triasik, Jura,
Kapur
Epoch
Pembagian selanjutnya dari periode contohnya ; Awal Kapur, Pertengahan Kapur
dan Akhir Kapur
Age
Merupakan pembagian akhir yang hanya terdiri dari rentang beberapa juta tahun.
Geologi Dasar | 97
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Lithostratigraphy
Melengkapi pembahasan tentang litostratigrafi sebelumnya, bahwa satuan
litostratigrafi dapat didefinisikan sebagai suatu tubuh batuan yang dapat dibedakan
berdasarkan karakteristik litologi dan posisi stratigrafi relatif terhadap tubuh
batuan lainnya.
Chronostratigraphy
Merupakan suatu tubuh batuan yang batas atas dan bawahnya memiliki permukaan
yang isokron (memiliki kesamaan waktu). Suatu permukaan yang isokron
terbentuk pada waktu yang sama dimanapun.
Satuan kronostratigrafi dibedakan dengan menentukan umur-umur dari batuan-
batuan yang ada baik langsung melalui perhitungan isotop atau dengan kalibrasi
informasi biostratigrafi. Satuan kronostratigrafi merupakan kesatuan fisik
bukanlah konsep abstrak, yang memiliki persamaan langsung dengan satuan waktu
geologi.
Geologi Dasar | 98
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Geologi Dasar | 99
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Umur Geologi
Mengenai waktu geologi ini kita dapat meninjaunya dari 2 segi:
1. Waktu Kualitatif
2. Waktu Kuantitatif.
Yang pertama menyatakan apakah suatu kejadian berlangsung sebelum atau sesudah kejadian
lainnya dengan tidak memperhitungkan jumlah tahun, sedangkan yang kedua menyatakan
berapa tahun yang lalu suatu gejala geologi telah berlangsung.
• Waktu Kualitatif
Waktu relatif ditentukan berdasarkan kedudukan relatif daripada batuan sedimen. Tiap
lapisan sedimen mewakili waktu pengendapannya, jadi bila kita dapat menyusun urut-
urutan daripada batuan sedimen itu dengan benar, maka kita mempunyai pula urut-urutan
waktu yang sesungguhnya. Untuk menyusunnya, kita harus mengetahui mana yang lebih
dulu dan bagian mana yang diendapkan kemudian. Hal ini dapat dibantu dengan
menggunakan “Hukum Superposisi”. Cara lain penyusunan lapisan-lapisan batuan yang
terpencar adalah dengan melakukan apa yang dinamakan dengan “Korelasi”
Ada dua macam korelasi yang dapat ditempuh:
1. Berdasarkan sifat fisik dari batuan sedimen tersebut.
2. Berdasarkan fosil.
• Waktu Kuantitatif
Untuk mengetahui berapa tahun Dunia umurnya? Sangatlah susah ditentukan, karena
tidak ada orang yang menghitungnya. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah
dengan mempelajari disintegrasi dari mineral-mineral radioaktif
Prinsipnya adalah:
Inti dari beberapa unsur secara spontan akan pecah dengan menghasilkan unsur baru
238
(proses Radio-Aktipitet). Sebagai contoh unsur Uranium 92U akan menghasilkan He
206
dan 82Pb dalam disintegrasinya. Kita juga mengetahui lamanya suatu unsur untuk
berdisintegrasi hal ini bersifat konstan artinya tidak berdasarkan kondisi kimia dan fisika.
Geologi Dasar |
100
BAB 4 Fosil dan Stratigrafi
Geologi Dasar |
101
BAB
“Membaca, setelah beberapa waktu, menggelapkan pikiran terlalu jauh dari pencarian kreatif nya. Seseorang yang
membaca terlalu banyak dan menggunakan otaknya terlalu sedikit akan menjadi kebiasaan malas untuk berpikir.”
Albert Einstein.
PETA
A. PETA TOPOGRAFI
Peta adalah gambaran seluruh atau sebagian permukaan bumi yang diproyeksikan dalam
2 dimensi pada bidang datar dengan metode dan perbandingan tertentu.
Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk/roman muka bumi, yang meliputi
perbedaan tinggi/relief, sungai, danau, vegetasi, dan hasil kebudayaan manusia. Peta
topografi yang biasa digunakan adalah dengan skala 1:50.000; 1:25.000; 1:12.500; dan
1:5.000 (biasanya peta topografi wilayah kota).
1. Untuk mengetahui keadaan medan/daerah yang akan kita kunjungi, mengetahui letak
desa, jalan raya, sungai, daerah rendah, daerah per-bukitan, bagian lereng yang
curam, dan landai.
2. Untuk mengetahui dan menentukan posisi kita (orientasi medan) pada daerah yang
kita kunjungi sehingga terhindar dari bahaya tersesat.
3. Dalam bidang militer digunakan untuk strategi militer, seperti pemilih-an posisi
yang strategis untuk pertahanan, penyerangan , tempat logistik, dll.
4. Sebagai peta dasar (basemap) untuk pembuatan peta khusus, misal-nya peta geologi,
peta tataguna lahan, dll.
Jenis peta topografi
Peta topografi terbagi menjadi 2 jenis (dengan titik acuan titik 0 mdpl/di atas permukaan
laut), yaitu:
BAB 5 Peta, Peralatan Geologi dan Pemetaan Geologi
1. Peta permukaan (surface map), adalah peta yang menggambarkan roman muka
bumi di atas permukaan air laut (bernilai positif).
2. Peta bawah permukaan (subsurface map), adalah peta yang menggambarkan
roman muka bumi di bawah permukaan air laut atau di bawah permukaan bumi
(bernilai negatif).
Peta topografi Indoneia
1. Peta topografi lama (periode zaman penjajahan Belanda), yaitu peta yang
diterbitkan sebelum perang dunia kedua oleh Belanda dan ditangani oleh
Nederland Indische Topografische Dienst. Peta ini menggunakan Bahasa
Belanda. Peta aslinya menggunakan warna hitam.
2. Peta topografi peralihan yang diterbitkan oleh tentara sekutu (U.S. Army), peta
ini dibuat pada saat perang dunia kedua yang berupa cetakan ulang dari peta
lama (buatan Belanda). Peta ini menggunakan Bahasa Inggris dan Belanda.
Peta aslinya menggunakan warna merah.
3. Peta topografi baru yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Peta ini diterbit-kan oleh instansi sipil yang
khusus menangani survei dan pemetaan di Indonesia. Peta ini menggunakan
Bahasa Indonesia. Peta aslinya menggunakan warna biru (peta asli).
Ketiga peta tersebut masih memiliki persamaan, yaitu: luas daerahnya sa-ma, proyeksi
yang digunakan adalah sama, dan batas kiri dan kanan tiap sheet adalah meridian
(arahnya ke kutub)
1. Judul peta dan nomor lembar peta (registrasi peta). Judul peta, misalnya: lembar
Sukabumi, Singaparna, dll.
2. Roman muka
a) Relief, yaitu perbedaan puncak ketinggian dengan bukit atau lem-bah.
b) Drainase, yaitu segala bentuk permukaan yang berkaitan dengan air, misalnya:
sungai, danau, mata air, irigasi, dll.
c) Kultur, yaitu seluruh hasil kebudayaan manusia, misalnya: perkampungan,
jalan raya, jalan kereta api, kota, dll.
3. Skala jarak horizontal, Yaitu perbandingan jarak horizontal antara jarak pada peta
dengan ja-rak sebenarnya di lapangan, misalnya: skala 1:50.000, berarti jarak 1cm
di peta sama dengan jarak 50.000cm atau 500m di lapangan.
Jenis-jenis penulisan skala di peta: a)
Skala fraksi, contoh: 1:50.000 b)
Skala verbal, contoh: 1cm=50km
c) Skala grafis
Kerugian skala fraksi apabila mengalami pembesaran atau pengecilan skala, maka skala
utama tidak digunakan lagi, misalnya: peta berska-la 1:50.000 diperbesar menjadi
1:25.000, maka skala 1:50.000 tidak dapat digunakan lagi.
Keuntungan skala grafis skala masih tetap dapat digunakan meskipun mengalami
perbesaran atau pengecilan skala.
Keterangan:
- True North menunjukan utara kutub yang sesuai dengan sumbu bumi.
- Grid North adalah hasil proyeksi dari garis lintang dan garis bujur bumi.
- Magnetic North menunjukan utara magnetis, pada Jazirah Boothia, Kanada Utara
(arahnya tidak tetap).
- Deklinasi magnetik adalah sudut yang dibentuk oleh True North dan Magnetic North
(TN dan MN).
- Deklinasi peta adalah sudut yang dibentuk oleh Grid North dan True North (GN dan
TN).
- Deklinasi sebenarnya adalah sudut yang dibentuk oleh Grid North dan Magnetic North
(GN dan MN).
Untuk Indonesia, biasanya deklinasi peta diabaikan karena sudutnya kecil, tetapi untuk
deklinasi magnetik bergerak menjauhi deklinasi sebenarnya sebesar 2' per tahun.
a) Titik-titik dalam satu garis kontur mempunyai ketinggian yang sama di atas
permukaan laut.
a) Garis-garis kontur tidak mungkin berpotongan satu sama lain, kecuali pada
vertical cliff dan over hanging cliff (jarang/hampir tidak ada).
b) Garis-garis kontur tidak mungkin bercabang.
Setiap garis kontur merupakan suatu kurva tertutup.
f) Suatu garis kontur tidak akan bertemu dengan garis kontur yang lain dan
memisahkan semua titik yang lebih tinggi dari semua titik dari ketinggian yang
lebih rendah.
g) Garis kontur yang melingkar/menutup dalam batas peta menunjukan suatu
bukit.
h) Garis kontur lembah biasanya berbentuk V, dengan ujung V mengarah ke hulu.
i) Garis kontur bukit biasanya berbentuk U, dengan busur U mengarah ke hilir
(kaki bukit).
j) Garis kontur yang bergerigi menunjukan suatu depresi (daerah yang rendah).
Gerigi atau garis-garis pendek menunjukan arah depresi tersebut.
Bagian-bagian kontur
A. Analisis umum.
1. Pengukuran
Keterangan:
h = jarak horizontal
Profil topografi ini berguna untuk mengetahui kondisi medan yang a-kan ditempuh
(lintasan yang berdekatan), dan dapat digunakan pula untuk membuat suatu profil geologi
untuk menggambarkan perkiraan kondisi geologi bawah permukaan (struktur geologi,
hubungan strati-grafi, dan lain-lain).
B. Analisis Geologi
Berikut ini akan dijelaskan salah satu elemen panting dalam peta topografi yang berperan
besar dalam menentukan jenis litologi tertentu dan struktur yang berkembang, yaitu pola
pengaliran dasar.
dewasa yang sudah terpotong atau terkikis dimana disusun oleh perselingan
batuan keras dan lunak. Juga berupa cekung-an dan kemungkinan stocks.
g) Multi-basinal, endapan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan
perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah gerakan
tanah, vulkanisme, pelarutan gamping serta lelehan salju atau permafrost.
h) Contorted, terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang
menunjukan daerah yang relatif keras batuannya. Anak sungai yang lebih
panjang ke arah lengkungan subsekuen, umumnya menunjukkan kemiringan
lapisan batuan metamorf dan merupakan pembeda antara penunjaman antiklin
dan sinklin.
Lembah dengan bentuk ‘V’ menandakan sungai tersebut merupakan sungai peringkat
muda, dimana lereng berbentuk lurus atau cembung dan erosi vertikal dasar lembah lebih
intensif.
Lembah bentuk ‘U’ menandakan sungai tersebut merupakan sungai peringkat dewasa
dimana lereng berbentuk cekung dan erosi lateral dinding lembah lebih intensif.
Selanjutnya, sungai peringkat tua biasanya berada pada wilayah pedataran membentuk
sungai meandering (berkelok-kelok) atau menganyam (braided-stream) dan pada sungai
peringkat ini proses pengendapan akan lebih banyak berperan dibanding proses erosinya.
B. PETA GEOLOGI
Peta geologi adalah suatu bentuk informasi geologi yang khusus menyaji-kan penyebaran
batuan (jenis litologi atau unit satuan stratigrafi baik itu batuan beku, batuan sedimen,
ataupun batuan metamorf dan juga hubu-ngan stratigrafi (kontak antara batuan serta
struktur geologi suatu daerah, yang diwakili oleh warna dan simbol geologi tertentu.
Penarikan batas peta berdasarkan suatu asumsi, bahwa setiap jenis batuan adalah bidang
yang rata.
Rangkaian penelitian dan pembuatan peta geologi suatu daerah atau lebih dikenal dengan
pemetaan geologi, meliputi:
- Studi literatur
- Studi topografi
- Studi analisis citra penginderaan jauh (remote sensing), meliputi: Analisis foto
udara dan analisis citra Landsat
- Penelitian lapangan yang meliputi:
a) Pencatatan data/perekaman gejala geologi
b) Pengambilan contoh batuan
- Analisis struktur geologi dan studio
- Penyusunan laporan
Penelitian di lapangan dilakukan dengan metode deduksi dan induksi, di-mana setiap data
sangat bermanfaat dalam mensintesiskan kondisi geologi suatu daerah. Dalam melakukan
pemetaan geologi, kita mencari setiap singkapan batuan (sedimen, beku, metamorf),
mengamati jenis litologi-nya, geometri, posisi, dan hubungannya satu sama lain, dan
mengamati kemungkinan adanya gejala/jejak struktur pada singkapan batuan terse-but.
Singkapan (outcrops)
Didefinisikan sebagai suatu lokasi dan perpotongan batuan sedimen, beku, dan metamorf
dengan permukaan bumi. Berdasarkan singkapan-singkap-an tersebut, akan didapatkan
analisis dan diinterpretasikan dan akhirnya disimpulkan dalam bentuk peta geologi.
Pada pemetaan kita tidak perlu melakukan pengkajian setiap jengkal muka bumi, tetapi
kita hanya mengamati titik-titik/lokasi yang dapat mewakili suatu daerah terbatas yang
merupakan dasar dari pemecahan/solusi pe-metaan geologi. Solusi dalam pemetaan
geologi dibutuhkan pemahaman tentang hukum-hukum dasar geologi dan geometri yang
menyangkut ruang dan waktu. Pola geometri singkapan dikontrol oleh proses geologi dan
bentuk-bentuk geometri menyangkut pola dimensi ruang yang dikontrol oleh waktu
geologi.
1. Ilmiah
2. Pertambangan
3. Pertanian
4. Lingkungan
5. Perminyakan, dll
Hal ini menjadikan bermacam-macam peta geologi, walaupun secara prin-sip sama,
misalnya pada ‘Peta Geologi Teknik’ selain dicantumkan jenis batuan juga dibedakan
hasil pelapukan (soil), tanah timbunan, juga sifat-sifat teknis batuan, muka air tanah,
kedalaman batuan dasar, dsb.
Pembuatan peta geologi didasarkan pada anggapan bahwa batas antara setiap satuan
batuan dianggap sebagai suatu bidang yang rata/datar, misalkan:
a) Pada batuan sedimen, batasan tersebut merupakan bidang hilang perlapisan
yang mencerminkan perubahan pada lingkungan pengendapan, kemudian
menyebabkan terbentuknya jenis batuan yang berbeda.
b) Batas antara batuan beku (intrusi) dengan batuan di sekitarnya juga dianggap
sebagai bidang yang rata yang disebut kontak.
Skala penampang umumnya dibuat sama, bila perlu diperbesar dengan beberapa
koreksi untuk kedudukan lapisan atau struktur. Untuk menggambarkan kedudukan
lapisan penampang dapat dilakukan penggambaran dengan bantuan garis jurus,
yaitu dengan memproyeksikan titik-titik pada lapisan dengan ketinggian
sebenarnya.
Hukum 'V'
Pada peta geologi detil berskala 1:100.000, kontak antara unit batuan umumnya
menunjukan suatu bentuk V dengan aliran sungai yang memo-tong kontak tersebut. Bila
bentuk V muncul pada suatu lembah sungai, bentuk V tersebut menunjukan arah dip
perlapisan tidak masalah apakah dip tersebut ke arah upstream atau downstream.
a b c
d e f
Gambar 5.1.6 Hukum “V” (after Ragan mengilustrasikan hukum V : (a) lapisan yang horizontal, (b)
lapisan dengan dip ke arah hulu/upstream, (c) lapisan vertikal, (d) lapisan dengan dip kearah
hilir/downstream, (e) lapisan dip yang sama dengan kemiringan lembah, (f) lapisan dengan dip ke arrah
hilir/downstream pada sudut yangg lebih kecil dengan kemiringan lembah)
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam hukum V. Pertama, bentuk V akan selalu
menunjuk ke arah upstream bila terbentuk pada lapisan batu-an horizontal yang terpotong
oleh suatu aliran sungai. Sehingga keberada-an bentuk V tidak selalu menunjukan lapisan
harus memiliki dip. Kedua, bila lereng suatu lembah lebih curam dibandingkan dengan dip
perlapisan batuan, maka bentuk 'V' akan selalu mengarah upstream, kebalikan terha-dap
dip lapisan (bed). Bila suatu peta geologi digambarkan pada suatu pe-ta dasar topografi,
maka perkiraan arah dip dapat ditentukan dengan memperhatikan penurunan elevasi
kontak antara unit batuan. Perhitungan secara pasti strike dan dip akan dapat diketahui
dengan menggunakan metode tiga titik.
Pada bagian ini kita akan belajar cara menentukan Strike dan Dip dari suatu bidang atau
lapisan planar dengan menggunakan tiga titik pengamatan yang diketahui kordinat serta
ketinggian. Data-data ini bisa didapat dari data pengukuran lapangan ataupun dari data
pemboran (Drilling). Perhitungan atau cara ini menggunakan prinsip dasar yang
menyatakan bahwa gabungan dari tiga titik atau lebih dapat membentuk sebuah bidang
dengan arah tertentu. Terdapat 2 jenis tipe masalah yang akan kita jumpai dalam
menggunakan metode tiga titik ini :
1. Dua titik yang berada pada ketinggian yang sama, dan
2. Tiga titik yang berada pada elevasi yang berbeda.
1. Tipe Pertama :
Contoh kasus; bayangkan suatu lapisan putih tuff yang berada diantara 2 lapisan
masiv agglomerat hasil aktifitas vulkanik. Sequennya bersifat homoklin (arah Strike
tidak berubah), tetapi karena tuff tersebut bersifat friable (rapuh) dan mudah lapuk,
kita tidak dapat melakukan pengukuran Strike/Dip. Lokasi dan elevasi dari 3 titik
pengamatan, adalah kontak antara tuff dan agglomerat pada gambar 4.1 (a). Titik X
dan Y berada pada ketinggian 100 m, dan titik Z pada elevasi 60 m. Tentukan arah
dari kontak agglomerat dengan lapisan tuff. X,Y dan Z adalah lapisan tuff.
Langkah-langkah pengerjaan :
a. Buat gambar berskala yang menggambarkan ke tiga titik pada elevasi yang
sama (pada kasus ini 2 titik berada pada elevasi yang sama (X dan Y)
sedangkan satu titik lainnya merupakan proyeksi dari titik yang tidak berada
pada elevasi yang sama ( Z’). Lihat gambar 5.7
b. Hubungkan X dan Y dengan satu garis lurus. Karena berada pada ketinggian
yang sama dengan kata lain garis ini posisinya horizontal, maka garis ini
merupakan Strike dari bidang.
c. Dengan menggunakan penggaris segitiga, gambar garis tegak lurus dengan
garis XY memotong titik Z’. Kita namakan garis ini garis Z’Q yang paralel
dengan arah True Dip. Garis Z’Q juga merupakan garis sumbu putar. Putar
penampang sampai horizontal dengan sumbu pada garis Z’Q sehingga titik Z
seolah olah nampak di permukaan atau berada pada elevasi yang sama dengan
titik X, Y, Z’. Dengan menggunakan skala vertikal yang sama dengan skala
horizontal maka kita akan mempunyai suatu bidang segitiga dengan titik titik
Z, Z’ dan Q. Sudut lancip yang dibentuk antara QZ’ dan dan QZ adalah nilai
Dip dari bidang tersebut.
2. Tipe Kedua :
a. Buat penampang berskala yang menggabungkan ke tiga titik pada satu elevasi
yang sama (pada kasus ini jadikan elevasi titik tertinggi sebagai elevasi utama
dan proyeksikan 2 titik lainnya ke elevasi ini).
b. Buat garis LN’ yang menghubungkan titik tertinggi dengan proyeksi titik
terendah. Dititik tertentu dari garis LN’ terdapat titik Q’ yang merupakan
proyeksi dari titik Q yang berada pada elevasi yang sama dengan titik M.
Karena titik Q berada pada elevasi yang sama dengan M, maka garis QM
merupakan garis Strike dari lapisan ini pada elevasi M dan Q. Garis Q’M’
merupakan proyeksi dari garis Strike pada elevasi tertinggi. Langkah
selanjutnya akan menjelaskan cara lain untuk menentukan titik Q pada garis
LN’.
c. Gambar garis N’V dengan arah sembarangan dimulai dari N’. Paling ideal
adalah bila garis N’V membentuk sudut20 -40 dengan garis LN’dan
kurang lebih 20% lebih panjang. Pada garis ini buat titik titik yang
h. Dari proyeksi titik terendah (N’) gambar garis tegak lurus memotong garis
Q’M’, perpotongannya kita namakan titik D. Dengan menggunakan garis DN’
sebagai sumbu putar, kita putar garis ini sehinnga titik N berada di permukaan.
Gunakan skala yang sama antara horizontal dan vertikal. Sudut lancip yang
dibentuk antara garis DN dan garis DN’ merupakan nilai Dip dari lapisan ini.
Perpotongan antara kontak dua unit batuan dengan topografi akan meng-hasilkan pola
yang kompleks pada peta. Kita telah mengetahui bentuk-bentuk V yang dihasilkan akibat
perpotongan antara dip perlapisan batuan dan lembah. Bila strike, dip, dan lokasi sebuah
singkapan bidang kontak perlapisan diketahui, maka dapat ditelusuri secara tepat kontak
tersebut pada peta.
Seperti pada metode terdahulu, sebuah penampang tegak dip perlapisan digambarkan
pada titik tempat kontak tersingkap. Garis yang memiliki ke-tinggian (struktur kontur)
yang sama pada dip perlapisan diproyeksikan pada peta. Bila garis ini berpotongan
dengan permukaan, maka akan ter-singkap di permukaan tanah.
1. Letakkan sebuah kertas grafik yang berskala sama dengan skala peta topografi.
Buatlah penampang tegak tersebut saling tegak lurus terha-dap strike
singkapan yang akan ditelusuri.
2. Proyeksikan titik tempat beradanya singkapan pada grafik penampang tegak.
Tentukan titik penampang tegak ini pada peta topografi.
3. Dengan menggunakan dip perlapisan yang telah diketahui, gambarkan sebuah
penampang tegak bed (lapisan).
4. Gambarkan beberapa struktur kontur ketinggian perlapisan tersebut pada peta
topografi. Untuk bidang perlapisan, seluruh struktur kontur dengan garis lurus
dibuat paralel.
5. Tempatkan titik-titik pada peta yang merupakan hasil perpotongan an-tara
struktur kontur kontak pada penampang tegak dengan struktur kontak yang
berelevasi yang sama dengan peta topografi.
6. Hubungkan titik-titik ini dengan garis. Garis ini akan menunjukan kontak pada
topografi.
Prosedur ini dapat juga digunakan untuk menelusuri sesar, bed (lapisan) yang terlipatkan,
dengan catatan perlipatan tersebut tidak membentuk plunge (sumbu perlipatan
horizontal).
200
PERALATAN GEOLOGI
Bagi seorang ahli geologi, Lapangan merupakan tempat dimana dan atau tanah yang
dapat diamati secara langsung, dan geologi lapangan merupakan cara yang digunakan
untuk mempelajari dan menafsirkan struktur dan sifat batuan yang ada pada suatu
singkapan. Untuk mempermudah melakukan proses diatas, diperlukan suatu alat bantu
yang secara umum yang dikenal sebagai Peralatan Standar Lapangan Geologi.
Alat adalah perkakas, barang-barang yang perlu untuk melakukan suatu pekerjaan
(Poerwadarminta,1954). Atau dengan kata lain peralatan adalah bermacam-macam bentuk
alat perkakas, perbekalan, atau kelengkapan.
1. Kompas geologi
2. Palu geologi
3. Peta dasar (peta topografi)
4. Loupe
5. Buku catatan lapangan dan lembar deskripsi batuan
6. Alat-alat tulis
7. HCl 0.1 N
8. Komparator batuan
9. Pita atau tali ukur
10. Clip board
11. Kantong contoh batuan
12. Kamera
13. Tas lapangan
5. Kompas geologi
Kompas geologi merupakan kompas yang dapat digunakan untuk mengukur komponen
arah (azimuth, jurus, dll) dan komponen besar sudut (dip, slope, dll).
a) Kompas azimuth, kompas ini mempunyai dua angka lingkaran derajat tertinggi
yaitu 360°. Angka 0° dan 360° berhimpit pada Utara kompas.
b) Kompas kwadran, kompas ini mempunyai angka lingkaran derajat yang dibagi
menjadi 4 bagian, sedangkan angka tertinggi 90° terletak di Timur dan Barat
kompas dan angka 0° di Utara dan Selatan kompas.
Di Indonesia, pada umumnya kompas yang dipergunakan adalah jenis kompas azimuth.
Sebelum pemakaian dilapangan, inklinasi dan deklinasi dari kompas haruslah disesuaikan
dengan daerah setempat.
Contoh:
A = 297° (azimuth bukit A terhadap posisi kita)
B = 75°(azimuth bukit B terhadap posisi kita)
Tentukan posisi kita:
back azimuth A' = 117° (297°-180°)
back azimuth B' = 255° (75°+180°)
6. Palu Geologi; Palu geologi berguna untuk mengambil contoh/sampel batuan yang
sangat keras. Terdapat dua jenis palu geologi yang u-mum dipakai, yaitu:
a. Pick point (jenis palu berujung runcing) yang biasa dipakai untuk batuan yang
keras, seperti batuan beku
b. Chisel point (jenis palu berujung seperti pahat) yang biasa dipakai untuk batuan
yang berlapis/batuan sedimen.
7. Peta dasar (peta topografi atau foto udara); peta dasar digunakan sebagai pegangan
dan penunjuk suatu daerah yang akan kita teliti/ petakan. Dari peta dasar yang ada,
kita dapat mengetahui kondisi medan, menentukan posisi, dan menginterpretasikan
geologi daerah tersebut.
8. Buku catatan lapangan dan lembar deskripsi batuan; sebaiknya meng-gunakan buku
tulis yang cukup baik, ukurannya sedang, praktis dipa-kai di lapangan, dan akan
lebih baik lagi, kalau dengan kulit buku yang tebal.
9. Alat-alat tulis, berupa:
Jenis pita ukur yang biasa digu-nakan adalah yang berukuran panjang 30-100 inchi
dan pita ukur ukuran pendek (meteran) dengan panjang 3-5 inchi.
15. Kantong sampel/contoh batuan, digunakan untuk membungkus contoh batuan yang
akan dibawa (misalnya: untuk penelitian laboratorium). Kantong sampel diberi tanda
untuk tiap batuan, nomor stasiun (titik pengamatan), dengan menggunakan spidol
tahan air dan ditutup rapat guna menghindari kontaminasi dengan udara bebas
16. Kamera, digunakan untuk mengambil gambar dari singkapan atau data yang lain,
misalnya morfologi dari bahan galian ekonomis, lokasi pengamatan, dll. Kamera
yang digunakan sebaiknya yang praktis dan tidak sulit digunakan pada medan yang
sulit.
17. Tempat makanan dan minuman; Tempat minuman sebaiknya dapat digantungkan
pada ikat pinggang dengan kapasitas antara 750-1.000 ml, agar tidak terlalu
merepotkan dan membebani. Tempat makanan dapat berupa tempat nasi yang
terpisah dengan tempat lauknya, agar makanan tidak cepat basi.
18. Tas lapangan atau ransel; digunakan untuk membawa peralatan geo-logi dan
perlengkapan lapangan. Sebaiknya dibedakan antara tas untuk peralatan dan peta
dengan tas untuk perbekalan dan contoh batuan. Ukuran tas sebaiknya disesuaikan
dengan kondisi lapangan Ransel dengan ukuran 40 liter adalah yang biasa
digunakan, karena tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
Metode lapangan
Pada metode lapangan ini, lintasan sebelumnya telah ditentukan dan dijalani
dengan kontrol arah kompas sesuai rencana lintasan.
KOMENTAR Hasil yang diperoleh lebih lengkap dan lebih teliti dibanding dengan
orientasi lapangan.
Metode ini menggunakan peralatan pita ukur (biasanya berukuran 5–50 m) dan
kompas. Metode ini merupakan metode lapangan yang paling teliti, efektif dan
efisien dimana arah lintasan dapat ditentukan sesuai dengan keinginan pemeta.
Akan lebih efektif apabila arah lintasan relatif tegak lurus terhadap perlapisan
batuan.
“A man who doesn't spend time with his family can never be a real man."
Don Vito Corleone
DEPOSITIONAL ENVIRONMENT
(adapted from Jones,2001 : Laboratory Manual For Physical Geology, 3rd Edition)
PALEOBATHYMETRI
Klasifikasi Sesar (Rickard, 1972)