Anda di halaman 1dari 40

BAB III

STRATIGRAFI

Stratigrafi secara umum membahas tentang semua jenis batuan dalam

hubungan mula jadi dan sejarah pembentukkanya dalam ruang dan waktu geologi.

Urutan pembahasannya meliputi unsur-unsur stratigrafi, yaitu pemerian litologi,

penamaan batuan, unsur perlapisan, struktur sedimen, hubungan antara batuan

yang satu dengan yang lain, penyebarannya secara vertikal dan lateral, serta

dinamika pengendapan dan lingkungan pengendapannya.

III.1 Stratigrafi Regional

Daerah penelitian secara regional masuk ke dalam 2 Zone yakni Zone

Kendeng di bagian selatannya dan Zone Rembang di bagian utara. Stratigrafi

penyusun Zone Kendeng merupakan endapan laut dalam di bagian bawah yang

semakin ke atas berubah menjadi endapan laut dangkal dan akhirnya menjadi

endapan non laut. Stratigrafi Zone Kendeng terdiri atas 7 formasi batuan, dari tua

ke muda sebagai berikut Tabel III.1 (Pringgoprawiro, 1983).

III.1.1 Formasi Pelang

Formasi ini dianggap sebagai formasi tertua yang tersingkap di

Mandala Kendeng. Formasi ini tersingkap di Desa Pelang, Selatan

Juwangi. Tidak jelas keberadaan bagian atas maupun bawah dari formasi

ini, karena singkapannya pada daerah upthrust, berbatasan langsung

dengan Formasi Kerek yang lebih muda. Litologi utama penyusunnya

32
33

adalah Napal, Napal lempungan dengan lensa kalkarenit bioklastik yang

banyak mengandung fosil Foraminifera besar.

III.1.2. Formasi Kerek

Formasi Kerek memiliki kekhasan dalam litologinya berupa

perulangan perselang-selingan antara lempung, Napal, Batupasir tuf

gampingan dan Batupasir tufaan. Daerah sekitar lokasi tipe formasi ini

terbagi menjadi 3 anggota, dari tua ke muda masing-masing:

a. Anggota Banyuurip

Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan antara Napal

lempungan, lempung dengan Batupasir tuf gampingan dan Batupasir

tufaan dengan total ketebalan 270 m serta bagian tengahnya dijumpai

sisipan Batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 m, sedangkan

bagian atasnya ditandai dengan adanya perlapisan kalkarenit pasiran

setebal 5 m dengan sisipan tuf halus.

b. Anggota Sentul

Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang hampir sama dengan

Anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertuf menjadi lebih tebal.

Ketebalan Anggota Sentul mencapai 500 m. Anggota Sentul berumur

N16 (Miosen Atas bagian bawah).

c. Anggota Batugamping Kerek

Merupakan anggota teratas dari Formasi Kerek, tersusun oleh

perselingan antara Batugamping tufan dengan perlapisan lempung dan


34

tuf. Ketebalan anggota ini mencapai 150 m. Umur Batugamping

Kerek ini adalah N17 (Miosen Atas bagian tengah).

III.1.3. Formasi Kalibeng

Formasi ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah dan bagian atas.

Bagian bawah Formasi Kalibeng tersusun oleh Napal tak berlapis setebal 600

m, berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-abu kebiru-biruan, kaya

akan kanndungan Foraminifera plangtonik.

Lingkungan pengendapan laut terbuka, jauh dari pantai, Zone Batial Atas

hingga Neritik Luar dengan kedalaman 200-500 m. Hubungan stratigrafi

dengan formasi yang lebih tua dan lebih muda adalah selaras dan berbatasan

dengan Formasi Kerek melalui sesar sentuh. Formasi Kalibeng terbagi menjadi

4 anggota yaitu:

a. Anggota Banyak Formasi Kalibeng

Litologi penyusunnya terdiri perselingan Batupasir tufaan, Batulanau

Gampingan, Batupasir dan tuf pasir kerikilan. Batupasir tufaan, berwarna

kelabu tua-kehitaman, berbutir sangat kasar dan membundar tanggung-

menyudut, terpilah buruk, tidak padat, mengandung karbon, berlapis

sangat baik dan tebal antara 0,5-3 cm yang ke arah bawah makin tebal,

pelapukannya berstruktur mengulit bawang.

Batulanau gampingan, kelabu, tidak padat, berfosil plankton dan berlapis

dengan tebal antara 1-5 m. Batupasir berwarna kelabu, berbutir halus dan

membundar tanggung, terpilah sedang, mengandung karbon, berlapis

baik dengan ketebalan antara 10-100 cm, silangsiur dan konvolut.


35

Batupasir Kerikilan, berkomponen utama Andesit yang bergaris tengah

sampai 3 cm, terpilah buruk dan membulat tanggung-menyudut, kemas

terbuka, berstruktur lapisan bersusun.

Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal. Tebal lapisan paling

tidak 400 m, tersingkap baik di Kali Jragung. Nama lain adalah Formasi

Banyak yang dipakai oleh Bemmelen (1949).

b. Anggota Damar Formasi Kalibeng

Litologi penyusunnya adalah Konglomerat, Batupasir Kerikilan,

Batupasir gampingan bersisipan Batulempung, Konglomerat berwarna

kelabu, berkomponen batuan bersifat Andesit yang berukuran dari kerikil

sampai kerakal, terpilah baik, kemas tertutup, pejal dan padat, tebal

lapisan antara 5-10 cm. Batupasir Kerikilan berwarna kelabu kecoklatan,

berbutir halus sampai kasar, berkomponen kerikil yang umumnya dari

Andesit dalam massa dasar tuf gampingan. Batupasir gampingan

berwarna kelabu, berbutir sedang-halus, berlapis kurang baik, agak getas,

kaya akan fosil Foraminifera kecil. Batulempung berwarna kelabu,

berbutir halus dan membundar tanggung, terpilah sedang, kemas tertutup,

padat, tebal lapisannya antara 1-20 cm, berfosil foram besar dalam

jumlah kecil.

c. Anggota Kapung Formasi Kalibeng

Litologi penyusunnya adalah Batugamping pejal di bagian bawah,

perselingan Batugamping Pasiran dan Napal di bagian atas. Batugamping


36

berwarna putih atau coklat kekuningan, sangat padat, pejal dan kaya akan

Foraminifera besar.

Batugamping Pasiran berwarna coklat kekuningan-kehitaman, berbutir

sangat kasar dan membundar tanggung-menyudut, terpilah buruk,

mengandung bahan gunungapi, berlapis baik dengan tebal lapisan antara

10-20 cm, setempat mencapai 45 cm. Napal kelabu, setempat pasiran

berwarna kekuningan atau kecoklatan, tidak keras, mengandung karbon

dan kaya akan fosil plankton.

d. Anggota Klitik Formasi Kalibeng

Litologi penyusunnya adalah kalkarenit, Batugamping tufan, Batupasir

tufaan dan Napal di bagian atas, dan bioklastik di bagian bawah.

Kalkarenit berwarna kuning kecoklatan, berbutir kasar dan membundar

tanggung-sedang, terpilah buruk, padat, setempat berongga, berlapis

dengan tebal 20-30 cm, mengandung cangkang Molusca dan Balanus.

Batugamping tufan berwarna coklat kekuningan, berbutir kasar dan

membundar baik, terpilah baik, padat, setempat berkarbon, bergloukonit

dan berbahan gunungapi, berlapis baik, tebal antara 10-20 cm.Batupasir

tufaan berwarna coklat kekuningan-kelabu terang, berbutir kasar dan

membundar tanggung, terpilah baik, kurang padat, mengandung bahan

gunungapi dan glokonit, berlapis dengan tebal antara 20-40 cm. Napal

setempat kelabu berstruktur concoidal fracture. Biokalkarenit berwarna

kelabu cerah- kecoklatan, berbutir kasar danmembundar, terpilah baik,


37

berkelulusan tinggi, tidak keras, sangat kaya akan fosil foraminifera,

berlapis baik dengan tebal antara 5-10 cm.

III.1.4. Formasi Lidah

Formasi ini termasuk ke dalam stratigrafin Zone Rembang dimana

tersusun oleh Batulempung yang berwarna kebiruan dan Napal berlapis yang

diselingi oleh Batupasir dan lensa-lensa fossiliferous grainstone/rudstone

(coquina). Pada bagian bawah masih merupakan endapan laut, tercirikan akan

kandungan Pseudorotalia sp. dan Asterorotalia sp. yang melimpah. Kumpulan

fosil ini mencirikan pengendapan di dasar laut pada paparan tengah hingga

luar. Di atas satuan ini batuannya menunjukkan produk pengendapan dari

lingkungan yang semakin mendangkal. Akhirnya bagian teratas berupa

lempung hasil pengendapan air tawar Tabel III.2 (Hussein,2016).

III.1.5. Formasi Pucangan

Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran yang cukup luas. Zone

Kendeng bagian barat satuan ini tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi.

Daerah Mandala-Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi Pucangan

berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam. Fasies

vulkaniknya berkembang sebagai endapan lahar yang menumpang di atas

Formasi Kalibeng. Fasies lempung hitamnya berkembang dari fasies laut, air

payau hingga air tawar serta bagian bawah dari lempung hitam ini sering

dijumpai adanya fosil diatomae dengan sisipan lapisan tipis yang mengandung

Foraminifera bentonik penciri laut dangkal. Semakin ke atas akan


38

menunjukkan kondisi pengendapan air tawar yang dicirikan dengan adanya

fosil Moluska penciri air tawar.

III.1.6. Formasi Kabuh

Formasi ini tersusun oleh Batupasir dengan material non vulkanik

antara lain kuarsa, berstruktur silang siur dengan sisipan Konglomerat,

mengandung Moluska air tawar dan fosil-fosil Vertebrata. Formasi ini

mempunyai penyebaran geografis yang luas. Di daerah Kendeng barat formasi

ini tersingkap di Kubah Sangiran sebagai Batupasir silang siur dengan sisipan

Konglomerat dan tuf setebal 100 m.

III.1.7. Formasi Notopuro

Formasi ini terdiri atas batuan Tuf berselingan dengan Batupasir tufaan,

Breksi lahar dan Konglomerat vulkanik. Makin ke atas sisipan Batupasir tufaan

semakin banyak. Sisipan atau lensa-lensa breksi volkanik dengan fragmen

kerakal terdiri dari Andesit dan Batuapung juga ditemukan yang merupakan

ciri Formasi Notopuro. Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi

Kabuh, tersebar sepanjang Pegunungan Kendeng dengan ketebalan lebih dari

240 m. Umur dari formasi ini adalah Plistosen Akhir dan merupakan endapan

lahar di daratan.

III.1.8. Endapan undak Bengawan Solo

Endapan ini terdiri dari Konglomerat polimik dengan fragmen Napal

dan Andesit, di samping endapan Batupasir yang mengandung fosil-fosil

Vertebrata. Daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik


39

sebagai Konglomerat dan Batupasir Andesit yang agak terkonsolidasi dan

menumpang di atas bidang erosi pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.

Tabel III.1. Stratigrafi Kendeng (Pringgopawiro, 1983)


40

Tabel III.2. Kolom stratigrafi komposit Jawa Timur (Hussein, 2016)

III.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis laboratorium, penulis

membagi daerah penelitian menjadi 5 satuan batuan diurutkan dari yang paling

tua ke yang paling muda:


41

1. Satuan Batupasir Kalibeng

2. Satuan Napal Kalibeng

3. Satuan Batugamping Pasiran Klitik

4. Satuan Napal Sonde

5. Satuan Batulempung Lidah

Penamaan satuan batuan tersebut berdasarkan pada ciri-ciri (karakter)

litologi, meliputi tekstur, komposisi, struktur sedimen, kandungan fosilnya dan

penyesuain nama formasi pada regional. Hubungan stratigrafi antar satuan batuan

ditentukan berdasarkan posisi stratigrafi dan gejala-gejala stratigrafi yang

dijumpai selama di lapangan. Kandungan fosil digunakan untuk menentukan umur

relatif dari tiap-tiap satuan batuan, sedangkan dalam penentuan lingkungan

pengendapan didasarkan pada aspek fisik (struktur dan tekstur), kimiawi

(komposisi litologi), dan biologi (kandungan fosil).

III.2.1. Satuan Batupasir Kalibeng

III.2.1.1. Dasar Penamaan Satuan Batuan

Satuan Batupasir Kalibeng disusun atas Batupasir halus-kasar dengan

sisipan Napal dan Batugamping Pasiran.

Batupasir berwarna kuning kecoklatan, ukuran butir pasir haluspasir

kasar, struktur berlapis, masif, ripple laminaion dan convolute, kemas tertutup,

sortasi baik, komposisi penyusun berupa sedikit litik lumpur karbonat dengan

semen karbonatan. (Gambar III.1)


42

Gambar III.1. Kenampakan Batupasir Kalibeng LP 82, di daerah Bobol


kamera menghadap timurlaut (Penyusun, 2017)

Napal berwarna putih keabuan, berstruktur masif, ukuran butir dari lanau-

lempung, semen karbonatan (Gambar III.2)

Gambar III.2. Kenampakan Batupasir sisipan Napal LP 82 di daerah Bobol


kamera menghadap timurlaut (Penyusun, 2017)
43

Batugamping Pasiran berwarna putih kecoklatan, ukuran butir dari pasir

sedang-kasar dengan struktur masif, semen karbonatan (Gambar III.3).

Gambar III.3. Kenampakan Batugamping Pasiran LP 83 di daerah Bobol


kamera menghadap barat (Penyusun, 2017)

III.2.1.2. Penyebaran dan ketebalan

Satuan Batupasir Kalibeng ini menempati luas 15,6 % dari seluruh

daerah penelitian yang menempati bagian selatan dari daerah penelitian. Satuan

Batupasir Kalibeng ini tersingkap di daerah dari Bobol dan Napis, yang berupa

perbukitan yang sudah mengalami deformasi. Tersusun atas Satuan Batupasir

Kalibeng dengan ketebalan berdasarkan penampang geologi A-B, dan C-D,

mencapai kurang lebih 425 m.


44

III.2.1.3. Umur dan Lingkungan pengendapan

Umur dari Satuan Batupasir Kalibeng ini ditentukan berdasarkan analisis

fosil Foraminifera plankton yang terkandung pada Batupasir masif dari satuan

batuan ini. Berdasarkan hasil analisis pada contoh batuan LP 96. Fosil

Foraminifera plankton berupa Globigerinoides trilobus, Globorotalia

pseudomiocenica, Globigerinoides immaturus dan Globigerinoides extremus.

Berdasarkan kemunculan fosilfosil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

umur dari Satuan Batupasir Kalibeng ini adalah N16N18 (Zonesi Blow, 1969)

atau Miosen Atas-Pliosen Awal (Tabel III.3).

Tabel III.3. Penentuan umur Satuan Batupasir Kalibeng berdasarkan Foraminifera planktonik
(Penyusun, 2017)

Berdasarkan hasil analisis fosil pada contoh sampel batuan F5 dijumpai

Foraminifera benthos berupa Rhabdammina discrete, Nodulsaria sp., Bolivina sp.

dan Pseudenodocinella nodulosa. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa lingkungan pengendapannya berupa Bathial Atas-Bathial

Bawah atau pada kedalaman 2.000-4.000 m (Bandy, 1967) (Tabel III.4).


45

Tabel III.4. Penentuan lingkungan pengendapan Satuan Batupasir Kalibeng berdasarkan


Foraminifera bentonik (Penyusun, 2017)

Mekanisme pengendapannya, dapat diamati dari ciri litologi, sikuen

vertikal, dan struktur sedimen yang terekam pada tubuh batuan. Sebagai

pendekatan model mekanisme sedimentasi pada satuan ini, penyusun

menggunakan model progradasi kipas bawah laut dan pengendapan pada kipas

bawah laut (Walker, 1978). Pada Satuan Batupasir Kalibeng berdasarkan ciri

litologi berupa material kasar dengan sisipan halus menunjukan bahwa adanya

ritme yang teratur antara arus traksi dan arus suspensi (Gambar III.4).

Berdasarkan ciri litologi dan data yang didapatkan sehingga dapat diambil

kesimpulan bahwa pada saat itu pengendapan berlangsung dalam mekanisme

turbidit flow pada sikuen classical turbidite, sehingga berdasarkan data tersebut,

maka litologi pada Satuan Batupasir Kalibeng ini di endapkan pada fasies

pengendapan bagian smooth portion of suprafan lobes on mid fan dalam sistem

lingkungan pengendapan progradasi kipas bawah laut dan pengendapan pada

kipas bawah laut (Walker, 1978) (Gambar III.5).


46

Gambar III.4. Kenampakan litologi pada Satuan Batupasir Kalibeng, a; singkapan Batupasir ripple
lamination dan paralel laminasi (Tb) (LP 82 ) di daerah Bobol, b; singkapan Batupasir sisipan
Napal dengan struktur convolute lamination (LP 82) di daerah Bobol, c; singkapan Batupasir
sisipan Napal yang menunjukan sikuen turbidit bouma mulai Ta-Td (LP 82) di daerah Bobol, d;
singkapan Batupasir normal gradasi (Ta) (LP 82), di daerah Bobol (Penyusun, 2017)

Pada Satuan Batupasir Kalibeng berdasarkan ciri litologi berupa material

kasar dengan sisipan material sedang hingga halus menunjukan bahwa adanya

ritme yang teratur antara arus traksi dan arus suspensi. Di mana satuan ini di

dominasi oleh litologi Batupasir berstruktur masif, normal gradasi, paralel

laminasi, convolute dan ripple lamination dan Napal berstruktur laminasi masuk

kedalam fasies Ta, Tb, Tc dan Te dari sikuen Bouma (1962) dan masuk ke dalam

fasies classical turbidite dalam Walker (1978) yang mengindikasikan proses

pengendapan secara traksi yang diakibatkan oleh arus turbid yang menuruni

lereng, di mana fasies baouma yang ditemukan hampir lengkap dan perulang

sikuen Bouma yang relatif berulang-ulang mengindikasikan mekanisme

sidimentasi pada mid fan dari sistem kipas bawah laut yang dengan keadaan suplai

sedimen yang konstan hingga progradasi ke arah cekungan.


47

Gambar III.5. Model fasies pengendapan Satuan Batupasir Kalibeng (Walker, 1978)

III.2.1.5. Hubungan stratigrafi

Berdasarkan hasil analisis dan pengamatan Satuan Batupasir Kalibeng

memiliki hubungan saling menjari terhadap satuan di atasnya, yaitu Satuan Napal

Kalibeng (Tabel III.6).

Tabel III.5. Kolom litologi Satuan Batupasir Kalibeng (tanpa skala) (Penyusun, 2017)
48

III.2.2. Satuan Napal Kalibeng

III.2.2.1. Dasar Penamaan Satuan Batuan

Satuan Napal Kalibeng tersusun oleh Napal dengan sisipan Batupasir

karbonatan dan Batugamping Pasiran. Dengan berlimpah fosil Foraminifera

plantonik. Napal berwarna abu-abu keputihan,masif dengan ukuran butir lanau-

lempung dengan berlimpah fosil Foraminifera plantonik(Gambar III.6).

Gambar III.6. Kenampakan singkapan Napal (LP 33) di daerah Tambakrejo


kamera menghadap timurlaut (Penyusun, 2017)

Batupasir karbonatan, berwarna kuning kecoklatan, struktur yang

berkembang berupa masif dan gradasi normal, ukuran butir dari pasir sangat

halussedang, terpilah baik, kemas tertutup, fragmen litik, kuarsa pada massa

dasar lumpur dengan semen karbonat (Gambar III.7).


49

Gambar III.7. kenampakan Batupasir sebagai sisipan (LP 33), di daerah Tambakrejo
kamera menghadap timur laut (Penyusun, 2017)

Batugamping Pasiran, berwarna putih, struktur berupa perlapisan dan masif,

ukuran butir pasir haluspasir kasar, terpilah baik, kemas tertutup, kalsit,

sedikitlithik dengan semen karbonat (Gambar III.8).

Gambar III.8. kenampakan Batugamping pasir sebagai sisipan (LP 41), di daerah Ngrancang
kamera menghadap baratlaut (Penyusun, 2017)
50

III.2.2.2. Penyebaran dan ketebalan

Satuan Napal Kalibeng ini menempati luas 60,4 % dari seluruh daerah

penelitian yang menempati bagian tengah hingga selatan daerah penelitian,

tersusun atas litologi Napal. Satuan Napal ini tersingkap di daerah Napis,

Ngrancang, Turi, Nglampin dan Bobol yang mengalami deformasi yang cukup

intens, meninjau dari litologi penyusunnya berupa batuan bersifat plastis.

Berdasarkan penampang geologi A-B dan C-D, ketebalan Satuan Napal Kalibeng

ini kurang lebih 350 m.

III.2.2.3. Umur dan Lingkungan pengendapan

Umur dari Satuan Napal Kalibeng ini ditentukan berdasarkan analisis fosil

Foraminifera plankton yang terkandung pada Napal anggota dari satuan batuan

ini. Berdasarkan hasil analisis pada contoh sampel batuan LP 33 dijumpai fosil

Foraminifera plankton berupa Globorotalia miocenica, Globigerina riveraoae,

Globorotalia acostaensis, Globigerina venezuelana dan Globorotalia tumida

berdasarkan kemunculan fosilfosil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

umur dari Satuan Napal Kalibeng ini adalah N18 N19 atau Miosen Atas-Pliosen

Awal (Zonesi Blow, 1969), (Tabel III.6).


51

Tabel III.6. Penentuan umur Satuan Napal Kalibeng berdasarkan Foraminifera planktonik
(penyusun 2017)

Berdasarkan hasil analisis fosil pada contoh sampel batuan F2 dijumpai

Foraminifera benthos berupa Stilostomella lepidula, Rhabdammina sp.,

Rhabdammina discrete dan Bolivina sp., berdasarkan hasil analisis tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan Satuan Napal Kalibeng berupa

Bathial Atas atau pada kedalaman 500-2.000 m (Bandy, 1967) (Tabel III.7).

Tabel III.7. Penentuan lingkungan pengendapan Satuan Napal Kalibeng berdasarkan


Foraminifera bentonik (Penyusun, 2017)
52

Mekanisme pengendapannya, dapat diamati dari ciri litologi, sikuen

vertikal, dan struktur sedimen yang terekam pada tubuh batuan. Sebagai

pendekatan model mekanisme sedimentasi pada satuan ini (Gambar III.9),

penyusun menggunakan model progradasi kipas bawah laut dan pengendapan

pada kipas bawah laut (Walker, 1978). Di mana dari hasil analisis profil

sedimentasi didapatkan sub lingkungan pengendapan Lower Fan-Basin Plain

pada sistem progradasi kipas bawah laut dan pengendapan pada kipas bawah laut

(Walker, 1978) (Gambar III.10). Pada Satuan Napal Kalibeng berdasarkan ciri

litologi berupa material halus dengan sisipan material sedang hingga kasar

menunjukan bahwa adanya ritme yang teratur antara arus suspensi dan arus traksi.

Di mana satuan ini didominasi oleh litologi Napal berstruktur masif masuk ke

dalam fasies Te dari sikuen Bouma, 1962 dalam Walker, 1978 yang

mengindikasikan proses pengendapan secara suspensi pada basin plain, fasies

Batupasir masif hingga gradasi normal masuk ke dalam fasies Ta dari sikuen

Bouma, 1962 dalam Walker, 1978 yang mengindikasikan diendapkan dengan

energi pada upper flow regime dengan keadaan sedimen pada low density

sehingga masuk ke dalam sistem low density turbidity current yang diendapkan

pada lower fan sebagai aktivitas akhir dari arus turbid yang mengalami

perberhentian arus seketika.


53

Gambar III.9. Kenampakan litologi Satuan Napal Kalibeng a; Napal sisipan Batupasir
normal gradasi menunjukan sikuen turbidit bouma Ta dan Te (LP 33) di daerah Tambakrejo,
b; Napal masif (LP 36) di daerah Turi, c; Napal sisipan Batugamping Pasiran menunjukan
sikuen turbidit boumaTa dan Te (LP 41) di daerah Ngrancang (Penyusun, 2017)

Gambar III.10. Model fasies pengendapan Satuan Napal Kalibeng (Walker, 1978)
54

III.2.2.4. Hubungan stratigrafi

Berdasarkan hasil pengamatan Satuan Napal Kalibeng memiliki hubungan

menjari dengan satuan di bawahnya yaitu Satuan Batupasir Kalibeng (Tabel III.8).

Tabel III.8. Kolom litologi Satuan Napal Kalibeng (tanpa skala) (Penyusun,2017)

III.2.3. Satuan Batugamping Pasiran Klitik

III.2.3.1. Dasar Penamaan Satuan Batuan

Satuan Batugamping Pasiran Klitik tersusun atas Batugamping Pasiran

sedang-kasar dan Batulempung karbonatan. Batugamping sedang-kasar, berwarna

putih keabuan terpilah sedang-buruk, tersusun atas litik, kuarsa, massa dasar

lumpur karbonat, semen karbonatan, struktur silangsiur, silangsiur mangkok,

masif dan laminasi sejajar ketebalan antara 50-250 cm (Gambar III.11).


55

Gambar III.11. Kenampakan Batugamping Pasiran klitik LP 24, di daerah Tambakrejo


Kamera menghadap selatan (Penyusun, 2017)

Batulempung karbonatan warna abu-abu struktur masif, ukuran butir lanau-

lempung, semen karbonatan, komposisi fosil foram kecil dan semen karbonatan.

Gambar III.12 Kenampakan Batulempung LP 24, di daerah Tambakrejo


Kamera menghadap selatan (Penyusun, 2017)
56

III.2.3.2. Penyebaran dan ketebalan

Satuan Batugamping Pasiran Klitik ini menempati 12,5 % dari seluruh

luasan daerah penelitian yang ditunjukkan oleh warna biru dalam peta geologi.

Penyebarannya meliputi bagian tengah daerah penelitian, dengan topografi berupa

perbukitan. Berdasarkan penampang geologi A-B, diketahui tebalnya kurang lebih

100 m.

III.2.3.3. Umur dan Lingkungan pengendapan

Umur dari satuan ini ditentukan berdasarkan analisis fosil Foraminifera

plankton yang terkandung pada Batugamping Pasiran anggota dari satuan batuan

ini. Berdasarkan hasil analisis pada contoh sampel batuan LP 2 dijumpai fosil

Foraminifera plankton berupa Orbulina bilobata, Globigerinoides trilobus,

Globorotalia miocenica dan Pulleniatina obliquiloculata maka umur dari Satuan

Batugamping Pasiran Klitik adalah N19 N20 (Zonesi Blow,1969) atau Pliosen

awalPliosen Akhir (Tabel III.9).

Tabel III.9. Penentuan umur Satuan Batugamping Pasiran Klitik berdasarkan


Foraminifera planktonik (Penyusun, 2017)
57

Berdasarkan hasil analisis fosil pada contoh sampel batuan F3 dijumpai

Foraminifera benthos berupa, Quinqueloculina tenagos., Dentalina sp.,Roblus sp.

dan Eponides antillarum, sehingga dapat disimpulkan bahwa lingkungan

pengendapan Satuan Batugamping Pasiran Klitik antara Neritik Tengah-Neritik

Luar atau pada kedalaman 100-500 m (Bandy, 1967) (Tabel III.11).

Tabel III.10. Penentuan lingkungan pengendapan Satuan Batugamping Pasiran Klitik berdasarkan
Foraminifera Bentonik (Penyusun, 2017)

Mekanisme pengendapannya, dapat diamati dari ciri litologi, sikuen

vertikal, dan struktur sedimen yang terekam pada tubuh batuan. Sebagai

pendekatan model mekanisme sedimentasi pada satuan ini, penyusun

menggunakan model Carbonate Ramps (Wright dan Burchette, 1996). Pada

Satuan Batugamping Pasiran Klitik berdasarkan ciri litologi berupa material kasar

hingga sedang dengan sisipan halus menunjukan bahwa adanya ritme yang teratur

antara arus traksi dan arus suspensi (Gambar III.13). Di mana satuan ini di
58

dominasi oleh litologi Batugamping pasir sedang-kasar dengan struktur silangsiur,

silangsiur mangkuk, masif dan laminasi sejajar mecirikan mekanisme sedimentasi

dipengaruhi oleh arus traksi upper flow regime hingga transisi yang

menggambarkan keaadan lingkungan yang di pengaruhi oleh gelombang yang

cukup kuat, sedangkan litologi Batulempung karbonat mencirikan keadaan energi

rendah yang relatif dipengaruhi oleh arus suspensi yang menggambarkan keadaan

lingkungan dimana energi relatif sedang hingga rendah sehingga dapat ditarik

model sub lingkangan pengendapan berupa Inner Ramps dalam sistem lingkungan

pengendapan Carbonate Ramps (Wright dan Burchette, 1996) (Gambar III.14).

Gambar III.13. Kenampakan struktur sedimen yang berkembang pada


satuan Batugamping Pasiran Klitik, a; Batugamping Pasiran dengan sisipan
Batulempung berstruktur paralel laminasi (LP 4), b; Batugamping Pasiran berstruktur masif (LP
4), c; Batugamping Pasiran berstruktur silangsiur mangkuk (LP 4) di daerah Maling Mati, kamera
menghadap ke selatan (Penyusun, 2017)
59

Gambar III.14. Model fasies pengendapan Satuan Batugamping Pasiran Klitik


(Wright dan Burchette, 1996)

Penentuan lingkungan pengendapannya didasarkan pengelompokan fasies

yang terdiri dari fasies Batupasir silangsiur sisipan Batulempung (Csm) dan

Batupasir silangsiur palung (Ts) yang mencirikan energi pada upper flow regime

dengan membentuk sebuah saluran yang terbentuk pada inner ramps yang di

pengaruhi oleh gelombang laut, fasies Batupasir paralel laminasi (Ps) dan fasies

Batupasir masif (Ms) yang mencirikan keadaan lingkungan yang dipengaruhi

energi yang cukup kuat sehingga tidak sempat membentuk struktur sedimen yang

mencirikan adanya peningkatan energi sedimentasi ataupun merupakan

lingkungan yang dipengaruhi langsung oleh gelombang laut seperti barrier bar

pada sub lingkungan inner ramps.


60

III.2.3.4. Hubungan stratigrafi

Berdasarkan hasil analisis, Satuan Batugamping Pasiran Klitik ini di

endapkan secara menjari terhadap satuan di bawahnya, yaitu Satuan Napal

Kalibeng. Kontak yang dijumpai berupa kontak tegas antar satuan batuannya

(Tabel III.12).

Tabel III.11. Kolom litologi Satuan Batugamping Pasiran Klitik (tanpa skala) (Penyusun, 2017)

III.2.4. Satuan Napal Sonde

III.2.4.1. Dasar Penamaan Satuan Batuan

Satuan Napal Sonde tersusun atas dominasi Napal perselingan Batupasir,

terdiri dari Napal dan Batupasir halus-sedang. Napal dengan warna segar abu-abu

keputihan, warna lapuk coklat hingga abu-abu kecoklatan, struktur masif, dengan

ukuran butir lanau-lempung, memiliki semen karbonatan, komposisi mineral

lempung dan fosil Foram (Gambar III.15).


61

Gambar III.15. Kenampakan Satuan Napal Sonde (LP 6), di daerah Tambakrejo
kamera menghadap utara (Penyusun, 2017)

Batupasir dengan warna segar abu-abu kecoklatan, lapuk abu-abu

kehitaman, memiliki ukuran butir dari pasir halus-sedang, dengan semen

karbonatan, sortasi baik, ukuran butir membulat tanggung-membulat, kemas

terbuka, matriks pasir halus, dengan struktur belapis, masif dan ripple lamination

(Gambar III.16).

Gambar III.16. Kenampakan Batupasir LP 6, di daerah Tambakrejo


kamera menghadap utara(Penyusun, 2017)
62

III.2.4.2. Penyebaran dan ketebalan

Satuan Napal Sonde menempati 5 % dari seluruh luasan daerah

penelitian yang ditunjukkan oleh warna hijau muda dalam peta geologi.

Penyebarannya meliputi bagian tengah dari daerah penelitian dengan topografi

berupa perbukitan. Berdasarkan hasil pengukuran penampang geologi A-B,

ketebalan satuan ini kurang lebih 100 m. Satuan Napal Sonde ini tersingkap di

daerah Tambakrejo.

III.2.4.3. Umur dan Lingkungan pengendapan

Pada Satuan Napal Sonde ini ditentukan berdasarkan hasil analisis fosil

Foraminifera plankton dan bentos yang terkandung pada Satuan Napal Sonde.

Berdasarkan hasil analisis pada contoh sampel batuan LP 4 dijumpai fosil

Foraminifera plankton berupa Globigerinoide immaturus, Pulleniatina

praecursor, Globigerinoides conglobastes, Globorotalia tumida dan Globorotalia

tosaensis maka umur satuan ini adalah N20 N21 (Zonesi Blow, 1969) atau

Pliosen Akhir (Tabel III.12).

Tabel III.12. Penentuan umur Satuan Napal Sonde berdasarkan Foraminifera planktonik
(Penyusun, 2017)
63

Berdasarkan hasil analisis fosil pada contoh batuan F2 dijumpai

Foraminifera benthos berupa Globobulinina pacifica dan Nodellum sp.,

Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan

pengendapan Satuan Napal Sonde yaitu Neritik Tengah-Neritik Luar atau pada

kedalaman 100-500 m (Bandy, 1967) (Tabel III.14).

Tabel III.13. Penentuan lingkungan pengendapan Satuan Napal Sonde berdasarkan


Foraminifera bentonik (Penyusun, 2017)

Mekanisme pengendapannya, dapat diamati dari ciri litologi, sikuen

vertikal, dan struktur sedimen yang terekam pada tubuh batuan. Sebagai

pendekatan model mekanisme sedimentasi pada satuan ini, penyusun

menggunakan model Tide Dominated Shallow Marine (Allen, 1982). Pada Satuan

Napal Sonde berdasarkan ciri litologi berupa perselingan antara material kasar dan

halus yang tersusun atas dominasi Napal masif, Batupasir halus hingga sedang

karbonatan berstruktur gelembur gelombang yang terus berulang (Gambar III.17).

Struktur yang berkembang di sini hanya berupa masif, perlapisan, perlapisan


64

bersusun dan ripple lamination sehingga energi pengendapan relatif konstan dan

lemah. Berdasarkan pemaparan di atas, maka sub lingkungan pengendapannya

diintepretasikan berupa offshore transition with sand wave dari sistem lingkungan

pengendapan tide dominated shallow marine (Gambar III.18) (modifikasi Allen,

1982). Di mana penentuan lingkungan pengendapannya didasarkan

pengelompokan fasies yang terdiri dari fasies Batupasir ripple lamination (Rs)

yang mencirikan energi pada lower flow regime dengan membentuk bedform

berupa sandwave yang di pengaruhi oleh gelombang laut di bawah fair weather

wave base level, fasies Napal sisipan Batupasir (Lms) dan fasies Napal masif (m)

yang mencirikan keadaan lingkungan yang stabil, di mana energi pengendapan

dipengaruhi dominan oleh sistem suspensi dan sehingga mengendapkan material

halus dengan struktur dominan masif.

Gambar III.17. Kenampakan Satuan Napal Sonde a; kenampakan Napal masif di


daerah Tambakrejo (LP 6), b; kenampakan lapukan Napal di daerah Tambakrejo (LP 6),
c; Batupasir berselingan dengan Napal, di daerah Tambakrejo (LP 6), d; Batupasir halus
berstruktur ripple lamination, di daerah Tambakrejo (LP 6) (Penyusun, 2017)
65

Gambar III.18. Model fasies pengendapan Satuan Napal Sonde (Allen, 1982)

III.2.4.4. Hubungan stratigrafi

Berdasarkan hasil analisis, Satuan Napal Sonde ini di endapkan secara

selaras menjari di atas Satuan Batugamping Pasiran Klitik. Kontak yang dijumpai

berupa kontak tidak tegas terhadap satuan di bawahnya (Satuan Batugamping

Pasiran Klitik) (Tabel III.14).

Tabel III.14. Kolom litologi Satuan Napal Sonde (tanpa skala) (Penyusun,2017)
66

III.2.5. Satuan Batulempung Lidah

III.2.5.1 Dasar Penamaan Satuan Batuan

Satuan Batulempung Lidah tersusun atas didominasi Batulempung dengan

anggota sisipan Batupasir kasar-halus. Batulempung berwarna hitam-kehijauan,

fragmen Batugamping berukuran krakalan-krikilan, sisipan karbon dan pecahan

cangkang, semen karbonatan dan struktur masif. Ketebalan lapisan bervariasi dari

60 cm-250 cm (Gambar III.19).

Gambar III.19. Kenampakan Satuan Batulempung Lidah (LP 19), di daerah Maling Mati
kamera menghadap barat (Penyusun, 2017)

Batupasir berwarna kuning kehitaman, berukuran butir pasir kasar-pasir

halus, sortasi baik, kemas tertutup, fragmen pecahan cangkang dengan masa dasar

pasiran, dengan semen karbonatan, berlimpah fosil, struktur yang berkembang

adalah struktur masif, berlapis, paralel, laminasi dan silangsiur. Ketebalan

Batupasir berkisar 30-150 cm (Gambar III.20).


67

Gambar III.20. Kenampakan Batupasir sebagai sisipan (LP 11), di daerah Maling Mati
kamera menghadap timurlaut (Penyusun, 2017)

III.2.5.2 Penyebaran dan ketebalan

Satuan Batulempung Lidah ini menempati sekitar 6,5 % dari total luasan

daerah penelitian yang ditunjukkan oleh hijau tua dalam peta geologi.

Penyebarannya meliputi bagian timurlaut dari daerah penelitian dengan topografi

berupa perbukitan lemah. Berdasarkan hasil pengukuran penampang geologi C-D,

ketebalan satuan ini kurang lebih 50 m. Satuan Batulempung Lidah ini merupakan

satuan yang paling muda yang dijumpai di daerah penelitian dan satuan ini

memiliki kontak ketidakselarasan dan kontak sesar batuan di bawahnya.

III.2.1.3 Umur dan Lingkungan pengendapan

Umur dari Satuan Batulempung Lidah ini ditentukan berdasarkan hasil

analisis fosil Foraminifera plankton dan bentos yang terkandung pada

Batulempung Lidah. Berdasarkan hasil analisis pada contoh sampel batuan LP 17


68

dijumpai fosil Foraminifera plankton berupa Orbulina universa, Globigerinoides

conglobates, Globorotalia errasaformis, Globorotalia tumida, Globorotalia

menardii, Globigerinoides ruber dan Globorotalia truancatulinoides maka umur

satuan ini adalah N22 N23 (Zonesi Blow, 1969) atau Pleistosen (Tabel III.15).

Tabel III.15. Penentuan umur Satuan Batulempung Lidah berdasarkan Foraminifera planktonik
(Penyusun, 2017)

III.2.5.4 Lingkungan dan mekanisme pengendapan

Berdasarkan hasil analisis fosil pada contoh batuan F1 dijumpai

Foraminifera benthos berupa Dentakina sp., Virgulina sp.,Reovax sp dan

Nodellum sp.. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

lingkungan pengendapan Satuan Batulempung Lidah yaitu Neritik Tengah-Neritik

Luar atau pada kedalaman 100-500 m (Bandy, 1967) (Tabel III.16).


69

Tabel III.16. Penetuan lingkungan pengendapan Satuan Batulempung Lidah berdasarkan


Foraminifera bentonik (Penyusun, 2017)

Mekanisme pengendapannya, dapat diamati dari ciri litologi, sikuen

vertikal, dan struktur sedimen yang terekam pada tubuh batuan (Gambar III.21).

Sebagai pendekatan model mekanisme sedimentasi pada satuan ini, penyusun

menggunakan model regresive coastal (Augustinus, 1989) (Gambar III.22).

Pada Satuan Batulempung Lidah ini mengacu berdasarkan ciri litologi berupa

komposisi batuan dan material penyusunnya. Mengacu juga pada klasifikasi fasies

regresive coastal menurut Augustinus, 1989, yang tersusun atas 3 sub lingkungan

pengendapan yakni sub lingkungan shallow channel dengan fasies Batupasir

silangsiur (Cs), sub lingkungan tidal bar dengan fasies Batupasir masif dan wavy

lamination (S) dan Batupasir laminasi sejajar (Ps) dan sub lingkungan sub tidal

lagoon yang terdiri dari fasies Batulempung dengan fragmen cangkang (C) dan

Batulempung sisipan pasir (Sc) dari analisis profile sedimentologi maka di dapat
70

lingkungan pengendapan yakni berupa Lagoon-Tidel inlet dimana lingkungan

lagoon yang relatif tenang mengendapkan fasies Batulempung dengan fragmen

cangkang (C) dan Batulempung sisipan pasir (Sc) yang masih di pengaruhi oleh

kegiatan pasang surut air laut sehingga ditemukannya fasies Batupasir silangsiur

(Cs) sebagai channel atau inlet dari jalur masuk dan keluarnya arus laut ketika

terjadinya pasang-surut air laut, sedangkan fasies Batupasir masif dan wavy

lamination (S) dan Batupasir laminasi sejajar (Ps) mengambarkan keadaan bar

(gosong pasir) yang diakibatkan dari efek pasang-surut air laut yang terendapkan

pada bagian lagoon yang relatif dekat dengan inlet.

Gambar III.21. Kenampakan litologi dan struktur sedimen yang berkembang pada Satuan
Bempung Lidah, a; Batulempung fragmen litik dan mengerosi Batupasir halus parallel laminasi
(LP 18), b;silangsiur (LP 19), c;fragmen cangkang gastropoda pada Batulempung LP 19) (, d;
Batulempung masif dengan sisipan pecahan karbon (LP 16) di daerah Maling Mati (Penyusun,
2017)
71

Gambar III.22. Model fasies pengendapan Satuan Batulempung Lidah (Augustinus, 1989)

III.2.5.4. Hubungan stratigrafi

Hubungan Satuan Batulempung Lidah dengan Satuan Napal Sonde atau

Satuan Batugamping Pasiran Klitik, satuan batuan ini memiliki kontak tidak

selaras dengan satuan batuan di bawahnya, karena satuan ini merupakan satuan

termuda di daerah penelitian (Tabel III.17).

Tabel III.17 Kolom litologi Satuan Batulempung Lidah (tanpa skala) (Penyusun, 2017)

Anda mungkin juga menyukai