Anda di halaman 1dari 18

BAB III

STRATIGRAFI

3.1 Stratigrafi Regional

Daerah Kansintuwu Kecamatan Mangkutana Kabupaten Luwu Timur

Provinsi Sulawesi Selatan termasuk Peta Geologi Lembar Malili (Sukamto, 1982).

Stratigrafi Regional daerah penelitian terdiri atas Formasi Bone-Bone dan

Kompleks Pompangeo.

MTpm Komplek Pompangeo : sekis, genes, pualam, serpentinit dan meta kuarsit,

batusabak, filit dan setempat breksi. Sekis, putih, kuning kecoklatan, kehijauan

kelabu; kurang padat sampai sangat padat serta memperlihatkan perdaunan.

Setempat menunjukkan struktur chevron, lajur tekuk (kink banding) dan augen,

dan di beberapa tempat perdaunan terlipat. Batuan terdiri atas sekis mika, sekis

mika yakut (garnet, sekis kloritamfibolit dan sekis klorit-zoisit. amfibolit dan

fasies sekis hijauglaukofan-lawsonit. Tekstur batuan heteroblas; terdiri dari

mineral lepidoblas dan granoblas berbutir halus sampai sedang; kuarsa, muskovit

horenblende, klinozoisit, felspar, yakut (garnet), klorit, serisit; apatit dan titanit

sebagai mineral tambahan. Genes, kelabu sampai kelabu kehijauan; bertekstur

heteroblas, xenomorf sama butiran, terdiri dari mineral granoblas berbutir halus

sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri atas genes kuarsa biotit dan genes

pumpelit-muskovit-yakut. Bersifat kurang padat sampai padat. Genes kuarsa-

biotit tersusun oleh mineral kuarsa, plagioklas dan biotit. Genes pumpelit-

muskovit-yakut, berbutir halus sampai sedang setempat ditemukan blastomilonit

47
yang berupa hancuran felspar, muskovit dan kuarsa. Batuan terutama terdiri atas

plagioklas, kuarsa, muskovit dan pumpelit; yakut terdapat dalam bentuk

granoblas. Pualam (MTmm), kehijauan, kelabu sampai kelabu gelap, coklat

sampai merah coklat, dan hitam bergaris putih; sangat padat dengan persekisan,

tekstur umumnya nematoblas yang memperlihatkan pengarahan. Persekisan dalam

batuan ini didukung oleh adanya pengarahan kalsit hablur yaag tergabung dengan

mineral lempung dan mineral kedap (opak). Batuan terutama tersusun oleh kalsit,

dolomit dan piroksen; mineral lempung dan mineral bijih dalam bentuk garis.

Wolastonit dan apatit terdapat dalam jumlah sangat kecil. Plagioklas jenis albit

mengalami penghabluran ulang dengan piroksen. Serpentinit (MTsp), kehijauan

sampai kehitaman; terdaunkan, menunjukkan kesan cermin sesar yang mengkilap

pada permukaannya. Setempat mengandung asbes dan rodingit. Batuan ini

ditemukan dalam lajur sesar dengan ketebalan kurang dari satu meter sampai

beberapa meter, dan dalam lajur sesar besar melebihi ratusan meter. Di beberapa

tempat perdaunan yang telah terlipat (kink banding). Serpentin terdapat di sebelah

utara Masamba, diantara sesar Palu-Koro dan sesar naik Masamba. Kuarsit, putih

sampai coklat muda; pejal dan keras; berbutir (granular), terdiri atas mineral

granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang. Batuan sebagian

besar terdini dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97%. Oksida besi bercelah diantara

kuarsa, jumlahnya sekitar 3%. Batuan ditemukan sebagai lensa di dalam batuan

malihan; tebal mencapai 10 cm. Batusabak, kelabu sampai coklat; agak padat

sampai padat, setempat tampak struktur perlapisan halus (perarian). Filit, coklat

muda sampai coklat tua; padat, belahan berkembang baik, setempat terdaunkan;
lensa atau pisahan kuarsa (quartz segregation) berwarna putih sampai coklat

setebal beberapa mm sampai 1 cm. Breksi aneka bahan, coklat kemerahan; padat,

terkërsikkan dan termalihkan lemah. Komponen terdiri dari batugamping, rijang

dan argilit; sebagian terdaunkan; berukuran sampai 15 cm; bentuk menyudut;

masa dasar kalsit. Urat kuarsa dan kalsit memotong breksi ini secara tidak

beraturan. Secara umum, Komplek Pompangeo didominasi oleh sekis dan genes.

Serpentinit umumnya ditemukan dalam lajur sesar. Pualam, kuarsit, batusabak dan

filit terdapat berupa lensa atau perselingan dengan srkis.Umur satuan ini belum

dapat dipastikan, tetapi diduga tidak lebih tua dari Kapur. Sebaran satuan batuan

ini meliputi daerah Pegunungan Pompangeo, Koro-Ue dan Bakase yang terletak

di sebelah utara pebukitan Bone-Bone, serta di utara, barat dan selatan Danau

Poso, di barat desa Mangkutana, dan di utara Masamba. Pualam terdapat cukup

luas di barat Mangkutana yang merupakan lereng timur Pegunungan Bakase, serta

dalam lensa-lensa kecil dengan ketebalan kurang dari satu meter sampai beberapa

meter sering dijumpai dalam sekis dan genes. Setempat ditemukan perselingan

dengan sekis seperti tersingkap di Kodina, selatan D. Poso. Satuan ini tertindih tak

selaras oleh Formasi Tomata dan Formasi BoneBone; persentuhan tektonik

berupa sesar-naik dengan batuan granit di barat dan batuan ofiolit di sebelah

Timurnya.

Tmpb Formasi Bone-Bone: Perselingan antara konglomerat, batupasir,

napal dan lempung tufaan. Konglomerat, kelabu kecoklatan; kurang padat hingga

padat; pilahan dan kemas buruk, komponen terutama didominasi oleh batuan

malihan, juga terdapat batuan gunungapi andesit, batugamping terdaunkan, kuarsit


dan kuarsa. Bentuk komponen membundar sampai membundar tanggung,

umumnya berukuran sampai 10 cm, tetapi ada juga yang sampai 30 cm.

Perekatnya batupasir berbutir sedang sampai kasar, di beberapa tempat

gampingan; setempat perlapisan bersusun dengan bidang lapisan sulit dikenali.

Tebal lapisan berkisar 1 - 6 m. Lapisan bergabung umum terdapat, sehingga

lapisan menjadi sangat tebal, mencapai belasan meter. Batupasir, kelabu sampai

kecoklatan; padat dan keras, kadang - kadang gampingan; berbutir halus sampai

kasar, setempat kerikilan; menyudut tanggung sampai membulat tanggung,

terpilah baik; kompone berupa kepingan batuan malihan, gunungapi, mika,

imineral mafik, dan kuarsa membentuk perselingan dengan napal dan lempung

tufaan; tebal lapisan antara 25 cm - 1 m. Struktur permukaan erosi, kesan beban.

dan perlapisan bersusun dalam beberapa lapisan batupasir secara berangsur

beralih ke konglomerat di bawahnya. Napal, kelabu tua sampai kelabu muda;

kurang padat, berlapis baik dengan ketebalan tiap lapisan antara 1 - 15 cm.

Lempung tufaan, kelabu kecoklatan sampai coklat; kurang padat, berlapis baik;

setempat struktur perarian. Tebal tiap lapisan 1 - 20 cm, tidak jarang sampai 200

mm. Bagian bawah formasi terutama terdiri dari perselingan napal, batupasir dan

lempung tufaan, sedangkan bagian atas didominasi oleh konglomerat dan

batupasir sela (litos). Napal mengandung fosil foraminifera kecil diantaranya:

Globoquadiin dehiscens CHAPMAN, PARR, COLLINS, Globorotalia

acostacizsis BLOW dan G. plesiotumida BLOW & BANNER, yang menunjukkan

umur Miosen Akhir-Pliosen (N16-N19). Satuan ini diendapkan pada lingkungan

laut dangkal dan terbuka (neritik). Tersebar di utara Masamba, BoneBone sampai
Mangkutana. Ketebalannya diduga melebihi 750 m; terletak tak selaras di atas

Komplek Malihan Pompangeo


3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian

Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian

didasarkan atas litostratigrafi tidak resmi yang bersendikan pada ciri-ciri litologi,

dominasi batuan, keseragaman gejala litologi, hubungan stratigrafi antara batuan

yang satu dengan batuan yang lain dan dapat dipetakan dalam skala 1:25.000

(Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

Secara umum litologi penyusun daerah penelitian merupakan batuan

piroklastik dan batuan beku. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan ciri litologi yang

nampak di lapangan, (ciri-ciri litologi yang dimaksud yaitu karakteristik fisik,

komposisi kimia dan kandungan fosil) dan kontak batuan dimana batas kontak

tersebut dapat ditempatkan pada suatu bidang nyata atau jika terjadi perubahan

yang tidak jelas maka batasnya merupakan suatu bidang diperkiraan.

Berdasarkan interpretasi, pengamatan terhadap data lapangan dan analisis

laboratorium maka urut-urutan stratigrafi daerah penelitian, yaitu diuraikan

sebagai berikut (dari muda ke tua) :

1. Satuan Batupasir

2. Satuan Batulempung

3. Satuan Sekis

Pembahasan dan uraian dari urutan satuan stratigrafi daerah penelitian dari

tua ke muda adalah sebagai berikut :

3.2.1 Satuan Sekis

Satuan sekis merupakan satuan batuan yang tertua pada daerah penelitian.

Pembahasan satuan sekis pada daerah penelitian meliputi penjelasan mengenai


dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi yang mencakup

karakteristik batuan pada pengamatan secara megaskopis dan mikroskopis, umur

dan lingkungan pembentukan, serta hubungan stratigrafi dengan geologi regional

dan satuan batuan di atasnya.

3.2.1.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan batuan ini berdasarkan pada litostratigrafi tidak

resmi yang bersandikan pada ciri fisik dan penyebaran yang mendominasi pada

satuan batuan ini secara lateral serta dapat terpetakan dalam peta skala 1:25.000.

Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara

yaitu pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan

secara megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan

komposisi mineral yang bisa diamati oleh mata, dengan menggunakan klasifikasi

Wenworth (1922) dalam Kaharuddin (1988) sebagai dasar penamaan. Secara

mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan sifat

optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik yang kemudian

penamaannya menggunakan klasifikasi batuan beku menurut IUGS (1967) dalam

Blatt, Tracy & Owens (2006) untuk fragmen dan Pettijohn (1975) untuk matriks

batuan.

Berdasarkan data lapangan, satuan ini disusun oleh litologi sekis, sehingga

penamaan satuan batuan ini adalah satuan sekis.


3.2.1.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan menempati sekitar 30% dari keseluruhan luas daerah penelitian.

Satuan ini tersebar di bagian timur daerah penelitian dari barat ke bagian tengah.

3.2.1.3 Ciri Litologi

Litologi yang menyusun satuan ini yaitu sekis. Sekis secara megaskopis

dijumpai dalam kondisi segar berwarna kehijauan dan dalam keadaan lapuk

berwarna kuning kecoklatan. Tekstur kristaloblastik jenis lepidoblastik, struktur

foliasi (Schistose). Berdasarkan karakteristiknya, nama batuan ini adalah Sekis.

Foto 3.1 Singkapan sekis hijau sebagai anggota Satuan Sekis pada daerah Kansituwu
arah foto N 125°E
3.2.1.4 Umur dan Lingkungan Pembentukan

Penentuan umur satuan sekis pada daerah penelitian ditentukan

berdasarkan pada ciri-ciri fisik litologi dan posisi stratigrafi yang bersendikan

pada kesebandingan dengan umur relatif batuan secara regional.

Satuan sekis pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan Formasi

Kompleks Pompangeo. Hal ini dikarenakan sekis menurut geologi regional

merupakan anggota dari Formasi Kompleks Pompangeo (dalam hal ini Sukamto

(1982) menyebutnya konglomerat vulkanik). Sedangkan pada formasi lain yang

dekat dengan daerah penelitian, yaitu Formasi Bone-bone tidak memiliki anggota

yang sama dijumpai pada daerah penelitian.

Berdasarkan kesamaan ciri fisik dan posisi stratigrafinya serta letak

geografis maka satuan sekis pada daerah penelitian memiliki nilai kesebandingan

dengan anggota Formasi Kompleks Pompangeo atau MTpm (Mesozoikum Trias

Pompangeo Malihan) yang berumur Trias dan terbentuk pada lingkungan laut.

3.2.1.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan sekis pada daerah penelitian dengan

geologi regional memiliki nilai kesebandingan, dimana hubungan stratigrafi dapat

disebandingkan dengan Formasi Kompleks Pompangeo (Sukamto, 1982).

Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan di atasnya yaitu hubungan

ketidakselarasan dengan Satuan Batulempung.


3.2.2 Satuan Batulempung

Pembahasan basal salo kalupang pada daerah penelitian meliputi penjelasan

mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi yang mencakup

karakteristik batuan pada pengamatan secara megaskopis dan mikroskopis, umur

dan lingkungan pembentukan, serta hubungan stratigrafi dengan geologi regional

dan satuan batuan di atasny

3.2.2.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan batuan ini berdasarkan pada litostratigrafi tidak

resmi yang bersandikan pada ciri fisik dan penyebaran yang mendominasi pada

satuan batuan ini secara lateral serta dapat terpetakan dalam peta skala 1:25.000.

Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara

yaitu pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan

secara megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan

ukuran butir yang bisa diamati oleh mata, dengan menggunakan klasifikasi

Wentworth (1922) sebagai dasar penamaan.

Secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk

pengamatan kandungan material secara spesifik yang kemudian penamaan

menggunakan klasifikasi batuan sedimen. Berdasarkan data lapangan, satuan ini

disusun oleh litologi batulempung dan batupasir dan kesamaan ciri dengan

anggota batulempung Formasi Bone-bone sehingga penamaan satuan batuan ini

adalah satuan batulempung.


3.2.2.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan ini menempati sekitar 50 % dari keseluruhan luas daerah

penelitian. Satuan ini tersebar di bagian timur daerah penelitian dari utara ke

bagian tengah.

3.2.2.3 Ciri Litologi

Litologi yang menyusun satuan ini terdiri dari batulempung dan batupasir.

Secara megaskopis batulempung dijumpai dalam kondisi segar hingga lapuk

memperlihatkan ciri fisik berwarna keabu-abuan dan dalam kondisi lapuk

berwarna kecoklatan, tekstur klastik, dengan ukuran butir lempung (1/256 mm).

Berdasarkan sifat fisiknya maka nama batuannya adalah Batulempung

(Wentworth,1922)

Foto 3. 2 Singkapan batulempung sebagai anggota Satuan Batulempung pada Daerah


Kansintuwu stasiun 6 dengan arah foto N240oE

Secara megaskopis batupasir dijumpai dalam kondisi segar hingga lapuk

memperlihatkan ciri fisik berwarna putih keabu-abuan dan dalam kondisi lapuk
berwarna kecoklatan, tekstur klastik, dengan ukuran butir pasir kasar (1/2-1 mm).

Berdasarkan sifat fisiknya maka nama batuannya adalah Batupasir Kasar

(Wentworth,1922).

Foto 3. 3 Singkapan batupasir sebagai anggota Satuan Batulempung pada Daerah


Kansintuwu stasiun 25 dengan arah foto N145oE

3.2.2.4 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Penentuan umur Satuan Batulempung pada daerah penelitian ditentukan

berdasarkan pada ciri-ciri fisik litologi dan posisi stratigrafi yang bersendikan

pada kesebandingan dengan umur relatif batuan secara regional.

Satuan batulempung pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan

formasi yang dekat dengan daerah penelitan, yaitu Formasi Bone-bone. Menurut

Sukamto (1982), formasi tersebut memiliki anggota yang sama dengan daerah

penelitian, yaitu terdapat batulempung dan batupasir

Berdasarkan kesamaan ciri fisik dan posisi stratigrafinya serta letak

geografis maka Satuan Batulempung pada daerah penelitian dapat disebandingkan


dengan anggota Formasi Bone-bone atau Tmpb (Tersier Miosen Pliosen Bone-

bone) yang berumur Miosen-Pliosen dan terbentuk pada lingkungan laut.

3.2.2.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan batulempung pada daerah penelitian

dengan geologi regional memiliki kesebandingan, dimana hubungan stratigrafi

dapat disebandingkan dengan Formasi Bone-bone yang umumnya berumur

Miosen-Pliosen (Sukamto, 1982). Hubungan satuan batuan ini dengan satuan

batuan di atasnya yaitu hubungan keselarasan menjemari akibat dari persamaan

umur. Sedangkan hubungan satuan ini dengan satuan batuan di bawahnya adalah

ketidakselarasan.

3.2.3 Satuan Batupasir

Pembahasan satuan batupasir pada daerah penelitian meliputi penjelasan

mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi yang mencakup

karakteristik batuan pada pengamatan secara megaskopis dan mikroskopis, umur

dan lingkungan pembentukan, serta hubungan stratigrafi dengan geologi regional,

serta hubungan dengan satuan batuan diatasnya.

3.2.3.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan batuan ini berdasarkan pada litostratigrafi tidak

resmi yang bersandikan pada ciri fisik dan penyebaran yang mendominasi pada

satuan batuan ini secara lateral serta dapat terpetakan dalam peta skala 1:25.000.
Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara

yaitu pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan

secara megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan

ukuran butir yang bisa diamati oleh mata, dengan menggunakan klasifikasi

Wentworth (1922) sebagai dasar penamaan.

Secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk

pengamatan kandungan material secara spesifik yang kemudian penamaan

menggunakan klasifikasi batuan sedimen. Berdasarkan data lapangan, satuan ini

disusun oleh litologi batulempung dan batupasir dan kesamaan ciri dengan

anggota batulempung Formasi Bone-bone sehingga penamaan satuan batuan ini

adalah satuan batupasir.

3.2.3.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan ini menempati sekitar 20% dari keseluruhan luas daerah penelitian.

Satuan ini tersebar pada bagian timur daerah penelitian secara setempat -

setempat.

3.2.3.3 Ciri Litologi

Litologi yang menyusun satuan ini yaitu batupasir dan batulempung.

Secara megaskopis dijumpai dalam kondisi segar hingga lapuk memperlihatkan

ciri fisik berwarna putih keabu-abuan dan dalam kondisi lapuk berwarna

kecoklatan, tekstur klastik, dengan ukuran butir pasir kasar-pasir sedang (1-1/4
mm). Berdasarkan sifat fisiknya maka nama batuannya adalah Batupasir

(Wentworth,1922)

Foto 3.4 Singkapan batupasir yang menyusun Satuan batupasir di stasiun 1 Daerah
Kansituwu dengan arah foto N333oE

Secara megaskopis batulempung dijumpai dalam kondisi segar hingga

lapuk memperlihatkan ciri fisik berwarna keabu-abuan dan dalam kondisi lapuk

berwarna kecoklatan, tekstur klastik, dengan ukuran butir lempung (1/256 mm).

Berdasarkan sifat fisiknya maka nama batuannya adalah Batulempung

(Wentworth,1922)
Foto 3.4 Singkapan batulempung sebagai anggota Satuan batupasir di stasiun 15 Daerah
Kansituwu dengan arah foto N171oE

3.2.3.4 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Penentuan umur Satuan Batupasir pada daerah penelitian ditentukan

berdasarkan pada ciri-ciri fisik litologi dan posisi stratigrafi yang bersendikan

pada kesebandingan dengan umur relatif batuan secara regional.

Satuan batupasir pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan

formasi yang dekat dengan daerah penelitan, yaitu Formasi Bone-bone. Menurut

Sukamto (1982), formasi tersebut memiliki anggota yang sama dengan daerah

penelitian, yaitu terdapat batupasir dan batulempung


Berdasarkan kesamaan ciri fisik dan posisi stratigrafinya serta letak

geografis maka Satuan Batupasir pada daerah penelitian dapat disebandingkan

dengan anggota Formasi Bone-bone atau Tmpb (Tersier Miosen Pliosen Bone-

bone) yang berumur Miosen-Pliosen dan terbentuk pada lingkungan laut.

3.2.3.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan batupasir pada daerah penelitian

dengan geologi regional dapat dikorelasikan dengan dengan Formasi Bone-bone

yang umumnya berumur Miosen-Pliosen, (Sukamto, 1982). Hubungan satuan

batuan ini dengan satuan batuan di bawahnya yaitu selaras dengan satuan

batulempung

Anda mungkin juga menyukai