Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

STRUKTUR GEOLOGI

4.1 Struktur Geologi Regional

Struktur geologi Lembar Malili memperlihatkan ciri Komplek tubrukan

dan pinggiran benua yang aktif. Berdasarkan struktur, himpunan batuan,

biostratigrafi dan umur, daerah ini dapat dibagi menjadi 2 domain yang sangat

berbeda, yakni : 1) alohton: ofiolit dan malihan, dan 2) autohton: batuan

gunungapi dan pluton Tersier dan pinggiran benua Sundaland, serta kelompok

molasa Sulawesi. Lembar Malili, sebagaimana halnya daerah Sulawesi bagian

timur, memperlihatkan struktur yang sangat rumit. Hal ini disebabkan oleh

pengaruh pergerakan tektonik yang telah berulangkali terjadi di daerah ini.

(Simandjuntak, 1997)

Struktur penting di daerah ini adalah sesar lipatan, selain itu terdapat kekar

dan perdaunan. Secara umum kelurusan sesar berarah baratlaut-tenggara. Yang

terdapat di daerah ini berupa sesar naik, sesar sungkup, sesar geser dan sesar

turun, yang diperkirakan sudah mulai terbentuk sejak Mesozoikum. Beberapa

sesar utama tampaknya aktif kembali. Sesar Matano dan sesar Palu-Koro

merupakan sesar utama berarah baratlaut-tenggara, dan menunjukkan gerak

mengiri. Diduga kedua sesar itu masih aktif sampai sekarang (keduanya bersatu di

bagian baratlaut Lembar. Diduga pula kedua sesar terscbut terbentuk sejak

Oligosen, dan bersambungan dengan sesar Sorong sehingga merupakan satu

sistem sesar “transform”. Sesar lain yang lebih kecil berupa tingkat pertama

dan/atau kedua yang terbentuk bersamaan atau setelah sesar utama tersebut.
Dengan demikian sesar-sesar ini dapat dinamakan Sistem Sesar Matano-Palu-

Koro. (Simandjuntak, 1997)

Lipatan yang terdapat di daerah ini dapat digolongkan dalam lipatan

lemah, lipatan tertutup dan lipatan tumpang tindih. Pada yang pertama kemiringan

lapisannya landai biasanya tidak melebihi 3° yang dapat digolongkan dalam jenis

lipatan terbuka. Lipatan ini berkembang dalam batuan yang berumur Miosen

hingga Plistosen; biasanya sumbu lipatannya bergelombang dan berarah

baratdaya-timurlaut. Pada yang kedua, baik yang simetris maupun yang tidak,

kemiringan lapisannya antara 500 dan tegak, ada juga yang terbalik. Lipatan ini

biasanya terdapat dalam batuan sedimen Mesozoikum. Sumbu lipatan pada

umumnya berarah utara-selatan, mungkin golongan ini terbentuk pada Kala

Oligosen atau lebih tua. 

Adapun yang ketiga berkembang dalam batuan sedimen Mesozoikum,

batuan malihan dan di beberapa tempat dalam serpentin yang terdaunkan. Lipatan

dalam batuan sedimen Mesozoikum berimpit dan/atau memotong lipatan

terdahulu, sehingga ada sumbu lipatan pertama (f1) yang berimpit dengan yang

kemudian (f2), di samping f1 terpotong oleh f2. Lipatan kedua (f2) ini

diperkirakan terbentuk pada Miosen Tengah. Kedua lipatan ini tampaknya

mengalami deformasi lagi pada Plio-Plistosen, dan membentuk lipatan fasa ketiga

(f3) dengan sumbu lipatan yang berarah baratlaut-tenggara, sama dengan lipatan

pada batuan sedimen muda. Jenis lipatan ini dalam ukuran megaskopis

berkembang dataran batuan malihan dan serpentin yang terdaunkan. 


Kekar terdapat dalam hampir scmua jenis batuan dan tampaknya terjadi

dalam beberapa perioda. Pola dan arah kekar ini sesuai dengan jenisnya, ac; b atau

diagonal. Perkembangan tektonik dan sejarah pengendapan batuan sedimcn di

daerah ini tampaknya sangat erat hubungannya dengan perkembangan Mendala

Banggai-Sula yang sudah terkeratonkan pada akhir Paleozoikum. 

Pada Zaman Trias Formasi Tokala diendapkan di datam paparan tepi

lereng benua. Pada akhir Trias terjadi pemekaran pinggiran benua yang kemudian

disusul pengendapan Formasi Batebeta secara selaras di atasnya pada awal Jura. 

Pada Zaman Jura Formasi Nanaka diendapkan secara tidak selaras di atas

batuan yang lebih tua, dalam lingkungan darat hingga laut dangkal. Di bagian

neritik luar diendapkan Formasi Tetambahu dan Formasi Masiku pada akhir Jura

hingga permulaan Kapur. Ketiga satuan ini terbentuk di pinggiran benua yang saat

ini menjadi Mendala Banggai-Sula. Semuanya tersingkap di Lembar Bungku

(Simandjuntak drr., 1980) di sebelah timur lembar ini. 

Pada Zaman Kapur, dibagian lain dalam cekungan laut dalam di sebelah

barat terjadi pemekaran dasar samudera, dan membentuk kerak samudera yang

sebagian menjadi Lajur Ofiolit Sulawesi Timur. Pengendapan bahan-bahan

pelagos di atas kerak samudera ini berlangsung hingga Zaman Kapur Akhir

(Formasi Matano). 

Pada Zaman Kapur Akhir, lempeng samudera yang bergerak ke arah barat

menunjam di bawab pinggiran benua dan/atau di daerah busur gunungapi. Jalur

penunjaman ini sekarang ditandai oleh batuan bancuh di Wasuponda Di cekungan

rumpang parit busur di pinggiran yang aktif di sebelah barat, diendapkan batuan
sedimen jenis “flysch”, Formasi Latimojong pada Kapur Atas. Pengendapan

batuan ini disusul oleh Formasi Toraja pada Kala Eosen dan kegiatan gunungapi

bawah laut pada Kala Oligosen (Vulkanik Lamasi) yang berlangsung terus hingga

Miosen (Volkanik Rampi dan Tineba). Satuan batuan ini sekarang merupakan

bagian dan Mendala Sulawesi Barat. 

Pada Zaman Paleogen pengendapan batuan karbonat (Formasi Larca)

berlangsung dalam busur laut yang semakin mendangkal, yang disusul

pengendapan Formasi Takaluku pada Kala Miosen Tengah.

Pada Kala Oligosen, sesar Sorong yang menerus ke sesar Matano dan

Palu-Koro mulai aktif dalam bentuk sesar transcurrent. Akibatnya minikontinen

Banggai-Sula bergerak ke arah barat dan memisahkan diri dari benua Australia. 

Pada Kala Miosen Tengah bagian timur kerak samudera di Mendala

Sulawesi Timur menumpang tindih (obducted) platform Banggai-Sula yang

bergerak ke arah barat. Dalam pada itu, di bagian barat lajur penunjaman dan

busur luar tersesarsungkupkan di atas rumpang parit busur dan busur gunungapi,

dan mengakibatkan ketiga mendala geologi tersebut saling berhimpitan. 

Pada Akhir Miosen hingga Pliosen, batuan kiastika halus sampai kasar

Kelompok Molasa Sulawesi (Formasi Tomata, Bonebone) diendapkan dalam

lingkungan laut dangkal dan terbuka dan sebagian berupa endapan darat yang

bersamaan dengan intrusi yang bersifat granit di bagian barat. 


Gambar 4.1 Peta Geologi Sulawesi dan tatanan tektoniknya (Hall & Wilson,
2000)

4.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Pembahasan tentang struktur geologi daerah penelitian menjelaskan

tentang pola struktur geologi, identifikasi jenis struktur, umur dari struktur yang

dihubungkan dengan stratigrafi daerah penelitian dan interpretasi mekanisme gaya

yang menyebabkan terjadinya struktur pada daerah penelitian. Penentuan struktur

geologi didasarkan pada data yang diperoleh berupa data yang bersifat primer

maupun sekunder dan interpretasi pada peta topografi daerah penelitian.

Berdasarkan pengamatan di lapangan maka diperoleh data penciri struktur

geologi berupa data:

1. Struktur kekar

2. Struktur sesar
4.2.1 Kekar

Kekar adalah susunan regular dari sepanjang retakan yang mana tidak

mengalami pergerakan (Mc Clay, 1987). Menurut Asikin (1979) kekar adalah

sebutan untuk struktur rekahan dalam batuan dimana tidak ada atau sedikit sekali

mengalami pergeseran. Penentuan jenis kekar pada daerah penelitian didasarkan

pada bentuk dan cara terjadinya. Pengelompokkan kekar berdasarkan pada

bentuknya, Hodgson dalam Asikin (1979) membedakan kekar menjadi dua bentuk

kekar, yaitu; kekar sistematik dan kekar yang tak sistematik. Kekar sistematik

selalu dijumpai dalam pasangan (set), tiap pasangan ditandai oleh arahnya yang

serba sejajar, atau hampir sejajar bila dilihat dari kenampakan di atas permukaan.

Kekar tak sistematik dapat dijumpai saling bertemu, tetapi tidak selalu memotong

kekar lainnya.

Pengukuran kekar pada daerah penelitian dilakukan pada stasiun 45

dengan litologi berupa Sekis, dimana data hasil pengukuran kekar dianalisis

dengan metode stereonet. Pengolahan data kekar digunakan untuk mengetahui

tegasan utama maksimum (σ1) dan tegasan utama minimum (σ3) serta perkiraan

jenis sesar yang terbentuk.


Gambar 4.2 Foto kekar cendrung non sitematis pada litologi Sekis yang dijumpai
pada stasiun 45 dengan arah pengambilan foto N 310°E

Tabel 4.1 Data pengukuran kekar pada stasiun 45

No Strike Dip No Strike Dip No Strike Dip


N…..oE N…..oE N…..oE
1 349 30 17 166 60 33 20 40
2 350 45 18 171 60 34 305 66
3 339 76 19 151 54 35 172 70
4 181 64 20 154 59 36 356 80
5 166 66 21 141 39 37 191 40
6 154 71 22 304 91 38 309 41
7 121 70 23 151 56 39 332 71
8 169 64 24 156 61 40 305 66
9 213 53 25 166 54
10 180 74 26 199 41
11 179 81 27 171 75
12 325 85 28 333 41
13 149 40 29 359 15
14 166 90 30 350 68
15 171 73 31 166 76
16 158 74 32 20 37
(1)

σ3

σ2
(2)

σ1

(3)

Gambar 4.3 Pengolahan data kekar : (1) Plot data kekar pada streonet (Schmidt Net); (2)
Pola kontur berdasarkan frekuensi kekar; (3) Kenampakan tegasan maksimum, tegasan
menengah, tegasan minimum

Dari hasil pengolahan data kekar pada litologi sekis dengan menggunakan

software streonet memperlihatkan tegasan utama maksimum (σ1) N 150/74° E,

tegasan utama (σ2) N 350/26° E, dan tegasan utama minimum (σ3) N 242/77° E

dan dapat diketahui jenis sesar yang berkembang pada daerah penelitian adalah

Sesar Naik seperti pada Gambar 4.2

4.2.2 Sesar

Menurut Van der Pluijm, 2004, sesar adalah setiap permukaan atau zona di

Bumi yang mengalami slip yang terukur (shear displacement). Sedangkan

menurut Asikin (1979), sesar atau fault merupakan rekahan pada batuan yang

telah mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian yang


saling berhadapan, dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan. Berdasarkan

pergerakan relatif dan jenis gaya yang menyebabkannya, struktur sesar terbagi

atas tiga bagian menurut Billings, 1968 yaitu :

1. Sesar naik, merupakan sesar yang “hanging wall”nya relatif bergerak naik

dan diakibatkan oleh gaya kompresi.

2. Sesar normal, merupakan sesar yang “hanging wall”nya relatif bergerak

turun, diakibatkan oleh gaya tension.

3. Sesar geser, merupakan sesar dimana kedua blok yang patah bergerak

secara mendatar, diakibatkan oleh gaya kompresi, terbagi atas sesar geser

menganan (dekstral) dan sesar geser mengiri (sinistral).

Sedangkan berdasarkan gaya-gaya tekan pada suatu sesar (Anderson, 1951

dalam McClay, 1987), sruktur sesar terbagi atas :

1. Sesar Normal (normal fault), σ1 adalah vertikal dan σ2 dan σ3 adalah

horizontal. Kemiringan dari bidang sesar adalah lebih dari 45°

2. Sesar Geser (strike-slip fault), σ2 adalah vertikal dan σ1 dan σ3 adalah

horizontal. Dalam hal ini bidang sesar adalah vertikal dan arah

pergerakannya adalah horizontal.

3. Sesar Naik (reverse fault), σ3 adalah vertikal dan σ1 dan σ2 adalah

horizontal. Kemiringan dari bidang sesar adalah kurang dari 45° sampai

horizontal.

Untuk mengidentifikasi struktur sesar pada daerah penelitian dilakukan

dengan mengenali ciri-ciri primer yang dijumpai di lapangan ataupun ciri

sekunder yang mendukung keberadaan sesar tersebut. Selain itu identifikasi


struktur sesar juga harus tetap mengacu terhadap setting tektonik regional yang

mempengaruhi daerah penelitian.

Keterdapatan sesar pada suatu daerah ditandai dengan terdapatnya gejala–

gejala sesar yang terdapat pada daerah tersebut. Gejala ini berupa gejala primer

dan gejala sekunder. Gejala primer merupakan bukti keterdapatan sesar pada suatu

daerah, dimana terbentuk oleh pengaruh langsung dari sesar itu sendiri.

Sedangkan gejala sekunder merupakan indikasi terdapatnya sesar pada suatu

daerah, akan tetapi bukan terbentuk dari pengaruh langsung dari sesar tersebut.

Sesar dapat dikenali melalui indikasi atau ciri berdasarkan kenampakan

secara langsung di lapangan, kenampakan morfologi, serta interpretasi pada peta

topografi. Kenampakan morfologi secara langsung di lapangan serta pada peta

topografi dapat dikenali seperti dengan adanya pelurusan sungai, kelokan sungai

yang sangat tajam, dan perbandingan kerapatan kontur yang menyolok.

Sedangkan pengamatan singkapan di lapangan dapat dikenali berupa breksi sesar,

zona hancuran, perubahan kedudukan batuan, pergeseran batas litologi, kontak

litologi yang berbeda umur dan genetiknya.

4.2.2.1 Sesar Pada Daerah Penelitian

Berdasarkan hasil analisa terhadap data lapangan berupa data primer

ataupun data sekunder serta korelasi terhadap tektonik regional maka sesar yang

bekerja pada daerah penelitian berupa sesar geser. Untuk mempermudah

pembahasan maka sesar ini diberi nama belakang berdasarkan nama geografis

daerah yang dilalui sesar tersebut. Pengamatan gejala struktur geologi di lapangan
dapat menjadi terganggu dan terhambat oleh faktor-faktor, diantaranya ; tingkat

pelapukan yang tinggi, gangguan tektonik berantai yang aktif, proses

geomorfologi, medan dan vegetasi yang lebat dan lain-lain.

Adapun indikasi primer suatu sesar / patahan dapat dikenal melalui : a)

gawir sesar atau bidang sesar; b) breksiasi, gouge, milonit, ; c) deretan mata air; d)

sumber air panas; e). penyimpangan / pergeseran kedudukan lapisan; f) gejala-

gejala struktur minor seperti: cermin sesar, gores garis, lipatan dsb. Sedangkan

gejala sekunder sesar pergeseran punggung bukit dan kenampakan adanya

pergeseran aliran sungai (bentuk sungai membelok tiba-tiba melalui jalur sesar

yang lurus).

4.2.2.1.1 Sesar Naik Kansintuwu

Sesar Naik Paneki yang bekerja pada daerah penelitian memanjang dari

arah utara hingga selatan. Alur sesar ini melewati daerah Kansintuwu pada satuan

Sekis. Adapun Indikasi sesar yang dijumpai pada zona sesar dan daerah sekitarnya

adalah sebagai berikut :

1) Dijumpai pelurusan kontur dan pola kontur dari renggang ke rapat

2) Dijumpai struktur kekar di daerah Kansintuwu

4.3 Mekanisme Struktur Geologi Daerah Penelitian

Mekanisme pembentukan struktur geologi yang bekerja pada daerah

penelitian dapat dijelaskan dengan menggunakan pola strain ellipsoid yang

dikemukakan oleh Reidel dalam McClay, 1987.


Mekanisme pembentukan struktur geologi pada daerah penelitian

didasarkan pada pendekatan teori Reidel (dalam McClay 1987) yang merupakan

modifikasi dari teori Harding 1974, serta penggabungan dengan data hasil analisis

kekar dan penciri sesar yang dijumpai di lapangan. Pembentukan struktur geologi

pada daerah penelitian sangat erat hubungannya dengan struktur regional. Gaya

yang bekerja pada pembentukan struktur secara regional mengakibatkan gaya

imbas yang menghasilkan arah gaya secara lokal sehingga menyebabkan

terbentuknya struktur geologi pada daerah penelitian.

Penentuan arah tegasan utama yang bekerja pada daerah penelitian

didasarkan pada pola umum hasil pengolahan dan analisa data kekar dengan

menggunakan stereografi.

Pada periode pertama terjadi tekanan pada batuan terus meningkat

sehingga batuan mencapai fase deformasi plastis, dimana rekahan pada batuan

mengalami pergeseran, membentuk sesar naik Kansintuwu pada satuan Sekis.

Sesar ini sesuai dengan teori riedel yang searah dengan tegasan utama maksimum

(σ1) akan membentuk sesar naik sebagai thrust. Berdasarkan batuan yang dilewati

oleh sesar ini maka dapat diketahui umur dari sesar naik ini yaitu post Trias

S TRAIN ELIP SOID E M EN URUT M EKANIS ME PEM BEN TKA NKEKAR DAERAH P EN ELITIAN
REIDEL DALAM MC CLAY(1 98 7) NORM AL TAHAP I TAHAP II
σ3 σ3 σ3
σ1 σ1
σ1 EXTENT
F AUL
I ON
TS
P
T HR
US T

AULTS
F
R

F OL DS
R

EXT E N T IO N
AULTS
F

P
T HRUS T
F AUL
TS
σ1
σ1 σ1
σ3 σ3 σ3

Gambar 4.4 Mekanisme Pembentukan Sesar Naik Kansintuwu

Anda mungkin juga menyukai