Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

STRUKTUR GEOLOGI

4.1 Struktur Geologi Regional

Menurut Sukamto & Supriatna (1982) batuan tertua yang tersingkap di

daerah Lembar Ujungpandang, Benteng, dan Sinjai adalah sedimen flysch

Formasi Marada yang berumur Kapur Atas. Asosiasi batuan ini memberikan

petunjuk suatu endapan lereng bawah laut. Ketika kegiatan magma berkembang

menjadi suatu gunungapi kira-kira 63 juta tahun yang lalu, dan menghasilkan

Batuan Gunungapi terpropilitkan.

Sebelah Utara dari Lembah Walanae di Lembar Pangkajene dan

Watampone Bagian Barat menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan

Sinjai, melalui Sinjai di pesisir timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur

Eosen, yaitu sedimen klastika Formasi Salo Kalupang di sebelah Timur, dan

sedimen karbonat Formasi Tonasa di sebelah Baratnya. Pada Kala Eosen daerah

sebelah barat Lembah Walane merupakan suatu paparan laut dangkal, dan daerah

sebelah Timurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan.

Paparan laut dangkal Eosen meluas hampir ke seluruh daerah Lembar

Ujungpandang, Benteng, dan Sinjai yang ditunjukkan oleh sebaran Formasi

Tonasa di sebelah barat Barru, sebelah timur Maros dan di sekitar Takalar.

Endapan paparan berkembang selama Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi

klastika di sebelah Timur Lembah Walane berhenti pada Akhir Oligosen, dan

diikuti oleh kegiatan gunungapi yang menghasilkan Formasi Kalamiseng.

60
Akhir daripada kegiatan gunungapi Miosen Awal diikuti oleh tektonik

yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae, yang kemudian menjadi

cekungan tempat Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar

berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama

sedimentasi sampai kala Pliosen.

Menurunnya cekungan Walanae diikuti oleh kegiatan gunungapi yang

terjadi secara luas di sebelah Barat dari cekungan tersebut dan kemungkinan

terjadi secara lokal di sebelah Timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen

Tengah sampai Pliosen. Semula gunung apinya terjadi di bawah muka laut, dan

kemungkinan sebagian muncul di permukaan pada kala Pliosen. Kegiatan

gunungapi selama Miosen menghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen

menghasilkan Batuan Gunungapi Baturape-Cindako. Kelompok retas basal

berbentuk radier memusat ke G. Cindako dan G. Baturape, terjadinya mungkin

berhubungan dengan gerakan mengkubah pada kala Pliosen.

Kegiatan gunung api di daerah ini masih berlangsung sampai dengan kala

Plistosen, menghasilkan Batuan Gunungapi Lompobatang. Berhentinya kegiatan

magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-

sesar en echelon (merencong) yang melalui G. Lompobatang berarah utara-

selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin sebagai akibat dari suatu gerakan

mendatar dekstral dari batuan alas di bawah Lembah Walanae. Sejak kala Pliosen

pesisir barat ujung lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang

pada kala Holosen hanya terjadi endapan aluvium dan rawa-rawa.

61
4.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Pembahasan mengenai struktur geologi daerah penelitian meliputi

pembahasan mengenai indikasi pola struktur geologi yang dijumpai di lapangan,

jenis struktur, umur struktur geologi yang di hubungkan dengan kronologi urutan

pembentukan struktur dan stratigrafi daerah penelitian, serta pada kondisi fisik

bagaimana struktur tersebut terbentuk (mekanisme struktur geologi).

Metode dan cara yang dilakukan dalam mengenali dan menganalisa

struktur pada daerah penelitian dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

 Melakukan interpretasi pola kontur pada peta topografi.

 Mengamati keadaan dan mengukur parameter terukur struktur yang

dijumpai dalam keadaan sebenarnya di lapangan seperti kedudukan batuan

dan pengukuran secara random data kekar.

 Mengambil foto dari struktur yang dijumpai di lapangan.

 Menganalisis parameter struktur yang terukur dari data kuantitatif dalam

bentuk statistik dan dibuat dalam bentuk diagram-diagram pola, untuk

diketahui gambaran umum dan pola strukturnya yaitu pengolahan data kekar

dengan menggunakan diagram kipas.

 Menganalisa mekanisme struktur daerah penelitian dari semua hasil

pengolahan data yang ada.

Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode yang dijelaskan,

maka jenis struktur yang dijumpai pada daerah penelitian terdiri atas :

1. Struktur Kekar

2. Struktur Sesar

62
4.2.1 Struktur Kekar

Kekar (joint) yaitu rekahan pada batuan dimana tidak ada atau sedikit

sekali mengalami pergeseran. Menurut Mc Clay (1987), kekar adalah susunan

teratur dari rekahan-rekahan menerus yang mana rekahan itu sedikit sekali atau

tidak ada pergeseran. Sedangkan menurut Davis (1984), Kekar adalah rekahan

dalam berbagai jenis batuan yang menerus yang mana rekahan-rekahan itu

bergerak sejajar terhadap bidang rekahan. Keberadaan struktur geologi pada

daerah pemetaan diindikasikan oleh adanya ciri-ciri berupa kekar, breksi sesar dan

aspek fisik lainnya yaitu berupa kelurusan kontur yang terlihat pada peta topografi

(Billings, 1968).

Klasifikasi kekar berdasarkan bentuknya (Hodgson dalam Sukendar

Asikin, 1979), terdiri atas:

a. Kekar Sistematik, yaitu kekar yang umumnya selalu dijumpai dalam

bentuk berpasangan. Tiap pasangannya ditandai oleh arahnya yang

serba sejajar atau hampir hampir sejajar jika dilihat dari kenampakan

di atas permukaan.

b. Kekar Tidak Sistematik, yaitu kekar yang tidak teratur susunannya dan

biasanya tidak memotong kekar yang lainnya dan permukaannya selalu

lengkung dan berakhir pada bidang perlapisan.

Pengelompokan kekar berdasarkan genetiknya terdiri atas :

a. Compression Joints atau kekar gerus yang diakibatkan oleh adanya

tekanan. Biasanya dikenal juga dengan shear joints.

63
b. Extention Joints atau kekar Tarik merupakan kekar yang diakibatkan

oleh tarikan, terbagi atas dua jenis yaitu :

 Extention Joints yaitu kekar yang disebabkan oleh tarikan atau

pemekaran.

 Release Joints yaitu kekar yang disebabkan karena berhentinya

gaya bekerja.

Kekar pada daerah penelitian didasarkan pada bentuknya, melalui hasil

pengamatan dan pengukuran data kekar di lapangan, maka kekar yang dijumpai

dilapangan adalah kekar sistematik dan non sitematik. Kekar sistematik ini

dijumpai pada satuan basalt scoria pada stasiun 42 (Foto 4.1) dan kekar non

sistematik ini dijumpai pada stasiun 22 (Foto 4.2).

Foto 4.1 Kenampakan kekar sistematik pada batuan basalt porfiri


yang dijumpai di Stasiun 42 difoto ke arah N 800 E.

64
Foto 4.2 Kenampakan kekar non sistematik pada
batuan basalt scoria yang dijumpai di
Stasiun 22 difoto ke arah N 780 E.

Pengukuran kekar dilakukan secara acak sebanyak 60 kali pada lokasi

yang pertama (Tabel 4.1) dan sebanyak 50 kali pada lokasi yang kedua (Tabel

4.2). Setelah data tersebut dimasukkan kedalam diagram roset, maka diperoleh

arah tegasan maksimum relatif berarah utara-selatan (Gambar 4.1) dan tegasan

utama minimum berarah barat-timur (Gambar 4.2).

Strike Strike Strike Strike Strike


No No No No No
(N … O E) (N … O E) (N ... O E) (N … O E) (N … O E)

1 221 16 142 31 262 46 67 61 188


2 158 17 145 32 141 47 107 62 115
3 240 18 89 33 203 48 305 63 136
4 223 19 139 34 160 49 166 64 108
5 151 20 235 35 342 50 53 65 320
6 153 21 29 36 169 51 67 66 68
7 61 22 57 37 340 52 40 67 331
8 165 23 133 38 162 53 230 68 147
9 195 24 153 39 149 54 219 69 169
10 166 25 166 40 145 55 220 70 117
11 182 26 168 41 21 56 213 71 201
12 230 27 229 42 322 57 199 72 325
13 332 28 240 43 76 58 341 73 170
14 233 29 203 44 170 59 171 74 311
15 107 30 218 45 239 60 183 75 267

Tabel 4.1 Data hasil pengukuran kekar pada stasiun 42

65
FREKUENSI FREKUENSI
INTERVAL INTERVAL
TURUS JUMLA TURUS JUMLAH
KELAS (N….E) KELAS (N….E)
H

0 -9/180-189 III 3 90-99/270-279 - -

10-19/190-199 II 2 100-109/280-289 IIII 4

20-29/200-209 IIIII 5 110-119/290-299 II 2

30-39/210-219 III 3 120-129/300-309 I 1

40-49/220-229 IIIII 5 130-139/310-319 IIII 4

50-59/230-239 IIIIIII 7 140-149/320-329 IIIIIIIII 9

60-69/240-249 IIIIII 6 150-159/330-339 IIIIII 6

70-79/250-259 I 1 160-169/340-349 IIIIIIIIIIII 12

80-89/260-269 III 3 170-179/350-359 III 3

Tabel 4.2 Frekuensi pengukuran kekar pada stasiun 42

Gambar 4.1 Diagram kipas kekar pada stasiun 42. Menunjukkan tegasan utama
maksimum (σ1) kekar relatif Utara Barat Laut – Selatan Menenggara
(N 340°E) dan tegasan utama minimum (σ3) Tenggara Timur Laut –
Barat-Barat Daya (N70°E).

66
4.2.2 Struktur Sesar

Menurut Billing (1968), berdasarkan teori kekandasan batuan, struktur

geologi berupa sesar akan terjadi apabila suatu bahan/batuan dikenai suatu gaya

yang melebihi batas elastisitasnya sehingga akan mengalami pergeseran. Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa sesar terbentuk akibat berlanjutnya gaya

yang membentuk struktur geologi sebelumnya. Dengan demikian, sesar

merupakan rekahan di sepanjang daerah tempat terjadinya pergerakan relatif satu

blok terhadap blok batuan yang lain, dengan gejala utama adalah adanya

pergerakan differensial pada arah yang sejajar dengan bidang rekahan.

Sesar (fault) adalah suatu bidang rekahan ataupun zona rekahan yang

telah mengalami pergeseran (Ragan,1973). Menurut Davis (1984), sesar adalah

rekahan menerus yang mana terlihat berpindah tempat oleh pergeseran, sedangkan

menurut Mc Clay (1987) sesar adalah bidang lurus tidak berlanjut yang mana

terjadi pergantian secara signifikan disebabkan oleh adanya pergeseran.

Pergeseran pada permukaan batuan menyebabkan terjadinya perpindahan

diantara blok-blok batuan yang saling berhadapan dengan arah umum yang sejajar

dengan bidang rekahan yang terjadi.

Berbagai klasifikasi struktur sesar telah banyak dikemukakan oleh para

ahli-ahli geologi struktur. Umumnya para ahli mengklasifikasikan struktur sesar

berdasarkan pada arah pergerakan relatif serta gaya yang menyebabkan terjadinya

sesar. Dengan menggunakan dasar klasifikasi ini maka struktur sesar dibagi

menjadi 3 jenis, yaitu :

67
1. Sesar naik (reverse fault) yaitu sesar yang hanging wallnya relatif bergerak

naik yang disebabkan oleh gaya kompresi

2. Sesar geser (wrench fault) yaitu sesar dimana blok yang patah bergeser

secara mendatar. Sesar ini disebabkan oleh gaya koppel dan kompresi,

terbagi atas gaya menganan (dextral) dan gaya mengiri (sinistral).

3. Sesar turun (normal fault) yaitu sesar yang hanging wallnya relatif

bergerak turun yang disebabkan oleh gaya tension (tarikan).

Untuk mengidentifikasi struktur sesar pada daerah penelitian dilakukan

dengan mengenali ciri-ciri primer yang dijumpai di lapangan ataupun ciri

sekunder berupa perubahan kedudukan batuan, lipatan seretan (drag fold), yang

mendukung keberadaan sesar tersebut. Selain itu identifikasi struktur sesar juga

mengacu terhadap setting teektonik regional yang mempengaruhi daerah

penelitian.

Sesar dapat dikenali melalui gejala atau ciri berdasarkan kenampakan

secara interpretasi pada peta topografi. Kenampakan morfologi secara langsung

dilapangan serta pada peta topografi dapat dikenali seperti dengan adanya

penelusuran sungai, kelokan sungai yang sangat tajam dan perbandingan

kerapatan kontur yang mencolok. Sedangkan pengamatan singkapan dilapangan

dapat dikenali berupa breksi sesar, zona hancuran, perubahan kedudukan batuan,

pergeseran batas litologi, kontak litologi yang berbeda umur dan genetiknya.

Berdasarkan hasil Analisa terhadap data lapangan berupa data primer

ataupun data sekunder serta korelasi terhadapa tektonik regional, maka sesar yang

bekerja pada daerah penelitian berupa sesar geser bialo.

68
4.2.2.1 Sesar Geser Bialo

Sesar geser bialo yang bekerja pada daerah penelitian memanjang dari

arah barat laut hingga tenggara. Jalur sesar ini melewati sungai bialo dan dijumpai

melewati satuan basal porfiri dan breksi vulkanik. Adapun indikasi sesar yang

djumpai pada zona sesar dan sekitarnya adalah sebagai berikut :

1. Indikasi primer sesar geser bialo

 Breksi sesar pada basal stasiun 42 (Foto 4.3)

Foto 4.3 Breksi Sesar pada stasiun 42. Dengan arah foto N 620E

2. Indikasi sekunder sesar geser bialo

 Aspek relief berdasarkan hasil interpretasi peta topografi yaitu

pergeseran aliran sungai (offset stream) serta pergeseran punggung

bukit (offset ridge).

 Kekar yang menunjukkan arah tegasan maksimum relatif berarah

Utara Barat Laut – Selatan Menenggara dan tegasan utama

minimum berarah Tenggara Timur Laut – Barat-Barat Daya.

69
Pada penamaan sesar diberikan nama belakang berdasarkan nama sungai

yang dilalui oleh sesar tersebut. Berdasarkan hasil Analisa terhadap data lapangan

berupa data primer maupun data sekunder serta analisis tegasan utama yang

berarah Utara Barat Laut – Selatan Menenggara dan tektonik regional maka sesar

yang bekerja pada daerah penelitian berupa sesar geser bialo.

Penentuan umur dari pembentukan sesar geser bialo pada daerah

penelitian yaitu berdasarkan umur dari satuan batuan yang dilewati. Satuan batuan

yang dilewati sesar geser bialo yaitu breksi vulkanik dan basal porfiri yang

berumur plistosen. Jadi umur dari pembentukan sesar geser bialo yaitu setelah

Kala Plistosen (Post Plistosen).

4.3 Mekanisme Struktur Daerah Penelitian

Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian didasarkan

pada teori strain elipsoide menurut Mc Clay, 1987 (Gambar 4.3).

70
Penentuan arah tegasan utama pada daerah penelitian didasarkan atas

analisa data kekar dengan menggunakan diagram kipas, diperoleh arah tegasan

utama (σ1) yang menyebabkan kompresi pada daerah penelitian berarah N 340° E

relatif Utara Barat Laut – Selatan Menenggara.

Gambar 4.2 Model teori “Strain Elipsoid” berdasarkan system


Reidel dalam McClay (1987).

Mekanisme struktur daerah penelitian secara umum berdasarkan pola

Strain Elipsoid menurut Reidel (dalam McClay, 1987) adalah sebagai berikut :

Gaya tektonik yang bekerja pada daerah penelitian berupa gaya kompresi

yang berarah utara selatan menghasilkan tegasan maksimum berarah N 340°E.

Hal ini menyebabkan batuan mencapai batas elastisitasnya sehingga batuan yang

ada pada daerah penelitian mengalami retakan-retakan membentuk kekar pada

litologi basal porfiri.

Gaya kompresi yang masih terus bekerja pada daerah penelitian

mengakibatkan batuan yang telah mengalami retakan mencapai batas

plastisitasnya sehingga batuan tersebut mengalami pergeseran/patah pada zona

71
lemahnya. Tegasan utama relatif berarah utara-selatan dan arah sesar relatif barat

laut-tenggara, maka sesar yang terbentuk pada daerah penelitian adalah sesar

geser Bialo.

Penentuan umur struktur geologi daerah penelitian ditentukan secara

relatif melalui pendekatan umur satuan batuan termuda yang dilewati. Struktur

sesar pada daerah penelitian melalui satuan breksi vulkanik dan satuan basal

scoria sehingga dapat disimpulkan bahwa umur relatif dari sesar geser Biaolo

yaitu setelah Kala Plistosen (Post Plistosen).

Gambar 4.3 Mekanisme struktur geologi daerah penelitian berdasarkan


teori “Strain Elipsoid” menurut Reidel
(dalam McClay, 1987).

72

Anda mungkin juga menyukai