GEOMORFOLOGI
Malili skala 1 : 250.000 yang dipetakan oleh Sukamto dan Supriatna (1982)
Secara morfologi daerah ini dapat dibagi atas 4 satuan : Daerah Pegunungan,
menempati bagian barat dan tenggara lembar peta. Di bagian barat terdapat 2
permukaan laut dan dibentuk oleh batuan granit dan malihan. Sedangkan di
bagian tenggara lembar peta terda pat Pegunungan Verbeek dengan ketinggian
antara 800 - 1346 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh batuan ultramafik dan
batugamping.
Bulu Nowinokel (1700 m), G. Kaungabu (1760 m), Buhi Taipa (1346 m), Bulu
Ladu (1274 m), BuLu Burangga (1032 m) dan Bulu Lingke (1209 m). Sungai-
Larona dan S. Malili merupakan sungai utama. Pola aliran sungai umumnya
dendrit. Daerah Pebukitan menempati bagian tengah dan timurtaut lembar peta
dengan ketinggian antara 200 - 700 m di atas permukaan laut dan merupakan
pebukitan yang agak landai yang terletak di antara daerah pegunungan dan daerah
pedataran. Pebukitan ini dibentuk oleh batuan vulkanik, ultramafik dan batupasir.
Puncak-puncak bukit yang terdapat di daerah ini di antaranya Bulu Tiruan ((630
m), Bulu Tambunana (477 m) dan Bulu Bukila (645 m). Sungai-sungai yang
pedataran dan bermuara di Teluk Bone. Pola alirannya dendrit. Daerah Kras
menempati bagian timurlaut lembar peta dengan ketinggian antara 800 - 1700 m
dari permukaan laut dan dibentuk oleh batugamping. Daerah ini dicirikan oleh
adanya dolina, “Sinkhole” dan sungai bawah permukaan. Puncak yang tinggi di
dan utara Palopo, Sabbang, Masamba sampai Bone-Bone. Daerah ini mempunyai
ketinggian hanya beberapa meter di atas permukaan laut dan dibentuk oleh
aliran sungai yang deras, serta dengan memperhatikan dataran yang agak luas di
bagian selatan peta dan adanya perkelokan sungai utama, semuanya menunjukkan
morfologi dewasa..
jenis gerakan tanah, soil, analisis sungai yang meliputi ; jenis sungai, pola aliran
sungai, klasifikasi sungai dan tipe genetik sungai. Berdasarkan dari kumpulan data
di atas yang dijumpai di lapangan, serta interpretasi peta topografi dan studi
literatur yang mengacu pada teori dari beberapa ahli maka dapat diketahui stadia
daerah penelitian.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan kuantitatif; ini berkaitan dengan morfologi,
proses geomorfologi, bentuklahan, asal-usul, dan usia (Baker 1986). Tujuan akhir
Geomorfologi dari setiap wilayah atau situs adalah hasil dari saling
mempengaruhi yang melibatkan tiga faktor utama, yaitu proses, struktur, dan
waktu.
Semua permukaan bumi tunduk pada beragam proses fisik, kimia, dan biologis
yang beroperasi pada tingkat yang sangat bervariasi. Bentang alam statis tidak
lambat, lainnya cepat, dan hampir seketika dalam kasus-kasus tertentu, seperti
letusan gunung berapi atau dampak asteroid. Proses aktif juga berubah sepanjang
Proses internal terkait dengan lempeng tektonik dan efek permukaan dari
pergerakan lempeng, serta kekuatan lain yang berasal dari interior bumi. Proses
eksternal berkembang pada atau di atas permukaan atmosfer, hidrosfer, kriosfer,
atau biosfer. Mereka melibatkan angin, air, es, gerakan massa, atau organisme
Proses internal dan eksternal bergabung dengan struktur geologis dan waktu
besar bentuk lahan melibatkan banyak material — batuan dasar dan sedimen, dan
suatu daerah, oleh karena itu, merupakan integrasi jangka panjang dari kondisi
kenampakan medan dipermukaan bumi yang dibentuk oleh proses – proses alami
yang komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual (Hidartan dan
Handayana,1994).
2. Pendekatan morfogenesa
3. Pendekatan morfometri
pendekatan ini diperhatikan juga bentuk-bentuk lereng, lembah dan puncak dari
Tabel 2.1 Klasifikasi satuan bentang alam berdasarkan genetik pada sistem ITC (Van
Zuidam, 1985)
No. Bentuk Asal Warna
1 Struktural Ungu
2 Vulkanik Merah
3 Denudasi Coklat
4 Marine Hijau
5 Fluvial Biru tua
6 Glasial Biru muda
7 Aeolian Kuning
8 Karst Orange
Klasifikasi bentangalam berdasarkan pendekatan genetik digunakan
erosi dan mass wasting (gerakan tanah), gejala – gejala karst, kontrol struktur,
fluvial, marine, aeolian, vulkanik dan glasial. Proses denudasi adalah sekelompok
material dari permukaan bumi oleh berbagai proses erosi dan mass wasting.
membangun suatu lahan dan akhirnya akan megalami degradasi kembali. Dua
proses utama yang terjadi pada proses degradasi yaitu pelapukan (debris dan soil)
dan transportasi material hasil pelapukan oleh erosi dan gerakan tanah, sedangkan
pada agradasi dua proses utama yang terjadi yaitu akumulasi debris oleh erosi dan
akumulasi makhluk hidup seperti gambut dan tumbuhan coral (Van Zuidam,
1985).
of Geological Terms dalam Van Zuidam (1985), erosi adalah serangkaian proses
dimana material bumi atau batuan dipecahkan atau dilepaskan dan diangkut dari
permukaan pada proses denudasional dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu
erosi splash, erosi rill, erosi gully, erosi valley, erosi sheet dan erosi sungai.
Erosi jenis splash merupakan erosi oleh air hujan yang jatuh ke tanah dan
permukaan yang mengalir diatas permukaan tanah ini akan membentuk alur – alur
kecil dan relatif dangkal yang disebut sebagai erosi rill. Alur - alur ini biasanya
dimensinya dikontrol oleh ketahanan soil terhadap erosi (biasanya pada material
berukuran halus) serta biasanya terbentuk pada kemiringan lereng sekitar 18o. Jika
rill ini mengalami perkembangan lebih lanjut dengan dimensi yang lebih besar
akan membentuk erosi gully (erosi parit). Gully adalah saluran – saluran erosi
yang dalam, dengan kedalaman berkisar dari 0,5 – 5 m dengan kemiringan lereng
berkisar antara 10o – 180.Kegiatan hasil erosi gully akan bertemu dan membentuk
erosi valley dengan kemiringan berkisar antara 5o – 15o. Ketika valley ini bertemu
pada kemiringan lebih kecil dari 5o, akan membentuk erosi sheet yang selanjutnya
bermuara pada suatu tempat mengalirnya air yang dikenal sebagai sungai.
atau tanah/soil (regolith) ke arah bawah lereng diatas lereng permukaan bumi
disebabkan oleh gravitasi / gaya berat (Varnes, 1978 dalam Van Zuidam 1985 ).
Agen geomorfologi tertentu antara lain air, es/gletser, angin dan gelombang akan
membantu beban gravitasi material memicu pergerakan tanah yang pada akhirnya
Selain itu juga terjadi Bentuk lahan Fluvial, Bentuk lahan ini ditunjukkan
oleh bentuk penyebaran alluvial yang terbatas pada cekungan atau daerah yang
rendah, seperti pada bentuk penyebaran endapan rawa, delta, sungai lekuk – lekuk
bukit atau lembah dan lain – lain. Daerah ini terbentuk oleh pengendapan pada
zaman alluvium. Menurut Lobeck (1939) bentuk lahan hasil pekerjaan air yang
mengalir (erosi) dikelompokkan atas tiga golongan besar, yaitu : Bentuk - bentuk
hasil erosi (erosional form), lembah (valley), ngarai (canyon) dan spot holes.
Bentuk – bentuk sisa erosi (residual form); gunung, bukit, mesa, butte, needle,
teras – teras sungai. Bentuk – bentuk hasil pengendapan (depositional form and
geomorfologi yang bisa diukur terdiri atas ketinggian, luas, relief, sudut lereng,
kemiringan lereng dan beda tinggi dikemukakan oleh Van Zuidam, 1985.
Tabel 2.2 Klasifikasi satuan bentang alam berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi
(Van Zuidam dalam Hidartan dan Handayana, 1994)
SUDUT BEDA
SATUAN RELIEF LERENG TINGGI
(%) (M)
Datar atau hampir datar 0–2 5
Bergelombang/ miring landai 3–7 5 – 50
Bergelombang/ miring 8 – 13 25 – 75
Berbukit bergelombang/ miring 14 – 20 75 – 200
Berbukit tersayat tajam/ terjal 21 – 55 200 – 500
Pegunungan tersayat tajam/sangat terjal 56 – 140 500 – 1000
Pegunungan/ sangat curam > 140 > 1000
bentangalam yang berbeda pula, yang didasarkan atas karakteristik topografi yang
(Thornbury, 1969).
proses denudasional yang ditandai dengan proses pelapukan yang intensif (Foto
2.2).
lahannya yang relatif datar dan secara setempat dijumpai topografi relatif datar.
Proses geomorfologi yang dominan pada satuan Pedataran denudasional ini yaitu
pelapukan biologi yang disebabkan oleh akar tumbuhan (Foto 2.3). Secara umum
tipe soil pada daerah penelitian berupa residual soil yang terbentuk dari hasil
pelapukan batuan yang ada di bawahnya dengan ketebalan sekitar beberapa puluh
Foto 2.3 Pelapukan Biologi yang disebabkan oleh akar tumbuhan dengan arah foto N
113° E
Foto 2.4 Tata Guna Lahan Perkebunan Jagung Pada Daerah Perbukitan
Denudasional
dengan derajat lapuk sedang - tinggi dan pada beberapa tempat dijumpai
daerah penelitian. 1.
kristal (crystal growth), aktivitas organik (organic activity) dan colloid plucking.
menghasilkan tarikan dan tekanan dalam batuan, masa jenis mineral yang lebih
rendah, ukuran partikel menjadi lebih kecil sehingga terjadi perluasan pada bidang
permukaan, pergerakan mineral lebih besar dan terdapat lebih banyak mineral
stabil.
Foto 2.6 Pelapukan Biologi dengan arah foto N 210°
Foto 2.7 Tataguna lahan perkebunan sawit pada bentang alam pegunungan denudasional.
Foto diambil pada stasiun 44 ke arah N115° E
1.2.1 Sungai
Sungai adalah tempat air mengalir secara alamiah membentuk suatu pola
didasarkan pada kandungan air yang mengalir pada tubuh sungai sepanjang
waktu. Pola aliran sungai dikontrol oleh beberapa faktor seperti kemiringan
lereng, kontrol struktur, vegetasi dan kondisi iklim. Tipe genetik menjelaskan
tentang hubungan arah aliran sungai dan kedudukan batuan. Dari hasil
pembahasan di atas maka pada akhirnya dapat dilakukan penentuan stadia sungai
daerah penelitian.
dua yaitu sungai internal dan sungai eksternal. Sungai internal adalah sungai yang
alirannya berasal dari bawah permukaan seperti terdapat pada daerah karst,
endapan eolian, atau gurun pasir; sedangkan sungai eksternal adalah sungai yang
alirannya berasal dari aliran air permukaan yang membentuk sungai, danau, dan
rawa. Berdasarkan kandungan air pada tubuh sungai, sungai dibagi menjadi tiga
airnya tergantung pada musim, dimana pada musim hujan debit airnya menjadi
besar dan pada musim kemarau debit airnya menjadi kecil; sedangkan sungai
episodik adalah sungai yang hanya dialiri air pada musim hujan, pada musim
pada tubuh sungai termasuk dalam sungai permanen. Sungai pada daerah
penelitian yang bersifat permanen seperti pada Sungai Salo Sanrego dengan lebar
pada musim.
Foto 2.7 Salo Rido-rido sekitar 10 meter. Arah aliran N 1050E. Foto diambil dari stasiun
11 ke arah N 450E
beberapa individu sungai yang saling berhubungan membentuk suatu pola dalam
pola aliran sungai daerah penelitian termasuk dalam pola aliran dasar (basic
pattern) yaitu pola aliran yang mempunyai karakteristik khas yang bisa dibedakan
dengan pola aliran lainnya (Howard (1966) dalam Sastroprawiro, dkk 1996). Pola
aliran sungai daerah penelitian yang terdapat pada daerah penelitian ada empat,
yaitu :
atau soil seragam, lapisan sedimen horizontal atau miring landai. Pola
aliran ini tersebar pada bagian barat dan timur daerah penelitian. Pola
Pola aliran rektangular, yaitu pola aliran yang menyudut disebabkan oleh
pengaruh struktur. Pola aliran ini terdapat pada bagian tengah memanjang
Pola aliran paralel, yaitu pola aliran relatif sejajar yang telah sedikit
Pola aliran sub-trelis, yaitu pola aliran bagian dari pola aliran trellis secara
umum. Pola aliran trellis adalah pola aliran yang anak – anak sungainya
Tipe genetik sungai merupakan salah satu jenis sungai yang didasarkan
atas genesanya yang merupakan hubungan antara arah aliran sungai dan terhadap
kedudukan batuan (Thornbury, 1969). Tipe genetik sungai yang terdapat pada
daerah penelitian adalah tipe genetik subsekuen. Tipe genetik sungai subsekuen
merupakan tipe genetik sungai yang arah searah dengan kemiringan batuan atau
searah dengan strike Tipe genetik ini dijumpai pada anak Sungai Rido-rido
Foto 2.9 Tipe genetik subsekuen pada litologi batulempung. Foto diambil pada stasiun 6
ke arah N 201°E
lapangan berupa profil lembah sungai, pola saluran sungai, jenis erosi yang
Thornbury (1969) membagi stadia sungai kedalam tiga jenis yaitu sungai
muda (young river), dewasa (mature river), dan tua (old age river).
sungainya berupa bebatuan, dengan dinding yang sempit dan curam, terkadang
dijumpai air terjun, aliran air yang deras, dan biasa pula dijumpai potholes yaitu
lubang-lubang yang dalam dan berbentuk bundar pada dasar sungai yang
disebabkan oleh batuan yang terbawa dan terputar-putar oleh arus sungai. Selain
itu, pada sungai muda (young river) proses erosi masih berlangsung dengan kuat
karena kecepatan dan volume air yang besar dan deras yang mampu mengangkut
material-material sedimen dan diwaktu yang sama terjadi pengikisan pada saluran
sungai tersebut. Karakteristik sungai dewasa (mature river) biasanya sudah tidak
ditemukan adanya air terjun, arus air relatif sedang, dan erosi yang bekerja relatif
seimbang antara erosi vertikal dan lateral, dan sudah dijumpai sedimentasi
tua (old age river) memiliki karakteristik berupa, profil sungai memiliki
kemiringan landai dan sangat luas, lebar lembah lebih luas dibandingkan dengan
meander belts, arus sungai lemah yang disertai dengan sedimentasi, erosi lateral
memiliki profil lembah sungai berbentuk “U”. Profil lembah sungai berbentuk
“U” dijumpai pada sungai induk, yaitu Salo Rido-rido dan dengan pola sungai
lembah sungai berbentuk “U” masih dijumpai singkapan batuan dasar sungai
yang menunjukkan erosi yang bekerja adalah erosi vertikal, serta masih
dijumpainya dinding sungai yang berupa bebatuan dan residual soil menunjukkan
erosi lateral juga bekerja , sehingga erosi yang berkembang pada sungai-sungai
dengan profil lembah sungai berbentuk “U” yaitu erosi vertikal dan lateral.
dengan profil penampang sungai berbentuk “U” membentuk point bar, yang
tersusun oleh material sedimen berukuran bongkah hingga pasir (Gambar 2.7) dan
pada sungai-sungai dengan profil penampang sungai berbentuk “U” juga
Foto 2.10 Kenampakan point bar pada anak Sungai Salo Rido-rido dengan penampang
sungai berbentuk “U” pada stasiun 38, difoto arah N 36 0 E
Foto 2.11 Kenampakan channel bar pada Sungai Salo Rido-rido dengan penampang
sungai berbentuk “U” pada stasiun 12, difoto arah N 191 0 E
2.2.3 Stadia Daerah
bentuk-bentuk permukaan bumi yang dihasilkan dan didasarkan pada siklus erosi
dan pelapukan yang bekerja pada suatu daerah mulai saat terangkatnya hingga
Tingkat erosi pada daerah penelitian dapat dilihat dari bentuk profil
lembah sungainya yang berbentuk “U” dengan artian bahwa telah terjadi proses
erosi secara lateral dan vertikal di sungai-sungai bagian utara daerah penelitian
lebih dari dua meter tergantung pada resistensi batuan penyusunnya sehingga