Anda di halaman 1dari 20

BAB II

GEOMORFOLOGI

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi


beserta aspek – aspek yang mempengaruhinya. Proses pembentukan geomorfologi di
kontrol oleh proses geologi yaitu proses dari dalam bumi / Endogen dan proses
dipermukaan bumi atau eksogen. Proses eksogen dipengaruhi oleh gaya
menyebabkan terjadinya pembentukan pegunungan ( Mountain Builidng) seperti
pengangkatan, perlipatan batuan, sesar, aktifitas vulcanisme dan plutonisme. Proses
eksogen dipicu oleh gaya yang berasal dari luar bumi yang menyebabkan perubahan
permukaan / dekat permukaan dalam bentuk proses denudasi, pelapukan (
weathering), erosi, Transportasi dan pengendapan. (Hugget,R.J.,2007).

Proses geomorfologi menghasilkan bentang alam ( landscape) dan bentuk


lahan ( Landform). Bentang alam adalah panorama alam yang disusun oleh elemen –
elemen geomorfologi dalam dimensi yang lebih luas dari terrain, sedangkan bentuk
lahan ( Landform ) adalah kompleks fisik permukaan ataupun dekat permukaan suatu
daratan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia.

2.1 Geomorfologi Regional

Pulau Sulawesi mempunyai luas sekitar 172.000 km2, dan bila digabung
dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya kira-kira 188.000km2. Bentuknya menyerupai
huruf K dengan empat cabang atau lengan yang sempit, dipisahkan oleh teluk-teluk
yang dalam, dan menyatu dibagian tengah pulau (Sukamto 1975).

Pulau Sulawesi mempunyai bentuk yang berbeda dengan pulau lainnya.


Apabila melihat busur-busur disekelilingnya Benua Asia, maka bagian concaxnya
mengarah ke Asia tetapi Pulau Sulawesi memiliki bentuk yang justru concaxnya yang
menghadap ke Asia dan terbuka ke arah Pasifik, oleh karena itu Pola Sulawesi sering
disebut berpola terbalik /inverted arc. (Van Bemmenlen, 1949).
Pulau Sulawesi terletak pada zone peralihan antara Dangkalan Sunda dan
dangkalan Sahul dan dikelilingi oleh laut yang dalam. Dibagi antara dibatasi oleh
Basin Sulawesi (5000–5500 m). Di bagian Timur dan Tenggara dibatasi oleh laut
Banda utara dan Laut Banda Selatan dengan kedalaman mencapai 4500–5000 m.
Sedangkan untuk bagian Barat dibatasi oleh Palung Makasar dengan kedalaman
mencapai 2000-2500 m. Sebagian besar pulau sulawesi terdiri dari pegunungan dan
dataran rendah yang terbentuk secara sporadik, terutama terdapat disepanjang pantai.
Dataran rendah yang relatif lebar dan padat penduduknya adalah dibagian lengan
Selatan.

Berdasarkan orogenesenya dapat dibagi kedalam tiga daerah (Van Bemmelen,


1949). Sebagai berikut:

A. Orogenesa dibagian Sulawesi Utara


Meliputi lengan Sulawesi Utara yang memanjang dari kepulauan Talaud
sampai ke Teluk Palu – Parigi. Daerah ini merupakan kelanjutan kearah Selatan dari
Samar Arc. Termasuk pada daerah ini adalah Kepulauan Togian, yang secara
geomorfologis dikatakan sebagai igir Togian (Tigian Ridge). Daerah orogenese ini
sebagain termasuk pada innerarc, kecuali kepulauan Talaud sebagai Outer Arc.
B. Orogenesa dibagian Sulawesi Sentral
Dibagian sentral ini terdapat tiga struktur yang menjalur Utara – Selatan
sebagai berikut :
1. Jalur Timur disebut Zona Kolonodale
Jalur Timur terdiri atas lengan timur dan sebagian yang nantinya bersambung
dengan lengan Tenggara. Sebagai batasnya adalah garis dari Malili – Teluk
Tomori. Daerah ini oleh singkapan-singkapan batuan beku ultra basa.
2. Jalur Tengah atau disebut Zona Poso
Jalur Tengah atau Zone Poso, batas Barat jalur ini adalah Medianline. Zona ini
merupakan Graben yang memisahkan antara Zona Barat dan Timur. Dibagian
Utara zona ini terdapat teluk Tomini dan di Selatannya terdapat teluk Bone.
Daerah ini ditandai oleh mayoritas batuan api sampai Mesometamorfik crystal
line schist yang kaya akan muscovite.
3. Jalur Barat atau disebut Zona Palu
Jalur Barat atau Zona Palu, ditandai oleh terdapat banyaknya batuan granodiorite,
crystalline schist yang kaya akan biotite dan umumnya banyak ditemui juga
endapan pantai. Zona ini dibagian Utara dibatasi oleh Teluk Palu–Parigi, di
Selatan dibatasi garis dari Teluk Mandar–Palopo. Dari Teluk Mandar–Palopo ke
arah selatan sudah termasuk lengan Selatan Sulawesi. Daerah jalur Barat ini
merupakan serangkaian antara lengan Utara Zone Palu dan lengan selatan
merupakan satuan sebagain Inner Arc.
C. Orogenesa dibagian Sulawesi Selatan
Secara garis besar tangan selatan Sulawesi merupakan kelanjutan Zona Palu
(Zone bagian barat Sulawesi Tengah) dan Lengan tenggara merupakan kelanjutan
dari Lengan Timur Sulawesi (Zona Kolonodale). Secara Stratigrafi antara lengan
selatan dan lengan tenggara banyak memiliki kesamaan, begitu juga antara Zona Palu
Lengan Utara dengan Zona Kolonodale Lengan Timur. Walaupun demikian
diantaranya terdapat perbedaan-perbedaan sebagai contoh bagian ujung selatan (di
Selatan D. Tempe) banyak kesamaannya dengan Pulau Jawa dan Sumatera sedangkan
ujung selatan lengan tenggara lebih banyak kesamaannya dengan Boton Archipelago
dan Group Tukang Besi.

2.2 Geomorfologi Daerah Penelitian

Metode yang digunakan untuk menganalisis kondisi geomorfologis suatu


daerah dapat dilakukan dengan menggunakan tiga cara yang dilakukan untuk
keperluan identifikasi karakteristik, deskripsi dan klasifikasi geomorfologi suatu
daerah, yaitu sebagai berikut :
 Morfografi ( Geomorphografi) adalah deskripsi dan pengukuran dimensi
geomorfologi suatu area, misalnya : dataran perbukitan, pegunungan, plato.
 Morfometri ( Geomorphometric) adalah perhitungan kuantitatif geomorfologi
suatu daerah. Misalnya : kecuraman, lereng, ketinggian, dan luas satuan.
Pengklasifikasiannya didasarkan pada klasifikasi relief berdasarkan
kemiringan lereng dan beda tinggi. Klasifikasi kemiringan lereng yang
digunakan yaitu berdasarkan pada klasifikasi Van Zuidam (1985) seperti pada
tabel berikut :

Sudut Persentase Simbol


Satuan Bentangalam
Lereng(0) Kelerengan(%) Warna
Datar atau hampir datar 0-2 0-2 Hijau tua
Bergelombang/miring landai 2-4 2-7 Hijau muda
Bergelombang/miring 4-8 7-15 Kuning muda
Berbukit bergelombang/miring 8-16 15-30 Kuning tua
Berbukit tersayat tajam/terjal 16-35 30-70 Merah muda
Pegunungan tersayat
35-55 70-140 Merah
tajam/sangat terjal
Pegunungan/sangat curam >55 >140 Ungu

Tabel 2.1 Klasifikasi kemiringan lereng berdasarkan pada klasifikasi Van Zuidam
(1985)

Morfogenesa adalah pembentukan determinasi asal lingkungan geomorfologi


dan evolusinya. Meliputi morfostruktur pasif (litologi, pelapukan, proses erosi,
pergerakan material, sedimentasi ), morfostruktur aktif (dinamika endogen meliputi
vulkanisme, tektonisme, lipatan dengan sesar). Klasifikasi satuan bentang alam
berdasarkan genetik dikemukakan oleh Van Zuidam (1985), yaitu dengan
menggunakan sistem klasifikasi ITC (Internasional Terrain Classification). Adapun
klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Lingkungan / Satuan Kode / Huruf Warna / Simbol
Bentukan asal struktur S ( Structure) Ungu
Bentukan asal gunung api V ( Volcanic) Merah
Bentukan asal Denudasi D ( Denudation) Coklat
Bentukan asal laut M ( Marine) Biru
Bentukan asal fluvial F ( Fluvial) Hijau
Bentukan asal glasial G ( Glacial) Biru Terang
Bentukan asal kars K ( Karst) Orange
Bentukan asal eolian A ( Aeolian) Kuning
Tabel 2.2 Klasifikasi satuan bentangalam berdasarkan genetik pada sistem ITC (van
Zuidam, 1985).

Dari hasil analisa dengan berdasarkan aspek – aspek yang telah dibahas di
atas maka geomorfologi daerah peneletian dapat dibagi menjadi 3 satuan yaitu :
1. Satuan Geomorofologi pedataran Fluvial
2. Satuan Geomorfologi perbukitan Miring Denudasional
3. Satuan Geomorfologi perbukitan Miring struktural

2.2.1 Satuan Geomorfologi Pedataran Fluvial

Penamaan satuan ini didasarkan pada aspek morfografi yakni pengamatan


secara langsung di lapangan. Berdasarkan pada aspek morfografi di daerah penelitian
menunjukan fluvial. Kemudian aspek yang menjadi acuan penamaan satuan
selanjutnya yaitu berdasarkan aspek morfogenesa yang meliputi morfostruktur pasif
yakni litologi, pelapukan, proses erosi, pergerakan material, sedimentasi. Analisis
morfogenesa didaerah penelitian yaitu berdasarkan kenampakan adanya proses erosi,
sedimentasi dan pergerakan material. Ditemukannya channel bar, point bar, dataran
banjir di sepanjang sungai didaerah penelitian. Kemudian penamaan satuan
berdasarkan aspek selanjutnya yaitu morfometri suatu daerah seperti kemiringan
lereng, beda tinggi. Berdasarkan dari aspek morfometri daerah penelitian termasuk
dalam topografi pedataran.
Satuan ini menempati + 1,44 km2 dari luas seluruh daerah pemetaan yaitu
sekitar 30,87 km2. Penyebaran satuan geomorfologi ini pada bagian barat daerah
pemetaan membentang dari Barat ke Tenggara. Satuan ini memiliki lereng berkisar
(0 – 5) % dengan beda tinggi pada peta topografi 25 meter. Berikut adalah foto satuan
pedataran Fluvial didaerah penelitian

Gambar 2.3 Kenampakan Dataran Banjir pada satuan geomorfologi pedataran


Fluviall pada stasiun 13 Desa Tibo, Arah
foto N 1850E
Bentang alam Fluvial dibentuk oleh proses – proses yang terjadi pada sungai .
aktifitas sungai inilah yang menyebabkan terjadinya erosi, pengangkutan dan
pengendapan material dipermukaan bumi.
Gambar 2.4 Kenampakan Channel Bar pada satuan geomorfologi pedataran Fluvial
Stasiun 05, Desa Tibo. Arah Foto N 1850E

Dataran banjir adalah daerah limpahan air saat terjadinya banjir yang ditamdai
dengan banyaknya akar – akar pohon yang tersingkap didaerah limpasan banjir yang
ada di daerah penelitian.
Channel bar adalah bentuk lahan yang berbentuk daratan disepanjang suatu
alur sungai sebagai hasil pengendapan material yang diangkut sungai.

2.2.2 Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang Miring Denudasional

Penamaan satuan geomorfologi selanjutnya didaerah penelitian sama dengan


penamaan satuan sebelumnya yakni, berdasarkan aspek morfografi yaitu pengamatan
langsung dilapangan. Berdasarkan aspek morfografi didaerah penelitian menunjukan
perbukitan. Selanjutnya yaitu berdasarkan aspek morfogenesa yaitu morfostruktur
pasif yakni litologi, pelapukan, proses erosi, pergerakan material, sedimentasi.
Analisa morfogenesa didaerah penelitian merupakan analisis terhadap karakteristik
bentukan alami hasil dari proses-proses yang merubah bentuk muka bumi, antara lain
proses pelapukan, erosi dan sedimentasi. Kemudian aspek selanjutnya yaitu
berdasarkan morfometri aspek kuantitatif suatu daerah seperti kemiringan lereng,
beda tinggi. Berdasarkan dari aspek morfometri daerah penelitian termasuk dalam
topografi bergelombang miring.
Satuan ini menempati ± 18,93 km2 dari luas seluruh daerah pemetaan yaitu
sekitar ± 30,87 km2. Penyebaran satuan geomorfologi ini pada bagian timur daerah
pemetaan membentang dari utara ke selatan. Satuan ini memiliki kemiringan lereng
rata-rata (15 – 30) % dengan beda tinggi pada peta topografi 200 meter. Berikut
adalah foto Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang Miring Denudasional

Gambar 2.5 Kenampakan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang Miring


Denudasional pada stasiun 21, Desa Tibo, Arah foto N 2900 E

Hasil pengamatan di lapangan didapatkan satuan ini memperlihatkan bukit-


bukit dengan lereng yang bergelombang Miring.
Gambar 2.6 Kenampakan pola punggungan perbukitan tererosi satuangeomorfologi
perbukitan miring Denudasional pada stasiun 02, Desa Tibo, Arah foto
N 3550E

Proses-proses geomorfik yang sedang terjadi adalah pelapukan, erosi dan


transportasi. Proses pelapukan menghasilkan tanah (soil) dari batuan induk. Proses
pelapukan menyebabkan batuan menjadi rapuh sehingga proses erosi dapat bekerja
dengan intensif. Agen transportasi yang bekerja pada satuan ini yang menyebabkan
terjadinya perpindahan material adalah air (fluida) dan juga gravitasi.

Erosi alur ( Gully erosion) berlangsung ketika limpasan air permukaan mulai
bergabung membentuk alur, sehingga aliran permukaan terpusat membentuk suatu
alur dan pengikisan terjadi pada alur-alur dari suatu aliran tersebut disertai dengan
torehan terhadap dinding alur. Dari hasil pengamatan di lapangan, keterdapatan erosi
alur dibeberapa stasiun pengamatan pada satuan perbukitan tererosi sedang berlereng
miring disepanjang lereng.
Gambar 2.7 Kenampakan Gully erosion pada satuan perbukitan Miring
Denudasional, pada stasiun 07, Desa Tibo, Arah foto N 3450E

Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,


bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau
keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air
yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut
menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah
menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan
keluar lereng. Jenis pergerakan tanah yang ditemukan didaerah penelitian yaitu tanah
merayap (debris slide) dan Rock slide. Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor
yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah
longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis
rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke
bawah. Selain itu juga didapati gerakan massa tanah ( Mass Wasting) sebagai salah
satu proses eksogenik yang turut berperan dalam mengontrol pembentukan morfologi
ini. Gerakan tanah ini dikontrol oleh slope yang tinggi dan umumnya terjadi pada
tebing sungai dan lereng – lereng bukit. Gerakan massa yang dijumpai dibeberapa
titik pada daerah ini adalah debris slide dan Rock slide. Debris slide merupakan
luncuran dari massa tanah dan batuan. Rock slide merupakan luncuran massa batuan
melalui bidang perlapisan, atau permukaan patahan.

Gambar 2.8 Kenampakan debris slide pada satuan geomorfologi Perbukitan


Bergelombang Miring Denudasional, stasiun 10, Arah foto N 1800E
Gambar 2.9 Kenampakan Debri pada satuan geomorfologi perbukitanBergelombang
Miring Denudasional, Stasiun 21, Arah foto N 850E

Gambar 2.10 Kenampakan soil pada satuan geomorfologi perbukitan Miring


Denudasional, Arah pengambilan foto N 1750 E
Tata guna lahan pada satuan perbukitan denudasional ini adalah sebagai perkebunan.
2.2.3 Satuan Geomorfologi Perbukitan Tersayat Tajam Struktural

Penamaan satuan ini sama dengan penamaan satuan sebelumnya dengan


mengacu pada tiga aspek yakni aspek Morfografi, Morfogenesa dan morfometri.
Penamaan satuan berdasarkan aspek morfografi yaitu berdasarkan pengamatan secara
langsung dilapangan. Berdasarkan pengamatan secara langsung dilapangan maka
daerah penelitian menunjukan perbukitan. Selanjutnya berdasarkan aspek
morfogenesa yaitu termasuk kedalam proses geomorfologi struktural. Kemudian
aspek selanjutnya yaitu aspek morfometri seperti kemiringan lereng, beda tinggi,
maka didaerah penelitian dapat disimpulkan memiliki morfometri Tersayat Tajam
(Berdasarkan klasifikasi relief Van Zuidam,1985).

Gambar 2.11 Kenampakan Perbukitan Tersayat Tajam Struktural, Stasiun


26, Sungai Kata, Arah foto N 1600 E

Satuan ini menempati ± 10,50 Km2 dari luas seluruh daerah pemetaan yaitu
sekitar 30,87 km2. Penyebaran satuan geomorfologi ini pada bagian timur daerah
pemetaan membentang dari Timur laut ke Selatan Barat daya. Satuan ini memiliki
kemiringan lereng rata-rata (21 – 550 ) dengan beda tinggi pada peta topografi 250
meter.
Gambar 2.12 Kenampakan Morfologi Stream Offset pada Satuan Geomorfologi
Perbukitan Tersayat Tajam Struktural, Stasiun 29, Sungai Kata, Arah
N 2900 E foto

Morfologi stream offset adalah bentang alam sungai yang arah alirannya
berbelok secara tiba – tiba mengikuti arah bidang patahan dan perubahan arah
alirannya berbelok secara tiba – tiba mengikuti arah bidang patahan dan perubahan
arah alirannya ini disebabkan oleh pergeseran bukit disepanjang patahan mendatar.
Bentuk sungai yang membelok secara zigzag terjadi karena adanya pergeseran bukit
dari pergeseran lateral suatu sesar mendatar yang ada dilokasi penelitian.
Gambar 2.13 Kenampakan Cermin dan Striasi pada Satuan Geomorfologi
Perbukitan Tersayat Tajam Struktural, Stasiun 31, Arah foto N 3150E

Cermin sesar merupakan kenampakan adanya suatu kesan goresan halus dan
licin, akibat gesekan kedua blok batuan yang tersesarkan. Cermin sesar ada
kecenderungan lebih banyak terbentuk pada sesar geser dimana pembentukannya
dengan tekanan yang relative tinggi.

Gambar 2.14 Kenampakan Breksi Sesar pada Satuan Geomorfologi Perbukitan


Tersayat Tajam struktural, Stasiun 27, Sungai Kata, Arah foto N 3050
Breksi sesar adalah bagian batuan yang hancur akibat pergeseranyang terdapat
pada jalur sesar,umumnya berbentuk breksi dimana fragmen , matriks dari suatu
batuan yang terbreksikan berasal dari batuan yang sama yaitu fragmen, matriks
berasalnya yaitu dari batuan genes.

2.3 Sungai

Sungai didefinisikan sebagai tempat air mengalir secara alamiah membentuk


suatu pola dan jalur tertentu di permukaan (Thornbury, 1969). Terdapat tiga bagian
yang perlu diperhatikan dalam pembahasan sungai yaitu pola saluran, pola pengaliran
dan densitas aliran sungainya.

2.3.1 Tipe genetik sungai

Tipe genetic sungai merupakan hubungan antara kedudukan perlapisan batuan


sedimen terhadap arah aliran sungai ( Thombury, 1954). Perubahan struktur pada
batuan menyebabkan perubahan arah aliran, hal ini diakibatkan karena kemiringan
lapisan batuan yang menyebabkan perubahan pada kemiringan aliran sungai.
Penentuan tipe genetik sungai yang berkembang pada suatu daerah didasarkan
pada hubungan antara arah jurus dan kemiringan batuan dengan arah aliran sungai
yang terdapat pada daerah tersebut. Secara umum tipe genetik yang berkembang pada
daerah penelitian yaitu sebagai berikut :
 Tipe genetik insekuen merupakan sungai yang tidak jelas pengendaliannya tidak
mengikuti struktur batuan, dan tidak jelas mengikuti kemiringan lapisan.
Gambar 2.15 Kenampakan Sungai yang merupakan tipe genetik
insekuen difoto kearah N1920E

2.3.2 Jenis Sungai

Berdasarkan kandungan air pada tubuh sungai maka jenis sungai dapat dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu sungai permanen, periodik, dan episodik.

 Sungai permanen merupakan jenis sungai yang volume airnya sepanjang


tahun selalu normal
 Sungai periodik adalah sungai yang kandungan airnya tergantung pada
musim, dimana pada musim hujan debit alirannya menjadi besar dan pada
musim kemarau debit alirannya menjadi kecil.
 Sungai episodik adalah sungai yang hanya dialiri air pada musim hujan, tetapi
pada musim kemarau sungainya menjadi kering.

Berdasarkan jenis sungai maka didaerah penelitian termasuk dalam jenis sungai
periodik.
Gambar 2.16 Kenampakan sungai periodik didaerah penelitian, Stasiun 13 Desa
Tibo, Arah foto N 1850E

2.3.3 Pola Aliran Sungai


Pola aliran sungai adalah komponen utama dalam analisis dan interpretasi
sebuah bentang alam, terutama untuk menghubungkan dengan aspek morfometri.
Pola pengaliran adalah penggabungan dari beberapa individu sungai yang saling
berhubungan membentuk suatu pola dan kesatuan ruang. Pola aliran sungai setiap
daerah berbeda – beda dimana perkembangannya dikontrol oleh beberapa faktor
dintaranya kemiringan lereng, perbedaan tingkat resistensi batuan, kedudukan dan
jenis litologi, tipe dan kerapatan vegetasi, stuktur geologi setempat serta kondisi iklim
suatu daerah. ( Van Zuidam, 1985). Pola aliran sungai yang terdapat didaerah
penelitian yaitu :
- pola aliran dendritik
Pola dendritik memiliki pola seperti pohon dengan cabang sungai yang tidak
beraturan menyebar dan menyudut. Sebagian besar terjadi pada perlapisan batuan
yang horizontal, litologi tahan erosi, endapan yang tidak dikonsolidasi, pada batuan
beku homogen dimana tidak ada kontrol struktural.
- sub parallel
Pola paralel menunjukan aliran sungai secara teratur dan aliran paralel sejajar
dengan anak sungai dan membentuk sudut tajam. Pola kemiringan lapisan paralel
dengan arah alirannya. Tersusun atas batuan yang resisten, berada pada kemiringan
regional, jika berkembang pada kontrol struktural yang kuat.

Gambar 2.24 Peta Pola aliran sungai pada daerah penelitian Desa Tibo dan
sekitarnya adalah jenis pola aliran paralel
2.4 Stadia Daerah

Penentuan stadia suatu daerah harus memperhatikan hasil kerja proses-proses


geomorfologi yang diamati pada bentuk-bentuk permukaan bumi yang dihasilkan,
dan didasarkan pada proses erosi dan pelapukan yang bekerja pada suatu daerah,
mulai dari saat terangkatnya sampai terjadi perataan bentang alam (Thornbury, 1969).

Tingkat siklus erosi yang telah terjadi dapat diamati pada proses pengikisan
lembah-lembah sungai yang menghasilkan profil sungai, pada bentukan bentukan
hasil proses erosi dan sedimentasi pada daerah permukaan bumi dan pada sekitar
sungai serta kenampakan bentuk-bentuk perbukitan.

Pada daerah penelitian dijumpai bidang – bidang erosi berupa gully erosi,
endapan – endapan sungai berupa channel bar dan point bar, jenis sungai didaerah
penelitian yaitu periodik dengan profil lembah sungai berbentuk “U” ini menandakan
bahwa telah terjadi erosi vertikal maupun lateral pada daerah penelitian.

Berdasarkan analisis serta penciri – penciri bentuk lahan yang dijumpai


didaerah penelitian maka stadia daerah penelitian yaitu dewasa mejelang tua.

Anda mungkin juga menyukai