Anda di halaman 1dari 14

III-1

BAB III

TATANAN GEOLOGI

3.1. Tatanan Geologi Regional

Tatanan geologi merupakan kondisi geologi dari suatu wilayah yang mencangkup

tentang morfologi, statigrafi dan geologi struktur dari suatu daerah penelitian.

Tatanan geologi pada daerah penelitian mengacu pada peneliti terdahulu, yaitu S.

Supriatna, dkk 1995 dalam peta geologi lembar Samarinda.

3.2. Geomorfologi Regional

Menurut S. Supriatna, dkk (1995). Secara regional Peta Geologi Lembar

Samarinda memiliki satuan fisiografi terdiri dari pegunungan antiklinal

Samamuda dan geantiklin Meratus. Di depresi Mahakam merupakan delta yang

cukup perkembangannya.

Setelah dilakukan overlay fisiografi Kalimantan Timur dan regional daerah

penelitian maka daerah penelitian termasuk dalam fisiografi geantiklin Meratus.

Pagunungan ini merupakan pegunungan yang terlipat hebat sehingga memanjang

dari utara keselatan. Menurut Verstappen, perbukitan lipatan Meratus yang

terbentang dari utara ke selatan saling terkait dengan pasangan di barat laut pulau

Kalimantan, yang notabene terletak di luar pulau Kalimantan (Verstappen,

2013:10). Pegunungan ini juga merupakan hasil pembentukan pegunungan

dataran sunda yang telah mengalami proses pemerataan yang jukup luas sehingga

menjadi daerah kratogen Indonesia yang merefleksikan proses denudasi dan


III-2

litologinya dibandingkan tektoniknya, namun efek tektonisme tersier secara

geomorfologis masih nampak jelas. Selain itu kompleks pegunungan meratus

memiliki antiklin yang tinggi.

3.2. Geomorfologi Daerah Penelitian

Geomorfologi daerah penelitian terdiri atas beberapa klasifikasi kemiringan lereng

yaitu: datar, agak miring dan miring. Pengklasifikasian morfologi daerah

penelitian tersebut berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985) yang berdasarkan

analisa kontur dan perhitungan persentase kemiringan lereng sesuai dengan tabel

pengelompokan satuan geomorfik menurut RA Van Zuidam 1985 (Tabel 2.1).

Tabel 3.1. Klasifikasi Satuan Morfologi (Van Zuidam, 1985)

Kelas Lereng Sifat-sifat proses dan kondisi alamiah Warna


0 – 2 0 Datar hingga hampir datar; tidak ada proses
(0-2 %) denudasi yang berarti Hijau
2 – 40 Agak miring; Gerakan tanah kecepatan rendah,
erosi lembar dan erosi alur (sheet and rill Hijau
(2-7 %) erosion). rawan erosi Muda
4 – 80 Miring;sama dengan di atas, tetapi dengan
(7 – 15 %) besaran yang lebih tinggi. Sangat rawan erosi Kuning
tanah.
8 – 160 Agak curam; Banyak terjadi gerakan tanah,
(15 -30 %) dan erosi, terutama longsoran yang bersifat Jingga
nendatan.
16 – 350 Curam;Proses denudasional intensif, erosi dan
(30 – 70 %) gerakan tanah sering terjadi. Merah
Muda
Sangat curam; Batuan umumnya mulai
tersingkap, proses denudasional sangat intensif,
35 – 550 sudah mulai menghasilkan endapan rombakan
(70 – 140 %) (koluvial) Merah

>550 Curam sekali, batuan tersingkap; proses


(>140 %) denudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu, Ungu
tanaman jarang tumbuh (terbatas).
Curam sekali Batuan tersingkap; proses
>550 denudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu,
(>140 %) tanaman jarang tumbuh (terbatas). Ungu
III-3

3.2.1. Satuan Morfologi Datar

Satuan morfologi datar menempati luas berkisar 40% dari keseluruhan luas

wilayah penelitian dimana penyebarannya kearah barat hingga barat laut dan

presentase kemiringan lereng satuan ini berkisar 0-2% (Van Zuidam 1985).

Dari segi topografinya daerah ini dicirikan dengan bentuk pola kontur yang

renggang. Sebagian morfologi datar dapat dilihat pada gambar 2.1 ;

Foto 3.1. Morfologi Datar Daerah Penelitian


(sumber : foto dari lapangan)

3.2.2. Satuan Morfologi Agak Miring

Satuan morfologi Agak Miring menempati luas sekitar 45 dari luas keseluruhan

daerah penelitian. Presentase kemiringan lereng satuan ini berkisar 2-7% (Van

Zuidam, 1985), yang mana disusun oleh hasil pelapukan batuan sedimen.

Dari segi pola topografinya, satuan morfologi ini dicirikan dengan bentuk pola

kontur renggang. Kenampakan dilapangan, satuan morfologi ini sering


III-4

dimanfaatkan sebagai perkebunan oleh penduduk setempat. Sebagian morfologi

agak miring dapat dilihat pada gambar 2.2 ;

Foto 3.2. Morfologi Agak Miring Daerah Penelitian


(sumber : foto dari lapangan)

3.2.3. Satuan Morfologi Miring

Satuan morfologi miring ini menempati luas berkisar 15% dari keseluruhan luas

wilayah penelitian. Presnetase kemiringan lereng satuan ini berkisar 7-15% (Van

Zuidam, 1985).

Dari segi pola topografinya, satuan morfologi ini dicirikan dengan bentuk pola

kontur yang agak rapat. Kenampakan dilapangan, satuan morfologi ini merupakan

daerah dengan bentang alam yamng miring dan daerah ini juga merupakan hutan

yang sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit oleh masyarakat setempat.

Sebagian morfologi agak miring dapat dilihat pada gambar 2.3 ;


III-5

Foto 3.3. Morfologi Miring Daerah Penelitian


(sumber : foto dari lapangan)

3.3. Stratigrafi Regional

Endapan batubara di wilayah penelitian di dalam Cekungan Kutai yang terbentuk

pada kala Eosen – Oligosen disebabkan terjadinya penurunanan dataran yang

mengakibatkan terjadinya genang laut (transgresi) dari arah timur ke barat.

Cekungan Kutai mencakup areal seluas 60.000 km2 dengan kedalamam sampai

9.000 m (Land dkk, 1986) dan merupakan salah satu cadangan yang berpotensi

mengandung minyak bumi.

Bahan yang diendapkan di Cekungan Kutai berasal dari daratan purba di barat.

Pengendapan batuan berlangsung pada lingkungan laut terbuka, litoral dan delta,

dipengaruhi oleh proses genang laut dan susut laut. Menurut Supriatna dan

Rustandi (1986) dari Pusat.


III-6

Penelitian dan Pengembangan Geologi, batuan yang tertua sampai yang termuda

adalah Formasi Pamaluan, Formasi Bebuluh, Formasi Pulau Balang, Formasi

Balikpapan dan Formasi Kampung Baru.

Stratigrafi regional di daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi batuan yang

terdapat di Cekungan Kutai, menurut E. Supriatna dan Rustandi (1986) daripusat

penelitian dan pengembangan geologi formasi tersebut di urut dari yang tertua

sampai yang termuda, yaitu:

1. Formasi Pamaluan, terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung,

serpih, batugamping dan batulanau. Formasi Pamaluan ini berumur Miosen

Awal – Miosen Tengah. Lingkungan pengendapannya adalah neritik.

2. Formasi Bebuluh, formasi ini menjari dengan Formasi Pamaluan. Terdiri dari

batugamping dengan sisipan batugamping pasiran dan serpih. Formasi Bebuluh

ditindih secara selaras oleh Formasi Pulau Balang.

3. Formasi Pulau Balang, berumur Miosen dan bagian atasnya menjari dengan

Formasi Balikpapan. Formasi Pulau Balang ini terdiri dari batuan greywacke,

batupasir kuarsa, batugamping dan batubara.

4. Formasi Balikpapan, terdiri dari batupasir kuarsa dan batulempung dengan

sisipan batulempung, serpih, batugamping dan batubara. Formasi ini berumur

Miosen Tengah - Miosen Atas. Formasi Balikpapan ditindih secara selaras oleh

Formasi Kampung Baru.

5. Formasi Kampungbaru, terdiri dari. Formasi ini berumur Miosen Atas –

Pleistosen dengan lingkungan pengendapannya adalah delta.


III-7

6. Alluvium, merupakan batuan termuda di dalam Cekungan Kutai, terdiri dari

endapan pasir, lumpur dan kerikil yang diendapkan dalam lingkungan sungai,

rawa, delta dan pantai.

Tabel 3.2.Stratigrafi Regional Cekungan Kutai

K
U
A
R
T
E
R

Sumber E. Supriatna dan Rustandi (1986)


III-8

3.4. Stratigrafi Daerah Penelitian

Stratigrafi di daerah penelitian dan hasil pengamatan litologi di lapangan termasuk

ke dalam Formasi Balikpapan. Formasi Balikpapan tersusun oleh batupasir dan

batu lempung, dengan sisipan lanau, batugamping dan batubara.

Stratigrafi daerah penelitian disusun dari pemetaan permukaan dan data-data

pemboran. Pada lapisan lempung terdapat batubara dimana genesanya bersamaan

dengan lempung. Dari hal tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa batubara

adalah anggota dari lempung.

Tabel 3.3.Stratigrafi Daerah Penelitian

Endapan batubara di wilayah penelitian di dalam Cekungan Kutai yang

terbentuk pada kala Miosen Akhir, disebabkan oleh adanya penurunanan

dataran yang mengakibatkan terjadinya genang laut (transgresi) dari arah timur

ke barat.

Stratigrafi di daerah penelitian dan hasil pengamatan litologi di lapangan

termasuk ke dalam Formasi Balikpapan. Formasi Balikpapan tersusun oleh


III-9

alluvial, batupasir kuarsa lepas dengan sisipan lempung, lanau, serpih dan

batubara muda (lignit).

3.4.1. Satuan Aluvial

Endapan aluvial menempati 10% dari total luas daerah keseluruhan regional

daerah penelitian, terdiri dari material lepas dari hasil sedimentasi yang

berukuran lempung, pasir halus,pasir kasar sampai kerikil, dan kerakal.

Mengacu pada regional lembar Samarinda S. Supriatna, dkk (1995), satuan ini

termasuk kedalam Aluvium (Qh) yang berumur berumur Holosen, dan satuan

ini merupakan satuan termuda yang terdapat pada daerah penelitian.

Foto 3.4. Endapan Aluvial Daerah Sungai

(sumber : foto dari lapangan)

3.4.2. Satuan Batulempung

Satuan ini mencapai 15% dari total luas daerah penelitian. Dengan karakteristik

berwarna abu – abu cerah dan hitam pekat dengan ukuran butir sangat halus

dengan ketebalan lapisan yang tidak merata. Didalam batulempung tersebut

terdapat sisipan batubara dan batulanau.


III-10

Mengacu pada regional lembar Samarinda S. Supriatna, dkk (1995), satuan ini

termasuk kedalam Formasi Balikpapan (Tmbp) yang berumur berumur Miosen

Tengah - Miosen Atas.

Foto 3.5. Singkapan Satuan Batulempung


(sumber : foto dari lapangan)
3.4.3. Satuan Batupasir
Satuan mencapai 75% dari luas total wilayah penelitian. Singkapan batu pasir

dapat ditemukan di daerah jalan setapak di sekitar daerah penelitian. Satuan

batupasir ini menempati bentuk lahan perbukitan. Dengan warna abu-abu putih

kekuningan, ukuran butir pasir sedang sampai kasar.

Mengacu pada regional lembar Samarinda S. Supriatna, dkk (1995), satuan ini

termasuk kedalam Formasi Balikpapan (Tmbp) yang berumur berumur Miosen

Tengah - Miosen Atas.


III-11

Foto 3.6. Singkapan Batupasir Daerah Penelitian.


(sumber : foto dari lapangan)

3.4.4. Satuan Batubara


Singkapan batubara di lokasi penelitian berada di antara batulempung. Batubara

tersebut tersisipkan diantara batulempung. Dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Warna : berwarna hitam, hitam kecoklatan

b. Kilap : kusam (dull)

c. Pecahan : conchoidal ( membulat tanggung)

Sebagian endapan batubara dapat dilihat Foto 3.7.

Foto 3.7. Singkapan Batubara Daerah Penelitian NG 4.


(sumber : foto dari lapangan)
III-12

Batubara didaerah penelitan termasuk kedalam jenis Lignite dengan nilai kalori

4000 – 5500 Kcal dan apabila dilihat dari perbandingan luas lokasi penelitian dan

volume batubara, batubara di lokasi penelitian dapat dikatakan layak tambang.

3.5. Struktur Geologi Regional

Struktur geologi yang ada Cekungan Kutai adalah struktur lipatan dan sesar.

Batuan berumur tertua seperti Formasi Pamaluan, Formasi Bebuluh dan Formasi

Pulau Balang umumnya terlipat kuat yang mengakibatkan lapisan menjadi miring

sekitar 400 dan bahkan ada yang mencapai 750. Batuan yang lebih muda seperti

Formasi Balikpapan dan Formasi Kampungbaru umumnya terlipat lemah, tetapi

dibeberapa tempat juga terlipat kuat seperti di utara Samarinda atau yang

berdekatan dengan struktur sesar. Arah sumbu lipatan kurang lebih sama yaitu

Timurlaut – Baratdaya. Antiklin umumnya asimetris dengan sayap curam di

sebelah barat. Beberapa nama antiklin diantaranya adalah Antiklin Semoi,

Embalut, Loa Halui, Jembayan, Loa Kulu, Pulau Balang – Tengin, Sebuluh,

Muaragitani, Tenggarong, Benua Baru, Busang, Kota Baru, Sanga-sanga,

Samboja dan Palaran .

Struktur sesar yang terdapat di cekungan kutai ada 3 (tiga) jenis yaitu sesar naik,

sesar turun dan sesar geser. Sesar naik terjadi pada skala miosen atas kemudian

terpotong aleh sesar geser yang terjadi pada pada akhir miosen atas sedangkan

sesar turun terjadi skala pliosen. Sumberdaya mineral dan energi yang potensial di

Lembar Samarinda berupa minyak dan gas bumi serta batubara, terdapat di Sanga-

sanga, Muara badak dan Tanjung Selatan, sedangkan batubara terdapat di Loa

bukit dan Sebuluh. Semuanya terdapat di tepi Sungai Mahakam.


III-13

Struktur geologi regional dan tektonik yang berkembang di sekitar daerah

penyelidikan adalah berupa perlipatan, sesar dan kelurusan berarah Baratdaya –

Timurlaut dan Baratlaut Tenggara. Secara regional kegiatan tektonik di daerah ini

dimulai sejak Mesozoikum hingga Tersier seiring dengan terbentuknya urutan

stratigrafi dari litologi formasi batuan yang terlihat sekarang (S. Supriatna,

Sukardi, dan E. Rustandi, 1995). Seperti pola struktur cekungan Kutai dapat

dilihat pada gambar 3.1 ;

Sumber : PT. Kutai Energi (allen dkk, 1979)


Gambar 3.1. Pola Struktur Cekungan Kutai (Allen dkk, 1979).

3.6. Struktur Geologi Daerah Penelitian

Berdasarkan data pengukuran kedudukan lapisan batuan yang relatif sama, dengan

besar kemiringan yang relatif sama maka ditafsirkan struktur geologi yang

berkembang di daerah penelitian adalah struktur lipatan berubah antiklin dan

siklin berarah kemiringan lapisan batuan satu arah yaitu relatif ke arah Timur

dengan arah strike relatif ke arah Timurlaut – Baratdaya yang ditandai dengan

kemiringan lapisan batuan yang relatif besar antara 40 - 87 . Dibagian Barat

daerah eksplorasi dengan kemiringan lapisan mengarah ke Baratlaut dari sumbu

antiklin disebelah timur dari sumbu antiklin kearah kemiringan ke Tenggara pada
III-14

batas IUP di Selatan dari area eksplorasi dapat dijumpai adanya bidang lapisan

kengan kemiringan yang relative kecil antara 12 - 23 , sedangkang bagian Utara-

selatan walaupun dapat dijumpai adanya perubahan struktur lapisan batuan yang

begitu besar dengan kemiringan 41 dengan arah kemiringan ke Tenggara,

dan disebelah Timur didaerah eksplorasi yaitu pulau seribu kemiringan lapisan

mengarah ke Baratlaut dengan kemiringan relatif besar antara 20 - 60 . Dapat

dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini ;

Sumber : Peta Geologi Regional Samarinda (S.Suprianta dkk 1995)


Gambar 3.2. Peta Geologi Regional Samarinda.

Anda mungkin juga menyukai