STRATIGRAFI
Gambar 3.1 Peta geologi regional lokasi penelitian (sumber : Peta Geologi Lembar
Tolitoli Nana Ratman. 1976
dan Rijang merah dan Radiolaria, dan Batuan Gunungapi. Aliran lava bersifat
andesit sampai basal dengan lapisan Filit dan Batusabak yang tersisipkan terdapat
tempat batuan ini diterobos oleh Granit, batuannya adalah kuarsit sekisan dan
Malili dan Talua di daerah Ongka, Bagian terbawah satuan ini adalah sekis hijau.
Banyak terdapat urat kuarsa, yang biasanya mengandung mineral sulfida, terutama
pirit dan mungkin dengan emas dan perak, Brouwer (1934) menemukan
sepanjang sungai tinombo. Satuan batuan ini hampir menutup seluruh daerah,
Sungai Palasa lebih dari 8.000 m; batuan disini terlipat secara isoklin, dan lipatan
itu boleh jadi lanjutan dari lipatan isoklin sepanjang Sungai Tinombo (22 km
baratdaya Sungai Palasa) yang diperikan oleh brouwer (1934). Menurut Sukamto
(1973) dan Brouwer (1934), formasi ini boleh jadi berumur kapur Atas sampai
bersifat andesit sampai basal, diabas, yang terkesikkan dan spilit. Umumnya
Sebagian Diabas dan spilitnya bertekstur amorf porfiri dan amygdaloid. Bagian
terbawah satuan batuan ini di sepanjang Sungai Buol terdiri dati aliran lava
berselingan dengan rijang radiolaria merah . Lubang gas pada lava umumnya
terisi zenolit , kalsit, dan kalsedon, yang berdiameter hingga 2 cm. Di daerah
Batulanau hitam. Di dalam satuan batuan ini banyak terdapat retas dan retas
lempeng andesit, diorit dan sienit, yang mungkin merupakan saluran gunungapi
dari satuan Satuan batuan ini membentuk punggungan bukit, tingginya sekitar
2.000 m. Sepanjang Sungai Lambunu dan Taopa, Daerah Moutong, satuan ini
secara berangsur berubah jadi sekis hijau. Boleh jadi berjari-jemari dengan
Formasi Tinimbo (Tts), dan diperkirakan berumur Kapur Alas sampai Oligosen
Bawah.
terdiri dari andesit, diorit, sienit dan lampro r. Kebanyakan terdapat sebagai
saluran gunungapi dan tubuh kecil di dalam Formasi. Tinombo, yang terlalu kecil
untuk diperlihatkan dalam peta. Batuan terobosan yang besar ialah granit (gr),
sienit (sy), diorit (di) dan sedikit adamelit (am). Adamelitnya tercirikan oleh
fenokris felspar kalium, yang sebagian panjangnya lebin dari 8 cm, dan bertekstur
dacrah Moutong, terdiri dari sienit (sy) yang telah tekersikkan dan banyak utat
Sabang, Tolitoli, Buol dan Moutong, dan membentuk punggung bukit yang
puncaknya membulat atau datar dengan ketinggian kurang dari 1.000 m. Umur
batuan terobosan ini boleh jadi Miosen Tengah sampai Miosen Atas. Penanggalan
kalium argon dua contoh batuan granodiorit dari daerah Palu dan Donggala,
memberikan angka 31 juta tahun pada felspar, dan 8,6 juta tahun pada biotit
(Sukamto, 1973).
fisik yang dapat diamati di lapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala
litologi, dan urutan satuan batuan yang menerus, serta dapat terpetakan pada skala
dan batuan vulkanik. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan ciri litologi yang
nampak dilapangan. Berdasarkan uraian diatas, maka satuan batuan yang terdapat
pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 satuan batuan secara berurutan dari
1. Satuan Aglomerat
akan diuraikan di bawah ini berdasarkan dari stratigrafi satuan tertua sampai
Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara
secara megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan
komposisi mineral yang bisa diamati oleh bantuan kaca pembesar/lup, dengan
karena klasifikasi ini membagi jenis warna mineral dominan antara terang dan
mikroskop polarisasi dalam pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta
batuan beku (Travis, 1955) sebagai dasar penamaan pada pengamatan petrografis.
Penyebaran satuan ini menempati sekitar 61,5% atau 20,3km 2 dari luas
satuan ini berada di bagian tengah daerah penelitian dan menyebar dari bagian
Ketebalan dari satuan basal porfiri ini tidak dapat secara pasti ditentukan
di lapangan sebab batas atas dan batas bawah satuan ini tidak tersingkap dengan
jelas, namun dari hasil pengukuran penampang geologi A-B, maka diperkirakan
Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara
secara megaskopis batuan ini memiliki ciri fisik segar berwarna hitam, warna
maka nama batuannya adalah basal porfiri (Fenton, 1940) (Tabel 3.1).
Berdasarkan hasil analisis petrografi dari sampel basal porfiri yang diperoleh pada
berwarna coklat kekuningan pada kenampakan nikol sejajar dan hitam keabu-
mineral penyusun 0,25 – 0,75 mm, dan struktur massive. Terdiri dari mineral
plagioklas, ortoklas, olivin, kuarsa, opak, masa dasar (Travis,1950) (Tabel 3.2).
Gambar 3.2 Kenampakan singkapan litologi batuan basal porfiri pada stasiun 92 dengan
Berdasarkan hasil analisis
arah pengambilan foto Npetrografi
184° E dari sampel basal porfiri yang
nikol sejajar dan hitam keabu-abuan pada kenampakan nikol silang, kristalinitas
relasi inequigranular, ukuran mineral penyusun 0,25 – 0,75 mm, dan struktur
massive. Terdiri dari mineral plagioklas, ortoklas, olivin, kuarsa, opak, masa dasar
Nikol // Nikol X
maka satuan basal porfiri ini dapat disebandingkan dengan peta Geologi Regional
lembar Tolitoli oleh Nana Ratman (1976) yang termasuk dalam Formasi Tinombo
porfiri dengan ciri fisik warna abu-abu kehitaman sampai hitam, lokasi penelitian
ditemukan batuan basal porfiri dengan ciri fisik yang sama yaitu warna abu-abu
kehitaman sampai hitam dan berstruktur masif sehingga dapat disimpulkan bahwa
umur satuan basal porfiri pada daerah penelitian adalah Kapur-Eosen Bawah atau
Hubungan stratigrafi antar satuan Basal Porfiri dengan satuan batuan yang
lebih muda yaitu satuan andesit porfiri adalah kontak intrusi yang ditandai dengan
umur kedua batuan yang sama dan pada formasi yang sama yaitu Formasi
Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara
secara megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan
komposisi mineral yang bisa diamati oleh bantuan kaca pembesar/lup, dengan
karena klasifikasi ini membagi jenis warna mineral dominan antara terang dan
mikroskop polarisasi dalam pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta
batuan beku (Travis, 1955) sebagai dasar penamaan pada pengamatan petrografis.
Penyebaran satuan ini menempati sekitar 11,2% atau 3,7km 2 dari luas
keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini tersingkap dengan baik di sekitar Sungai
Ogoeleng. Penyebaran satuan ini berada di bagian utara daerah penelitian dan
Ketebalan dari satuan basal ini dihitung dari hasil pengukuran penampang
Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara
secara megaskopis batuan ini memiliki ciri fisik segar berwarna abu-abu, warna
muskovit, hornblende, opak dan masa dasar. Berdasarkan sifat fisik dan komposisi
mineralnya maka nama batuannya adalah Andesit porfiri (Fenton, 1940) (Tabel
3.3). Berdasarkan hasil analisis petrografi memiliki warna coklat kekuningan pada
kenampakan nikol sejajar dan hitam keabu-abuan pada kenampakan nikol silang,
subhedral, relasi inequigranular, ukuran mineral penyusun 0,25 – 0,75 mm, dan
struktur massive. Terdiri dari mineral olivin, piroksin, plagioklas, masa dasar,
nikol sejajar dan hitam keabu-abuan pada kenampakan nikol silang, kristalinitas
relasi inequigranular, ukuran mineral penyusun 0,25 – 0,75 mm, dan struktur
massive. Terdiri dari mineral plagioklas, ortoklas, olivin, kuarsa, opak, masa dasar
terdahulu dengan berlandaskan pada dominasi dan kesamaan ciri-ciri litologi yang
litologi dan letak geografisnya maka satuan andesit porfiri ini dapat
terdahulu dijelaskan bahwa batuan andesit porfiri dengan ciri fisik warna abu-abu
dan pada lokasi penelitian ditemukan batuan andesit porfiri dengan ciri fisik yang
sama yaitu warna abu-abu sehingga dapat disimpulkan bahwa umur satuan andesit
porfiri pada daerah penelitian adalah Kapur- Eosen Bawah atau 141-55 juta tahun
yang lalu.
litostratigrafi tidak resmi yang bersendikan pada ciri-ciri litologi meliputi jenis
batuan, kombinasi jenis batuan, keseragaman gejala litologi batuan dan gejala-
gejala lain dari tubuh batuan dilapangan serta terpetakan pada skala peta 1:25.000.
Dalam penamaan satuan litologi batuan ini terbagi atas dua cara penamaan
secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi
sifat fisik dan sifat optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik
yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi batuan beku menurut
Russel B. Travis (1955) untuk fragmen dari litologi ini dan menggunakan
klasifikasi Pettijohn (1975) Sebagai dasar penamaan matriks dan semen yang
dan mikroskopis, maka diperoleh nama satuan ini adalah satuan aglomerat.
Penyebaran satuan ini menempati sekitar 27,3% atau 9 km2 dari luas
keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini tersingkap dengan baik di sekitar Sungai
Yiselang, Sungai Sigelang dan Sungai Kambuno. Penyebaran satuan ini berada di
bagian utara daerah penelitian dan menyebar dari bagian barat ke timur.
Ketebalan dari satuan basal ini dihitung dari hasil pengukuran penampang
batuan aglomerat yang dijumpai pada stasiun 88 (Gambar 3.7) batuan ini dijumpai
berwarna abu-abu kecoklatan. Adapun tekstur dari batuan ini yaitu memiliki
(1922). Bentuk butir dari batuan ini yaitu subrounded-rounded, sortasi buruk,
kemas terbuka, porositas baik dan permeabilitas baik. Pada batuan ini memiliki
struktur masif dan komposisi dari batuan ini yaitu fragmen berupa andesit porfiri,
dengan matriks tuf Berdasarkan sifat fisik yang diamati secara magaskopis maka
Gambar 3.7 Kenampakan singkapan litologi aglomerat pada stasiun 88 dengan arah
pengambilan foto N 232° E
Gambar 3.8 Kenampakan singkapan litologi aglomerat pada stasiun 39 dengan arah
pengambilan foto N 95° E
Berdasarkan hasil analisis petrografis dari sampel anglomerat yang
sayatan batuan aglomerat yang terdiri dari fragmen, matriks dan semen. Sayatan
tipis dari fragmen batuan aglomerat dengan warna putih kekuningan pada
kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang,
0,50 mm. Terdiri dari komposisi mineral plagioklas 30%, kuarsa 3%, opak 17%,
biotit 10%, piroksin 20, hornblende 5%, dan masa dasar 15%. Berdasarkan sifat
fisik dan komposisi mineral yang terdapat pada fragmen batuan ini maka dapat
diketahui fragmen batuan dari aglomerat ini yaitu basal porfri (Travis, 1955).
(Tabel 3.4)
Tabel 3.4 Klasifikasi batuan beku menurut Russel B. Travis (1955)
Nikol // Nikol X
Gambar 3.9 Kenampakan mikroskopis batuan basal porfiri dengan nomor sampel 39 komposisi
mineral plagioklas 30%, kuarsa 3%, opak 17%, biotit 10%, piroksin 20, hornblende
5%, dan masa dasar 15% dengan perbersaran 4X.
Nikol // Nikol X
Gambar 3.10 Kenampakan mikroskopis batuan andesit porfiri dengan nomor sampel 88 komposisi
mineral plagioklas 30%, kuarsa 3%, opak 17%, biotit 10%, piroksin 20, hornblende
5%, dan masa dasar 15%. Dengan perbesaran 4X.
berdasarkan dari ciri fisik litologi, data lapangan dan prinsip kesebandingan
Berdasarkan dari ciri fisik litologi yang telah diamati secara megaskopis
sehingga dapat diketahui bahwa satuan ini dapat disebandingkan dengan satuan
aglomerat pada formasi Batuan Gunungapi (Ttv) yang memiliki ciri fisik
berwarna abu-abu, tersusun oleh kepingan basal porfiri dengan ukuran berkisar 1
sampai 3 cm, setempat menyudut tanggung, bermassa dasar tuf terpilah buruk dan
geologi regional lembar Tolitoli oleh Nana Ratman (1976). Sehingga diperkirakan
mengalami dua fasies pembentukan yaitu fase proksimal dan fase distal. Fasies
prokimal merupakan kawasan gunungapi yang paling dekat dengan lokasi sumber
atau fasies pusat (S. Bronto, 2016). Pada stasiun 39 diindentifikasi terbentuk
melalui fase proksimal yang terjadi ketika material piroklastik terakumulasi dekat
dengan lokasi sumbernya atau fasies pusat. Hal ini dibuktikan dengan singkapan
yang relatif lebih segar dan bersktur masif serta mempunyai singkapan yang lebih
landai. Hal ini juga dibuktikan dengan kenampakan pada sayatan petrografis yang
menampakkan masa dasar yang lebih dominan. Hal ini membutikan bahwa
tingkat viskositas dari magma relatif lebih rendah sehingga magma yang
dihasilkan lebih encer. Sedangkan pada stasiun 88 dijumpai singkapan yang lebih
tegak dengan bentuk fragmen yang lebih cadas. Hal ini menggambarkan bahwa
metarial piroklastik ini mengedap pada fasies distal. Fasies distal merupakan fase
tertransportasi jauh dari sumbernya (S. Bronto, 2016). Hal lain yang
membuktikan bahwa batuan ini mengalami fase pembentukan yang lebih lambat
yaitu dari kenampakan sayatan petrografis yang menunjukan kadar masa dasar
yang lebih sedikit dari sampel pada stasiun 39. Hal ini menandakan bahwa magma
pembentuk batuan ini memiliki viskositas yang lebih tinggi dari magma
disekitarnya yaitu satuan basal porfiri dan satuan andesit porfiri yaitu hubungan
batuan beku dan batuan vulkanik yang dalam hal ini adalah batuan andesit,