Anda di halaman 1dari 23

BAB III

STRATIGRAFI

3.1 Stratigrafi Daerah Pemetaan

Menurut letak geografis daerah Dadakitan dan sekitarnya Kecamatan

Lampasio Kabupaten Toili-Toli Provinsi Sulawesi Tengah oleh N. Ratman

(1976) (Gambar 3.1), berdasarkan peta geologi tersebut stratigrafi regional

daerah pemetaan tersusun atas:

Gambar 3.1 Peta geologi regional lokasi penelitian (sumber : Peta Geologi Lembar
Tolitoli Nana Ratman. 1976

Tts Formasi Tinombo Ahlburg (1913) Filit, Batusabak, Batusabak bersifat

Filit, Batupasir Kuarsa, Batulanau, Kuarsit, Pualam, Batutanduk, Serpih merah

dan Rijang merah dan Radiolaria, dan Batuan Gunungapi. Aliran lava bersifat

andesit sampai basal dengan lapisan Filit dan Batusabak yang tersisipkan terdapat

di Salugan di Sungai Moibua, Daerah Tolitoli. Di Selatan Kampung Sigenti,

sepanjang Sungai Palasa, terdapat Serpih dan Rijang radiolaria berselingan


dengan Batugamping nummulit yang terdaunkan. Di bagian hulu sungai Palasa,

tempat batuan ini diterobos oleh Granit, batuannya adalah kuarsit sekisan dan

lebih termetamorfosiskan dari yang lain. Di Bagian hulu sungai Ogogasang,

Granit porfiri dan Batutanduk dengan adalusit terdapat bersama-sama; batuan

persentuhan yang tertandukan ini termasuk Formasi Tinombo. Sepanjang Sungai

Malili dan Talua di daerah Ongka, Bagian terbawah satuan ini adalah sekis hijau.

Banyak terdapat urat kuarsa, yang biasanya mengandung mineral sulfida, terutama

pirit dan mungkin dengan emas dan perak, Brouwer (1934) menemukan

Batugamping Globigerina , Grewak, Batupasir dan Batugamping fosilan di

sepanjang sungai tinombo. Satuan batuan ini hampir menutup seluruh daerah,

dikirakan diendapkan dalam lingkungan laut dalam. Tebal terukur di sepanjang

Sungai Palasa lebih dari 8.000 m; batuan disini terlipat secara isoklin, dan lipatan

itu boleh jadi lanjutan dari lipatan isoklin sepanjang Sungai Tinombo (22 km

baratdaya Sungai Palasa) yang diperikan oleh brouwer (1934). Menurut Sukamto

(1973) dan Brouwer (1934), formasi ini boleh jadi berumur kapur Atas sampai

Eosen Bawah. Kadar (komunikasi tertulis,1974) menentukan umur formasi ini

Eosen-Oligosen Bawah berdasarkan fosil Nmmulites.

Ttv Batuan Gunungapi Lava bantal dan Aglomerat dengan susunan

bersifat andesit sampai basal, diabas, yang terkesikkan dan spilit. Umumnya

terprolitkan dan termetamorfosislemah, berwarna hijau muda atau hijau gelap.

Sebagian Diabas dan spilitnya bertekstur amorf porfiri dan amygdaloid. Bagian

terbawah satuan batuan ini di sepanjang Sungai Buol terdiri dati aliran lava

berselingan dengan rijang radiolaria merah . Lubang gas pada lava umumnya
terisi zenolit , kalsit, dan kalsedon, yang berdiameter hingga 2 cm. Di daerah

Tolitoli ditemukan batuan gunungapi berselingan dengan sabak, Batupasir, dan

Batulanau hitam. Di dalam satuan batuan ini banyak terdapat retas dan retas

lempeng andesit, diorit dan sienit, yang mungkin merupakan saluran gunungapi

dari satuan Satuan batuan ini membentuk punggungan bukit, tingginya sekitar

2.000 m. Sepanjang Sungai Lambunu dan Taopa, Daerah Moutong, satuan ini

secara berangsur berubah jadi sekis hijau. Boleh jadi berjari-jemari dengan

Formasi Tinimbo (Tts), dan diperkirakan berumur Kapur Alas sampai Oligosen

Bawah.

di Batuan Terobosan mungkin terjadi dalam beberapa kala. Yang tertua

terdiri dari andesit, diorit, sienit dan lampro r. Kebanyakan terdapat sebagai

saluran gunungapi dan tubuh kecil di dalam Formasi. Tinombo, yang terlalu kecil

untuk diperlihatkan dalam peta. Batuan terobosan yang besar ialah granit (gr),

sienit (sy), diorit (di) dan sedikit adamelit (am). Adamelitnya tercirikan oleh

fenokris felspar kalium, yang sebagian panjangnya lebin dari 8 cm, dan bertekstur

porfiri kasar. Singkapan batuan tarobosan di Sungai Papayato dan Tulangdenggi,

dacrah Moutong, terdiri dari sienit (sy) yang telah tekersikkan dan banyak utat

kwarsa yang memasukinya (Koperberg, 1928). Semua batuan terobosan ini

menerobos sampai batuan sediment Miosen Tengah (Tms). Terdapat di dacrah

Sabang, Tolitoli, Buol dan Moutong, dan membentuk punggung bukit yang

puncaknya membulat atau datar dengan ketinggian kurang dari 1.000 m. Umur

batuan terobosan ini boleh jadi Miosen Tengah sampai Miosen Atas. Penanggalan

kalium argon dua contoh batuan granodiorit dari daerah Palu dan Donggala,
memberikan angka 31 juta tahun pada felspar, dan 8,6 juta tahun pada biotit

(Sukamto, 1973).

3.2 Stratigrafi Daerah Pemetaan

Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian

didasarkan atas litodemik tidak resmi dengan pengelompokan berdasarkan ciri

fisik yang dapat diamati di lapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala

litologi, dan urutan satuan batuan yang menerus, serta dapat terpetakan pada skala

1: 25.000 (IAGI, 1996).

Secara umum litologi penyusun daerah penelitian merupakan batuan beku

dan batuan vulkanik. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan ciri litologi yang

nampak dilapangan. Berdasarkan uraian diatas, maka satuan batuan yang terdapat

pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 satuan batuan secara berurutan dari

satuan tertua ke satuan yang termuda adalah :

1. Satuan Aglomerat

2. Satuan Andesit Porfiri

3. Satuan Basal Porfiri

Adapun pembahasan setiap satuan batuan pada starigrafi daerah pemetaan

akan diuraikan di bawah ini berdasarkan dari stratigrafi satuan tertua sampai

dengan satuan termuda:

3.2.1 Satuan Basal Porfiri

Pembahasan tentang satuan basal porfiri pada daerah penilitian meliputi

uraian mengenai dasar penamaan, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis


dan petrografis, penyebaran dan ketebalan, penentuan umur dan lingkungan

pembentukan serta hubungan stratigrafi dengan satuan lainnya.

3.2.1.1 Dasar Penamaan

Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara

yaitu pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan

secara megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan

komposisi mineral yang bisa diamati oleh bantuan kaca pembesar/lup, dengan

menggunakan klasifikasi batuan beku (Fenton, 1940), sebagai dasar penamaan

karena klasifikasi ini membagi jenis warna mineral dominan antara terang dan

gelap sehingga memudahkan pengelompokkan batuan secara megaskopis.

Sedangkan pengamatan secara mikroskopis diamati dengan menggunakan

mikroskop polarisasi dalam pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta

pemerian kompoisi mineral secara spesifik dengan menggunakan klasifikasi

batuan beku (Travis, 1955) sebagai dasar penamaan pada pengamatan petrografis.

3.2.1.2 Penyebaran dan Ketebalan

Penyebaran satuan ini menempati sekitar 61,5% atau 20,3km 2 dari luas

keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini tersingkap dengan baik di Sungai

Ogoeleng, Sungai Yiselang, Sungai Sigelang, dan Sungai Kambuno. Penyebaran

satuan ini berada di bagian tengah daerah penelitian dan menyebar dari bagian

timur ke bagian barat.

Ketebalan dari satuan basal porfiri ini tidak dapat secara pasti ditentukan

di lapangan sebab batas atas dan batas bawah satuan ini tidak tersingkap dengan
jelas, namun dari hasil pengukuran penampang geologi A-B, maka diperkirakan

ketebalan satuan basal porfiri ini berkisar ± 490 m.

3.2.1.3 Ciri Litologi

Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara

yaitu pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan

secara megaskopis batuan ini memiliki ciri fisik segar berwarna hitam, warna

lapuk hitam kecoklatan, kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiritik, relasi

inequigranular, bentuk euhedral-anhedral dan struktur masif. Terdiri dari mineral

piroksin, plagioklas, horblende berdasarkan sifat fisik dan komposisi mineralnya

maka nama batuannya adalah basal porfiri (Fenton, 1940) (Tabel 3.1).

Berdasarkan hasil analisis petrografi dari sampel basal porfiri yang diperoleh pada

stasiun 92 dengan kode sampel 92/BSLPOR/FF/UT, memperlihatkan kenampakan

berwarna coklat kekuningan pada kenampakan nikol sejajar dan hitam keabu-

abuan pada kenampakan nikol silang, kristalinitas hipokristalin, granularitas

faneroporfiritik, bentuk mineral euhedral-subhedral, relasi inequigranular, ukuran

mineral penyusun 0,25 – 0,75 mm, dan struktur massive. Terdiri dari mineral

plagioklas, ortoklas, olivin, kuarsa, opak, masa dasar (Travis,1950) (Tabel 3.2).
Gambar 3.2 Kenampakan singkapan litologi batuan basal porfiri pada stasiun 92 dengan
Berdasarkan hasil analisis
arah pengambilan foto Npetrografi
184° E dari sampel basal porfiri yang

diperoleh pada stasiun 92 dengan kode sampel 92/BSLPOR/FF/UT,

memperlihatkan kenampakan berwarna coklat kekuningan pada kenampakan

nikol sejajar dan hitam keabu-abuan pada kenampakan nikol silang, kristalinitas

hipokristalin, granularitas faneroporfiritik, bentuk mineral euhedral-subhedral,

relasi inequigranular, ukuran mineral penyusun 0,25 – 0,75 mm, dan struktur

massive. Terdiri dari mineral plagioklas, ortoklas, olivin, kuarsa, opak, masa dasar

(Rusell B. Travis,1950) (Tabel 3.2).

Nikol // Nikol X

Gambar 3.3 Kenampakan mikroskopis dengan no sampel 92/Bslpor/FF/UT yang memperlihatkan


mineral Kuarsa, Ortoklas, Olivin, Plagioklas, Opak Dan Masa dasar. Difoto dengan
perbesaran 4X.
Tabel 3. 1 Klasifikasi batuan beku menurut Fenton (1940)

Tabel 3.2 Klasifikasi batuan beku menurut Travis (1955)


3.2.1.4 Umur Dan Lingkungan Pengendapan

Penentuan umur dan lingkungan pembentukan dari satuan Basal Porfiri

ditentukan berdasarkan pada ciri-ciri litologi, data lapangan dan prinsip

kesebandingan terhadap stratigrafi regional daerah penelitian serta hasil peneliti

terdahulu dengan berlandasarkan pada dominasi dan kesamaan ciri-ciri litologi

yang dijumpai maupun pengamatan petrografis. Berdasarkan letak geografisnya

maka satuan basal porfiri ini dapat disebandingkan dengan peta Geologi Regional

lembar Tolitoli oleh Nana Ratman (1976) yang termasuk dalam Formasi Tinombo

(Tts). Kemudian, berdasarkan penelitian terdahulu dijelaskan bahwa batuan basal

porfiri dengan ciri fisik warna abu-abu kehitaman sampai hitam, lokasi penelitian

ditemukan batuan basal porfiri dengan ciri fisik yang sama yaitu warna abu-abu

kehitaman sampai hitam dan berstruktur masif sehingga dapat disimpulkan bahwa

umur satuan basal porfiri pada daerah penelitian adalah Kapur-Eosen Bawah atau

141-55 juta tahun yang lalu terbentuk dikerak benua.

3.2.1.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antar satuan Basal Porfiri dengan satuan batuan yang

lebih muda yaitu satuan andesit porfiri adalah kontak intrusi yang ditandai dengan

umur kedua batuan yang sama dan pada formasi yang sama yaitu Formasi

Tinombo (Tts). Nana Ratman (1976).

3.2.2 Satuan Andesit Porfiri

Pembahasan tentang satuan andesit porfiri pada daerah penilitian meliputi

uraian mengenai dasar penamaan, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis


dan petrografis, penyebaran dan ketebalan, penentuan umur dan lingkungan

pembentukan serta hubungan stratigrafi dengan satuan lainnya.

3.2.2.1 Dasar Penamaan

Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara

yaitu pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan

secara megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan

komposisi mineral yang bisa diamati oleh bantuan kaca pembesar/lup, dengan

menggunakan klasifikasi batuan beku (Fenton, 1940), sebagai dasar penamaan

karena klasifikasi ini membagi jenis warna mineral dominan antara terang dan

gelap sehingga memudahkan pengelompokkan batuan secara megaskopis.

Sedangkan pengamatan secara mikroskopis diamati dengan menggunakan

mikroskop polarisasi dalam pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta

pemerian kompoisi mineral secara spesifik dengan menggunakan klasifikasi

batuan beku (Travis, 1955) sebagai dasar penamaan pada pengamatan petrografis.

3.2.2.2 Penyebaran Dan Ketebalan

Penyebaran satuan ini menempati sekitar 11,2% atau 3,7km 2 dari luas

keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini tersingkap dengan baik di sekitar Sungai

Ogoeleng. Penyebaran satuan ini berada di bagian utara daerah penelitian dan

menyebar dari bagian barat ke utara.

Ketebalan dari satuan basal ini dihitung dari hasil pengukuran penampang

geologi A-B, yaitu berdasarkan dari ketebalan batuan di permukaan dengan

perhitungan perbandingan nilai kontur tertinggi dan terendah, maka diperkirakan

ketebalan satuan basal ini berkisar ± 280 m.


3.2.2.3 Ciri Litologi

Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara

yaitu pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan

secara megaskopis batuan ini memiliki ciri fisik segar berwarna abu-abu, warna

lapuk abu-abu kecoklatan, memiliki tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas

porfiritik, relasi inequigranular, bentuk subhedral-anhedral, struktur masif. Secara

megaskopis mineral-mineral yang dapat diamati ialah kuarsa, plagioklas,

muskovit, hornblende, opak dan masa dasar. Berdasarkan sifat fisik dan komposisi

mineralnya maka nama batuannya adalah Andesit porfiri (Fenton, 1940) (Tabel

3.3). Berdasarkan hasil analisis petrografi memiliki warna coklat kekuningan pada

kenampakan nikol sejajar dan hitam keabu-abuan pada kenampakan nikol silang,

kristalinitas hipokristalin, granularitas faneroporfiritik, bentuk mineral euhedral-

subhedral, relasi inequigranular, ukuran mineral penyusun 0,25 – 0,75 mm, dan

struktur massive. Terdiri dari mineral olivin, piroksin, plagioklas, masa dasar,

biotit, opak, kuarsa (Travis, 1950) (Tabel 3.4).


Gambar 3.4 Kenampakan singkapan litologi batuan andesit porfiri pada stasiun 07 dengan
arah pengambilan foto N 154° E

Berdasarkan hasil analisis petrografi dari sampel andesit porfiri yang

diperoleh pada stasiun 07 dengan kode sampel 07/ANDSTPOR/FF/UT,

memperlihatkan kenampakan berwarna coklat kekuningan pada kenampakan

nikol sejajar dan hitam keabu-abuan pada kenampakan nikol silang, kristalinitas

hipokristalin, granularitas faneroporfiritik, bentuk mineral euhedral-subhedral,

relasi inequigranular, ukuran mineral penyusun 0,25 – 0,75 mm, dan struktur

massive. Terdiri dari mineral plagioklas, ortoklas, olivin, kuarsa, opak, masa dasar

(Rusell B. Travis,1950) (Tabel 3.2).


Nikol // Nikol X

Gambar 3. 6 Klasifikasi batuan beku menurut Fenton (1940)


Tabel 3.3 Klasifikasi batuan beku menurut Russel B. Travis (1955)

3.2.2.4 Umur Dan Lingkungan Pembentukan

Penentuan umur dan lingkungan pembentukan dari satuan Andesit Porfiri

ditentukan berdasarkan pada ciri-ciri litologi, data lapangan dan prinsip

kesebandingan terhadap stratigrafi regional daerah penelitian serta hasil peneliti

terdahulu dengan berlandaskan pada dominasi dan kesamaan ciri-ciri litologi yang

dijumpai maupun pengamatan petrografis. Berdasarkan kesamaan ciri fisik

litologi dan letak geografisnya maka satuan andesit porfiri ini dapat

disebandingkan dengan peta Geologi Regional lembar Tolitoli yang termasuk

dalam Formasi Batuan Tinombo (Tts). Kemudian, berdasarkan penelitian

terdahulu dijelaskan bahwa batuan andesit porfiri dengan ciri fisik warna abu-abu

dan pada lokasi penelitian ditemukan batuan andesit porfiri dengan ciri fisik yang

sama yaitu warna abu-abu sehingga dapat disimpulkan bahwa umur satuan andesit
porfiri pada daerah penelitian adalah Kapur- Eosen Bawah atau 141-55 juta tahun

yang lalu.

3.2.2.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi satuan andesit porfiri dengan satuan yang lebih

muda lainnya yaitu satuan aglomerat adalah ketidakselarasan nonconformity yang

ditandai dengan terbentuknya endapan sedimen vulkanik diatas batuan beku.

3.2.3. Satuan Aglomerat

Pembahasan tentang satuan aglomerat pada daerah penelitian meliputi

uraian mengenai dasar penamaan, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis

dan petrografis, penyebaran dan ketebalan, penentuan umur dan lingkungan

pembentukan serta hubungan stratigrafi dengan satuan lainnya.

3.2.3.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan pada daerah penelitian yaitu didasarkan atas

litostratigrafi tidak resmi yang bersendikan pada ciri-ciri litologi meliputi jenis

batuan, kombinasi jenis batuan, keseragaman gejala litologi batuan dan gejala-

gejala lain dari tubuh batuan dilapangan serta terpetakan pada skala peta 1:25.000.

Dalam penamaan satuan litologi batuan ini terbagi atas dua cara penamaan

yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan

secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi

mineralnya yang bisa teramati secara langsung di lapangan, dengan menggunakan

klasifikasi Schminidt (1981) sebagai dasar penamaan. Adapun pengamatan secara

mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi, dilakukan pengamatan

sifat fisik dan sifat optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik
yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi batuan beku menurut

Russel B. Travis (1955) untuk fragmen dari litologi ini dan menggunakan

klasifikasi Pettijohn (1975) Sebagai dasar penamaan matriks dan semen yang

dimiliki satun litologi ini. Setelah dilakukannya pengamatan secara megaskopis

dan mikroskopis, maka diperoleh nama satuan ini adalah satuan aglomerat.

3.2.3.2 Penyebaran Dan Ketebalan

Penyebaran satuan ini menempati sekitar 27,3% atau 9 km2 dari luas

keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini tersingkap dengan baik di sekitar Sungai

Yiselang, Sungai Sigelang dan Sungai Kambuno. Penyebaran satuan ini berada di

bagian utara daerah penelitian dan menyebar dari bagian barat ke timur.

Ketebalan dari satuan basal ini dihitung dari hasil pengukuran penampang

geologi A-B, yaitu berdasarkan dari ketebalan batuan di permukaan dengan

perhitungan perbandingan nilai kontur tertinggi dan terendah, maka diperkirakan

ketebalan satuan basal ini berkisar ± 370 m.

3.2.3.3 Ciri Litologi

Litologi penyusun satuan ini yaitu aglomerat berdasarkan hasil

pengamatan megaskopis dan mikroskopis. Secara megaskopis, kenampakan dari

batuan aglomerat yang dijumpai pada stasiun 88 (Gambar 3.7) batuan ini dijumpai

dalam keadaan segar berwarna abu-abu, sedangkan dalam keadaan lapuk

berwarna abu-abu kecoklatan. Adapun tekstur dari batuan ini yaitu memiliki

ukuran butir 65-4 milimeter berdasarkan klasifikasi ukuran butir Wentworth

(1922). Bentuk butir dari batuan ini yaitu subrounded-rounded, sortasi buruk,

kemas terbuka, porositas baik dan permeabilitas baik. Pada batuan ini memiliki
struktur masif dan komposisi dari batuan ini yaitu fragmen berupa andesit porfiri,

dengan matriks tuf Berdasarkan sifat fisik yang diamati secara magaskopis maka

nama batuan ini adalah aglomerat (Wentworth, 1922).

Gambar 3.7 Kenampakan singkapan litologi aglomerat pada stasiun 88 dengan arah
pengambilan foto N 232° E

Gambar 3.8 Kenampakan singkapan litologi aglomerat pada stasiun 39 dengan arah
pengambilan foto N 95° E
Berdasarkan hasil analisis petrografis dari sampel anglomerat yang

diperoleh pada stasiun 88 dengan kode sampel 88/Agl/Frgmn/FF/UT (Gambar

3.10) dan 39/Aglfrgmn/FF/UT (Gambar 3.9), memperlihatkan kenampakan

sayatan batuan aglomerat yang terdiri dari fragmen, matriks dan semen. Sayatan

tipis dengan kode sampel 39/Agl/Frgmn/FF/UT merupakan kenampakan sayatan

tipis dari fragmen batuan aglomerat dengan warna putih kekuningan pada

kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang,

kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiri afanitik, bentuk mineral porfiri –

anhedral, relasi inequigranular, struktur masif, ukuran mineral penyusun 0,01 –

0,50 mm. Terdiri dari komposisi mineral plagioklas 30%, kuarsa 3%, opak 17%,

biotit 10%, piroksin 20, hornblende 5%, dan masa dasar 15%. Berdasarkan sifat

fisik dan komposisi mineral yang terdapat pada fragmen batuan ini maka dapat

diketahui fragmen batuan dari aglomerat ini yaitu basal porfri (Travis, 1955).

(Tabel 3.4)
Tabel 3.4 Klasifikasi batuan beku menurut Russel B. Travis (1955)

Nikol // Nikol X

Gambar 3.9 Kenampakan mikroskopis batuan basal porfiri dengan nomor sampel 39 komposisi
mineral plagioklas 30%, kuarsa 3%, opak 17%, biotit 10%, piroksin 20, hornblende
5%, dan masa dasar 15% dengan perbersaran 4X.
Nikol // Nikol X

Gambar 3.10 Kenampakan mikroskopis batuan andesit porfiri dengan nomor sampel 88 komposisi
mineral plagioklas 30%, kuarsa 3%, opak 17%, biotit 10%, piroksin 20, hornblende
5%, dan masa dasar 15%. Dengan perbesaran 4X.

3.2.3.4 Umur Dan Lingkungan Pembentukan

Penentuan umur dan lingkungan pembentukan satuan aglomerat adalah

berdasarkan dari ciri fisik litologi, data lapangan dan prinsip kesebandingan

dengan stratigrafi regional dan penelitian terdahulu di daerah pemetaan.

Berdasarkan dari ciri fisik litologi yang telah diamati secara megaskopis

dan mikroskopis serta kesebandingan lokasi pemetaan dengan geologi regional

sehingga dapat diketahui bahwa satuan ini dapat disebandingkan dengan satuan

aglomerat pada formasi Batuan Gunungapi (Ttv) yang memiliki ciri fisik

berwarna abu-abu, tersusun oleh kepingan basal porfiri dengan ukuran berkisar 1

sampai 3 cm, setempat menyudut tanggung, bermassa dasar tuf terpilah buruk dan

agak kompak disebandingkan dengan Formasi Batuan Gunungapi (Ttv) pada

geologi regional lembar Tolitoli oleh Nana Ratman (1976). Sehingga diperkirakan

umur satuan aglomerat ini yaitu Kapur Atas sampai Oligosen.


Satuan litologi ini terbentuk dipermukan melalui proses pengendapan

aliran piroklastik. Apabila ditinjau dari fasies pembentukannya, batuan tersebut

mengalami dua fasies pembentukan yaitu fase proksimal dan fase distal. Fasies

prokimal merupakan kawasan gunungapi yang paling dekat dengan lokasi sumber

atau fasies pusat (S. Bronto, 2016). Pada stasiun 39 diindentifikasi terbentuk

melalui fase proksimal yang terjadi ketika material piroklastik terakumulasi dekat

dengan lokasi sumbernya atau fasies pusat. Hal ini dibuktikan dengan singkapan

yang relatif lebih segar dan bersktur masif serta mempunyai singkapan yang lebih

landai. Hal ini juga dibuktikan dengan kenampakan pada sayatan petrografis yang

menampakkan masa dasar yang lebih dominan. Hal ini membutikan bahwa

tingkat viskositas dari magma relatif lebih rendah sehingga magma yang

dihasilkan lebih encer. Sedangkan pada stasiun 88 dijumpai singkapan yang lebih

tegak dengan bentuk fragmen yang lebih cadas. Hal ini menggambarkan bahwa

metarial piroklastik ini mengedap pada fasies distal. Fasies distal merupakan fase

pengendapan material gunungapi dimana material pirkoklastik sudah

tertransportasi jauh dari sumbernya (S. Bronto, 2016). Hal lain yang

membuktikan bahwa batuan ini mengalami fase pembentukan yang lebih lambat

yaitu dari kenampakan sayatan petrografis yang menunjukan kadar masa dasar

yang lebih sedikit dari sampel pada stasiun 39. Hal ini menandakan bahwa magma

pembentuk batuan ini memiliki viskositas yang lebih tinggi dari magma

pembentuk fragmen batuan sebelumnya.


3.2.3.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan staratigrafi satuan aglomerat dengan satuan yang ada

disekitarnya yaitu satuan basal porfiri dan satuan andesit porfiri yaitu hubungan

stratigrafi berupa ketidakselarasan nonconformity karena perbedaan litologi antara

batuan beku dan batuan vulkanik yang dalam hal ini adalah batuan andesit,

granodorit dan aglomerat.

Anda mungkin juga menyukai