GEOMORGOLOGI
Pulau Sulawesi memiliki luasan daerah sekitar 173.000 km2, dan bila
dari Pulau Sulawesi menyerupai huruf K dengan empat lengan yang sempit,
dipisahkan oleh teluk-teluk yang dalam dan menyatu dibagian tengah pulau
(Simanjuntak, 1993).
Sunda dan Dangkalan Sahul serta dikelilingi oleh laut yang dalam. Dibagian Utara
dibatasi oleh laut Banda utara dan Laut Banda Selatan dengan kedalaman
pantai. Dataran rendah yang relatif lebar dan padat penduduknya adalah dibagian
permukaan bumi, di atas dan di bawah permukaan laut dan menekankan pada cara
1983).
Penentuan geomorfologi daerah pemetaan berdasarkan tiga aspek yaitu
aspek morfografi, aspek morfometri dan aspek morfogenesa. Selain itu penentuan
meliputi jenis sungai, pola aliran sungai, tipe genetik sungai, stadia sungai dan
sungai termasuk jenis sungai, pola aliran sungai, klasifikasi sungai, tipe genetik
dan stadia sungai, yang pada akhirnya akan dihasilkan suatu kesimpulan tentang
geomorofologi yaitu:
Morfografi
bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat
>1000 M Pegunungan
Morfometri
memberikan penajaman tata nama bentuk lahan dan akan sangat membantu
terhadap analisis lahan untuk tujuan tertentu, seperti tingkat erosi, kestabilan
lereng dan menentukan 17 nilai dari kemiringan lereng tersebut (Van Zuidam,
1985 dalam Mirza, dkk., 2015). Variasi nilai kemiringan lereng yang diperoleh
(Bermana, 2006)
8 – 13 Lereng landai
Morfogenesa
tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen, meliputi morfostruktur pasif
(litologi, baik jenis maupun struktur batuan yang berhubungan dengan denudasi),
air dan es serta gerakan massa). Proses artifisial lebih banyak disebabkan oleh
kehidupannya (Van Zuidam, 1985 dalam Mirza, dkk., 2015). Klasifikasi bentang
sebagai berikut:
Tabel 2.3 Simbol huruf dan warna unit utama Geomorfologi (Van Zuidam, 1985)
Kode Unit Karakteristik Umum
Perbukitan & Lereng Lereng landai – curam menengah
D1 Denudasional dengan (topografi bergelombang kuat), tersayat
erosi kecil lemah – menengah
Perbukitan & Lereng
Lereng curam menengah – curam
Denudasional dengan
D2 (topografi bergelombang kuat –
erosi sedang sampai
berbukit), tersayat menengah tajam.
parah
Pegunungan & Lereng berbukit curam – sangat curam
D3 Perbukitan hingga topografi pegunungan, tersayat
Denudasional menengah tajam.
Lereng yang berbukit curam – sangat
curam, tersayat menengah. (Borhardts:
D4 Bukit sisa Terisolasi membundar, curam, halus; Monadnock:
memanjang, curam; Bentuk yang tidak
rata dengan atau tanpa blok penutup.)
Hampir datar, topografi landai sampai
D5 Dataran (Peneplain)
bergelombang. Elevasi tinggi
Dataran yang
Terangkat / Dataran Hampir datar, topografi landai sampai
D6
Tinggi (Raized bergelombang. Elevasi tinggi.
Peneplains/Plateaus)
Relatif rendah, lereng hampir horizontal
D7 Kaki Lereng sampai rendah. Hampir datar, topografi
bergelombang dalam tahap aktif.
Tebing yang rendah sampai cukup
D8 Piedmonts bergelombang ke topografi landai di kaki
bakit dan dataran tinggi pegunungan
D9 Gawir (Scarp) Lereng yang curam sampai sangat curam.
Kipas Rombakan
D10 Lereng agak curam sampai rendah.
Lereng
Daerah dengan Tidak rata, tebing landai sampai sedang
D11 Gerakan Massa ke topografi perbukitan. (slide, slumps
Batuan yang Kuat dan Flows)
Lahan Rusak / Daerah Curam hingga topografi miring yang
D12 dengan erosi parit sangat curam. (ujung runcing, puncak
aktif dan parah membulat dan tipe castellite)
Tabel 2.4 Klasifikasi unit geomorfologi bentuk lahan asal structural (Van Zuidam, 1983)
Kode Unit Karakteristik Umum
Topografi
bergelombang sedang
hingga bergelombang
Rendah sampai cukup miring. Tersayat
S1 kuat dengan pola
menengah.
aliran berhubungan
dengan kekar, dan
patahan
Topografi
bergelombang sedang
hingga bergelombang Rendah sampai topografi tebing yang
S2 kuat dengan pola cukup miring dengan berbentuk linear.
aliran berkaitan Tersayat menengah - kuat
dengan singkapan
batuan berlapis
Topografi
bergelombang kuat
hingga perbukitan Sedang sampai topografi tebing yang
S3
dengan pola aliran cukup miring. Tersayat kuat.
berkaitan dengan
kekar dan patahan
Topografi perbukitan
hingga pegunungan Cukup curang sampai topografitebing
dengan pola aliran yang sangat miring curam dengan
S4
berkaitan dengan berbentuk linear. Tersayat menengah
singkapan batuan sampai kuat
berlapis
Mesas – Dataran Topografi datar hingga bergelombang
S5 Tinggi yang Dikontrol lemah di atas plateau dan perbukitan di
Struktur bagian tebing.
Bergelombang lemah dibagian lereng
S6 Cuestas belakang dengan perbukitan pada lereng
depan. Tersayat lemah.
Tinggian berupa topografi perbukitan
S7 Hogbacks & Flatirons
tersayat.
Teras Denudasional Topografi bergelombang lemah hingga
S8
Struktural perbukitan. Tersayat menengah.
Perbukitan Antiklin & Topografi bergelombang kuat hingga
S9
Sinklin perbukitan.
Depresi Sinklin & Lereng yang cukup curam hingga
Combes rendah/topografi landau sampai
S10
bergelombang. Tersayat lemah –
menengah.
Kubah/perbukitan Topografi bergelombang kuat hingga
S11
sisa perbukitan.
Topografi bergelombang kuat hingga
S12 Dykes
perbukitan. Tersayat menengah.
S13 Gawir Sesar & Gawir Topografi bergelombang kuat hingga
Garis Sesar (Tebing perbukitan. Tersayat menengah sampai
yang Curam) kuat.
Topografi bergelombang lemah hingga
S14 Depresi Graben
kuat.
Topogrfai bergelombang kuat hingga
S15 Tinggian Horst
perbukitan.
dalam kerak bumi, sehingga merubah bentuk permukaan bumi. Proses dari dalam
kerak bumi tersebut antara lain kegiatan tektonik yang menghasilkan patahan
Struktural
Satuan bentang alam ini memiliki luas meliputi 37.17% atau sekitar 12.25
km2 dari seluruh daerah penelitian. Satuan ini menempati bagian selatan dari
daerah penelitian dan memanjang ke arah barat ke timur daerah penelitian. Satuan
ini mencakup daerah Desa Tinading, Desa Salugan, dan Desa Oyom. Pemanfaatan
daerah pada satuan geomorfologi ini sebagai area perkebunan dan hutan.
Gambar 2.1 Kenampakan Satuan Bentang Alam Perbukitan Lereng
Curam Struktural yang menunjukan bentuk puncak
tumpul dan lembah bentuk U halus, dengan arah
pengambilan foto N 163°E
ketinggian relatif pada peta topografi yaitu 50-200 meter diatas permukaan laut.
dapat disimpulkan bahwa satuan ini memiliki bentuk topografi perbukitan rendah.
digambarkan oleh bentuk kontur yang agak rapat, bentuk puncak tumpul serta
lembah berbentuk huruf “U” yang relatif halus (Error: Reference source not
found). Satuan bentang alam ini memiliki persentase sudut lereng sekitar 14-20
%, dan beda tinggi sekitar 50-200 meter diatas permukaan laut. Sehingga
daerah pemetaan lebih didominasi oleh aktivitas struktur geologi yang dapat
dijumpai pada satuan ini yaitu kekar (Gambar 2.2), Kenampakan lain yang
dijumpai di lapangan yaitu striasi (Gambar 2.3) dan air terjun (Gambar 2.4).
bentang alam ini yaitu rendah-sedang yang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
lingkungan batuan tersebut berada, pelapukan biologi dapat dilihat dari akar
struktur kimiawi yang ada pada batuan melalui reaksi tertentu. Reaksi yang terjadi
pada proses pelapukan dibedakan menjadi tiga macam reaksi yatu solution,
hidrolisis, dan oksidasi. Contohnya hidrolisis air hujan yang akan mengakibatkan
korosi pada batuan serta perubahan pada warna dan kenampakan batuan
Jenis soil pada daerah ini merupakan jenis residual dan transported,
residual adalah soil yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan dan masih berada
di tempat batuan asalnya, dimana asal soil pada daerah ini berasal dari hasil
sedimen yang terbawah oleh aliran sungai seperti point bar dan chanel bar.
Ketebalan soil berkisar kurang lebih ±50 cm dengan kenampakan warna soil yang
Pada satuan ini juga dijumpai gerakan massa tanah (masswasting), proses
gerakan tanah yang dijumpai berupa debris slide. Debris slide yaitu gerakan
massa berupa tanah dan batuan yang meluncur sepanjang bidang gelincir (Gambar
2.7).
Gambar 2.6 Kenampakan jenis residual soil dengan litologi basal
porfiri di stasiun 42 disekitar Sungai Kambuno dengan
arah pengambilan foto N 56°E.
Sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi ini yaitu Sungai Yiselang,
Sungai Sigelang dan Sungai Kambuno. Jenis sungainya berupa sungai periodik
dan tipe genetik berupa insekuen, dengan pola aliran sungai cenderung subparalel.
Pada satuan bentang alam ini juga dijumpai erosi permukaan berupa gully erosion
(Gambar 2.8). Gully erosion merupakan erosi alur yang mengerosi permukaan
Stadia sungai pada satuan ini termasuk ke dalam stadia muda-dewasa yang
dicirikan oleh profil sungai berbentuk “V-U” yang relatif lebar. Sungai-sungai
muda memotong batuan yg lebih tidak resisten, dan di beberapa tempat terbentuk
endapan-endapan sungai berupa point bar yaitu endapan sedimen yang terdapat di
tepi sungai (Gambar 2.9) dan channel bar yaitu endapan sedimen yang terdapat di
tengah sungai (Gambar 2.10) yang terbentuk dari hasil proses erosi dan
sedimentasi. Tipe erosi berupa gully erotion atau erosi parit dengan lebar ±1m
(Gambar 2.8).
Litologi penyusun satuan bentang alam ini terdiri dari batuan Aglomerat dan
basal Porfiri. Tata guna lahan pada satuan ini adalah hutan. Adapun struktur
geologi yang dijumpai di beberapa titik pada satuan ini berupa kekar.
Gambar 2.9 Kenampakan endapan sungai berupa point bar pada
stasiun 66 di Sungai Sigelang dengan arah pengambilan
foto N 176°E
ini digolongkan kedalam Satuan Bentang Alam Perbukitan Lereng Agak Curam
Struktural. Bentang alam struktural yaitu bentang alam yang dihasilkan oleh
geomorfologi menurut (Van Zuidam, 1983 dalam Nugraha, 2018), Rendah sampai
Satuan bentang alam ini memiliki luas meliputi 43.66% atau sekitar 14.39
km² dari seluruh daerah penelitian. Satuan ini menempati bagian tengah dari
ketinggian relatif pada peta topografi yaitu 200-500 meter diatas permukaan laut.
digambarkan oleh bentuk kontur yang agak rapat, bentuk puncak tumpul serta
lembah berbentuk huruf “U” yang relatif halus (Gambar 2.11). Satuan bentang
alam ini memiliki persentase sudut lereng sekitar 21-55 %, dan beda tinggi sekitar
kemiringan lereng menurut Bermana (2006), satuan ini memiliki lereng curam.
daerah pemetaan lebih didominasi oleh proses denudasional yaitu proses yang
pelapukan material permukaan bumi yang disebabkan oleh berbagai proses erosi
dan gerakan tanah. Proses denudasional ini di ikuti dengan aktivitas struktur.
Pada satuan ini juga dijumpai jenis pelapukan biologi, Pelapukan biologi
dapat dilihat dari akar tumbuhan yang menembus celah batuan dan lumut yang
residual adalah soil yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan dan masih berada
di tempat batuan asalnya, dimana asal soil pada daerah ini berasal dari hasil
sedimen yang terbawah oleh aliran sungai seperti point bar dan chanel bar.
Ketebalan soil berkisar lebih dari ±1 m dengan kenampakan warna soil yang
Pada satuan ini dijumpai jenis gerakan tanah berupa debris slide yaitu
gerakan massa tanah dan batuan yang meluncur pada bidang gelincir (Gambar
2.14). Tipe erosi berupa gully erotion atau erosi parit dengan lebar ±50cm
(Gambar 2.15).
Sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi ini yaitu, Sungai Sigelang,
Sungai Yiselang, dan Sungai Kambuno. Jenis sungainya berupa sungai periodik
dan tipe genetik berupa insekuen dengan pola aliran sungai cenderung subparalel.
Stadia sungai pada satuan ini termasuk ke dalam dewasa yang dicirikan oleh
profil sungai berbentuk “U” yang relatif lebar. Sungai-sungai muda memotong
batuan yang lebih tidak resisten, dan di beberapa tempat terbentuk endapan-
endapan sungai berupa point bar yaitu endapan sedimen yang terdapat di tepi
sungai (Gambar 2.16) dan channel bar yaitu endapan sedimen yang terdapat di
tengah sungai (Gambar 2.17) yang terbentuk dari hasil proses erosi dan
sedimentasi.
Gambar 2.15 Kenampakan gully erosion di sekitar stasiun 36 dengan
arah foto N28˚E di Sungai Ogoeleng Desa Dadakitan
Litologi penyusun satuan bentang alam ini terdiri dari batuan basal porfiri
Tata guna lahan pada satuan ini adalah hutan adapun struktur geologi yang
struktur kimiawi yang ada pada batuan melalui reaksi tertentu. Reaksi yang terjadi
pada proses pelapukan dibedakan menjadi tiga macam reaksi yatu solution,
hidrolisis, dan oksidasi. Contohnya hidrolisis air hujan yang akan mengakibatkan
korosi pada batuan serta perubahan pada warna dan kenampakan batuan
Zuidam, 1983 dalam Nugraha, 2018) Perbukitan & Lereng Denudasional dengan
Satuan bentang alam ini memiliki luas meliputi 19.15%atau sekitar 6.31km²
dari seluruh daerah penelitian. Satuan ini menempati bagian barat laut dari daerah
digambarkan oleh bentuk kontur yang agak rapat, bentuk puncak tumpul serta
lembah berbentuk huruf “U” yang relatif halus (Gambar 2.19). Satuan bentang
alam ini memiliki persentase sudut lereng sekitar 21-55 %, dan beda tinggi sekitar
500-1000 meter diatas permukaan laut. Sehingga berdasarkan klasifikasi
kemiringan lereng menurut Bermana (2006), satuan ini memiliki lereng curam.
daerah pemetaan lebih didominasi oleh proses denudasional yaitu proses yang
pelapukan material permukaan bumi yang disebabkan oleh berbagai proses erosi
dan gerakan tanah. Proses denudasional ini di ikuti dengan aktivitas struktur.
Proses denudasional yang dijumpai pada satuan ini yaitu proses pelapukan
yang dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika dan kimia dengan tingkat pelapukan
pelapukan pada batuan yang berbentuk bulat seperti permukaan bola, sehingga
kimiawi dan fisika yang dipengaruhi air hujan dan cahaya matahari yang terus
menerus mengerosi pada batuan tersebut. (Gambar 2.20). Pelapukan biologi dapat
dilihat dari akar tumbuhan yang menembus celah batuan dan lumut yang
hancurnya batuan akibat dari suhu udara, iklim dan juga arus sungai yang
Jenis soil pada daerah ini merupakan jenis residual dan transported,
residual adalah soil yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan dan masih berada
di tempat batuan asalnya, dimana asal soil pada daerah ini berasal dari hasil
sedimen yang terbawah oleh aliran sungai seperti point bar dan chanel bar.
Ketebalan soil berkisar lebih dari ±30 cm dengan kenampakan warna soil yang
Pada satuan ini dijumpai jenis gerakan tanah berupa land slide yaitu gerakan
massa tanah yang meluncur pada bidang gelincir (Gambar 2.24). Tipe erosi
berupa gully erotion atau erosi parit dengan lebar ±1m (Gambar 2.25).
Sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi ini yaitu Sungai Sigelang
dan Sungai Yiselang. Jenis sungainya berupa sungai periodik, dan tipe genetik
berupa insekuen dengan pola aliran sungai cenderung subparalel. Stadia sungai
pada satuan ini termasuk ke dalam dewasa yang dicirikan oleh profil sungai
berbentuk “V-U” yang relatif lebar. Sungai-sungai muda memotong batuan yang
berupa channel bar yaitu endapan sedimen yang terdapat di tengah sungai
(Gambar 2.26) yang terbentuk dari hasil proses erosi dan sedimentasi.
Litologi penyusun satuan bentang alam ini terdiri dari batuan andesit pofiri.
Tata guna lahan pada satuan ini adalah perkebunan dan hutan adapun struktur
geologi yang dijumpai di beberapa titik pada satuan ini berupa kekar.
ini digolongkan kedalam Satuan Bentang alam Perbukitan Tinggi Lereng Agak
Zuidam, 1983 dalam Nugraha, 2018) yaitu unit perbukitan dan lereng
2.3 Sungai
yang didasarkan pada kandungan air yang mengalir pada tubuh sungai sepanjang
waktu. Pola aliran sungai dikontrol oleh beberapa faktor seperti kemiringan
lereng, kontrol struktur, vegetasi dan kondisi iklim. Tipe genetik menjelaskan
tentang hubungan arah aliran sungai dan kedudukan batuan. Berdasarkan hasil
pembahasan diatas maka pada akhirnya dapat dilakukan penentuan stadia sungai
daerah penelitian.
termasuk dalam aliran eksternal, yaitu aliran air yang mengalir di permukaan
Yiselang, dan Sungai Kambuno. Berdasarkan kandungan air pada tubuh sungai
(Thornbury, 1969 dalam Jaya & Maulana, 2018) maka jenis sungai dapat dibagi
pada musim, dimana pada musim hujan debit alirannya menjadi besar
3. Sungai episodik, merupakan sungai yang hanya dialiri air pada musim
termasuk jenis sungai periodik yang meliputi semua sungai yang berada didaerah
penelitian.
Gambar 2.27 Kenampakan jenis sungai periodik di Sungai Ogoeleng
dan arah pengambilan foto N317°E di Desa Oyom.
Hal tersebut dapat dilihat dari kandungan air yang berada di sungai serta
memiliki kandungan airnya tergantung pada musim, dimana pada musim hujan
debit alirannya menjadi besar dan pada musim kemarau debit alirannya menjadi
kecil dan sebagian hanya menjadi genangan ditubuh sungai (Gambar 2.27).
Pola aliran sungai adalah komponen utama dalam analisis dan interpretasi
Pola pengaliran (drainage pettern) adalah gabungan dari beberapa individu sungai
atas klasifikasi pola aliran sungai menurut (Howard, 1967 dalam Sukandarrumidi
dkk., 2011). Perkembangan pola aliran sungai yang ada pada daerah penelitian
dikontrol oleh faktor–faktor seperti kemiringan lereng, kontrol struktur, dan stadia
pengamatan pada peta dasar dan klasifikasi pola pengaliran menurut (Howard,
1967 dalam Sukandarrumidi dkk., 2011), maka pola aliran sungai pada daerah
penelitian termasuk dalam jenis pola aliran sungai subparalel (Gambar 2.28).
kemiringan menengah. Pola aliran ini biasanya ubahan dari pola aliran paralel
yang memperlihatkan bentuk sungai dengan anak sungai hampir sejajar serta
membentuk sudut lancip antara anak sungai dan sungai induk. Namun, daerah
pemetaan tergolong sub-paralel karena anak sungainya memiliki satu atau dua
cabang sungai. Pola aliran sungai seperti ini biasanya terbentuk akibat pengaruh
struktur.
Berdasarkan pembagian pola aliran sungai, maka pola aliran sungai yang
yang meliputi semua sungai yang berada didaerah penelitian, yaitu Sungai
Tipe genetik ini memiliki arah aliran sungai yang mengikuti suatu aliran
dimana lereng tidak dikontrol oleh faktor kemiringan asli, struktur atau jenis
batuan (Jaya & Maulana, 2018). Tipe genetik ini pada Sungai Ogoelng, Sungai
Sigelang, Sungai Yiselang dan Sungai Kambuno yang di jumpai pada litologi
Stadia atau tahapan sungai dapat dibagi menjadi lima, yakni stadia sungai
awal (initial age), stadia muda (young driver), stadia dewasa (mature driver),
stadia tua (old age driver), dan peremajaan sungai (rejuvenation) (Noor, 2014).
Penentuan stadia sungai didasarkan pada kenampakan profil lembah sungai, pola
aliran sungai, bentuk penampang sungai, jenis erosi, sedimentasi di sungai dan
Pada daerah pemetaan memiliki profil sungai secara umum berbentuk “U”
dengan dimensi penampang sungai yang relatif lebar, dimana jenis erosi yang
berkembang lebih dominan erosi lateral. Erosi lateral terjadi secara umum
(Gambar 2.30),
Berdasarkan pada karakter profil sungai, pola saluran, proses erosi dan
sedimentasi pada sungai daerah penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa sungai
secara umum berbentuk “U” dan. (Gambar 2.31), dalam hal ini dapat dilihat pada
beberapa titik juga dijumpai profil sungai yang berbentuk “V” dengan dimensi
Berdasarkan pada karakter profil sungai, pola saluran, proses erosi dan
sedimentasi pada sungai daerah penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa sungai
jauh tingkat kerusakan yang telah terjadi dan dalam tahapan atau stadia apa
kondisi bentang alam saat ini. Tingkatan bentang alam digunakan istilah muda,
dewasa dan tua. Tiap-tiap tingkatan dalam geomorfologi itu ditandai oleh sifat-
sifat tertentu yang spesifik, bukan ditentukan oleh umur bentang alam.
Menurut Lobeck (1939) dalam Noor (2014), stadia daerah ada 3 dan
mempunyai ciri tersendiri yaitu stadia muda di cirikan oleh dataran yang masih
tinggi dengan lembah sungai yang relatif curam dimana erosi vertikal lebih
dominan dan kondisi geologi masih orisinil. Stadia dewasa dicirikan oleh adanya
bukit sisa erosi dan erosi lateral lebih dominan, sungai bermeander dengan point
topografi seperti punggungan sinklin atau lembah antiklin. Stadia tua dicirikan
permukaan relatif datar, aliran sungai tidak berpola, sungai berkelok dan
daerah penelitian, proses erosi dan tingkat pelapukan. Morfologi daerah penelitian
secara umum memiliki relief agak curam hingga sangat curam, bentuk puncak
relatif tumpul, dan bentuk lembah yang umumnya berbentuk “V“ halus sampai
“U” halus. Tingkat pelapukan pada daerah penelitian relatif sedang hingga tinggi.
Hal ini dapat dilihat dari ketebalan soil yaitu sekitar ± 56 – 100 cm. Tingkat erosi
pada daerah penelitian relatif sedang-tinggi, hal ini dapat dilihat dari proses
pengikisan lembah sungai yaitu erosi lateral lebih dominan dibandingkan erosi
vertikal. Selain itu, sungai yang terdapat didaerah pemetaan merupakan sungai
jenis periodik dengan stadia dewasa, serta pola aliran sungai sub-denritik.