GEOLOGI
2.1 Geomorfologi
elemen elemen geomorfologi dalam dimensi yang lebih luas dari terrain.
luar berupa gaya eksogen seperti pelapukan, erosi, denudasi, sedimentasi. Air,
angin, dan gletser, sebagai agen yang merubah batuan atau tanah membentuk
(landform).
satuan geomorfologi yang didasarkan pada kemiringan lereng dan beda tinggi
(Tabel 2.1) menurut van Zuidam dan van Zuidam - Cancelado (1979).
5
Tabel 2.1. Klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi (van
Zuidam dan van Zuidam - Cancelado, 1979, modifikasi).
Kemiringan
No Relief Beda Tinggi
Lereng ( %)
1 Topografi dataran 02 <5
bentuk lahan berdasarkan genesis dan sistem pewarnaannya van Zuidam, (1983)
degradasi, dan agradasi lanjutan, bentukan asal struktural yang terbentuk oleh
lipatan, kekar, ataupun sesar, lalu bentukan asal vulkanik yang terbentuk oleh
proses vulkanisme, selanjutnya bentukan asal fluvial yang terbentuk dari erosi dan
pengendapan yang dilakukan oleh media air, sedangkan yang dipengaruhi oleh
media angin akan membentuk bentukan asal eolian, bentukan asal karst yang
terbentuk akibat pelarutan dari batugamping, bentukan asal marine yang terbentuk
pada daerah pantai, dan terakhir bentukan asal glasial yang terbentuk pada daerah
es/salju (Lihat Tabel 2.2), bila mengacu pada bentukan asal ini daerah
6
Tabel 2.2. Klasifikasi bentukan asal berdasarkan genesa dan sistem
pewarnaan (van Zuidam, 1983, modifikasi).
No Genesa Pewarnaan
1 Denudasional (D) Coklat
2 Struktural (S) Ungu
3 Vulkanik (V) Merah
4 Fluvial (F) Hijau
5 Marine (M) Biru tua
6 Karst (K) Orange
7 Glasial (G) Biru muda
8 Eolian (E) Kuning
7
Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan
cabangnya. Pola aliran sungai merupakan pola dari organisasi atau hubungan
keruangan dari lembah-lembah, baik yang dialiri sungai maupun lembah yang
kering atau tidak dialiri sungai. Pola aliran dipengaruhi oleh lereng, kekerasan
batuan, struktur geologi, sejarah geologi dan geomorfologi dari daerah aliran
oleh pengaruh tenaga eksogen. Stadia merupakan umur relatif bentuk lahan
tertentu yang dinyatakan dengan sebutan muda, dewasa, tua dan peremajaan ulang.
geologi yang telah berlangsung pada daerah tersebut. Proses tersebut bisa berupa
proses endogen (sesar, lipatan, intrusi, magmatisme) dan proses eksogen (erosi,
pelapukan, transportasi).
Menurut Lobeck (1939), stadia daerah dibagi menjadi tiga dan mempunyai
ciri tersendiri (Lihat Gambar 2.2), yaitu stadia muda, stadia dewasa dan
stadia tua. Stadia muda dicirikan oleh dataran yang masih tinggi dengan lembah
sungai yang relatif curam dimana erosi vertikal lebih dominan, gradien sungai
besar, arus sungai deras, lembah berbentuk V, terkadang dijumpai air terjun dan
8
danau, kondisi geologi masih orisinil atau umumnya belum mengalami proses
deformasi.
Gambar 2.1. Jenis - jenis pola aliran sungai menurut Howard (1967,
dalam Thornbury, 1969), A Pola aliran utama, B & C
Pola aliran ubahan.
Stadia dewasa akan dicirikan oleh lembah sungai yang membesar dan
dalam dari sebelumnya, reliefnya menjadi lebih curam, gradien sungai sedang,
9
lembahnya berbentuk U. Stadia tua dicirikan permukaan relatif datar, aliran
sungai tidak berpola, sungai berkelok dan menghasilkan endapan di kanan kiri
sungai, terbentuk pulau-pulau tapal kuda, arus sungai tidak kuat dan litologi
relatif seragam. Urutan proses mulai dari stadia muda sampai stadia tua dapat
kembali berulang menjadi seperti stadia muda lagi apabila terjadi peremajaan
yang sudah mengalami stadia tua terjadi suatu proses epirogenesis atau
Daerah yang terangkat ini akan tersayat atau tertoreh lagi oleh proses
10
2.1.2 Geomorfologi Regional
Pulau Jawa menjadi 7 jalur fisiografi dari utara ke selatan yaitu Dataran Aluvial
Daerah penelitian
Gambar 2.3. Fisiografi bagian tengah dan timur Pulau Jawa (dikembangkan dari
van Bemmelen, 1949 dalam Hartono, 2010).
menjadi 5 bagian besar yaitu Dataran Pantai Utara Jawa, Pegunungan Serayu
Utara, Zona Depresi Sentral, Pegunungan Serayu Selatan, Dataran Pantai Jawa
Tengah Selatan.
peta fisiografi daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut van Bemmelen
(1949) daerah penelitian termasuk dalam Zona Serayu Selatan bagian barat.
11
2.1.2.1 Dataran Pantai Utara Jawa
Zona ini termasuk Dataran Aluvial Jawa Utara serta mempunyai lebar
Zona Bogor (Bogor Range) Jawa Barat dengan pegunungan Utara Jawa Tengah.
Ke arah Timur dataran pantai ini makin menyempit dengan lebar antara 20 km di
Antara Weleri dan Kaliwungu dataran pantai ini muncul lagi, berupa hamparan
endapan alluvial Sungai Bodri yang mengalami pertumbuhan maju ke arah Laut
Jawa.
berada di bagian tengah tengah Utara Jawa Tengah dan merupakan rantai
dibatasi oleh Gunung Slamet (3.429 m) dan bagian Timur tertutup oleh hasil
endapan vulkanik muda dari Gunung Rogojembangan (2.050 m). Garis batas
Zona ini termasuk zona pusat depresi Jawa dan Zona Randublatung.
Menempati bagian tengah dari Jawa Tengah dan dikenal dengan nama Lembah
Serayu Selatan. Disini mengalir sungai Serayu yang bermata air dari Dieng. Zona
12
lebar kurang lebih 15 km. Di sebelah Timur Wonosobo menjadi lebih lebar dan
sebagian ditutupi oleh hasil endapan vulkanik muda dari Gunung Sindoro (3.155
m) dan Gunung Sumbing (3.371 m). Zona ini muncul lagi di dataran Temanggung
Zona ini termasuk Domes dan Ridges dalam Zona Pusat Depresi yang
terdiri atas bagian Barat dan Timur. Pada bagian Barat (di daerah Kebanaran,
dengan tinggi puncaknya 360 m), yang merupakan awal dari pengangkatan Zona
Depresi Bandung Jawa Barat atau sebagai struktur baru yang terdapat di Jawa
akibat dari pengangkatan Zona Depresi Bandung, hal ini dapat dibandingkan
Barat, dipisahkan oleh Lembah Jatilawang, yang dimulai dekat Ajibarang, dimana
sebuah antiklin berkembang dengan baik. Ke arah Timur antiklin ini menjadi
sempit dan terpotong oleh Sungai Serayu yang melintang dengan arah Utara
Selatan Banjarnegara (Mindangan 1.043 m). Pada tempat ini mengalir Sungai Luh
Ulo yang bermata air dari Gunung Sindoro dan bermuara di Samudra Indonesia.
Ujung paling Timur dari Pegunungan Serayu Selatan berbentuk sebuah dome
(seolah-olah berdiri sendiri) dari Purworejo sampai ke Lembah Sungai Progo dan
13
2.1.2.5 Dataran Pantai Jawa Tengah Selatan
Zona ini termasuk Zona Pusat Depresi Jawa dan Zona Randublatung, lebar
zona ini antara 10 km 25 km. Bagian ini membentuk dataran rendah yang
kontras terhadap pantai Selatan Jawa Barat dan Timur, terletak pada ketinggian
tidak lebih dari 10 meter dari permukaan laut. Jalur dataran ini bergabung dengan
Zona Bandung Jawa Barat. Pada bagian tengah jalur ini terganggu oleh
Pegunungan Karangbolong (475 m), yang secara fisiografis dan struktural sama
dengan Pegunungan Selatan daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Sisa Pegunungan
Selatan ini tenggelam di bawah permukaan air laut antara Nusakambangan dan
analisis pada peta topografi dengan melihat pola-pola kontur dan kemudian
morfometri pada peta topografi kurang begitu mewakili keadaan yang sebenarnya.
14
Sebagai contoh, terdapat daerah yang mengalami perubahan tata guna lahan,
tentunya akan mengubah suatu topografi suatu daerah yang berdampak pada
topografi serta melihat morfogenesa yang ada di daerah penelitian, maka peneliti
van Zuidam (1983), sehingga mengacu pada klasifikasi ini peneliti menyimpulkan
Denudasional (D1)
meliputi daerah Desa Kedungwadas, Desa Citembong dan Desa Besuki. Litologi
ini memiliki beda tinggi rata-rata 30,4 meter dengan kelerengan rata-rata 23,8%.
15
Satuan ini dimanfaatkan sebagai pemukiman, persawahan dan ladang oleh
batulempung karbonatan. Satuan ini memiliki beda tinggi rata-rata 77,1 meter
(D3)
disekitar daerah Desa Kedunggede, Desa Binangun dan Desa Citepus. Litologi
memiliki beda tinggi rata-rata 87,5 meter dengan kelerengan rata-rata 47,8%.
Faktor pengontrol pada satuan ini adalah proses denudasional berupa pelapukan
16
dan erosional yang cukup intensif. Satuan ini dimanfaatkan sebagai pemukiman,
persawahan dan ladang oleh penduduk setempat serta terdapat kawasan hutan jati
penelitian yang didasarkan pada jenis-jenis pola aliran menurut Howard (1967)
yang masuk pola pengaliran ini adalah Kali Ci Lalat, Kali Ci Pondok, Kali
Ci Glagah, Kali Lopasir, Kali Bedagung, Kali Katong, Kali Cidora dan
17
Gambar 2.6. Peta Pola aliran daerah penelitian
kedewasaan daerah atau stadia daerah tersebut dapat ditentukan dengan melihat
keadaan bentang alam serta kondisi sungai yang mempengaruhi stadia daerah
tersebut.
menurut Thornbury (1969) dapat dibagi menjadi 2 jenis stadia sungai. Pembagian
jenis stadia sungai didasarkan pada data dan hasil pengamatan di lapangan. Dua
tingkat stadia sungai yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari stadia
18
a. Stadia muda
berbentuk V, dan bentuk sungai relatif lurus, debit sungai relatif sedikit
dengan aliran yang cukup deras dan beuim dijumpainya gosong sungai.
Gambar 2.7. Kenampakan aliran Kali Binangun dengan sifat erosional vertikal
membentuk seperti huruf V, lensa menghadap ke barat (foto
diambil di LP 38).
b. Stadia dewasa
berbentuk U, debit air cukup besar dengan aliran yang tidak begitu deras,
19
Gambar 2.8. Kenampakan aliran Kali Bedagung dengan sifat erosional
horizontal yang membentuk seperti huruf U, lensa menghadap ke
timur (foto diambil di LP 30).
daerah atau stadia daerah dapat ditentukan dengan melihat keadaan bentang alam
dengan baik. Menurut Lobeck (1939) stadia pada daerah penelitian termasuk
dalam daerah dengan stadia maturity, morfologi yang relatif dataran dan
daerah penelitian.
20
Keterangan : : Daerah penelitian
Gambar 2.9. Stadia daerah menurut Lobeck (1939),
2.2 Stratigrafi
Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan
dan kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dengan ruang dan waktu,
sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu pemerian batuan (Sandi Stratigrafi
Indonesia, 1996).
batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut di atas dikenal
21
Batas satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri
tidak harus berhimpit dengan batas satuan satuan stratigrafi jenis lain, bahkan
dapat memotong satu sama lain (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Terdapat
yaitu:
1. Hukum atau prinsip yang dikemukakan oleh Steno (1669 dalam White 1968),
terdiri dari:
Didalam suatu urutan perlapisan batuan maka lapisan paling bawah relatif
lebih tua umurnya daripada lapisan yang berada diatasnya selama belum
dan hanya membaji pada tepian pengendapan pada masa cekungan itu
terbentuk, tapi lapisan tersebut di pisahkan oleh lembah atau ada bidang
yang tererosi.
22
2. Hukum Intrusi/Penerobosan (Cross Cutting Relationship) oleh Potter dan
pada masa lampau mengikuti hukum yang berlaku pada proses-proses yang
terjadi sekarang, atau dengan kata lain masa kini merupakan kunci dari masa
lampau (the present is the key to the past). Maksudnya adalah bahwa
tebal dan dip yang sama. Hukum V digunakan untuk mengetahui pola
23
lereng, seperti pada bidang horizontal diatas, dimana arah dip
24
searah dengan kemiringan lereng, maka akan membentuk pola V
dengan ciri ciri yang khas yang merupakan hasil dari suatu lingkungan
pengendapan tertentu baik aspek fisik, kimia, atau biologi suatu endapan dalam
kesatuan waktu. dua buah batuan yang diendapkan pada satu waktu dikatakan
daerah penelitian, hal ini sangat membantu dalam penentuan nama formasi
sehingga peneliti dimudahkan untuk menetukan umur pada satuan batuan yang
25
metode, yakni dengan cara pemerian langsung di lapangan secara megaskopis
Pada dasarnya konsep dari analisis petrologi ialah pemerian batuan yang
terlihat oleh mata dan bantuan lup, pada pemerian dengan metode ini peneliti
proses pemerian, seperti klasifikasi pemerian ukuran butir (Lihat Tabel 2.4.) pada
Suharwanto (2010).
Analisa petrografi ialah analisa pemerian batuan melalui alat bantu berupa
mikroskop dengan menggunakan sayatan tipis, hal ini bertujuan untuk membantu
peneliti dalam hal menentukan pemerian litologi yang lebih detail lagi, hal ini
dikarenakan pada analisa ini mineral-mineral yang tidak tampak oleh pengamatan
secara langsung ataupun dengan bantuan lup akan dapat teramati dengan baik
Tabel 2.5.) menurut Mount (1985) dan klasifikasi batuan karbonat (Lihat Tabel
26
Tabel 2.4. Skala Wentworth (1992, modifikasi).
27
Tabel 2.5. Klasifikasi untuk penamaan batuan campuran silisiklastik-karbonat
menurut Mount (1985).
Tabel 2.6. Klasifikasi batuan karbonat (Dunham, 1962 dalam Wayne, 2008).
ini berperan penting dalam hal menentukan kisaran umur suatu batuan dan juga
28
mencocokan kenampakan fosil pada mikroskop menggunakan buku penamaan
manual Postuma, (1971), hasil penamaan fosil yang didapat dimasukkan kedalam
tabel dan ditentukan kisaran umurnya dengan melihat kemunculan fosil awal
menurut Bandy (1967), tata cara analisanya sama dengan analisa kisaran umur,
nama fosil yang telah dianalisis dimasukkan kedalam tabel dan ditentukan
yang berumur Oligosen hingga Holosen. Yang terbagi atas endapan permukaan,
batuan sedimen dan batuan hasil aktifitas gunung api Kastowo (1975) Pada daerah
penelitian hanya dijumpai batuan sedimen yang berurutan dari tua ke muda adalah
Formasi Rambatan, Formasi Halang dan Formasi Kumbang (Lihat Gambar 2.14.).
bersisipan tipis dengan napal dan serpih menempati bagian bawah satuan,
sedangkan pada bagian atas satuan terdiri dari batupasir karbonatan berwarna
kelabu terang sampai kebiruan yang mengandung kepingan andesit. Terdapat fosil
29
Keterangan : = daerah penelitian
Gambar 2.14. Kolom Stratigrafi Regional Daerah Penelitian (Kastowo 1975).
turbidit pada zona bahtyal atas, struktur sedimen berupa graded bedding,
laminasi, cross bedding, flute cast dan load cast. Setempat ditemukan kandungan
30
fosil foraminifera dan moluska. Formasi ini tertindih tidak selaras Formasi
Kumbang dan menindih selaras Formasi Lawak. Umur diduga Miosen Tengah-
Miosen Akhir. Ketebalan satuan mencapai 2400 m dan menipis ke arah timur.
Tersusun oleh breksi gunungapi, lava, retas (dike) dan tuf bersusunan
andesit basal; batupasir tuf dan konglomerat serta sisipan lapisan tipis magnetit,
satuan umumnya pejal dengan ketebalan maksimal lebih kurang 2000 m dan
Pliosen Awal.
Formasi dari tua ke muda, yaitu: Formasi Rambatan, Formasi Halang dan Formasi
ciri fisik litologi yang dapat diamati di lapangan menjadi beberapa satuan batuan
dan berpedoman pada azas-azas yang tercantum dalam Sandi Stratigrafi Indonesia
yaitu litostratigrafi atau penamaan satuan tidak resmi. Penamaan satuan batuan ini
berdasarkan pada litologi yang dominan pada penyusun satuan tersebut dan diikuti
31
Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari empat satuan batuan berdasarkan
pada kesamaan ciri fisik litologi yang dapat diamati di lapangan dan mengacu
pada geologi regional daerah penelitian. Stratigrafi yang ada di daerah penelitian
litostratigrafi tidak resmi (Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996, Pasal 14).
Keempat satuan batuan tidak resmi di daerah penelitian dari tua ke muda yaitu :
lapuk kuning kehitaman, warna segar kuning cerah, tekstur klastik dengan ukuran
butir sedang, struktur berlapis, komposisi mineral karbonat dan bereaksi dengan
Satuan ini menempati 31% dari luas daerah penelitian dan tersebar dengan
arah baratlaut tenggara di bagian utara peta menempati desa kedunggede, desa
cidora dan desa lumbir. Pada daerah penelitian satuan ini menempati unit satuan
32
Gambar 2.15. Batugamping (lensa menghadap tenggara), foto diambil di lp 56.
(batugamping), berwarna coklat kekuningan pada nikol sejajar dan warna coklat
kehitaman pada nikol silang, klastik dengan ukuran material penyusun 0,05-1 mm
yang tersusun oleh fosil, lumpur karbonat dan semen (lihat lampiran petrografi).
memperkirakan satuan ini terendapkan pada bathial atas yang didasarkan pada
33
Tabel 2.7. Kisaran umur satuan batugamping rambatan berdasarkan klasifikasi
Blow (1969)
34
satuan batulempung karbonatan halang dan batupasir karbonatan halang adalah
Tabel 2.9. Kolom litologi satuan batugamping rambatan (tidak dalam skala
sebenarnya
segar abu - abu cerah, tekstur klastik dengan ukuran butir sangat halus, stuktur
Satuan ini menempati 13% dari luas daerah penelitian dan tersebar dengan
arah barat timur peta menempati desa citembong, desa jeruklegi, desa besuki
dan desa karanggayam. Pada daerah penelitian satuan ini menempati unit satuan
35
Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi A-B satuan ini memiliki ketebalan
425 meter.
warna putih kehitaman pada nikol silang, klastik dengan ukuran material
penyusun 0,04-0,2 mm yang tersusun oleh fosil, kalsit, mineral opak, lumpur
36
didasarkan pada hadirnya Nodosaria, Siphonina Bradaya, Sphaeroidina Bulloides
37
rekonstruksi penampang A-B (Lihat Lampiran Lepas 2), maka peneliti
Tabel 2.12. Kolom litologi satuan batulempung karbonatan halang (tidak dalam
skala sebenarnya
warna segar abu - abu gelap, kecoklatan, tekstur klastik dengan ukuran butir
sedang kasar, struktur berlapis dan masif serta bereaksi dengan HCl. Ciri
38
coklat kemerahan, warna segar abu - abu kekuningan, tekstur klastik dengan
ukuran butir lempung, struktur berlapis dan bereaksi dengan HCl (Lihat Gambar
2.17.).
Satuan ini menempati 39% dari luas daerah penelitian dan tersebar dengan
arah barat timur peta menempati desa citembong, desa bantarsari, desa jeruklegi,
desa cidora dan desa karanggayam. Pada daerah penelitian satuan ini menempati
karbonatan), berwarna kuning kecoklatan pada nikol sejajar dan warna kuning
kehitaman pada nikol silang, klastik dengan ukuran material penyusun 0,1-0,3
mm yang tersusun oleh feldspar, kuarsa, kalsit, mineral opak dan mineral lempung
39
Penentuan umur pada satuan ini berdasarkan analisis kandungan fosil
40
dengan batugamping rambatan dibawahnya adalah selaras sedangkan hubungan
Tabel 2.15. Kolom litologi satuan batugamping rambatan (tidak dalam skala
sebenarnya
41
2.2.5.4 Satuan Batupasir Kumbang
Satuan ini disusun oleh batupasir dengan ciri petrologi warna lapuk coklat
kehitaman dan warna segar kuning kecoklatan, tekstur klastik dengan ukuran butir
pasir sedang - kasar, struktur berlapis (pada beberapa lokasi pengamatan dijumpai
Satuan ini menempati 17% dari luas daerah penelitian dan tersebar dengan
arah barat timur disebelah baratdaya peta menempati desa bulaksari, dan desa
warna putih kehitaman pada nikol silang, klastik dengan ukuran material
penyusun 0,1-0,5 mm yang tersusun oleh fragmen batuan, kuarsa, mineral opak,
mineral lempung dan gelas volkanik (lihat lampiran petrografi). Mengacu pada
42
klasifikasi Pettijohn (1975) termasuk tipe batuan tuffaceous feldsphatic
greywacke.
litologi dan asosiasinya di lapangan terhadap ciri fisik pada stratigrafi regional
menurut Kastowo (1975) maka satuan ini termasuk Formasi Kumbang yang
berumur Pliosen.
lapangan dimana dijumpai batupasir tufan yang tidak bereaksi dengan HCl
dengan satuan batupasir karbonatan halang dibawahnya adalah tidak selaras (Lihat
Tabel 2.16.).
Tabel 2.16. Kolom litologi satuan batupasir tufan kumbang (tidak dalam skala
sebenarnya
43
2.2.5.8 Korelasi Stratigrafi Regional denga Daerah Penelitian
terdapat pada daerah penelitian, maka peneliti membuat korelasi antara stratigrafi
Tabel 2.17. Korelasi antara stratigrafi daerah penelitian dengan stratigrafi regional
oleh Kastowo (1975) (tidak dalam skala sebenarnya)
tektonik, sehingga tidak lagi memenuhi hukum stratigrafi selain itu struktur
geologi juga merupakan struktur kerak bumi yang merupakan produk deformasi
tektonik.
44
peta topografi; dan yang paling utama adalah data hasil penelitian langsung di
lapangan yang berupa catatan, foto, dan pengukuran dari datadata struktur dan
nama struktur didasarkan pada nama geografis, baik berupa nama desa maupun
mengenai struktur geologi pada batuan sebagai akibat adanya gaya kompresi
sebagai lengkungan atau kumpulan lengkungan pada unsur garis atau bidang di
45
dalam bahan tersebut, yang disebabkan oleh dua macam mekanisme gaya yaitu
buckling (melipat) dan bending (pelengkungan). (Lihat Gambar 2.18. dan Gambar
2.19).
dan free hand method. Sedangkan untuk mengetahui nama dan jenis lipatan
1973) yang didasarkan pada sudut antara kedua sayap lipatan (interlimb angle)
46
Gambar 2.19. Bagian-bagian dari suatu lipatan (Prastistho, 1993)
120 - 70 Open
70 - 30 Close
30 - 0 Tight
0 Isoclinal
Negative Mushroom
sumbu relatif berarah baratlaut tenggara, jurus dan kemiringan batuan yang ada
disekitar sumbu antiklin saling bertolak belakang dengan kedudukan umum sayap
Sumbu ini berada pada satuan tertua di daerah penelitian, yakni batugamping
Rambatan.
47
Berdasarkan hasil analisis didapatkan interlimb angle dari lipatan tersebut
batugamping Rambatan pada lingkungan Neritik Luar Bathial Atas (100 500
Miosen Tengah (N14) pada lingkungan Neritik Tengah Bathial Atas (90 500
pengendapan sampai awal Miosen Akhir (N15), satuan ini memiliki hubungan
selaras menjari dengan satuan batupasir karbonatan Halang yang juga dimulai
pada akhir Miosen Tengah (N14) pada lingkungan Neritik Tengah Bathial Atas
48
(90 500 m) dengan litologi berupa batupasir karbonatan serta dijumpai sisipan
kemudian diendapkan secara tidak selaras satuan batupasir tufan Kumbang yang
intensif hingga saat ini berupa pelapukan, erosi, transportasi serta sedimentasi
ubahan, sehingga tampak morfologi yang seperti sekarang dimana lebih dominan
tentang pemanfaatan sumber kekayaan bumi oleh manusia dan berhubungan erat
49
wilayah mempertimbangkan reaksi lingkungan dan benturan yang mungkin
oleh beberapa aspek geologi yang mencakup sifat keteknikan, tanah dan
batuan terhadap kemantapan lereng, letak dan potensi batuan untuk bahan
galian, letak endapan potensial dan potensi bencana alam akibat pengaruh
Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang terdapat di alam yang dapat
primer maupun sekunder, termasuk yang telah digunakan pada masa kini maupun
pada masa yang akan datang. Pada daerah penelitian dijumpai dua jenis sumber
daya alam berupa sumber daya tanah dan sumber daya air, untuk sumber daya
tanah pada daerah penelitian dimanfaatkan oleh warga sebagai daerah pemukiman
(Lihat Gambar 2.21.), sawah, kebun/ladang (Lihat Gambar 2.23.) dan juga
dimanfaatkan sebagai kawasan hutan oleh perhutani yang ditanami jati dan pinus
(Lihat Gambar 2.23.) sedangkan untuk sumber daya air pada daerah penelitian
50
dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan juga air
minum dan juga dimanfaatkan untuk irigasi sawah (Lihat Gambar 2.24.).
Gambar 2.21. Pemanfaatan sumber daya tanah sebagai daerah pemukiman (foto
diambil di desa citembong, lensa menghadap timurlaut).
Gambar 2.23. Pemanfaatan sumber daya tanah sebagai kebun oleh perhutani (foto
diambil di desa citembong, lensa menghadap selatan).
51
Gambar 2.24. Pemanfaatan sumber daya air sebagai irigasi (foto diambil di desa
Besuki, lensa menghadap barat).
52
2.5.2 Bencana Alam
Bencana alam merupakan suatu gejala alam yang disebabkan oleh alam,
raya, hal ini diakibatkan oleh kondisi litologi yang berfraksi halus serta
penggunaan jalan yang berlebihan oleh masyarakat berupa penggunaan jalan raya
teknik.
53