STRATIGRAFI
tersusun mulai dari yang tertua hingga termuda (Tabel 3.1) adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Kolom Stratigrafi Regional Daerah Karawang
(A. Achdan dan D. Sudana, 1992)
(Tanpa Skala)
21
3.1.1. Formasi Cibulakan
Formasi Cibulakan bagian bawah dicirikan oleh serpih karbonan berwarna coklat
semakin kearah atas dari formasi, kandungan karbonat semakin banyak dan dijumpai
umumnya padat dengan sisipan serpih dan batupasir tipis mengandung glaukonit.
Kemudian Formasi Cibulakan atas, terdiri dari batupasir gampingan selang seling napal
di bagian bawah dan berubah ke atas menjadi lempung. Bagian atas Formasi ini terdiri
bervariasi dari satu tempat ketempat lainnya, umumnya menebal ke arah selatan.
Ketebalan keseluruhan Formasi ini mencapai 2141 meter menurut hasil pemboran di
Purwakarta (PWK 1) yang dilakukan oleh Pertamina. Kisaran umur dari Formasi ini
adalah Miosen Tengah (N9-N14). Mikrofosil yang muncul pada bagian bawah Formasi
Cibulakan antara lain Robulus sp. Cibicides fletcheri, Epinoides sp. Quenquelocina sp.
merupakan fosil bentonik yang hidup pada lingkungan transisi, lingkungan lagoon
maupun dataran pasang surut. Bagian tengah dan atas merupakan endapan neritik dengan
bukti kandungan fosil foram benthos Nonion sp, Robulus sp. dan Bulimina sp.
kontak tidak selaras dengan Formasi Jatibarang yang bercirikan endapan gunung api, ciri
Nama Parigi untuk satuan batugamping di Jawa Barat, diambil dari literatur yang
dibuat oleh Perusahaan Minyak Bumi jauh sebelum Perang Dunia II, pengacu nama
22
pertama adalah Frei (1931), dalam penyelidikannya di daerah Tegalwaru, di mana bukit
Parigi berada.
Bagian bawah di daerah Parigi, berciri boundstone, kaya akan koral, ganggang,
dan foraminifera. Bagian atas gamping agak pasiran, berwarna putih abu-abu,
Fosil foraminifera yang muncul pada Formasi Parigi antara lain, Alveolina quoyi
Quinqueloculina kirembatika sp, Elphidium sp, Pyrgo sp dan Cibicides sp, fosil-fosil
terakhirnya menunjukkan umur antara N14 – N16. Lingkungan pengendapan formasi ini
Nama Subang di ambil dari kota kabupaten Subang, penemuan Formasi Subang
pertama kali di usulkan oleh Sudjatmiko (1972), Frei (1931) menamakannya sebagai
“Orde Tomo“ untuk lempung bawah “Tjilangkap series“ untuk lanau di tengah “Boven
Tomo series”, Kehrer (1932) menamakannya sebagai “Cidadap lagen“ sedangkan Van
Penyebaran Formasi Subang cukup luas, dan umumnya menempati tepi selatan
dari morfologi dataran pantai utara Jawa Barat, penyebarannya dari mulai Cibinong
sampai ke daerah Tomo, Kadipaten. Ketebalan pada Formasi ini bervariasi pada
beberapa tempat ketebalan berkisar antara 516 m hingga 800 m dengan lapisan yang
Ciri litologi yang terdapat pada lapisan terbawah Formasi ini umumnya berupa
Napal abu - abu sering berlapis baik, kadang - kadang menyerpih, sedangkan kearah atas
berubah menjadi lempung, napal dengan sisipan pasir tipis. Bagian tengah Formasi
23
Subang di cirikan oleh lempung tidak berlapis, konkoidal dan kaya akan konkresi, dari
ukuran beberapa cm sampai lebih dari 1 m. Formasi Subang bagian atas di dominasi oleh
lempung, abu-abu kehijauan, lunak sampai getas pada bagian atas terdapat sisipan
batupasir. Batupasir ini bersifat tufaan, abu-abu berbutir halus, mengandung glaukonit
Fosil penunjuk dari Formasi Subang, berupa fosil plankton yaitu: Globorotalia
umur N17 atau Miosen Akhir. Fosil bentos yang di temukan pada Formasi Subang
bagian bawah antara lain : Nodosaria sp, Bolivina sp dan bagian atas ditemukan Rotalia
becarii sp yang menunjukan lingkungan pengendapan air payau atau transisi. Formasi
Subang memiliki kontak berangsur dengan gamping Formasi Parigi bagian bawahnya,
berubah menjadi gamping napalan yang akhirnya menjadi napal menyerpih Formasi
Subang. Ciri batas atas kadang - kadang sulit ditentukan, Formasi Kaliwangu umumnya
terdiri dari pasir dan lempung sedangkan Formasi Subang atas bersifat pasiran sehingga
pada beberapa tempat sulit untuk di tentukan batasnya. namun adanya lempung tidak
bereaksi dengan HCL, serta munculnya sisipan batubara dapat dipakai sebagai tanda
mandala pengendapan yang ada sebelumnya, yakni mandala sedimentasi paparan utara di
memberikan angka yang berlain - lainan dari satu tempat ke tempat lainnya. Di daerah S.
(Subang) 690 m, Citalaga (Cisaar, Subang) 490 m, Cibayawak (Ujung jaya) 490 m,
24
Cisaar (Tomo) 720 m, sedangkan di daerah Cirebon mencapai ketebalan antara 800 -
yang kaya Molluska dan kadang - kadang Batupasir gampingan dan Batugamping. Selain
itu juga di endapkan lapisan - lapisan tipis gambut (peat) dan lignit yang di endapkan
kandungan pasir dan kadang - kadang konglomerat, oleh karena itu ciri batas di lapangan
dapat di kenal dari urutan lempung hitam pada Formasi Subang, berubah menjadi
Tambakan adalah nama desa di Subang, dimana ditemukan juga bukit yang
bernama Pasir Tambakan. nama ini di pakai oleh Van Bemmelen (1940) untuk penamaan
satuan breksi yang dahulu disebut juga “Breccia Formatie“ (Koolhoven,1934) dan
Tambakan“ oleh Koesoemadinata (1963), tetapi Silitonga (1974) dan Djuri (1973)
(Burangrang, Tangkuban Perahu), dimana ke arah timur yaitu di Majalengka Formasi ini
sudah tidak ditemukan lagi, ketebalannya berubah - ubah umumnya sekitar 470 m dan
menipis di sebelah timur. Ciri litologi pada Formasi ini terdiri atas breksi vukanik,
kompak dengan dengan komposisi andesit dengan ukuran dari butiran hingga bongkah
25
Formasi Tambakan ini menurut Koenigswald (1935), berkisar Pliestosen Awal
dan diendapkan pada lingkungan darat, hubungan stratigrafi Formasi ini tidak selaras
Berdasarkan hasil pengamatan, pengukuran serta ciri - ciri litologi batuan yang
(empat) satuan batuan, dimulai dari yang tua ke muda (Tabel 3.2), yaitu :
26
3.2.1. Satuan Batuan Napal
3.2.1.1. Penamaan
Penamaan satuan stratigrafi Satuan Batuan Napal ini didasarkan pada data
Cibenda dan Cisubah dimana batuan yang tersingkap di sungai-sungai tersebut berupa
Napal.
Satuan batuan ini menempati luas sekitar 10% luas daerah penelitian, pada peta
geologi diwakili warna hijau dengan penyebaran di bagian timur daerah penelitian,
meliputi Desa Cisubah dan Desa Cibulakan. Kedudukan lapisan satuan batuan ini pada
umumnya memiliki jurus yang berarah N110°E – N120°E dengan kemiringan 20° - 36°.
Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang pada peta geologi, satuan batuan ini memiliki
bersifat lunak sampai keras, menyerpih, dengan ketebalan 30-70cm, , dengan komposisi
mineral berupa mineral lempung 60% dan karbonat ±30%. Di lapangan, penentuan dan
pengujian napal ditentukan berdasarkan pada perbandingan mineral lempung dan mineral
karbonat dengan cara memberikan larutan HCl pada napal dan melihat seberapa banyak
sisa batuan setelah di tetesi oleh larutan HCl. Pada umumnya satuan batuan ini pada
daerah penelitian tersingkap dalam kondisi segar dan agak lapuk. Di bawah ini hasil uji
27
SAMPEL SiO2 Na2O K2O Fe2O3 CaO MgO Al2O3 TiO2 H2O
N6-06 50.853% 0.177% 6.425% 0.707% 17.965% 0.24% 17.011% 3.783% 0.459%
A3-02 44.179% 0.125% 5.47% 0.937% 31.959% 0.226% 12.511% 2.729% 0.397%
A3-03 36.024% 0.124% 4.531% 0.252% 39.848% 0.271% 13.538% 2.606% 0.359%
N5-08 42.285% 0.131% 4.909% 0.624% 31.997% 0.196% 14.163% 3.055% 0.357%
Tabel 3.3. Persentase kandungan kimia pada Napal
Foto 3.1. Singkapan napal foto diambil di lokasi A3-03 sungai Cibulakan.
Foto 3.2. Singkapan napal foto diambil di lokasi A6-06 sungai Cibulakan.
3.2.1.4. Umur
Penentuan umur satuan batuan ini didasarkan pada sampel yang diambil pada
lokasi pengamatan N3-06 dan A4-11 di Sungai Cisubah dan Sungai Cibulakan yang
masing-masing mewakili bagian bawah dan bagian atas satuan. Hasil analisis persebaran
fosil foraminifera plantonik pada mikroskop binokuler untuk setiap sampel batuan
kemudian di-plot pada tabel Zonasi Blow (1969) sebagaimana terlihat pada Tabel 3.3
28
Tabel 3.4. Kisaran umur fosil planktonik bagian atas pada lokasi pengamatan N3-06 di
Sungai Cisubah (Zonasi Blow, 1969).
Tabel 3.5. Kisaran umur fosil planktonik bagian bawah pada lokasi pengamatan A4-11
di Sungai Cibulakan (Zonasi Blow, 1969).
umur N12─N15 pada N3-06, berdasarkan awal kemunculan fosil Globorotalia menardii
(D`Orbigny) dan berakhirnya Globorotalia mayeri. Pada bagian bawah A4-11 didapat
kisaran umur N12 - N15 berdasarkan atas punahnya fosil Globorotalia mayeri dan awal
Satuan Batuan Napal adalah N12 - N15 atau pada kala Miosen Tengah - Miosen Akhir.
bentos yang terdapat pada lokasi pengamatan di Sungai Cibulakan, yaitu pada napal
lokasi pengamatan N3-06 yang mewakili bagian atas satuan batuan, napal lokasi
29
Tabel 3.6. Kisaran lingkungan pengendapan berdasarkan fosil bentos bagian atas N3-06
dan bawah A4-11 pada lokasi pengamatan di Sungai Cisubah dan Cibulakan
(Phleger, 1954).
Hubungan stratigrafi antara Satuan Batuan Napal dengan satuan batuan yang
satuan batuan yang ada di atasnya yaitu Satuan Batuan Batugamping Sisipan Napal pada
N14-N15 adalah menjemari dicirikan dengan perlapisan batuan yang secara lateral
Bersdasarkan ciri litologi dan umur serta lingkungan pengendapan Satuan Batuan
Cibulakan.
30
3.2.2. Satuan Batuan Batugamping Sisipan Napal
3.2.2.1. Penamaan
Satuan batuan ini menempati luas sekitar 38% luas daerah penelitian, pada peta
geologi diwakili warna biru dengan penyebaran di bagian barat sampai timur daerah
penelitian, meliputi Desa Cijaleka, Desa Ciguha, Desa Ciburial dan Desa Tamansari.
Kedudukan lapisan satuan batuan ini pada umumnya memiliki jurus yang berarah N80°E
Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang pada peta geologi, satuan batuan ini memiliki
Pada umumnya satuan batuan ini pada daerah penelitian tersingkap dalam kondisi
buruk, kemas terbuka, karbonatan, masif, sangat keras mengandung fosil foraminifera
besar dan fragmen moluska. Berdasarkan analisis petrografi dari conto batuan yang
diambil pada lokasi pengamatan A6-02 dan A2-15 diperoleh nama batuan Packstone
31
Napal Secara megaskopis batunapal berwarna abu-abu kecokelatan, ukuran butir
lempung, bersifat lunak sampai keras, menyerpih, dengan ketebalan sisipan 15-30cm, ,
dengan komposisi mineral berupa mineral lempung 60% dan karbonat ±30%. Di
mineral lempung dan mineral karbonat dengan cara memberikan larutan HCl pada napal
dan melihat seberapa banyak sisa batuan setelah di tetesi oleh larutan HCl.
Foto 3.3. Singkapan batugamping foto diambil di lokasi N5-06 di pinggir jalan Desa
Ciguha.
Foto 3.4. Batugamping foto diambil di lokasi N5-06 di pinggir jalan Desa Ciguha.
32
Foto 3.5. Batugamping sisipan Napal foto diambil di lokasi A4-06 di Sungai Citalahab
3.2.2.4. Umur
Penentuan umur satuan batuan ini didasarkan pada sampel yang diambil pada
lokasi pengamatan A6-02 dan A2-15 di Sungai Citalahab dan Sungai Cisubah yang
masing-masing mewakili bagian bawah dan bagian atas satuan. Hasil analisis persebaran
fosil foraminifera plantonik pada mikroskop binokuler untuk setiap sampel batuan
kemudian di-plot pada tabel Zonasi Blow (1969) sebagaimana terlihat pada Tabel 3.6
Tabel 3.7. Kisaran umur fosil planktonik bagian atas pada lokasi pengamatan A6-02 di
Sungai Citalahab (Zonasi Blow, 1969).
33
Tabel 3.8. Kisaran umur fosil planktonik bagian bawah pada lokasi pengamatan A2-15
di Sungai Cisubah (Zonasi Blow, 1969).
15 didapat kisaran umur N14 berdasarkan atas awal kemunculan fosil Globigeriona
demikian kisaran umur Satuan Batuan Batugamping sisipan Napal adalah N14─N16 atau
bentos yang terdapat pada lokasi pengamatan di Sungai Citalahab, yaitu pada
batugamping lokasi pengamatan A6-02 yang mewakili bagian atas satuan batuan,
batugamping lokasi pengamatan A2-15 yang mewakili bagian bawah satuan batuan ini.
34
Tabel 3.9. Kisaran lingkungan pengendapan berdasarkan fosil bentos bagian atas A6-02
dan bawah A2-15 pada lokasi pengamatan di Sungai Citalahab dan Cisubah
(Phleger, 1954).
satuan batuan yang berada di bawahnya yaitu Satuan Batuan Napal pada N14-N15
adalah menjemari di lapangan, tetapi hubungan stratigrafi dengan satuan batuan yang ada
di atasnya yaitu Satuan Batuan Batulempung Sisipan Batupasir adalah Selaras, hal ini
dicirikan dengan adanya kemenerusan umur yang continyu, serta dibuktikan pada data
yang dijumpai di lapangan berupa kedudukan jurus dan kemiringan lapisan batuan yang
relatif sama.
Bersdasarkan ciri litologi dan umur serta lingkungan pengendapan Satuan Batuan
35
3.2.3. Satuan Batuan Batulempung Sisipan Batupasir
3.2.3.1. Penamaan
Satuan batuan ini menempati luas sekitar 47% luas daerah penelitian, pada peta
geologi diwarnai warna kuning dengan penyebaran di bagian utara dan sekatan daerah
penelitian, meliputi Desa Cipeundeuy, Desa Tegalsil, Desa Babakankopo Desa Cipaksa,
Ciptasari, Desa Cikamuning, Desa Cibuluh, Desa Cibarengkok, Desa Jungkur, Desa
Kopi, Desa Cidita, dan Desa Cinaga. Kedudukan lapisan satuan batuan ini pada
umumnya memiliki jurus yang berarah N85°E – N110°E dengan kemiringan 15°─46°.
Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang pada peta geologi, satuan batuan ini memiliki
Pada umumnya satuan batuan ini pada daerah penelitian tersingkap dalam kondisi
karbonat, Bagian atas dicirikan oleh batulempung tebal lapisan berkisar 30cm batupasir
36
berkisar 40cm. Berdasarkan analisis petrografi dari conto batuan yang diambil pada
lokasi pengamatan A4-01 sungai Citalahab diperoleh nama batuan Arkose Wacke
Foto 3.6. Singkapan Batulempung sisipan Batupasir foto diambil di lokasi N1-01 di
Sungai Citalahab.
Foto 3.7. Singkapan Batulempung foto diambil di lokasi A1-03 di Sungai Cikereteg.
3.2.3.4. Umur
Penentuan umur satuan batuan ini didasarkan pada sampel yang diambil pada
lokasi pengamatan A6-01 dan N1-05 di Sungai Cibulakan dan Sungai Citalahab yang
masing-masing mewakili bagian bawah dan bagian atas satuan. Hasil analisis persebaran
37
fosil foraminifera plantonik pada mikroskop binokuler untuk setiap sampel batuan
kemudian di-plot pada tabel Zonasi Blow (1969) sebagaimana terlihat pada Tabel 3.4
dibawah.
Tabel 3.10. Kisaran umur fosil planktonik bagian atas pada lokasi pengamatan A6-01 di
Sungai Cibulakan (Zonasi Blow, 1969).
Tabel 3.11. Kisaran umur fosil planktonik bagian bawah pada lokasi pengamatan N1-05
di Sungai Citalahab (Zonasi Blow, 1969).
umur N18─N19 pada A6-01, berdasarkan awal kemunculan fosil Globorotalia tumida
(Brady) dan berakhirnya Sphaeroidinella subdehiscens (Blow). Pada bagian bawah N1-
05 didapat kisaran umur N17 - N19 berdasarkan atas terdapatnya fosil indeks yaitu fosil
Sisispan Batupasir dan adalah N17 - N19 atau pada Miosen Akhir─Pliosen.
38
3.2.3.5. Lingkungan Pengendapan
bentos yang terdapat pada lokasi pengamatan di Sungai Cibulakan, yaitu pada
batulempung lokasi pengamatan A6-01 yang mewakili bagian atas satuan batuan,
batulempung lokasi pengamatan N1-05 yang mewakili bagian bawah satuan batuan ini.
Tabel 3.12. Kisaran lingkungan pengendapan berdasarkan fosil bentos bagian atas A6-01
dan bawah N1-05 pada lokasi pengamatan di Sungai Cibulakan dan
Citalahab (Phleger, 1954).
dengan satuan batuan yang berada di bawahnya yaitu Satuan Batuan Batugamping
Sisipan Napal adalah selaras, ini dicirikan dengan adanya kemenerusan umur yang
continyu, serta dibuktikan pada data yang dijumpai di lapangan berupa kedudukan jurus
dan kemiringan lapisan batuan yang relatif sama. Tetapi hubungan stratigrafi dengan
39
satuan batuan yang ada di atasnya adalah tidak selaras, karena tidak dijumpai di
lapangan.
Bersdasarkan ciri litologi dan umur serta lingkungan pengendapan Satuan Batuan
3.2.4.1. Penamaan
Pada daerah penelitian penamaan satuan ini didasarkan pada material aluvial
Satuan aluvial pada peta geologi diwakili oleh warna abu – abu, menempati
sekitar 5 % dari luas daerah penelitian. Penyebarannya disepanjang bagian hilir sungai
Cikereteg, Cibenda dan Citalahab pada daerah penelitian. Ketebalan satuan ini
Satuan endapan ini disusun oleh material aluvial sungai yang bersifat lepas
berukuran lempung sampai kerakal, satuan ini diisi oleh pecahan dari batugamping,
napal, batulempung dan batupasir. Merupakan endapan hasil transportasi oleh sungai.
40
Foto 3.8. Endapan Aluvial sungai, foto diambil di lokasi N6-01 di Sungai Cikereteg
3.2.4.4. Umur
sedimentasi pada satuan ini masih terus berlangsung sampai saat ini.
Hubungan satuan endapan ini dengan satuan batuan di bawahnya tidak selaras,
sebelumnya.Table
41
Tabel 3.13. Kolom kesebandingan stratigrafi regional menurut (Soejono Martodjojo,
1984), dengan stratigrafi daerah penelitian.
42