Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS TADULAKO

FAKULTAS TEKNIK Nama : Vinolia Granetsya


PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
Stambuk : F 121 17 020
Acara 3 : Sphericity dan Shape
1.1 Tujuan Praktikum
Maksud dari praktikum ini adalah untuk melakukan identifikasi aspek-aspek morfologi butiran kerakal
yang meliputi bentuk (form), derajat kebolaan (sphericity) dan derajat kebundaran (roundness). Sedangkan
tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses-proses geologi yang berperanan terhadap
mekanisme transportasi dan deposisi sedimen tersebut berdasarkan morfologi butir kerakal.

1.2 Dasar Teori

 Bentuk Butir
Bentuk butir (form atau shape) merupakan keseluruhan kenampakan partikel secara tiga dimensi
yang berkaitan dengan perbandingan antara ukuran panjang sumbu panjang, menengah dan pendeknya.
Ada berbagai cara untuk mendefinisikan bentuk butir. Cara yang paling sederhana dikenalkan oleh Zingg
(1935) dengan cara menggunakan perbandingan b/a dan c/b untuk mengelaskan butir dalam empat
bentuk yaitu oblate, prolate, bladed clan equant (Gambar II.1, Tabel II.1). Dalam hal ini, a : panjang
(sumbu terpanjang), b : lebar (sumbu menengah) dan c : tebal/tinggi (sumbu terpendek). Sejauh ini
penamaan butir dalam bahasa Indonesia belum dibakukan sehingga seringkali penggunaan istilah asal
tersebut masih dikekalkan. Pengkelasan bentuk butir ini biasanya diperuntukkan pada butiran yang
berukuran kerakal sampai berangkal (pebble) karena kisaran ukuran tersebut memungkinkan untuk
dilakukan pengukuran secara tig dimensi karena keterbatasan alat dan cara yang harus dilakukan,
terutama pads bongkah dengan diameter yang mencapai puluhan sampai ratusan centimeter. Pada butir
pasir yang bisa diamati secara tiga dimensi, pendekatan secara kualitatif (misalnya dengan metode visual
comparison) bisa juga dilakukan untuk mendefinisikan bentuk butir meskipun tingkat akurasinya rendah.

Gambar I Klasifikasi butiran pebel (kerakal — berangkal) berdasarkan perbandingan antar sumbu (Zingg, 1935, diambil dari
Pettijohn, 1975 dengan modifikasi)
Tabel III. Klasifikasi bentuk butir menurut Zingg (1935)

 Sphericity (ψ)
Sphericity (ψ) didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana suatu butiran mendekati
bentuk bola. Dengan demikian, semakin butiran berbentuk menyerupai bola maka mempunyai nilai
sphericity yang semakin tinggi. Wadell (1932) mendefinisikan sphericity yang sebenarnya (true
sphericity) sebagai luas permukaan butir dibagi dengan luas permukaan sebuah bola yang keduanya
mempunyai volume sama. Namun demikian, Lewis & McConchie (1994) mengatakan bahwa rumusan
ini sangat sulit untuk dipraktekkan.
Sebagai pendekatan, perbandingan luas permukaan tersebut dianggap sebanding dengan perbandingan
volume, sehingga rumus sphericity menurut Wadell (1932) adalah :

Dimana Vp: volume butiran yang diukur dan Vcs: volume terkecil suatu bola yang melingkupi
partikel tersebut (circumscribing sphere). Krumbein (1941) kemudian
menyempurnakan persamaan tersebut dengan memberikan nilai volume bola dengan π/6D3, dimana D
adalah diameter bola. Dengan menggunakan asumsi bahwa butiran secara tiga dimensi dapat diukur
panjang sumbu-sumbunya, maka diameter butiran dijabarkan dalam bentuk DL, DI, dan DS, dimana L, I,
S menunjukkan sumbu panjang, menengah, dan pendek. Setelah memasukkan niali pada perhitungan
Wadell, maka sphericity dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rumus yang diajukan Krumbein (1941) ini disebut dengan intercept sphericity (ψ1) yang dapat
dihitung dengan mengukur sumbu-sumbu panjang, menengah dan pendek suatu partikel dan
memasukkan pada rumus tersebut. Sneed & Folk (1958) menganggap bahwa intercept sphericity tidak
dapat secara tepat menggambarkan perilaku butiran ketika diendapkan. Butiran yang dapat diproyeksikan
secara maksimum mestinya diendapkan lebih cepat, misalnya bentuk prolate seharusnya lebih cepat
mengendap dibandingkan oblate, tetapi dengan rumus W, justru didapatkan nilai yang terbalik. Untuk itu
mereka mengusulkan rumusan tersendiri pada sphericity yang dikenal dengan maximum projection
sphericity (Vp) atau sphericity proyeksi maksimum. Secara matematis Wp dirumuskan sebagai
perbandingan antara area proyeksi maksimum bola dengan proyeksi maksimum partikel yang
mempunyai volume sama, atau secara ringkas dapat ditulis dengan:

Dalam hal ini L, I dan S adalah sumbu-sumbu panjang, menengah clan pendek sebagaimana
dalam rumus Krumbein (1941). Menurut Boggs (1987), pada prinsipnya rumus yang diajukan oleh
Sneed & Folk (1958) ini tidak lebih valid dibandingkan dengan intercept sphericity, terutama kalau
diaplikasikan pada sedimen yang diendapkan oleh aliran gravitasi dan es.
Dengan tanpa mempertimbangkan bagaimana sphericity dihitung, Boggs (1987) menyatakan
bahwa hasil perhitungan sphericity yang sama terkadang dapat diperoleh pada semua bentuk butir.
Partikel dengan bentuk yang berbeda bisa mempunyai nilai sphericity yang sama. Untuk mendefinisikan
sphericity dari hitungan matematis, Folk (1968) mengelaskan sphericity dalam 7 kelas sebagaimana
ditunjukkan dalam Tabel II.
Bentuk butir ukuran kerakal atau yang lebih besar dipengaruhi oleh bentuk asalnya dari batuan
cumber, namun demikian butiran dengan ukuran ini akan lebih banyak mengalami perubahan bentuk
karena abrasi dan pemecahan selama transportasi dibandingkan dengan butiran yang berukuran pasir.
Untuk butiran sedimen yang berukuran pasir atau lebih kecil, bentuk butir juga lebih banyak dipengaruhi
oleh bentuk asal mineralnya. Pada prakteknya, analisis bentuk butir pada sedimen yang berukuran pasir
biasanya dilakukan pada mineral kuarsa. Hal ini disebabkan sifat mineral kuarsa yang keras, tahan
terhadap pelapukan, clan jumlahnya yang melimpah pada batuan sedimen. Namun demikian, untuk
membuat perbandingan bentuk butiran setelah mengalami transportasi, pengamatan bentuk butir pada
mineral lain maupun fragmen batuan (lithic) bolehjuga dilakukan

Tabel III. Klasifikasi sphericity menurut Folk (1968)

Bentuk butir akan berpengaruh pads kecepatan pengendapan (settling velocity). Secara umum
batuan yang bentuknya tidak spheris (tidak menyerupai bola) mempunyai kecepatan pengendapan yang
lebih rendah. Dengan demikian bentuk butir akan mempengaruhi tingkat transportasinya pads sistem
suspensi (Boggs, 1987). Butiran yang tidak spheris cenderung tertahan lebih lama pada media suspensi
dibandingkan yang spheris. Bentuk jugs berpengaruh pada transportasi sedimen secara bedlood (traksi).
Secara umum butiran yang spheris clan prolate lebih mudah tertransport dibandingKan bentuk blade
clan disc (oblate). Lebih jauh analisis sedimen berdasarkan butiran saja sulit untuk dilakukan. Sebagai
contoh, Boggs (1987) menyatakan bahwa dari pengamatan bentuk butir saja tidak aapat digunakan untuk
menafsirkan suatu lingkungan pengendapan.
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK Nama : Vinolia Granetsya
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
Stambuk : F 121 17 020
Acara 3 : Sphericity dan Shape

SPHERICITY

Y Sneed & Y Wadell


Folk
No Dl Di Ds V = 0.52xDlxDixDs 3 Di. Ds Klasifikasi Folk (1968)
3 Ds2 √
√ Dl2
Dl. Di

1 5.5 4 1.9 21.74 0.55 0.63 Very Elongate - Elongate


2 5.4 3 2 16.85 0.63 0.59 Elongate - Very Elongate
3 5.8 3.5 2.5 26.39 0.68 0.64 Intermediete Shape - Subelongate
4 4.2 3.1 1.8 12.19 0.63 0.68 Elongate - Intermediet Shape
5 6.5 3.5 2.5 29.58 0.65 0.59 Subelongate - Very Elongate
6 4 3 2 12.48 0.69 0.72 Subequent
7 4.7 4.4 2 21.51 0.58 0.74 Very Elongate – Equant
8 4.8 3.1 2 15.48 0.65 0.65 Subelongate
9 6.9 3.8 1.6 21.82 0.46 0.50 Very Elongate
10 6.8 5 2.5 44.20 0.57 0.65 Very Elongate - Subelongate
11 7.4 4.5 2 34.63 0.49 0.55 Very Elongate
12 7.8 5.4 2.7 59.14 0.56 0.62 Very Elongate - Elongate
13 6.4 4.6 2.3 35.21 0.56 0.64 Very Elongate - Subelongate
14 8 5.2 2.7 58.41 0.56 0.60 Very Elongate - Elongate
15 5.5 5.1 1.9 27.71 0.50 0.68 Very Elongate - Intermediet Shape
16 6 3.5 2.5 27.30 0.67 0.62 Intermediet Shape - Elongate
17 6.6 4.1 2.3 32.36 0.58 0.60 Very Elongate - Elongate
18 6.2 5.3 2.8 47.84 0.62 0.73 Elongate – Equent
19 6.7 4.1 2.3 32.85 0.58 0.59 Very Elongate
20 5.6 3.7 2 21.55 0.58 0.62 Very Elongate - Elongate
21 7.5 4.8 2.8 52.42 0.60 0.62 Elongate
22 5.9 4.8 2.1 30.93 0.54 0.66 Very Elongate - Subelongate
23 4.4 4 2 18.30 0.61 0.74 Elongate – Equent
24 5.2 4.6 1.6 19.90 0.47 0.65 Very Elongate - Subelongate
25 5.8 5.1 2.2 33.84 0.55 0.69 Very Elongate - Intermediet Shape
Y Sneed & Y Wadell
Folk
No Dl Di Ds V = 0.52xDlxDixDs
Di. Ds Klasifikasi Folk (1968)
3 Ds 2 3
√ √ 2
Dl. Di Dl

26 6.4 4.5 2.3 34.44 0.57 0.63 Very Elongate - Elongate

27 4.7 3.8 1.6 14.86 0.52 0.65 Very Elongate - Subelongate

28 5.1 4.7 2.9 36.15 0.71 0.81 Subequent - Very Equent

29 5.1 3.9 2.7 27.93 0.72 0.74 Equent

30 5.5 3.7 2.8 29.63 0.73 0.70 Equent – Subequent

31 6.7 3.7 3.2 41.25 0.74 0.64 Equent - Subelongate


Very Elonngate - Intermediet
32 5.2 4.1 2.1 23.28 0.59 0.68
Shape
33 7.4 5.2 3.8 76.04 0.72 0.71 Subequent

34 6.6 4.3 3 44.27 0.68 0.67 Intermediete Shape

35 6.5 3.4 2 22.98 0.57 0.54 Very Elongate

36 7.6 4.8 2.7 51.22 0.58 0.61 Very Elongate - Elongate

37 4.3 3.1 2.8 19.41 0.84 0.78 Very Equent

38 4.9 3.8 1.8 17.43 0.56 0.66 Very Elongate - Subelongate

39 6.5 4.5 2.2 33.46 0.55 0.62 Very Elongate - Elongate

40 5.2 3.4 2.1 19.31 0.63 0.64 Subelongate

41 4.7 2.2 2 10.75 0.73 0.58 Equent - Very Elongate

42 5.4 4.5 3 37.91 0.72 0.77 Subequent - Very Equent

43 4.9 3 2.4 18.35 0.73 0.67 Equent - Intermediete Shape

44 6.8 3.6 2.6 33.10 0.65 0.59 Subelongate - Very Elongate

45 6.1 3.1 2.6 25.57 0.71 0.60 Subequent - Elongate

46 4.9 3.1 2.1 16.59 0.66 0.65 Subelongate

47 6.5 4.6 3 46.64 0.67 0.69 Intermediete Shape

48 6.4 4 3.5 46.59 0.78 0.70 Very Equent - Subequent

49 4.7 3.6 2.3 20.24 0.68 0.72 Intermediete Shape - Subequent

50 4.2 3.7 1.9 15.35 0.61 0.74 Elongate – Equent


UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK Nama : Vinolia Granetsya
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
Stambuk : F 121 17 020
Acara 3 : Sphericity dan Shape

SHAPE (UKURAN BUTIR)


1. KLASIFIKASI ZINGG (1935)

No Dl Di Ds Di/Dl Ds/Di Klasifikasi Zingg (1935)


1 5.5 4 1.9 0.73 0.48 Oblate (discoidal)
2 5.4 3 2 0.56 0.68 Prolate (Rod-shaped)
3 5.8 3.5 2.5 0.60 0.71 Prolate (Rod-shaped)
4 4.2 3.1 1.8 0.74 0.58 Oblate (discoidal)
5 6.5 3.5 2.5 0.54 0.71 Prolate (Rod-shaped)
6 4 3 2 0.75 0.68 Equant (Equaxial/spherical)
7 4.7 4.4 2 0.94 0.45 Oblate (discoidal)
8 4.8 3.1 2 0.65 0.65 Bladed (Triaxial)
9 6.9 3.8 1.6 0.55 0.42 Bladed (Triaxial)
10 6.8 5 2.5 0.74 0.50 Oblate (discoidal)
11 7.4 4.5 2 0.61 0.44 Bladed (Triaxial)
12 7.8 5.4 2.7 0.69 0.50 Oblate (discoidal)
13 6.4 4.6 2.3 0.72 0.50 Oblate (discoidal)
14 8 5.2 2.7 0.65 0.52 Bladed (Triaxial)
15 5.5 5.1 1.9 0.93 0.37 Oblate (discoidal)
16 6 3.5 2.5 0.58 0.71 Prolate (Rod-shaped)
17 6.6 4.1 2.3 0.62 0.56 Bladed (Triaxial)
18 6.2 5.3 2.8 0.85 0.53 Oblate (discoidal)
19 6.7 4.1 2.3 0.61 0.56 Bladed (Triaxial)
20 5.6 3.7 2 0.66 0.54 Bladed (Triaxial)
21 7.5 4.8 2.8 0.64 0.58 Bladed (Triaxial)
22 5.9 4.8 2.1 0.81 0.44 Oblate (discoidal)
23 4.4 4 2 0.91 0.50 Oblate (discoidal)
24 5.2 4.6 1.6 0.88 0.35 Oblate (discoidal)
25 5.8 5.1 2.2 0.88 0.43 Oblate (discoidal)
No Dl Di Ds Di/Dl Ds/Di Klasifikasi Zingg (1935)

26 6.4 4.5 2.3 0.70 0.51 Oblate (discoidal)

27 4.7 3.8 1.6 0.81 0.42 Oblate (discoidal)

28 5.1 4.7 2.9 0.92 0.62 Oblate (discoidal)

29 5.1 3.9 2.7 0.76 0.69 Equant (Equiaxial/spherical)

30 5.5 3.7 2.8 0.68 0.76 Equant (Equiaxial/spherical)

31 6.7 3.7 3.2 0.55 0.86 Prolate (Rod-shaped)

32 5.2 4.1 2.1 0.79 0.51 Oblate (discoidal)

33 7.4 5.2 3.8 0.70 0.73 Equant (Equiaxial/spherical)

34 6.6 4.3 3 0.65 0.70 Prolate (Rod-shaped)

35 6.5 3.4 2 0.52 0.59 Bladed (Triaxial)

36 7.6 4.8 2.7 0.63 0.56 Bladed (Triaxial)

37 4.3 3.1 2.8 0.72 0.90 Equant (Equiaxial/spherical)

38 4.9 3.8 1.8 0.78 0.47 Oblate (discoidal)

39 6.5 4.5 2.2 0.69 0.49 Oblate (discoidal)

40 5.2 3.4 2.1 0.65 0.62 Bladed (Triaxial)

41 4.7 2.2 2 0.47 0.91 Prolate (Rod-shaped)

42 5.4 4.5 3 0.83 0.66 Oblate (discoidal)

43 4.9 3 2.4 0.61 0.80 Prolate (Rod-shaped)

44 6.8 3.6 2.6 0.53 0.72 Prolate (Rod-shaped)

45 6.1 3.1 2.6 0.51 0.84 Prolate (Rod-shaped)

46 4.9 3.1 2.1 0.63 0.68 Prolate (Rod-shaped)

47 6.5 4.6 3 0.71 0.65 Oblate (discoidal)

48 6.4 4 3.5 0.63 0.88 Prolate (Rod-shaped)

49 4.7 3.6 2.3 0.77 0.64 Oblate (discoidal)

50 4.2 3.7 1.9 0.88 0.51 Oblate (discoidal)


SHAPE (ZING DIAGRAM)

Berdasarkan diagram zing, 50 data shape (ukuran butir) yang di masukan ke dalam diagram dengan nilai
di/dl dan ds/di, diperoleh hasil ukuran butir yang dominan di dalam kelas Oblate (Risk) sejumlah 22
sampel, kemudian di kelas Prolate (Roller) sejumlah 12 sampel, selanjutnya di kelas Bladed sejumlah 10
sampel, dan terakhir masuk dalam kelas Equant sejumlah 5 sampel.
2. KLASIFIKASI SNEED AND FOLK (1958)

dL − dI 3 d2𝑠
No Dl Di Ds
Ds/Dl dL − dS 𝞧P = √
𝑑𝑙.𝑑𝑖

1 5.5 4 1.9 0.35 0.48 0.55


2 5.4 3 2 0.37 0.67 0.63
3 5.8 3.5 2.5 0.43 0.71 0.68
4 4.2 3.1 1.8 0.43 0.58 0.63
5 6.5 3.5 2.5 0.38 0.71 0.65
6 4 3 2 0.50 0.67 0.69
7 4.7 4.4 2 0.43 0.45 0.58
8 4.8 3.1 2 0.42 0.65 0.65
9 6.9 3.8 1.6 0.23 0.42 0.46
10 6.8 5 2.5 0.37 0.50 0.57
11 7.4 4.5 2 0.27 0.44 0.49
12 7.8 5.4 2.7 0.35 0.50 0.56
13 6.4 4.6 2.3 0.36 0.50 0.56
14 8 5.2 2.7 0.34 0.52 0.56
15 5.5 5.1 1.9 0.35 0.37 0.50
16 6 3.5 2.5 0.42 0.71 0.67
17 6.6 4.1 2.3 0.35 0.56 0.58
18 6.2 5.3 2.8 0.45 0.53 0.62
19 6.7 4.1 2.3 0.34 0.56 0.58
20 5.6 3.7 2 0.36 0.54 0.58
21 7.5 4.8 2.8 0.37 0.58 0.60
22 5.9 4.8 2.1 0.36 0.44 0.54
23 4.4 4 2 0.45 0.50 0.61
24 5.2 4.6 1.6 0.31 0.35 0.47
25 5.8 5.1 2.2 0.38 0.43 0.55
dL − dI
No Dl Di Ds 3 d2𝑠
Ds/Dl dL − dS 𝞧P = √
𝑑𝑙.𝑑𝑖

26 6.4 4.5 2.3 0.36 0.51 0.95

27 4.7 3.8 1.6 0.34 0.42 0.94

28 5.1 4.7 2.9 0.57 0.62 0.97

29 5.1 3.9 2.7 0.53 0.69 0.97

30 5.5 3.7 2.8 0.51 0.76 0.97

31 6.7 3.7 3.2 0.48 0.86 0.97

32 5.2 4.1 2.1 0.40 0.51 0.95

33 7.4 5.2 3.8 0.51 0.73 0.97

34 6.6 4.3 3 0.45 0.70 0.96

35 6.5 3.4 2 0.31 0.59 0.94

36 7.6 4.8 2.7 0.36 0.56 0.95

37 4.3 3.1 2.8 0.65 0.90 0.98

38 4.9 3.8 1.8 0.37 0.47 0.94

39 6.5 4.5 2.2 0.34 0.49 0.94

40 5.2 3.4 2.1 0.40 0.62 0.95

41 4.7 2.2 2 0.43 0.91 0.97

42 5.4 4.5 3 0.56 0.67 0.97

43 4.9 3 2.4 0.49 0.80 0.97

44 6.8 3.6 2.6 0.38 0.72 0.96

45 6.1 3.1 2.6 0.43 0.84 0.97

46 4.9 3.1 2.1 0.43 0.68 0.96

47 6.5 4.6 3 0.46 0.65 0.96

48 6.4 4 3.5 0.55 0.88 0.98

49 4.7 3.6 2.3 0.49 0.64 0.96

50 4.2 3.7 1.9 0.45 0.51 0.95


SHAPE (SNEED AND FOLK CLASSIFICATION OF GRAIN FORM)

Anda mungkin juga menyukai