Anda di halaman 1dari 17

BAB 3

STRATIGRAFI

3.1. Stratigrafi Regional

Secara regional daerah pemetaan berada pada Tamiang Deep. Tamiang Deep

merupakan Sub-Cekungan dari Cekungan Sumatera Utara (North Sumatera

Basin) yang terletak dibagian tengah, terbentang diantara busur vulkanik atau

geantiklin sebelah Barat dan orogenik Thai-Malay terbentang agak lebih jauh ke

Timur. Cekungan Sumatera Utara (Nort Sumatera Basin) merupakan cekungan

paling Utara dari tiga cekungan yang berada disepanjang belakang busur dari

Sumatera Utara. Di Barat Daya berbatasan dengan Busur Magmatik barisan, di

Timur oleh paparan Malaka, di Selatan oleh Busur Asahan yang memisahkan

cekungan ini dengan cekungan Sumetera Tengah, sedangkan ke Utara cekungan

membuka ke laut Andaman (Davies 1984). Zaman Pra-Tersier terjadi

pengendapan kelompok batuan Tapanuli yang terdiri dari formasi Bahorok dan

formasi Kluet yang berumur Karbon Akhir – Perm Awal dan diatasnya

diendapkan secara tidak selaras kelompok batuan Peusangan yang terdiri

formasi Batugamping Kaloi dan formasi Sembuang.

Zaman Kenozoikum cekungan Sumatera ini mengalami deformasi pengangkatan

dan proses erosi sehingga susut laut terjadi pada daerah tersebut, kecuali sub-

cekungan Tamiang tidak mengalami bagian tersebut karena merupakan

bagian yang dalam. Kemudian proses genang laut terjadi pada cekungan tersebut

yang disebabkan oleh penurunan cekungan yang terjadi pada zaman Tersier.

3 - 17
formasi Tampur yang merupakan kelompok batuan Meurudu adalah sedimen

pertama yang diendapkan pada lingkungan Shelf marine yang berumur

Eosen Akhir. Secara tidak selaras diatasnya diendapkan kelompok batuan Jambo

Aye yang berumur Oligocene Akhir-Miosen Akhir yang terdiri dari formasi

Bruksah, formasi Bampo, formasi Peutu dan formasi Baong. Kemudian

diatasnya diendapkan kelompok batuan Lhoksukon berumur Miocene Akhir -

Pleistosen yang terdiri dari formasi Keutapang dan formasi Seureula. Secara

regional daerah pemetaan termasuk bagian dari cekungan Sumatera Utara yaitu

berupa cekungan Tamiang (Tamiang Deep),

Gambar 3.1. Regional dalam Peta Geologi Lembar Langsa skala

1 : 250.000, daerah pemetaan ditandai dengan kotak

merah (N.R Cameron, Dkk. 1981)

3 - 17
Gambar 3.2 Kolom Stratigrafi North Sumatera Basin (Modified from E.C.L.,1983)

Daerah pemetaan merupakan bagian dari peta geologi lembar Langsa. Menurut

Cameron et al, 1981 stratigrafi regional lembar Langsa berdasarkan umur batuan

tersusun atas dua bagian yaitu batuan Pra-Tersier dan batuan Tersier. Pada daerah

pemetaan dijumpai kedua batuan tersebut.

3.1.1 Batuan Pra-Tersier

Batuan pra-tersier pada peta geologi lembar Langsa dikelompokkan dalam

kelompok Tapanuli dalam Formasi Bahorok (Pubt) dan Formasi Kluet (Puk),

3 - 17
kemudian kelompok Peusangan dalam Formasi Sembuang (MPs) dan Formasi

Kaloi (MPkl). Namun pada daerah pemetaan batuan Pra-tersier yang dijumpai

hanya Formasi Kaloi (MPkl).

Tabel 3.1 Litologi daerah pemetaan, formasi Kaloi berdasarkan peta geologi lembar Langsa

(Cameron, dkk. 1981)

Lokasi
FORMASI LITOLOGI UMUR
Pengendapan

Batugamping Pejal,
Formasi Kaloi
Batugamping dan Akhir Trias S. Kaloi
Mpkl
Batupasir

3.1.2 Batuan Tersier

Batuan tersier merupakan batuan yang terbentuk pada masa Kenozoikum, Kala

Oligosen sampai dengan kala Miosen. Batuan tersier pada peta geologi lembar

Langsa dikelompokkan dalam kelompok Meureudu pada Formasi Tampur (Totl),

kemudian kelompok Jambo Aye pada Formasi Bruksah (Tob), Formasi Bampo

(Tlb), Formasi Rampong (Tlr), anggota Ramasan (Tmpr), anggota Belumai

(Tmpb), Formasi Peutu (Tmp), anggota Buluh (Tmbb), Formasi Baong (Tmb) dan

kelompok Lhoksukon pada Formasi Keutapang (Tuk), Formasi Seureula (Tps) dan

Formasi Julu Rayeu (Qtjr). Namun pada daerah pemetaan batuan Tersier yang

dijumpai hanya Formasi Bruksah (Tob), Formasi Bampo (Tlb), Formasi Peutu

(Tmp) dan Formasi Baong (Tmb)

3 - 17
Tabel 3.2 Litologi daerah pemetaan formasi Bruksah (Tob), formasi Bampo (Tlb), formasi Peutu

(Tmp) pada daerah pemetaan secara regional berdasarkan peta geologi lembar Langsa

menurut (Cameron, dkk. 1981).

Formasi Litologi Umur Lokasi Pengendapan

Batupasir gampingan,
Formasi Bruksah,
konglomerat dan lapisan Oligosen Akhir Kr. Bruksah
(Tob)
tipis batubara

Formasi Bampo Batulumpur, batupasir Oligosen Akhir


A. Bampo
(Tlb) dan batulanau perairan. – Miosen Awal

Batulumpur gampingan,
Formasi Peutu Miosen Awal –
karbon dan batupasir Kr. Peutu
(Tmp) Miosen Tengah
tipis

Batulumpur gampingan,
Formasi Baong Miosen Tengah
batupasir dan batupasir Baong
(Tmb) – Miosen Akhir
mengandung glaukonit

3.2. Stratigrafi Daerah Pemetaan

Berdasarkan studi literatur dan data yang diperoleh dari lapangan serta didukung

oleh analisa laboratorium maka diketahui stratigrafi daerah pemetaan dapat

dikelompokkan menjadi beberapa satuan batuan. Penamaan satuan batuan

didasarkan atas penamaan Litostratigrafi resmi dengan bahan acuan hasil

pengamatan dilapangan dan analisa laboratorium. Formasi yang ada pada daerah

pemetaan yaitu, formasi Kaloi, formasi Bruksah, formasi Bampo, formasi Peutu

3 - 17
dan formasi Baong, yang formasi tersebut diendapkan pada Zaman Pra-Tersier –

Zaman Tersier. Urut-urutan batuan secara umum dari yang tertua hingga

berumur termuda dari keseluruhan batuan yang tersingkap didaerah pemetaan

adalah sebagai berikut ;

1. Satuan Batugamping

2. Satuan Batupasir Karbonatan

3. Satuan Batulumpur

4. Satuan Batulempung Karbonatan

5. Satuan Batupasir

3.2.1. Satuan Batugamping

Pengamatan langsung dilapangan, satuan ini berwarna abu – abu, bertekstur

kristalin, ukuran butir dominan very fine grained – micrograined (0,5 – 0,2 mm),

bentuk butir angular – sub angular, struktur masif, dengan kondisi yang yang

terkekarkan.

Foto 3.1. Singkapan batugamping yang terdapat pada bagian Selatan daerah pemetaan, berada
Pada stasiun pengamatan P 3 di daerah Sungai Kaloi.
3 - 17
Kenampakan batugamping dilapangan P 3 BAS (foto 3.1) berada ditepi sungai

Kaloi, memperlihatkan warna segar abu abu dan sebagian kenampakan sudah

terlarut, tekstur kristalin, berukuran butir very coarse grained 1,5 – 2 mm, bentuk

butir menyudut-menyudut tanggung, kemas tertutup, terpilah buruk, kompak,

komposisinya disusun oleh mineral-mineral kalsit.

Kenampakan mikroskopis sayatan P 3 BAS (foto 3.2), memperlihatkan warna

colourless, berukuran butir micrograined – very coarse grained (0.01 – 1.8 mm),

tekstur kristalin, bentuk menyudut tanggung sampai menyudut, kemas tertutup,

hubungan antar butir long contact, disusun oleh mineral kalsit 95% dan opak 5%

dengan nama batuan batugamping kristalin (R.J. Dunham, 1962). (lampiran

analisa petrografi).

Paralel Nikol Cross Nikol 0.2 mm

Foto 3.2. Foto sayatan batugamping kristalin pada stasiun pengamatan P3

Pengamatan satuan batugamping kristalin terdapat pada lokasi pengamatan P1,

P3, P5 dan P27 – P32 (lampiran peta stasiun pengamatan). Sebaran satuan

batugamping kristalin ini menempati bagian selatan dan barat daya daerah

pemetaan, dengan luas penyebaran ± 25% dari seluruh luas daerah pemetaan.

3 - 17
Penentuan umur satuan batuan ini dilakukan berdasarkan kesebandingan dengan

regional melalui ciri litologi satuan ini yang termasuk dalam satuan Formasi

Batugamping Kaloi dan berumur Permo Triass (Cameron, N.R. 1981).

Hubungan stratigrafi dengan satuan batuan di atasnya berupa satuan batupasir

karbonatan yang berumur Oligosen Akhir adalah tidak selaras.

3.2.2. Satuan Batupasir Karbonatan

Pengamatan satuan batupasir karbonatan terdapat pada lokasi stasiun pengamatan

P11, P12 dan P34 – P37. Sebaran satuan batupasir karbonatan ini menempati

bagian Utara dari daerah pemetaan, dengan luas penyebaran ± 15% dari seluruh

luas daerah pemetaan.

Pengamatan disatuan batuan ini terdapat enam titik pengamatan dilapangan yaitu

berada pada stasiun P11, P12 dan P34 – P37 (lihat peta stasiun pengamtan).

Secara fisik batuan ini memiliki keseragaman yaitu memiliki warna abu – abu

kehitaman, bertekstur klastik ukuran butir dominan very fine sand – clay, sortasi

sedang, bentuk butir menyudut tanggung sampai membulat, struktur perlapisan

dengan nodule berupa batuan karbonat, dengan kondisi yang sudah

terkekarkan (foto 3.3).

3 - 17
Nodule

Foto 3.3. Singkapan batupasir dengan nodule yang ditunjukan oleh garis panah yang terdapat
pada bagian Utara daerah pemetaan, berada pada stasiun pengamatan P12

Pada pengamatan petrografi dilakukan analisa dua sampel yaitu dengan kode P

12A BAS dan P 12B BAS. Kenampakan mikroskopis sayatan P 12A BAS (foto

3.4), memperlihatkan warna colourless kecoklatan, berukuran butir very fine sand

- clay (0,07 – < 0,0039 mm), sayatan ini didominasi oleh ukuran butir sand 80%,

clay 15% dan silt 5%, tekstur butiran/klastik, bentuk menyudut tanggung sampai

membulat, hubungan antar butir long contact – concave convec contact, disusun

oleh mineral kwarsa 62%, mineral lempung 10%, lumpur karbonat 8% dan opak

5%. Berdasarkan persentase ukuran butir, maka nama batuan tersebut adalah

sandstone (Piccard M.D. 1971) (lampiran analisa petrografi).

3 - 17
Paralel Nikol Silang Nikol 0.2 mm
Foto 3.4. Foto sayatan batupasir dengan didominasi oleh ukuran butir pasir sangat halus, berada

pada stasiun pengamatan P 12

Kenampakan mikroskopis sayatan P 12B BAS (foto 3.5), memperlihatkan warna

kecoklatan, berukuran butir very fine sand - clay (0,08 – < 0,0039 mm), tekstur

butiran/klastik, bentuk menyudut sampai membulat, hubungan antar butir long

contact – concave convec contact, dimana sayatan ini didominasi oleh clay 60%,

Silt 25% dan sand 15%. Disusun oleh lumpur karbonat 60%, kwarsa 23%,

mineral lempung 10%, opak 5% dan fosil 2%. Berdasarkan persentase ukuran

butir, maka nama nodule dalam sayatan ini adalah mudstone (R.J Dunham, 1962)

(lampiran analisa petrografi).

fosil fosil

Paralel Nikol Cross Nikol


0.2 mm
Foto 3.5. Foto sayatan nodule (mudstone) pada batupasir dengan didominasi oleh ukuran butir

Sand – clay, terdapatnya fosil foraminifera plankton pada stasiun pengamatan P 12B

3 - 17
Lingkungan pengendapan satuan batupasir karbonatan ini terendapkan pada

lingkungan laut dangkal (neritik) yang diindikasikan adanya kehadiran fosil

plankton pada nodule dari singkapan batupasir karbonatan. Umur batuan ini

adalah Oligosen Akhir (N. R Cameron, Dkk. 1981).

3.2.3. Satuan Batulumpur

Berdasarkan kenampakan lapangan batuan ini memperlihatkan warna lapuk

hitam kecoklatan, tekstur klastik, yang didominasi ukuran butir sand – clay,

sortasi sedang, dengan tingkat kebundaran membulat, struktur batuan tidak dapat

diukur karena kondisi batuan yang sudah terlapukan pada stasiun pengamatan

P23 (foto 3.6).

Foto 3.6. Singkapan batulumpur yang terdapat pada bagian Barat – Timur daerah pemetaan,

berada pada stasiun pengamatan P23

3 - 17
Kenampakan mikroskopis sayatan P 23 BAS (foto 3.7), memperlihatkan warna

colourless kecoklatan, berukuran butir very fine sand - clay (0,08 – < 0,0039 mm),

tekstur klastik, bentuk menyudut tanggung sampai membulat, hubungan antar

butir floting – point contact, dimana sayatan ini didominasi oleh clay 70%, Silt

20% dan sand 10%. Disusun oleh mineral lempung 70%, kwarsa 25% dan opak

5%. Berdasarkan persentase ukuran butir, maka nama batuan dalam sayatan ini

adalah batulempung lanauan atau silty claystone (Piccard M.D. 1971) (lampiran

analisa petrografi).

Paralel Nikol Cross Nikol 0.2 mm

Foto 3.7. Foto sayatan batulumpur dengan didominasi oleh ukuran butir lempung,

berada pada stasiun pengamatan P23

Pengamatan satuan batulumpur terdapat pada lokasi pengamatan P6 – P9, P18,

P19, P21, P23, P25 dan P26. Sebaran satuan batulempung lanauan menempati

bagian Timur dan Barat dari daerah pemetaan, dengan luas penyebaran ± 60%

dari seluruh luas daerah pemetaan ((lampiran peta stasiun pengamatan).

Penentuan umur satuan batuan dilakukan secara tidak langsung karena tidak

terdapat fosil. Jadi penentuan umur satuan batulempung lanauan ini dilakukan

berdasarkan pada kesebandingan ciri litologi yang memperlihatkan kesamaan dari


3 - 17
ciri-ciri fisik batuan dan tempat keterdapatan singkapan batuan dengan peta

geologi lembar Langsa, dimana menurut Cameron et al, 1981, satuan batulumpur

termasuk kedalam satuan formasi Bampo. Berdasarkan hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa satuan batulempung lanauan yang didapat didaerah pemetaan

termasuk kedalam formasi Bampo memiliki umur Oligosen Akhir – Miosen Awal

(data regional menurut Cameron et al, 1983).

3.2.4. Satuan Batulempung Karbonatan

Pengamatan satuan batulempung karbonatan terdapat pada lokasi pengamatan

P16. Sebaran satuan batulempung karbonatan menempati bagian Barat Laut dari

daerah pemetaan, dengan luas penyebaran ± 5% dari seluruh luas daerah

pemetaan.

Pengamatan disatuan batuan ini terdapat satu titik pengamatan dilapangan yaitu

berada pada stasiun P16 (lampiran peta stasiun pengamtan). Secara fisik batuan

ini memiliki warna lapuk abu – abu kecokelatan, bertekstur klastik ukuran butir

dominan clay, sortasi sedang, bentuk butir membulat, struktur masif dengan

nodule berupa batuan karbonat, dengan kondisi yang sudah mengalami

pelapukan (foto 3.8).

3 - 17
Foto 3.8. Singkapan batulempung karbonatan yang terdapat pada bagian Barat laut daerah

pemetaan, berada pada stasiun pengamatan P16

Kenampakan mikroskopis sayatan P 16A BAS (foto 3.9), memperlihatkan warna

abu-abu, berukuran butir silty - clay (0,008 – < 0,0039 mm), tekstur klastik,

bentuk menyudut tanggung sampai membulat, hubungan antar butir floting – point

contact, dimana sayatan ini didominasi oleh clay 80% dan silt 20%. Disusun oleh

mineral lempung 80%, kwarsa 10%, dan opak 10%. Berdasarkan ukuran butir,

maka penamaan batuan ini adalah claystone (Piccard M.D. 1971) (lampiran

analisa petrografi).

3 - 17
Paralel Nikol Cross Nikol 0.2 mm

Foto 3.9. Foto sayatan batulempung dengan didominasi oleh ukuran butir lempung, berada pada

stasiun pengamatan P16

Kenampakan mikroskopis sayatan P 16B BAS (foto 3.10), memperlihatkan warna

abu-abu, berukuran butir sand - clay (1,1 – < 0,0039 mm), tekstur butiran/klastik,

bentuk menyudut sampai membulat, hubungan antar butir long contact – point

contact, dimana sayatan ini didominasi oleh clay 40%, silt 25% dan sand 35%.

Disusun oleh lumpur karbonat 60%, glaukonit 20%, kalsit 10%, kwarsa 7% dan

opak 3%. Berdasarkan ukuran butir, maka nama nodule pada sayatan ini adalah

wackstone (R.J. Dunham, 1962) (lampiran analisa petrografi).

Paralel Nikol Cross Nikol 0.2 mm

Foto 3.10. Foto sayatan nodule (wackstone) pada batulempung, berada pada stasiun pengamatan
P16

3 - 17
Pada sayatan terdapat fosil maka penentuan umur pada litologi berdasarkan analisa

melalui analisa mikro paleontologi diperoleh fosil foraminifera plankton

(Lampiran analisa paleontologi). Berdasarkan kehadiran dari fosil plankton

tersebut maka diketahui umurnya N4 – N8 (lampiran kolom umur) dari satuan

batulempung karbonatan adalah Miosen Bawah - Miosen Tengah (Zonasi Blow,

1969).

3.2.5. Satuan Batupasir

Pengamatan langsung dilapangan, satuan ini berwarna abu – abu kekuningan,

bertekstur klastik, ukuran butir dominan pasir berukuran sangat halus sampai

lempung, sortasi sedang-baik, bentuk butir membulat tanggung sampai membulat,

struktur masif, dengan kondisi sebagian yang sudah mengalami pelapukan.

Foto 3.11. Singkapan batupasir lanauan yang terdapat pada bagian Timur laut daerah pemetaan,

berada pada stasiun pengamatan P33

3 - 17
Kenampakan mikroskopis sayatan P 33 BAS, memperlihatkan warna colourless

kecoklatan, berukuran butir fine sand - clay (0,125 – < 0,0039 mm), tekstur

klastik, bentuk menyudut tanggung sampai membulat, hubungan antar butir

floting – point contact, dimana sayatan ini didominasi oleh sand 50%, silt 20%

dan clay 30%. Disusun oleh kwarsa 50%, lempung 30%, orthoklas 15% dan opak

5%. Berdasarkan ukuran butir, maka penamaan batuan ini adalah clayey sandtone

(M. D Piccard, 1971). (lampiran analisa petrografi).

Paralel Nikol Cross Nikol 0.2 mm

Foto 3.12. Foto sayatan batupasir lumpuran dengan didominasi oleh ukuran butir pasir, berada
pada stasiun pengamatan P33

Penentuan umur satuan batuan dilakukan secara tidak langsung karena tidak

terdapat fosil. Jadi penentuan umur satuan batupasir lumpuran ini dilakukan

berdasarkan pada kesebandingan ciri litologi yang memperlihatkan kesamaan dari

ciri-ciri fisik batuan dan tempat keterdapatan singkapan batuan dengan lembar

Langsa, dimana menurut Cameron et al, 1981, satuan batupasir lumpuran

termasuk kedalam satuan formasi Baong. Berdasarkan hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa satuan batupasir lumpuran yang didapat didaerah pemetaan

termasuk kedalam formasi Bampo memiliki umur Miosen Tengah – Miosen Akhir

(data regional menurut Cameron et al, 1983).


3 - 17

Anda mungkin juga menyukai