Anda di halaman 1dari 9

3.1.

GEOLOGI REGIONAL

Secara regional wilayah PKP2B PT BRAM termasuk ke dalam Peta Geologi


Lembar Palembang yang wilayahnya secara keseluruhan merupakan bagian dari
Cekungan Sumatera Selatan (Sumuyut dan Sarjito, 1989 dan S. Gafoer dkk.,
Puslitbang Geologi, 1986). Proses pengendapan sedimen di cekungan ini
berlangsung pada waktu Tersier, diawali dengan diendapkannya Kelompok
Telisa yang runtunan lithologinya menunjukkan bahwa kelompok ini merupakan
satuan batuan yang terbentuk dalam fase genang laut (transgression).
Sebaliknya, Kelompok Palembang yang merupakan satuan stratigrafi berikutnya
adalah batuan sedimen yang diendapkan pada fase susut laut (regression).
Kelompok Palembang (Palembang Group) ini terdiri dari Fm. Air Benakat, Fm.
Muara Enim, dan Fm. Kasai, dimana Fm. Muara Enim (Palembang Tengah,
Puslitbang Geologi, 1986) diyakini bertindak sebagai formasi pembawa batubara
(coal bearing zone) di wilayah ini.

Batuan yang tersingkap di daerah rencana tambang terdiri dari batuan yang
termasuk dalam Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, Formasi Kasai dan
endapan Resen berupa endapan Aluvial. Sebagian besar daerah rencana
tambang ditutupi oleh Formasi Muara Enim yang merupakan formasi pembawa
batubara.

Hasil penyelidikan terdahulu menunjukkan bahwa kerangka geologi wilayah


PKP2B PT BRAM cukup sederhana dengan morfologi yang relatif datar yaitu
berupa daerah rawa dan dataran banjir Sungai Musi dan Sungai Batanghari
Leko, sedangkan daerah yang relatif agak tinggi membentuk perbukitan.

Daerah yang mengandung batubara adalah Formasi Muara Enim (Tmpm) yang
menutupi sebagian besar daerah rencana tambang, yaitu di bagian tengah dan
sisanya terdiri dari Formasi Air Benakat (Tma), Formasi Kasai (QTk), dan
Endapan Kuarter (Qa) yang menempati sepertiga dari daerah rencana tambang
terutama di bagian selatan.
3.2.1. Stratigrafi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, daerah rencana
penambangan batubara PT BRAM secara regional termasuk ke dalam
wilayah Peta Geologi Lembar Palembang. Lembar Palembang tersebut
sebagian termasuk ke dalam Sub Cekungan Palembang bagian utara
dan sisanya berada dalam Sub Cekungan Jambi. Kedua Sub Cekungan
tersebut merupakan bagian dari Cekungan Sumatera Selatan (South
Sumatra Basin) yang terbentuk pada zaman Tersier.

Daerah Sekayu dan sekitarnya didominasi oleh batuan sedimen yang


berumur Tersier dan Kuarter serta Aluvial Resen yang diendapkan
sepanjang aliran Sungai Musi dan Batanghari Leko. Batuan sedimen
yang terdapat di daerah ini merupakan hasil proses sedimentasi pada
tahap akhir dari siklus transgresi - regresi di Cekungan Sumatera
Selatan pada masa Miosen hingga Pliosen. Batuan sedimen paling
bawah yang tersingkap di daerah ini adalah Formasi Air Benakat (Tma)
yang diendapkan dalam laut dangkal hingga transisi ke arah endapan
paralik. Di atasnya secara berangsur-angsur diendapkan Formasi Muara
Enim (Tmpm) yang mengandung lapisan batubara dengan pelamparan
yang cukup luas. Di atas Formasi Muara Enim secara tidak selaras
diendapkan Formasi Kasai (Qtk) yang bersifat fluviatil dan kaya akan
hasil rombakan endapan vulkanik, dan Endapan Aluvial (Qa) yang
menutupi sebagian Formasi Kasai di beberapa tempat.

Karakteristik dari masing-masing formasi di daerah rencana tambang PT


BRAM dan sekitarnya adalah sebagai berikut:

A. Formasi Air Benakat (Tma)


Formasi ini terdiri dari batulempung masif atau batulempung
berlapis, kadang-kadang napalan, berwarna abu-abu kecoklatan;
batupasir halus, glaukonitan, berwarna abu-abu kehijauan;
batugamping ditemukan di sebagian dari cekungan ini; tufa atau
lapisan batuan tufaan terbentuk di daerah Palembang Selatan
(Shell Mijnbouw, 1978). Tebal formasi ini di diposenter cekungan
adalah 300 hingga 600 meter (Sumuyut dan Sarjito, 1989).
Di daerah rencana tambang formasi ini tersingkap pada aliran anak
Sungai Putih di Keluang dan daerah Tebenan serta Betung. Di
daerah Betung dijumpai singkapan batulempung abu-abu yang kaya
akan bahan organik, berselingan dengan batulanau berwarna
kuning kecoklatan (lapuk). Perselingan ini kaya akan fosil jejak
binatang (trace fossil). Singkapan dari batuan yang sama juga
ditemukan di pinggir jalan perkebunan kelapa sawit sebelah Utara
jalan Tebenan - Betung. Pada bagian atas Formasi Air Benakat ini
berbatasan dengan Anggota M1 dari Formasi Muara Enim, dimana
ditemukan beberapa lapisan batubara.

Formasi Air Benakat diendapkan pada laut dangkal yang secara


berangsur-angsur berubah menjadi Formasi Muara Enim yang
diendapkan di lingkungan paralik. Batas Formasi Air Benakat dan
Formasi Muara Enim dicirikan adanya lapisan batubara dengan
sebaran yang meluas ke seluruh cekungan, yaitu Lapisan Batubara
Kladi.

B. Formasi Muara Enim (Tmpm)


Formasi Muara Enim terdiri dari: batulanau, batulempung,
batulempung berlapis, batupasir, batuan rombakan volkanik
(batupasir tufaan dan tufa) serta batubara. Pada bagian atas
banyak mengandung bahan gunung api (tufaan), sedangkan
pada bagian bawah dari formasi ini dijumpai batuan napalan dan
batupasir glaukonitan. Setempat-setempat ditemukan sisipan
tipis oksida besi (concretions) yang berwarna coklat,
kemerahan, keras. Secara setempat ditemukan pula fosil
Moluska pada batupasir halus. Batubara terdapat sebagai
sisipan dalam Formasi Muara Enim, tampak berwarna hitam
kecoklatan, kusam sampai agak mengkilat, lunak sampai keras
dan getas.

Formasi Muara Enim diendapkan di lingkungan paralik,


ketebalan formasi ini berkisar antara 250 hingga 800 meter dan
berumur Miosen Atas hingga Pliosen (Sarjito, 1989).
Berdasarkan susunan kandungan batubara di daerah ini, Shell
Mijnbouw (1978) membagi Formasi Muara Enim ini menjadi empat
anggota yang berturut-turut dari tua ke muda adalah; Anggota M1,
Anggota M2, Anggota M3 dan Anggota M4 dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
- Anggota M1, terletak selaras di atas Fm. Air Benakat, lithologinya
terdiri dari batupasir, batulanau, batulempung berwarna coklat
hingga abu-abu, serta sedikit batupasir glaukonitan. Dalam
Anggota ini terdapat dua lapisan batubara utama (main coal
seams) yang dikenal sebagai lapisan batubara Kladi dan Merapi.
Di daerah areal rencana penambangan Anggota ini dapat
ditemukan di bagian utara dan selatan sumbu Antiklin Bandar
Jaya dengan lithologi terdiri dari batulempung, batulanau, dan
batupasir galukonitan, serta beberapa lapisan batubara.

- Anggota M2, terletak di atas M1 dengan lithologi berupa


perulangan (alternation) batulempung coklat hingga abu-abu,
batupasir berwarna abu-abu hingga kehijauan dengan ukuran
butir halus hingga sedang (fine to medium grain sized), lapisan
tufaan, konglomerat tufaan, dan batupasir tufaan dengan sisipan
lapisan batubara potensial. Batas bawah Anggota ini adalah
lapisan batubara Petai, pada bagian tengahnya terdapat lapisan
batubara Suban, sedang batas atasnya adalah lapisan batubara
Mangus. Dalam Anggota ini mulai ditemukan lapisan tufaan hasil
aktifitas vulkanik yang dimulai pada saat pengendapan batubara
Petai, di mana tufa tersebut pada saat ini dijumpai sebagai
lapisan pengotor (dirt, parting).

- Anggota M3, terletak selaras di atas M2, terdiri dari perselingan


batulempung abu-abu kecoklatan dengan batupasir di bagian
bawah, perselingan batulanau dan batupasir di bagian tengah,
setempat lapisan tipis batugamping dolomitan, serta lapisan
batubara yang dikenal sebagai lapisan Burung dan satu lapisan
batubara di bawahnya. Bagian atas Anggota ini dibatasi oleh
lapisan batubara Kebon dari Anggota M4. Anggota ini terletak
menjauhi Antiklin Bandar Jaya seperti di daerah Muara Teladan.

- Anggota M4, terletak di atas M3 dengan susunan lithologi berupa


batulempung tufaan biru kehijauan dan batulempung pasiran. Di
bagian tengah secara setempat terdapat lapisan tipis batuapung.

C. Formasi Kasai (Qtk)


Formasi Kasai tersingkap di bagian selatan daerah rencana
tambang mendekati dataran rendah Sungai Musi.

Formasi ini terdiri dari tufa, dengan sisipan batupasir, batupasir


tufaan dan batulempung tufaan. Di beberapa tempat ditemukan
konglomerat dan kayu terkersikkan. Tufa berwarna putih dan
abu-abu sampai kecoklatan, berbutir halus sampai kasar
menyudut sampai membundar tanggung, rapuh sampai cukup
padat, umumnya pejal dan kedudukan hampir mendatar.
Formasi Kasai diduga berumur Plio-Pleistosen merupakan hasil
pengikisan batuan dari Bukit Barisan yang sudah terangkat
dengan lingkungan pengendapan darat.

D. Endapan Alluvium (Qa)


Endapan aluvial menutupi sebagian besar bagian selatan areal
PKP2B dan di dataran limpah banjir aliran Sungai Batanghari
Leko serta Sungai Musi. Endapan aluvial ini terdiri dari kerikil,
pasir, lanau dan lempung yang merupakan hasil rombakan
berbagai batuan yang berasal dari satuan yang lebih tua dan
membentuk dataran.
Gambar 3.3. Kolom stratigrafi regional

3.2.2. Struktur Geologi


Struktur geologi yang berkembang di Lembar ini (Palembang
Quadrangle) umumnya berupa struktur perlipatan (anticline & syncline),
patahan (faults), dan kekar (joints) yang terjadi pada batuan yang
berumur Tersier. Proses perlipatan terjadi pada batuan yang berumur
Oligosen hingga Plio-Plistosen dengan sumbu lipatan umumnya
memiliki arah baratlaut-tenggara. Adapun patahan atau sesar yang
terjadi di Lembar ini terdiri dari sesar turun dan sesar naik (reverse
faults). Sesar turun atau “normal fault” terdapat pada batuan yang
berumur Oligosen hingga Miosen dengan arah relatif baratlaut-tenggara.
Selain itu, fenomena pensesaran umumnya juga berlangsung pada
batuan yang berumur hingga Plio-Plistosen tetapi dengan arah arah
umum utara-selatan dan barat-timur. Umumnya, proses terbentuknya
struktur geologi yang dikemukakan di atas sangat erat kaitannya dengan
aktifitas tektonik yang terjadi di kawasan ini. Aktivitas tektonik pada
zaman Pra Tersier hingga Awal Tersier di wilayah Lembar Palembang
secara eksplisit tidak dapat ditemukan, kecuali indikasi adanya
fenomena di atas berupa jalur Tinggian (high) yang memanjang dari
Palembang hingga ke arah baratlaut. Proses tektonik selanjutnya
diyakini terjadi pada Miosen Tengah yang diindikasikan dengan
terbentuknya sesar-sesar normal dengan arah baratlaut-tenggara
(Nayoan, 1974). Ini mengakibatkan terbentuknya rumpang stratigrafi,
perlipatan, dan pensesaran pada batuan berumur Miosen Tengah
selama proses pengangkatan tersebut terjadi. Meskipun menurut De
Coster (1974), fenomena di atas hanya berlangsung setempat di
Cekungan Sumatra Selatan. Aktivitas tektonik yang terakhir terjadi pada
Plio-Plistosen. Ini dicirikan oleh adanya ketakselarasan lokal akibat
terjadinya proses pengangkatan pada Pliosen Akhir. Bila ditelusuri lebih
mendalam, fenomena di atas di Lembar Palembang hanya berupa
proses regresi atau susut laut. Setelah Fm. Kasai terbentuk, terjadi
aktifitas tektonik yang menghasilkan struktur perlipatan (anticline &
syncline), sesar naik dengan arah umum baratlaut-tenggara yang diikuti
dengan terbentuk sesar-sesar geser (strike slip faults) dengan arah
umumnya timurlaut-baratdaya.
Gambar 3.4. Peta geologi regional

Anda mungkin juga menyukai