Anda di halaman 1dari 10

Stratigraphy and Foraminiferal Biostratigraphy of Sentolo Formation in Sedayu Area:

Local Unconformity Identification in Early Pliocene


Akmaluddin;Muhammad Virgiawan Agustin, and Ma’ruf Kurniawan Adi

Abstrak
Daerah penelitian yang terletak di kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta yang termasuk ke dalam Formasi Sentolo. Area ini menarik untuk diteliti karena
terdapat batas erosi yang menunjukan adanya ketidakselarasan pada Formasi Sentolo. Pada
penelitian ini, dikalkikan pengukuran stratigrafi dan pengambilan sampel dari lapangan, kemudian
sampel ini disiapkan dan dianalisis untuk melihat kandungan dari foraminifera planktik dan bentik.
Hasil dari analisis ini adalah penentuan biozonasi, paleobathimery, dan indentifikasi mengenai
sedimentasi dan ketidakselarasan. Dari data analisis, kita dapat mengetahui bahwa Formasi
Sentolo di kawasan Sedayu terbagi menjadi tiga litofasies, yaitu penebalan batupasir berkapur
keatas – fasies batulanau berkapur, aliran batupasir berkapur – fasies batulanau berkapur, dan
menipisnya fasies batugamping. Berdasarkan dari analisis bio stratigrafi, terbagi menjadi empat
biozonasi, yang dinamakan PL1A, PL1B, PL1C, dan PL2. Zona ini terbentuk pada Awal Pliosen.
Terdapat ketidakselarasan pada batas fasies pada saluran batupasir berkapur – fasies batulanau
berkapur dengan penipisan fasies batugamping, hal ini teridentifikasi oleh adanya batak erosi pada
interbal tersebut dan juga didukung oleh perubahan secara tiba tiba pada paleobatimeri dari
Bathyal Atas sampai Neritik Tengah. Laju sedimentasi yang teridentifikasi pada area ini memiliki
nilai 15.5 m/Ma yang teridentifikasi pada fasies bawah. Dari hasil ektrapolasi umur dan laju
sedimentasi, dapat disimpulkan bahwa ketidakselarasan terbentuk pada 4,46-4,20 Ma, dan
mengikis batuan sedimen setebal 4,03 m.

Pendahuluan pada Akhir Miosen sampai Awal Pliosen.


Formasi Sentolo adalah salah satu zona Sementara menurut Surono (1986), Formasi
Pegunungan Kulon Progo yang biasanya ini berumur Miosen Tengah sampai Miosen
terdapat napal dan batu gamping. Secara Akhir. Di Daerah Sedayu teradpat singkapan
stratigrafi, formasi ini memiliki hubungan dari Formasi Sentolo yang mengandung
dengan Formasi Jonggaran. Menurut batupasir karbonat, napal di bagian atas dan
Rahardjo (1995), Formasi Sentolo terbentuk gamping di bagian bawah yang terpisah oleh
batas erosional. Batas ini mengindikasikan Bemmelen, 1949). Menurut Rahardjo dkk. (
ketidak selarasan (unconformity) pada 1995), daerah penelitian termasuk dalam
Formasi Sentolo yang tidak ditemukan oleh Formasi Sentolo yang diendapkan di atas
peneliti sebelumnya. Formasi Andesit Lama dan bersinggungan
Di kawasan Sedayu, Kabupaten Bantul, dengan Formasi Jonggrangan. Batuan
Yogyakarta, terdapat singkapan batuan penyusun Formasi Sentolo dari bawah ke atas
Formasi Sentolo yang membentuk suksesi terdiri dari aglomerat dan napal, batugamping
stratigrafi kontinu. Singkapan tersebut terdiri sela dan napal tipis terdapat di bagian atas.
dari batupasir karbonat dan napal di bagian Ketebalan Formasi Sentolo berkisar antara
bawah dan batugamping di bagian atas, yang 500–700 meter, terbentuk di lingkungan laut
dibatasi oleh batas erosi. Pertemuan batas dangkal dan memiliki kisaran umur N7 – N21
erosi ini menarik, karena mengindikasikan (Miosen Tengah – Pliosen).
adanya ketidakselarasan pada Formasi
Sentolo yang belum pernah ditemukan pada METODE
penelitian sebelumnya. Bagaimanapun, perlu Metode yang digunakan dalam penelitian ini
ditinjau kembali apakah batas erosi tersebut dimulai dari pengumpulan data lapangan
merupakan ketidakselarasan atau hanya seperti pengukuran stratigrafi dan
merupakan struktur pengendapan akibat pengambilan sampel batuan. Pengumpulan
gerusan. Oleh karena itu, sangat menarik data lapangan membutuhkan peralatan
untuk dilakukan studi biostratigrafi secara termasuk tongkat jacob, palu geologi,
rinci terhadap kandungan fosil pada kantong sampel batuan, HCl, kamera, kolom
singkapan untuk mengetahui ada tidaknya bagian terukur, dan buku catatan lapangan.
ketidakselarasan batas antara batupasir – Pengambilan data pengukuran stratigrafi
napal dengan satuan batu gamping. dengan metode Jacob Stick, menghasilkan
data pengukuran stratigrafi setebal ± 20
GEOLOCAL S ETTING meter, yang dicatat ke dalam kolom ukur
Daerah penelitian secara umum termasuk stratigrafi dengan skala 1: 100 untuk
dalam Zona Pegunungan Kulon Progo yang memperoleh informasi mengenai
memiliki morfologi berupa kubah lonjong karakteristik batuan meliputi warna, tekstur,
dengan ketinggian mencapai 1.022 m yang struktur sedimen, komposisi batuan, benturan
terbentuk akibat proses undulasi (Van / kemiringan lapisan, dan ketebalan batuan.
Pengambilan sampel batuan dilakukan secara mikrofosil dengan berbagai ukuran. Sampel
sistematis dengan interval setiap 1 meter. fosil tersebut kemudian dimasukkan ke
Sampel batuan diambil di atas batuan yang dalam oven agar kering dan siap diamati.
memiliki ukuran butiran halus dan berkapur Dalam preparasi sampel, itu kemudian
dengan menggunakan palu geologi dan diterapkan untuk mengaplikasikan biru metil
disimpan dalam kantong sampel. Kandungan ke filter untuk menghindari pencampuran
karbonat batuan ditunjukkan melalui fosil. Langkah selanjutnya adalah
pelepasan busa pada saat dilakukan uji tetes mengidentifikasi fosil menggunakan
larutan HCl 0,1 M. Pengambilan sampel mikroskop binokuler, dimana identifikasi
secara sistematis dilakukan dengan melihat fosil foraminifera planktonik mengacu pada
keterjangkauan pengambilan sampel, dan Postuma (1971), Bolli & Saunders (1985),
pada batas erosi diambil sampel batuan dan Li dkk. ( 2003), sedangkan identifikasi
secara lebih rinci. foraminifera bentik mengacu pada Jones
Selanjutnya dilakukan tahap pengolahan dan (1994). Dari identifikasi fosil, data yang
analisis data, dimana pada tahap ini disiapkan diperoleh dicatat dalam tabel daftar fosil dan
sampel batuan sehingga dihasilkan sampel bagan distribusi.
saringan fosil. Peralatan yang dibutuhkan di Berdasarkan hasil stratigrafi yang terukur
persiapan sampel ini meliputi H2 HAI2 maka dilakukan analisis untuk menghasilkan
larutan, filter / jaring (mata jaring 16, mata satuan litofasies daerah penelitian.
jaring 32, mata jaring 42, jaring elemen mesh Sedangkan berdasarkan hasil identifikasi
80), biru metil, timbangan, dan oven. Sampel fosil dilakukan analisis biostratigrafi dan
ditimbang untuk mendapatkan sampel paleobathimetri. Penentuan zona
seberat 100 gr, kemudian sampel yang biostratigrafi mengacu pada Blow (1969) dan
ditimbang dibersihkan menggunakan H2 Wade dkk. ( 2011). Kemudian, analisis laju
HAI2 larutan sehingga bersih dari lumpur. sedimentasi dan identifikasi ketidaksesuaian
Selanjutnya dilakukan kembali dilakukan dengan mengintegrasikan data
menggunakan ultrasonik mencuci sehingga biostratigrafi, paleobatimetri dan umur
butiran benar-benar bersih dari lumpur. absolut biodatum. Usia absolut biodatum
Kemudian dilakukan pengayakan akan mengacu pada Wade dkk. ( 2011).
menggunakan filter / mesh pada air yang
mengalir sehingga diperoleh sampel
Struktur sedimen yang berkembang pada
4 HASIL DAN PEMBAHASAN fasies ini hanyalah struktur lapisan dan
4.1 Litofasies lapisan bergradasi normal
Berdasarkan observasi di lapangan,
penelitian areal dapat dibagi menjadi tiga B. Channel batupasir berkapur - facies
fasies, yaitu: batulanau berkapur
Fasies ini berkembang di tengah singkapan di
A. Penebalan batupasir berkapur ke atas - daerah penelitian, memiliki ketebalan sekitar
fasies batulanau berkapur 7,1 m (interval 12–19,1 m). Fasies ini terdiri
Fasies ini berkembang di bagian bawah dari batupasir berkapur yang diselingi dengan
singkapan di daerah penelitian, memiliki batulanau berkapur yang memiliki pasir
ketebalan sekitar 12 m (interval 0-12 m). sedang sampai ukuran pasir kasar. Berbeda
Fasies ini terdiri dari batupasir berkapur dan dengan fasies sebelumnya, batupasir
batulanau berkapur yang berwarna putih berkapur pada fasies ini memiliki struktur
sampai abu-abu dengan pola menebal ke atas. saluran yang masif dan memiliki ketebalan
yang cukup tebal dan menipis ke arah tepi. Zona Globorotalia tumida tumida merupakan
Selain itu, pada fasies ini juga ditemukan zona jangkauan parsial yang setara dengan
struktur sedimen berupa jejak fosil iomorpha. zona PL1 (Wade et al., 2011) dan zona N18
Di bagian atas fasies ini, ditemukan struktur (Blow, 1969). Datum di bagian bawah zona
sedimen cor seruling dan kemudian ini tidak ditemukan, sedangkan bagian atas
diidentifikasi batas erosi di batas atas unit ini. zona ini dibatasi oleh kemunculan pertama
(FO) Sphaerodinella dehischens dalam
C. Penipisan fasies batugamping ke atas sampel SDY005. Penamaan zona ini
Fasies ini berkembang di bagian atas didasarkan pada indeks kandungan fosil yang
singkapan di daerah penelitian memiliki paling mencirikan umur zona ini, yaitu
ketebalan sekitar 3,1 m (interval 19,1–22,2 Globorotalia tumida tumida. Ketebalan zona
m). Batas bawah fasies ini dibatasi oleh batas ini jika dibatasi pada dasar pendataan adalah
erosi. Fasies ini terdiri dari grainstone putih 3,8 m.
sampai coklat dan packstone dengan pola
menipis ke atas. Struktur sedimen yang B. Zona Sphaerodinella dehischens –
berkembang pada fasies ini berupa perlapisan Sphaerodinellopsis kochi (PL1B)
dan perlapisan bergradasi normal. Zona Sphaerodinella dehischens –
Sphaerodinellopsis kochi merupakan zona
4.2 Zonasi biostratigrafi jangkauan konkuren yang ekivalen dengan
Pengamatan fosil foraminifera planktonic di zona tengah PL1 (Wade et al., 2011) dan zona
daerah Sedayu dilakukan di atas 11 batuan N18 (Blow, 1969). Bagian bawah zona ini
sampel. Dari total sampel sebanyak 37 dibatasi oleh kemunculan pertama (FO) dari
spesies foraminifera planktonik Sphaerodinella dehischens dalam sampel
diidentifikasi, dimana distribusi dan SDY005, sedangkan bagian atas zona ini
kelimpahan spesies bisa dilihat pada Tabel 1, dibatasi oleh kemunculan terakhir (LO) dari
maka fosil lempeng dapat dilihat pada Sphaerodinellopsis kochi dalam sampel
Lampiran. Secara umum berdasarkan SDY012. Penamaan zona ini berdasarkan
biostratigraphic indeks fosil yang membatasi bagian atas dan
bawah zona ini. Ketebalan zona ini adalah
A.Globorotalia tumida tumida zone (PL1A) 14,4 m.
pertama (FO) Globorotalia exilis dalam
C. Zona Globorotalia menardii A (PL1C) sampel SDY014. Penemuan lebih dari satu
Zona Globorotalia menardii A adalah zona biodatum dengan usia berbeda dalam sampel
jangkauan konkuren yang setara dengan zona yang sama menunjukkan ketidaksesuaian
PL 1 bagian atas (Wade et al., 2011) dan zona yang membatasi bagian atas zona ini.
N18 bagian atas (Blow, 1969). Bagian bawah Penamaan zona ini didasarkan pada indeks
zona ini dibatasi oleh kemunculan terakhir fosil yang membatasi bagian atas zona ini,
(LO) Sphaerodinellopsis kochi pada sampel yaitu Globorotalia menardii A. Tebal zona ini
SDY012, sedangkan bagian atas zona ini adalah 0,9 m.
dibatasi oleh tiga biodatum, yaitu
kemunculan terakhir (LO) Globorotalia D. Globorotalia crassaformis – Globorotalia
menardii A, kemunculan pertama (FO ) dari exilis zona (PL2) Globorotalia crassaformis –
Globorotalia crassaformis dan kemunculan Zona Globorotalia exilis adalah zona
jangkauan parsial yang setara dengan PL2 Neritik Tengah dalam interval pendek. Hal
zona (Wade et al., 2011) dan zona N19 tersebut menunjukkan ketidaksesuaian pada
(Blow, 1969). Bagian bawah zona ini dibatasi interval itu. Terakhir, di bagian atas (SDY015
oleh first occurrence (FO)/kejadian pertama – SDY018) lingkungan Neritik Tengah
dari Globorotalia crassaformis dan first cenderung tetap dengan sedikit
occurrence (FO) Globorotalia exilis di memperdalam di bagian atas.
sampel SDY 014, sedangkan di atas zona ini
tidak ditemukan biodatum. Penamaan zona 4.4 Biokronologi
ini didasarkan pada kandungan indeks fosil Saat mengacu pada Wade dkk. (2011),
yang membatasi bagian bawah zona ini, yaitu biodatum yang digunakan dalam penelitian
Globorotalia crassaformis dan Globorotalia ini dikenal sebagai umur absolut (??). Dari
exilis. Ketebalan zona ini dibatasi dari atas data umur absolut tersebut laju sedimentasi di
pengumpulan data adalah 3,2 m. wilayah studi dapat dihitung. Selain itu, umur
absolut dapat juga digunakan untuk
4.3 Paleobathimetry mengidentifikasi usia ketidakselarasan
Penentuan paleobathimetri didasarkan pada (Unconformity). Nilai umur absolut dari
isi bentik foraminifera yang ada. Dari total 25 Biodatum yang digunakan dalam penelitian
sampel spesies bentik foraminifera yang ini adalah sebagai berikut (Gambar 5).
diidentifikasi, distribusi dan kelimpahan
spesies dapat dilihat pada Tabel 2, dan fosil 4.5 Tingkat sedimentasi dan Identifikasi
lempeng bisa dilihat di Lampiran. Secara Ketidakselarasan (Unconformity)
umum hasil analisis paleobathimetri (Gambar Berdasarkan analisis laju sedimentasi di
4) menunjukkan bahwa pada bagian bawah daerah Sedayu (Gambar 5), salah satu pola
(sampel SDY001 – SDY011) terbentuk pada laju sedimentasi telah diidentifikasi. Pola
paleobathimetri Batial Atas hingga Batial tersebut memiliki nilai laju sedimentasi 15,5
Tengah. Kemudian mulai menunjukkan zona m / Ma yang terjadi selama pembentukan
dangkal dibagian sampe; SDY012 ke penebalan batupasir berkapur ke atas –
lingkungan Batial Atas. Dalam sampel berkapur fasies batulanau dan saluran fasies
SDY013-SDY014, diidentifikasi celah batupasir berkapur-batulanau berkapur.
paleobathimetri yang lingkungannya tiba- Selanjutnya, Di atas ketidakselarasan
tiba berubah dari awalnya di Batial Atas ke (Unconformity), nilai laju sedimentasi tidak
dapat diidentifikasi karena tidak ada data sehingga usia teratas ketidakselarasan
yang lebih dari satu biodatum. Kemudian dianggap sama dengan Biodatum termuda
berdasarkan hasil analisis biostratigrafi dan yang membatasi ketidakselarasan tersebut,
paleobathimetri dapat diidentifikasi adanya yaitu LO Globorotalia menardii A dengan
ketidakselarasan. Selain itu, umur absolut usia 4,20 Ma. Saat menghitung menggunakan
dari biodatum yang merupakan batas tiap sedimentasi kecepatan di bawahnya (15,5 m /
zonasi bisa digunakan untuk menghitung laju Ma), ketebalan yang terkikis selama
sedimentasi dengan membagi ketebalan ketidakselarasan (4,46–4,20 Ma) adalah
sedimen dengan perbedaan usia tersebut. sekitar 4,03 meter (Gambar 5). Berdasarkan
Sebelum menghitung laju sedimentasi, perlu durasi ketidakselarasan dan ketebalan yang
dilakukan identifikasi ketidakselarasan terkikis yang cenderung tipis, diduga lapisan
terlebih dahulu, karena secara umum ketidakselarasan tersebut bukanlah
ketidakselarasan akan mempengaruhi laju ketidakselarasan regional, tetapi hanya
sedimentasi. Di wilayah studi terdapat ketidakselarasn lokal
indikasi ketidakselarasan, yang berada di
batas antara saluran batupasir-kapur- Table 3: Umur absolute dari Biodatum Pada
berkapur fasies batulanau dengan fasies area penelitian
batugamping yang menipis ke atas (sampel
SDY013 dan SDY014). ketidakselarasan
diidentifikasi dari adanya tiga biodatum
dengan usia relatif yang berbeda dengan
sampel yang sama, sama halnya indikasi
celah paleobathimetrik di Sampel SDY013 –
SDY014. Menggunakan laju sedimentasi di
bawahnya (15,5 m / Ma), ekstrapolasi
dilakukan dan diketahui bahwa usia dari
bawah ketidakselarasan tersebut adalah pada
4,46 Ma. Padahal usia atas ketidakselarasan 5. KESIMPULAN
ini tidak dapat dihitung dengan menggunakan Formasi Sentolo di wilayah serayu terbentuk
ekstrapolasi karena tidak ada data laju dari tiga lithofacies, yaitu thickening upward
sedimentasi di atas lapisan unconformity, calcareous sandstone-calcareous siltstone
facies, channel calcareous sandstone- dari Upper Batial hingga Middle Neritic.
calcareous siltstone facies dan thinning Laju sedimentasi pada daerah ini
upward lime stone facies. Fasies ini berumur teridentifikasi memiliki nilai 15.5 m/Ma pada
Erly Pliocene, dimana biostratigrafi yang ada saat pembentukan facies thickening upward
dapat dibagi menjadi 4 zona biostratigrafi. calcareous sandstone-calcareous siltstone
Yaitu Zona Globorotalia tumida tumida dan facies channel calcareous sandstone-
(PL1A), zona Sphaerodinella dehischens– calcareous siltstone, sementara bagian atas
Sphaerodinellopsis kochi (PL1B), tidak dapat dilakukan perhitungan karena
Globorotalia menardii A (PL1C), dan zona tidak ditemukannya biodatum. Hasil dari
Globorotalia crassaformis–Globorotalia perhitungan umur dan laju sedimentasi
exilis (PL2). menyimpulkan bahwa Unconformity terjadi
Unconformity pada batas antara facies pada tahun 4.46 – 4.20 Ma, dan menyebabkan
calcareous sand stone–calcareous siltstone tererosinya sedimen dengan ketebalan 4.03 m
dengan facies thinning upward limestone Ucapan Trimakasih
telah teridentifikasi. Dalam kenampakannya Penelitian ini didukung oleh hibah penelitian
dilapangan, Unconformity terindentifikasi dari Departemen Teknik geologi UGM.
dari kehadiran batas erosional antara batas Penulis juga mengucapkan trimakasih kepada
dua facies, dimana hal tersebut juga didukung Tim lapangan geologi di wilayah Sedayu (Dr.
oleh paleobathimetry dengan adanya Didit Hadi Barianto dan Berli Sahala
perubahan yang cepat pada paleobathimetry Simorangkir, S.T.)

Anda mungkin juga menyukai