II TINJAUAN PUSTAKA
A. Geologi Regional
Geologi regional daerah penelitian termasuk dalam Geologi Lembar:
Buton Sulawesi Tenggara skala 1:250.000. keadaan umum daerah penelitian
sebagian besar merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 m
sampai 700 m di atas permukaan laut serta mempunyai kemiringan lereng yang
sangat terjal. (N. Sikumbang, P. Sanyoto, R.J.B. Supandjono & S. Gafoer, 1995).
membulat, perbukitan dengan lereng dan puncak yang tajam, dan pegunungan.
Dataran rendah umumnya memiliki ketinggian antara 0-50 meter dari permukaan
laut terdapat di daerah pesisir timur Buton yang dibentuk oleh endapan sungai,
pantai dan rawa. Morfologi karst dapat terlihat dengan jelas yang ditandai dengan
undak-undak batugamping pada pantai purba dan tebing yang terjal. Morfologi ini
mempunyai kemiringan lapisan yang landai antara 50 150.
Topografi perbukitan mendominasi hampir di keseluruhan Pulau Buton,
yang menempati bagian tengah dan selatan, berketinggian antara 100 400 meter
di atas permukaan laut. Perbukitan umumnya berupa perbukitan tajam dan
setempat berupa perbukitan landai. Topografi perbukitan ditempati oleh berbagai
macam batuan sedimen Pra Tersier seperti batugamping (Formasi Tondo, Formasi
Rumu, dan Formasi Tobelo) dan serpih serta batuan ultrabasa yang umumnya
membentuk topografi tajam yang dipotong oleh sungai-sungai yang bermuara ke
laut di sekeliling Pulau Buton.
Perbukitan bergelombang di Pulau Buton umumnya disusun oleh napal dari
Formasi Sampolakosa. Sedangkan perbukitan dengan lereng dan puncak tajam
dibentuk oleh sedimen klastik halus kasar yang berasal dari Formasi Tondo.
2. Stratigrafi
Stratigrafi regional pulau Buton menurut Davidson (1991) dibagi menjadi
empat fase peristiwa tektonik/sedimentologi yaitu sedimentasi Pre-Rift,
sedimentasi Rift-Drift, sedimentasi Syn- and Post-Orogenic, dan sedimentasi
Recent Orogenic .
a. Sedimentasi Pre-Rift
Sedimentasi Pre-Rift mencakup batuan metamorfik Doole berumur
awal Trias, Formasi Winto berumur Trias Tengah, dan Formasi Ogena berumur
Jura Akhir (Davidson, 1991).
Formasi Doole, Stratigrafi Buton dimulai dari batuan paling tua dari
Formasi Doole yang terdiri dari batupasir, batulanau, batusabak dan filit yang
berasal dari erosi batuan granit dan metamorf (Tanjung dkk., 2007). Formasi
Winto berumur Trias berada diatas Formasi Doole yang terdiri dari sedimen
klastik, terutama serpih. Diatas Formasi Winto di endapkan Formasi Ogena
berumur Jura Akhir yang terdiri dari endapan serpih dan karbonat laut dalam.
Serpih dari Formasi Winto dan Ogena mengandung banyak material organik, yang
dapat dijadikan sebagai sumber hidrokarbon.
Formasi Winto, terdiri dari batulempung, serpih, batupasir litik,
konglomerat, dan batugamping mikrit kristalin berukuran halus. Umur dari
Formasi ini diperkirakan mulai dari Trias TengahTrias Akhir (Tanjung dkk.,
2007).
Formasi Ogena, secara stratigrafi batuan Formasi Winto ditutupi oleh
Formasi Ogena. Kontaknya diperkirakan selaras pada sumur Sampolakosa-1S
(Davidson, 1991). Litologinya terdiri dari batugamping kalsilutit berlapis baik dan
interkalasi serpih tipis. Formasi Ogena berumur Jura Awal dan merupakan
endapan laut dalam.
b. Sedimentasi Rift-Drift
Sedimentasi Rift-Drift (Davidson, 1991) mencakup Formasi Rumu
berumur Jura Akhir, Formasi Tobelo berumur Kapur hingga Oligosen, dan
batugamping alas Formasi Tondo berumur Miosen. Karbonat laut dalam
mendominasi sikuen ini. Formasi Tobelo yang berumur Kapur atas terdiri dari
rijang merah yang kadang hadir sebagai sisipan maupun nodul.
Formasi Rumu, di Buton Selatan, diinterpretasikan mengendap tidak
selaras diatas Formasi Ogena (Tanjung dkk., 2007). Formasi ini terdiri dari tiga
litologi yang berbeda, yaitu kalsilutit berwarna merah muda yang mengandung
rijang,
batulempung
abu-abu
pucat
yang
mengandung
belemnites
dan
pada
lingkungan
laut
dalam,
namun
lapisan
kalkarenit
10
tektonikyang terjadi pada saat terjadi kolisi. Batuan ofiolit yang dianalisa
menggunakan Radiometri diperkirakan memiliki rentang umur 7.88 juta tahun
lalu. sampai 2.27 juta tahun lalu (Davidson, 1991).
Gambar 2.
3. Struktur Geologi
Stuktur geologi adalah suatu struktur atau kondisi yang ada di suatu daerah
sebagai akibat terjadinya perubahan-perubahan pada batuan oleh proses tektonik
atau proses lainnya. Dengan terjadinya proses tektonik, maka batuan maupun
kerak bumi akan berubah susunannya dari keadaan semula.
Buton dianggap sebagai suatu pecahan dari benua Australia-New Guinea
sama halnya dengan busur kepulauan Banda lainnya (Gambar 3). Anggapan ini
diperoleh dari adanya kesamaan pada kandungan fosil yang berumur Mesozoik,
11
12
Muna (Hamilton, 1979 op.cit Davidson, 1991). Namun dengan data geologi dan
geofisika terbaru, dipercaya daerah Buton terdiri dari 3 buah lempeng mikro
kontinen yang terdiri dari Pulau Buton, Muna/SE Sulawesi, dan Tukang Besi,
yang terlibat dalam suatu tumbukan ganda.
Sejarah tektonik dan stratigrafi di Pulau Buton kurang lebih sama dengan
busur kepulauan Banda lainnya. Menurut Davidson (1991), Pulau Buton
dipengaruhi oleh 4 peristiwa tektonik (Gambar 4), yaitu:
13
regional.
Tumbukan
Buton-Muna/Sulawesi
Tenggara
tidak
14
sebagainya.
Cangkang-cangkang
dari
organisme
tersebut
15
juga
tergantung
pada
organisme.
Sementara
organisme
laut
16
membutuhkan kondisi laut yang jernih agar sinar matahari dapat masuk tanpa
terganggu.
b. Dangkal
Dangkal disini diartikan sebagai batas sinar matahari dapat masuk ke laut.
Batas ini sering disebut zona fotik yaitu zona yang dapat ditembus oleh matahari
sebagai syarat utama untuk melakukan proses fotosintesis oleh organisme. Batas
kedalaman yang harus diperhatikan adalah carbonate compensation depth
(CCD) yaitu batas kedalaman untuk mineral karbonat terendapkan.
c. Hangat
Organisme karbonat biasanya hidup pada temperatur 36 C. Kondisi
yanghangat ini berhubungan dengan syarat kedalaman yang masib bisa ditembus
oleh sinar matahari.
d. Salinitas
Batuan karbonat memiliki kisaran salinitas antara 22% - 40% namun
terbentuk pada kisaran 25% - 35%. Oleh sebab itu, lingkungan laut merupakan
kondisi dengan salinitas yang relatif tinggi sehingga batuan karbonat dapat
terbentuk dengan baik.
3. Mineral Utama Penyusun Batuan Karbonat
Menurut Milliman (1974), Folk (1974) dan Tucker dan Wright (1990)
mengungkapkan bahwa mineral karbonat yang penting menyusun batuan karbonat
adalah aragonit (CaCO3), kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Selain
mineral utama tersebut beberapa mineral sering pula dijumpai dalam batuan
karbonat yaitu magnesit (Mg CO3), Rhodochrosite (MnCO3) dan siderit (Fe CO3).
Tabel 1. Sifat Petrografis Mineral Pembentuk Batuan Karbonat (Flgel, 1982)
Aragonite
Calcite
calcite)
(Low-Mg MgCalcite
(High-Mg
Calcite)
Dolomite
17
Rumus kimia
Sisitem
Kristal
Trace elemen
yang umum
Mol%
MgCO3
Indeks
refraksi
ganda
Berat jenis
Kekerasan
Knampakan
Kristal
pembentuka
n
CaCO3
Rhombik
CaCO3
CaCO3
Hexagonal (rhombohedral)crystal
<4
CaMg(CO3)2
Trigonal
Fe, Mn, Zn,
Cu
40-50
0,155
0,172
0,177
2,94
3,5-4
Umumnya
dalam
bentuk
acicular
(fibrous)
micrite
Dominan
pada
lingkungan
laut
dangkal
2,72
3
Sering dalam bentuk Micrite,
isometric
(spany sering
calcite) micrite
dalam
bentuk
acicular
(fibrous)
Dominan pada
Dominan
lingkungan laut
pada
dalam, umunya pada lingkungan
lingkungan air tawar laut
dangkal
2,86
3,5-4
Sering dalam
bentuk
isometric
(spany
dolomite)
micrite
Utamanya
pada
lingkungan
laut sangat
dangkal
(transisi)
RUMUS KIMIA
CaCo3
CaCo3
SISTEM KRISTAL
Orthorombik
Heksagonal(rombohedral
18
Dolomit
CuMg(CO3)2
Magnesit
MgCo3
Ankerit
Ca(FeMg)(CO3)2
siderit
FeCo3
)
Heksagonal(rombohedral
)
Heksagonal(rombohedral
)
Heksagonal(rombohedral
)
Heksagonal(rombohedral
)
19
pada kedalaman sekitar 3000 meter dan pada kedalaman sekitar 4200 meter tidak
ditemukan lagi mineral karbonat atau disebut Calcite Compensation depth (CCD).
Terjadinya perbedaan tersebut tidak hanya terjadi oleh karena perbedaan
sinar matahari yang bisa masuk tetapi juga disebabkan oleh temperatur air laut,
kandungan Mg2+, saturasi dari konsentrasi (CO3)2- serta fisiologi biotanya
(Tucker dan Wright, 1990).
20
Inti penyusun biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991).
Ooid memiliki ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran > 2 mm
maka disebut pisoid.
2) Peloid
Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau
meruncing yang tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran
peloid antara 0,1-0,5mm. Kebanyakan peloid ini berasal dari kotoran (faecal
origin) sehingga disebut pellet (Tucker 1991).
3) Agregat dan Intraklas
Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat
yang tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung
akibat material organik. Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen
yang sudah terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan
air lumpurpada daerah pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991).
b. Skeletal Grain
Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang
terdiri dariseluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil
makro. Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam
batugamping (Sam Boggs, 1987). Komponen cangkang pada batugamping juga
merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat sepanjang
waktu geologi (Tucker, 1991).
1) Lumpur Karbonat atau Mikrit
Mikrit merupakan matriks yang biasanya berwarna gelap. Pada
batugamping hadir sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir
kurang dari 4 mikrometer. Pada studi mikroskop elektron menunjukkan bahwa
mikrit tidak homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus
dengan batas antara kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun
21
tidak teratur. Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik
mikrospar yang kasar (Tucker, 1991).
2) Semen
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan
mengisi rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat
berupa kalsit, silika, oksida besi ataupun sulfat.
5. Klasifikasi Batuan Karbonat
Menurut klasifikasi Grabau (1904), batugamping dapat dibagi menjadi 5
macam yaitu:
a. Calcirudite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih besar dari pada
pasir (>2 mm).
b. Calcarenite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir
(1/16-2 mm).
c. Calcilutite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir
(<1/16 mm).
d. Calcipuluerite,
yaitu
batugamping
hasil
presipitasi
kimiawi,
seperti
batugamping kristalin.
e. Batugamping organik, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insit seperti
terumbu dan stromatolite.
Berdasarkan Klasifikasi Folk (1959), Parameter utama yang dipakai pada
klasifikasi ini adalah tekstur deposisi. Folk menyatakan bahwa proses
pengendapan batuan karbonat dapat disebandingkan dengan proses pengendapan
batupasir atau batulempung. Menurut Folk ada 3 macam komponen utama
penyusun batugamping yaitu:
a. Allochem, yaitu material karbonat sebagai hasil presipitasi kimiawi atau
biokimia yang telah mengalami transportasi (intrabasinal), analog dengan
22
butiran pasir atau gravel pada batuan asal daratan. Allochem ada 4 macam
yaitu intraclast, oolite, pellet dan fosil.
b. Microcrystalline calcite ooze (micrite), yaitu material karbonat yang
berdiameter 1-4 mikron, translucent, dan berwarna kecoklatan (dalam sayatan
tipis). Sedangkan dalam hand specimen, micrite bersifat opak dan dull,
berwarna putih, abu-abu, abu-abu kecoklatan atau hitam. Micrite analog
dengan lempung pada batulempung atau matrik lempung pada batupasir.
c. Sparry calcite (sparite), yaitu komponen yang berbentuk butiran atau Kristal
yang berdiameter >/= 4 mikron (4-10 mikron) dan memperlihatkan
kenampakan yang jernih dan mozaik dalam asahan tipis, berfungsi sebagai
pore filling cement.
Dunham (1962), membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur
deposisi batugamping, yaitu tekstur yang terbentuk pada waktu pengendapan
batugamping, meliputi ukuran butir dan susunan butir (sortasi). Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengklasifikasian batugamping
berdasarkan tekstur deposisinya, yaitu:
a. Derajat perubahan tekstur pengendapan
b. Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi
c. Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dan lumpur karbonat
Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham mengklasifikasikan
batugamping menjadi 5 macam, yaitu mudstone, wackestone, packestone,
grainstone, dan boundstone. Sedangkan batugamping yang tidak menunjukkan
tekstur
deposisi
disebut
crystalline
carbonate.
Fabrik
(supportation)
grainsupported (butiran yang satu dengan yang lain saling mendukung) dan
mudsupported (butiran mengambang di dalam matrik lumpur karbonat) digunakan
23
24
e. Indeks energi V
Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang
bergelombang kuat (strongly agitated). Dicirikan oleh kandungan lumpurnya yang
kurang dari 5%. Keadaan fosilnya sebagian besar telah pecah-pecah. Dapat pula
batuan karbonat ini tersusun oleh organisme yang tumbuh dan berkembang
di daerah tersebut, seperti koloni koral, ganggang, stromatoporoid dan lainnya.
Dari beberapa klasifikasi diatas, dalam pembahasan ini menggunakan
klasifikasi Grabau (1904) untuk penamaan sampel di lapangan dan Dunham
(1962) untuk penamaan pada sayatan tipis sampel batuan yang berdasarkan
tekstur pengendapannya, Klasifikasi Pumpley Et Al (1962) untuk mengetahui
kondisi energi ketika fasies batuan karbonat diendapkan, karena pada daerah
penelitian sangat mudah dikenali dengan menggunakan klasifikasi ini.
C. Fasies Batuan Karbonat
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi
memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang ada di bawah,
atas dan di sekelilingnya.
Menurut Hsu dan Reijers (2009) fasies dalam batuan karbonat adalah
suatu kumpulan ciri-ciri yang berhubungan dengan sedimen, paleontologi,
petrografi dan kehadiran kimia, yang merefleksikan keaktifan proses di
lingkungan pengendapan dan diagenetik.
Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana
fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini
25
memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau
dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan
yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya
(Walker dan James, 1992).
Pengertian Fasies menurut beberapa ahli :
Menurut Selley (1985, dalam Rizqi Amelia Melati 2011), fasies sedimen
adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan
batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola
arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan
sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan
pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang
merangkum hasil interpretasi dari berbagai data di atas.
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu
lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi,
geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya.
Fasies menurut Gressly (1938), Tiechert (1958), serta Krumbein dan Sloss
(1963), di artikan sebagai tubuh batuan yang memiliki sifat-sifat spesifik antara
lain warna, perlapisan komposisi, tekstur, fosil dan struktur sedimen, sedangkan
menurut Middleton (1978) dalam Suhendra (2010) fasies adalah kumpulan dari
sifat-sifat dari batuan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan perubahan fasies
antara lain:
26
27
sehingga adanya karbonat hanya tergantung kepada pengisian oleh material yang
berukuran butir sangat halus dan merupakan hasil runtuhan planktonik.
b. Open Shelf Fasies
Open shelf fasies merupakan lingkungan air yang mempunyai kedalaman
dari beberapa puluh meter sampai beberapa ratus meter, umumnya mengandun
goksigen, berkadar garam yang normal dan mempunyai sirkulasi air yang baik.
c. Toe of Slope Karbonat Fasies
Toe of Slope Karbonat Fasies merupakan lingkungan yang berupa lereng
cekungan bagian bawah, dengan material-material endapannya yang berasal dari
daerah-daerah yang dangkal. Kedalaman, kondisi gelombang, dan kandungan
oksigen masih serupa dengan fasies 2.
d. Fore Slope Fasies
Fore Slope Fasies merupakan lingkungan yang umumnya terletak diatas
bagian bawah dari "oxygenation level" sampai diatas batas dasar yang
bergelombang, dengan material endapannya yang berupa hasil rombakan.
e. Organic ( ecologic ) Reef Fasies
Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari
ekologinya bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan
organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada di atas
permukaan dan terjadinya sedimentasi.
f. Sand on Edge of Platform Fasies
Sand on Edge of Platform Fasies merupakan daerah pantai yang dangkal,
daerah
gosong-gosong
pada
daerah
pantai
ataupun
bukit-bukit
pasir.
Kedalamannya antara 5-10 meter sampai diatas permukaan laut, pada lingkungan
ini cukup memperoleh oksigen, akan tetapi jarang dijumpai kehidupan organisme
laut.
g. Open Platform Facies
28
Open Platform Facies terletak pada selat, danau dan teluk dibagian
belakang daerah tepi paparan. Kedalamannya pada umumnya hanya beberapa
puluh meter saja, dengan kadar garam yang bervariasi dan sirkulasi airnya sedang.
h. Restricted Platform Facies
Restricted Platform Facies merupakan endapan sedimen yang halus yang
terjadi pada daerah yang dangkal, pada telaga ataupun danau. Sedimen yang lebih
kasar hanya terjadi secara terbatas yaitu pada daerah kanal ataupun pada daerah
pasang surut. Lingkungan ini terbatas untuk kehidupan organisme, mempunyai
salinitas yang beragam, kondisi reduksi dengan kandungan oksigen, sering
mengalami diagenesa yang kuat.
i. Platform Evaporite Facies
Platform Evaporite Facies merupakan lingkungan supratidal dengan
telaga
pedalaman dari daerah ambang terbatas atau " restricted marine " yang
berkembang kedalam lingkungan evaporite (sabkha, salinitas dan bergaram).
Mempunyai iklim panas dan kering, kadang-kadang terjadi air pasang. Proses
penguapan air laut yang terjadi akan menghasilkan gypsum dan anhidrit.
D. Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat
Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen
beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme
pengendapan tertentu (Gould, 1972). Menurut Krumbein dan Sloss (1963),
lingkungan pengendapan merupakan keseluruhan dari kondisi fisik, kimiadan
biologi pada tempat dimana material sedimen terakumulasi. Jadi, lingkungan
pengendapan merupakan suatu lingkungan tempat terkumpulnya material sedimen
29
yang dipengaruhi oleh aspek fisik, kimia dan biologi yang dapat mempengaruhi
karakteristik sedimen yang dihasilkannya.
Secara umum dikenal 3 lingkungan pengendapan, lingkungan darat,
transisi, dan laut. Beberapa contoh lingkungan darat misalnya endapan sungai dan
endapan danau, ditransport oleh air, juga dikenal dengan endapan gurun dan
glestsyer yang diendapkan oleh angin yang dinamakan eolian. Endapan transisi
merupakan endapan yang terdapat di daerah antara darat dan laut seperti delta,
lagoon, dan litorial. Sedangkan yang termasuk endapan laut adalah endapanendapan neritik, batial, dan abisal.
30
surutterjadi.
Proses sedimentasi terjadi sacara ritmik yang mencerminkan proses
31
mudstone
sementara
slump,
derbis
flow
dan
arus
turbid
32
E. Kerangka Pemikiran
Lingkungan
Pengendapan
Fasies
Litologi
Fosil
Struktur Sedimen
Skripsi
Biostratigraf
i