Gambar 31. Peta Fasies batugamping berdasarkan pengamatan petrografi daerah peneliti
74
Gambar 32. Peta Penyebaran nama Batugamping yang dilakukan analisis secara petrografi Daerah penelitian
75
Gambar 32. Peta Penyebaran nama Batugamping yang dilakukan analisis secara petrografi Daerah penelitian
76
77
78
b
c
1. Tentukan jenis bentang alam yang ada pada daerah sekitar pantai (transisi)
dan kemudian jelaskan secara singkat dan jelaskan pengertian dan proses
pembentukannya yang dihubungkan dengan proses yang bekerja pada
daerah pantai, untuk daerah pantai tentukan pula dimana batasannya?
2. Tentukan jenis pantai berdasarkan Jhonson 1919 dan Spherd 1948.
Jelaskan secara singkat jenis pantai tersebut berdasarkan problem set yang
ada (pisahkan) untuk no 2.
a. Tentukan jenis delta berdasarkan Lobeck 1939 dan Weinmer 1975 pada
delta a, b, c?
b. Jelaskan secara singkat pengertian dan proses pembentukan ketiga
delta tersebut yang dihubungkan dengan proses yang bekerja dari
daratan dan laut (dominan kearah mana)?
c. Tentukan jenis bentukan bentang alam lain selain delta yang dapat
anda amati kemudian jelaskan pengertian dan proses pembentukkannya
dengan singkat dan jelas. Untuk dataran pantai tentukan pula batasnya?
3. Tentukan pula jenis pantai berdasarkan Johnson 1919 dan Spherd 1948 dan
jelaskan secara singkat jenis pantai berdasarkan problem set yang ada
(pisahkan)?
4.
5.
6.
10
7.
8.
9.
10.
10
11
11.
11
12
12
13
13
14
12.
13.
14.
15.
14
15
16.
17.
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
bukit. Berdasarkan distribusi nilai suseptibilitas batuan pada lintasan AB yang dibuat
memotong daerah potensial tersebut, diduga bahwa terdapat tiga lokasi pengendapan
batu besi berjenis hematit dan satu lokasi pengendapan batu besi berjenis hematit yang
memiliki vein-vein magnetit.
Kata Kunci: Bukit Munung, bijih besi, metode magnetik
1. Pendahuluan
Metode geofisika merupakan salah satu metode yang cukup ampuh untuk
memetakan sumber daya alam di bawah bumi. Beberapa metode geofisika yang
banyak digunakan untuk memetakan sumber daya alam diantaranya metode
geolistrik sebagaimana dilakukan oleh Guerin dan Benderitter (1995), metode
seismik sebagaimana dilakukan oleh Chen et.al (2004), metode gaya berat
sebagaimana dilakukan oleh William (1960), metode self potensial (SP)
sebagaimana dilakukan oleh Corwin (1990), dan metode magnetik sebagaimana
yang dilakukan oleh Sharma (1987).
Pada penelitian ini akan digunakan metode magnetik untuk memetakan
potensi bijih besi di bawah permukaan. Daerah penelitian adalah di kawasan Bukit
Munung yang terletak di Desa Sukabangun Kecamatan Sungai Betung Kabupaten
Bengkayang tepatnya berada di sekitar titik koordinat 00o 51 22,8 LU dan 109o
20 16,2 BT. Lokasi ini dipilih karena secara pengamatan langsung di lapangan
terdapat beberapa singkapan berupa batuan besi berwarna hitam kemerahan yang
diduga sebagai hematit.
21
22
Kalimantan Barat
22
23
kerangkageologidaerah penyelidikan
24
dengan 0 adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa, tidak berdimensi dan
berharga satu.
Kuat medan magnet (H) pada suatu titik yang berjarak r dari m 1 didefinisikan
sebagai gaya perstuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai (Telford,dkk.,
1979):
Bila dua buah kutub magnet yang berlawanan mempunyai kuat kutub magnet
+p dan p, keduanya terletak dalam jarak l, maka momen magnetik M dapat
ditulis sebagai (Telford,dkk., 1979):
positif.
Benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan dari sejumlah momenmomen magnetik. Bila benda magnetik tersebut diletakkan dalam medan luar,
benda tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Oleh karena itu, intensitas
kemagnetan I adalah tingkat kemampuan menyearahnya momen-momen magnetik
dalam medan magnet luar, atau didefinisikan sebagai momen magnet persatuan
volume
(Burger, dkk, 2006) :
I =M /V
(4)
24
25
I = kH
(5)
(6)
Medan magnet totalnya disebut dengan induksi magnet B dan dituliskan sebagai
(Telford,dkk., 1979) :
B =mrH
(7)
dengan mr = 1+4pk dan disebut sebagai permeabilitas relatif dari suatu benda
magnetik. Satuan B dalam emu adalah gauss, sedangkan dalam geofisika
eksplorasi dipakai satuan gamma (g) dengan 1 g = 10-5 gauss = 1 nT.
Pada metode geomagnet variasi medan magnetik yang terukur di permukaan
merupakan target dari survey magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali
magnetik berkisar ratusan sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga yang
lebih besar dari 100.000 nT yang berupa endapan magnetik. Secara garis besar
anomali ini disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnet induksi.
Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar pada magnetisasi batuan
yaitu pada besar dan arah medan magnetnya serta sangat rumit diamati karena
berkaitan dengan peristiwa kemagnetan yang dialami sebelumnya. Sisa
kemagnetan ini disebut dengan Normal Residual Magnetism yang merupakan
akibat dari magnetisasi medan utama.
25
26
(8)
dengan :
H
T
H
M
H
A
Bila besar HA<<HT dan arah HA hampir sama dengan arah HT maka anomali magnetik
totalnya adalah
(Telford,dkk., 1979):
medan anomali (FA), medan utama (FM) dan medan magnet total (F T) (Robinson
dan Coruh, 1988).
26
27
3. Metodologi
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan: studi pustaka, pemodelan
sintesis, akuisisi data, pengolahan data dan interpretasi. Studi pustaka meliputi
studi geologi daerah penelitian baik secara regional maupun lokal. Pemodelan
sintetik dilakukan untuk mengestimasi respon anomali magnetik di daerah
penelitian dengan mengadopsi besaran-besaran yang diketahui dari studi pustaka.
Respon anomali benda magnetik perlu dimodelkan karena respon anomali ini
tidak hanya bergantung pada batuan bawah permukaan saja tetapi dipengaruhi
oleh deklinasi, inklinasi dan intensitas magnetik suatu daerah.
Rangkaian penelitian digambarkan pada Gambar 4 di bawah ini. Proses
akuisisi data menggunakan 2 magnetometer, satu berperan sebagai base yang
berfungsi sebagai pengukur variasi harian medan total magnet di base station.
sementara satu alat lagi berperan sebagai roover magnetometer yang berfungsi
untuk mengukur total medan magnet di setiap station pengukuran. Medan
magnetik observasi (Tobs) diukur pada setiap stasiunyang tersebar di area
penelitian. Medan magnet IGRF adalah nilai refferensi medan magnet di suatu
tempat. Medan magnet IGRF merupakan nilai kuat medan magnetik ideal di suatu
tempat di permukaan bumi tanpa adanyapengaruh anomali magnetik batuan.
Variasi medan magnet harian disebut koreksi harian (diurnal correction) diukur di
base station. Secara umum anomali magnetik suatu tempat dapat dirumuskan
27
28
posisi lintasan AB
Gambar 7. Interpretasi penampang vertikal pada lintasan AB
28
29
29
Dari Gambar 7. dapat diinterpretasikan bahwa terdapat empat buah batu besi
yang berada di sepanjang lintasan AB. Batu besi pertama berbentuk border
memiliki nilai suseptibilitas 0.22 SI berada pada posisi 64 m hingga 97 m dari
posisi awal lintasan (titik A) dan kedalaman
pengamatan
geologi
dan
pemetaan
distribusi
medan
magnet
Daftra Pustaka
Burger, H.R.,Sheehan, Anne F., Jones, Craig H., 2006, Introduction to Apllied
Geophysiscs, W.W. Norton & Company, New York
Corwin, R.F., 1990, The self-potential method for environmental and engineering
applications, in Ward, S.W.,Geotechnical and environmental geophysics, v.I:
p. 127-145.
Chen, G., Liang, G., Xu, D., Zeng, Q., Fu, S., Wei, X., He, Z., and Fu, G.,
Application of a shallow seismic reflection method to the exploration of a
gold deposit, J. Geophys. Eng. 1 (2004) 1216, DOI: 10.1088/17422132/1/1/002
Guerin, Roger, and Benderitter, Yves, 1995, Shallow karst exploration using MTVLF and DC resistivity methods: Geophysical Prospecting, v. 43, no. 5, p.
635-654.
Hinze, William J., Application of the gravity method to iron ore exploration,
Economic Geology,May 1960, v. 55, p. 465-484
Moss, Steve J., Carter, A., Baker, S., And Hurford, A.J., (1998), A Late
Oligocene Tectono-Volcanic Event In East Kalimantan
And The
Implications For Tectonics And Sedimentation In Borneo, Journal Of The
Geological Society,155, 177192.
Robinson, E.S. dan C. Coruh. 1988. Basic Exploration Geophysics. J. Willey &
Sons, New York
Sharma, P.V., Magnetic method applied to mineral exploration, Ore Geology
Reviews, Volume 2, Issue 4, August 1987, Pages 323-357, ISSN 0169-1368
Suwarna N., Sutrisno, de Keyser F., Langford R.P., Trail D.S. (1993), Peta
Geologi lembar
Singkawang, Kalimantan, 1:250 000
Telford, W.N., Geldard, L.P., Sherrif, R.E., and Keys, D.A., 1979, Applied
Geophysics, Cambridge University Press, Cambridge, London,Newyork,
Melbourne.
METODE GEOFISIKA
(Aplikasi Metoda Magnetik Untuk Eksplorasi Bijih Besi
Di Bukit Munung Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat)
Musfira
F1B2 13 057
Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu
Oleo Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu, Jl. H.E.A. Mokodompit, Kendari
(93232), Website: www.unhalu.ac.id
Abstrak
Eksplorasi bijih besi telah dilakukan di Bukit Munung Desa Sukabangun
Kecamatan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi sebaran bijih besi di Bukit Munung baik secara lateral maupun vertikal.
Penelitian ini menggunakan metode magnetik yang memanfaatkan parameter
suseptibilitas batuan untuk menginterpretasikan struktur bawah bumi. Pengolahan data
dilakukan dengan metode inversi untuk mendapatkan beberapa parameter fisis struktur
bawah permukaan daerah yang ditinjau. Hasil pengamatan geologi dan pemetaan
distribusi medan magnet menunjukkan potensi bijih besi berada di sebelah barat laut
bukit. Berdasarkan distribusi nilai suseptibilitas batuan pada lintasan AB yang dibuat
memotong daerah potensial tersebut, diduga bahwa terdapat tiga lokasi pengendapan
batu besi berjenis hematit dan satu lokasi pengendapan batu besi berjenis hematit yang
memiliki vein-vein magnetit.
Kata Kunci: Bukit Munung, bijih besi, metode magnetik
1. Pendahuluan
Metode geofisika merupakan salah satu metode yang cukup ampuh untuk
memetakan sumber daya alam di bawah bumi. Beberapa metode geofisika yang
banyak digunakan untuk memetakan sumber daya alam diantaranya metode
geolistrik sebagaimana dilakukan oleh Guerin dan Benderitter (1995), metode
seismik sebagaimana dilakukan oleh Chen et.al (2004), metode gaya berat
sebagaimana dilakukan oleh William (1960), metode self potensial (SP)
sebagaimana dilakukan oleh Corwin (1990), dan metode magnetik sebagaimana
yang dilakukan oleh Sharma (1987).
Pada penelitian ini akan digunakan metode magnetik untuk memetakan potensi
bijih besi di bawah permukaan. Daerah penelitian adalah di kawasan Bukit
Munung yang terletak di Desa Sukabangun Kecamatan Sungai Betung Kabupaten
Bengkayang tepatnya berada di sekitar titik koordinat 00 o 51 22,8 LU dan 109o
20 16,2 BT. Lokasi ini dipilih karena secara pengamatan langsung di lapangan
terdapat beberapa singkapan berupa batuan besi berwarna hitam kemerahan yang
diduga sebagai hematit.
Kalimantan Barat
Kawasan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang didominasi oleh satuan batuan dari
formasi Sungai Betung dan formasi Banan yang merupakan sedimen yang terbentuk pada
jura awal hingga trias akhir (Steve, dkk, 1998). Mineralisasi bijih besi di lokasi ini tersingkap
di batas antara kedua formasi tersebut. Mineralisasi bijih besi di lokasi ini diduga terbentuk
pada kapur awal bersamaan dengan pembentukan batuan Gunung Api Raya. Struktur patahan
atau sesar di daerah ini tidak ada yang berdimensi besar. Patahan-patahan yang ada hanya
beberapa patahan kecil yang bersifat lokal, terutama dijumpai di daerah-derah dengan
topografi yang tinggi dan terjal.
2. Metode Geomagnet
Metode geomagnetik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk
survei pendahuluan pada eksplorasi minyak bumi, panas bumi, batuan mineral, maupun untuk
keperluan pemantauan (monitoring) gunung berapi. Dasar dari metode magnetik adalah gaya
coulomb antara dua kutub magnetik m1 dan m2 (emu) yang berjarak r (cm) dalam bentuk
(Telford,dkk., 1979):
dengan 0 adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa, tidak berdimensi dan berharga
satu.
Kuat medan magnet (H) pada suatu titik yang berjarak r dari m 1 didefinisikan sebagai
gaya perstuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai (Telford,dkk., 1979):
Bila dua buah kutub magnet yang berlawanan mempunyai kuat kutub magnet +p dan p,
keduanya terletak dalam jarak l, maka momen magnetik M dapat ditulis sebagai
(Telford,dkk., 1979):
dengan M adalah vektor dalam arah unit vektor r 1 dari kutub negatif ke kutub positif.
Benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan dari sejumlah momen-momen
magnetik. Bila benda magnetik tersebut diletakkan dalam medan luar, benda tersebut menjadi
termagnetisasi karena induksi. Oleh karena itu, intensitas kemagnetan I adalah tingkat
kemampuan menyearahnya momen-momen magnetik dalam medan magnet luar, atau
didefinisikan sebagai momen magnet persatuan volume
(Burger, dkk, 2006) :
I =M /V
(4)
Tingkat suatu benda magnetik untuk mampu dimagnetisasi ditentukan oleh suseptibilitas
kemagnetan atau k, yang dituliskan sebagai (Burger, dkk, 2006) :
I = kH
(5)
Besaran yang tidak berdimensi ini merupakan parameter dasar yang dipergunakan dalam
metode magnetik. Harga k pada batuan semakin besar apabila dalam batuan tersebut semakin
banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat magnetik.
Bila benda magnetik diletakkan dalam medan magent luar H, kutub-kutub internalnya
akan menyearahkan diri dengan H dan terbentuk suatu medan magnet baru yang besarnya
adalah (Telford,dkk., 1979):
H ' =4 pkH
(6)
Medan magnet totalnya disebut dengan induksi magnet B dan dituliskan sebagai
(Telford,dkk., 1979) :
B =mrH
(7)
dengan mr = 1+4pk dan disebut sebagai permeabilitas relatif dari suatu benda magnetik.
Satuan B dalam emu adalah gauss, sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan
gamma (g) dengan 1 g = 10-5 gauss = 1 nT.
Pada metode geomagnet variasi medan magnetik yang terukur di permukaan merupakan
target dari survey magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali magnetik berkisar ratusan
sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga yang lebih besar dari 100.000 nT yang
berupa endapan magnetik. Secara garis besar anomali ini disebabkan oleh medan magnetik
remanen dan medan magnet induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar
pada magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetnya serta sangat rumit
diamati karena berkaitan dengan peristiwa kemagnetan yang dialami sebelumnya. Sisa
kemagnetan ini disebut dengan Normal Residual Magnetism yang merupakan akibat dari
magnetisasi medan utama.
Anomali yang diperoleh dari survey merupakan hasil gabungan dari keduanya. Bila arah
medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya
bertambah besar, demikian pula sebaliknya. Dalam survey magnetik, efek medan remanen
akan diabaikan apabila anomali medan magnet kurang dari 25% medan magnet utama bumi.
Adanya anomali magnetik menyebabkan perubahan dalam medan magnet total bumi dan
dapat dituliskan sebagai
(Telford,dkk., 1979) :
HT =HM+ HA
(8)
dengan :
H
T
H
M
H
A
Bila besar
H
A
H
A
H
T
adalah
(Telford,dkk., 1979):
AA
FF
mm
FF
TT
FF
Gambar
Vektor
3
..
yang menggambarkan
Gambar 3. Vektor yang menggambarkan
medan anomali (FA), medan utama (FM) dan medan magnet total (FT) (Robinson dan Coruh,
1988)
4. Metodologi
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan: studi pustaka, pemodelan sintesis,
akuisisi data, pengolahan data dan interpretasi. Studi pustaka meliputi studi geologi daerah
penelitian baik secara regional maupun lokal. Pemodelan sintetik dilakukan untuk
mengestimasi respon anomali magnetik di daerah penelitian dengan mengadopsi besaranbesaran yang diketahui dari studi pustaka. Respon anomali benda magnetik perlu dimodelkan
karena respon anomali ini tidak hanya bergantung pada batuan bawah permukaan saja tetapi
dipengaruhi oleh deklinasi, inklinasi dan intensitas magnetik suatu daerah.
Rangkaian penelitian digambarkan pada Gambar 4 di bawah ini. Proses akuisisi data
menggunakan 2 magnetometer, satu berperan sebagai base yang berfungsi sebagai pengukur
variasi harian medan total magnet di base station. sementara satu alat lagi berperan sebagai
roover magnetometer yang berfungsi untuk mengukur total medan magnet di setiap station
pengukuran. Medan magnetik observasi (Tobs) diukur pada setiap stasiunyang tersebar di
area penelitian. Medan magnet IGRF adalah nilai refferensi medan magnet di suatu tempat.
Medan magnet IGRF merupakan nilai kuat medan magnetik ideal di suatu tempat di
permukaan bumi tanpa adanyapengaruh anomali magnetik batuan. Variasi medan magnet
harian disebut koreksi harian (diurnal correction) diukur di base station. Secara umum
anomali magnetik suatu tempat dapat dirumuskan sebagai :
:
Start
Akusisi Data
Base Stasion
Koreksi Diurnal
Koreksi IGRF
Anomali Medan
Studi Literatur
Hasil dan
Kesimpulan
Seles ai
Gambar 5. Bijih besi (iron ore) yang diduga sebagai hematit di lembah bukit Munung
Singkapan yang ditemukan di daerah penelitian menunjukkan sifat sebagai bijih besi
dengan kemagnetan kuat (Gambar 5). Dari hasil pengamatan lapangan, ukuran dari bijih yang
ada di daerah Bukit Munung dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu: Sebagai bolder yang
terlepas dan singkapan di lerenglereng bukit. Hasil pemetaan secara mapping daerah
penelitian menghasilkan distribusi intensitas medan magnet yang telah dikoreksi
sebagaimana ditampilkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Distribusi intensitas medan magnet dalam koordinat UTM 49 N dan posisi lintasan AB
Dari Gambar 7. dapat diinterpretasikan bahwa terdapat empat buah batu besi yang berada
di sepanjang lintasan AB. Batu besi pertama berbentuk border memiliki nilai suseptibilitas
0.22 SI berada pada posisi 64 m hingga 97 m dari posisi awal lintasan (titik A) dan
kedalaman 6.13 m hingga 75.78 m dari permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka
dapat diduga bahwa pada batuan tersebut berjenis hematit yang memiliki vein-vein magnetit.
Batu besi yang kedua berbentuk border memiliki nilai suseptibilitas 0.12 SI berada pada
posisi 41 m hingga 53 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman 7.46 m hingga 30.46 m
dari permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka dapat diduga bahwa batuan
tersebut berjenis hematit.
Batu besi ketiga menyerupai vein memiliki nilai suseptibilitas 0.15 SI berada pada posisi
165 m hingga 248 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman 8.99 m hingga 58 m dari
permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka dapat diduga bahwa batuan tersebut
berjenis hematit.
Batu besi keempat berbentuk border memiliki nilai suseptibilitas 0.01 SI berada pada
posisi 13 m hingga 25 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman 14m hingga 35 m dari
permukaan.
Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka dapat diduga bahwa batuan tersebut berjenis
hematit.
6. Kesimpulan
Hasil pengamatan geologi dan pemetaan distribusi medan magnet menunjukkan
keberadaan potensi bijih besi di sebelah barat laut bukit.
Berdasarkan distribusi nilai suseptibilitas batuan di daerah potensial tersebut diduga terdapat
tiga lokasi pengendapan batu besi berjenis hematit dan satu lokasi pengendapan batu besi
berjenis hematit yang memiliki vein-vein magnetit.
Daftar Pustaka
Burger, H.R.,Sheehan, Anne F., Jones, Craig H., 2006, Introduction to Apllied Geophysiscs,
W.W. Norton & Company, New York
Corwin, R.F., 1990, The self-potential method for environmental and engineering
applications, in Ward, S.W.,Geotechnical and environmental geophysics, v.I: p. 127-145.
Chen, G., Liang, G., Xu, D., Zeng, Q., Fu, S., Wei, X., He, Z., and Fu, G., Application of a
shallow seismic reflection method to the exploration of a gold deposit, J. Geophys. Eng.
1 (2004) 1216, DOI: 10.1088/1742-2132/1/1/002
Guerin, Roger, and Benderitter, Yves, 1995, Shallow karst exploration using MT-VLF and DC
resistivity methods: Geophysical Prospecting, v. 43, no. 5, p. 635-654.
Hinze, William J., Application of the gravity method to iron ore exploration, Economic
Geology,May 1960, v. 55, p. 465-484
Moss, Steve J., Carter, A., Baker, S., And Hurford, A.J., (1998), A Late Oligocene
Tectono-Volcanic Event In East Kalimantan And The Implications For Tectonics
And Sedimentation In Borneo, Journal Of The Geological Society,155, 177192.
Robinson, E.S. dan C. Coruh. 1988. Basic Exploration Geophysics. J. Willey & Sons, New
York
Sharma, P.V., Magnetic method applied to mineral exploration, Ore Geology Reviews,
Volume 2, Issue 4, August 1987, Pages 323-357, ISSN 0169-1368
Suwarna N., Sutrisno, de Keyser F., Langford R.P., Trail D.S. (1993), Peta Geologi
lembar Singkawang, Kalimantan, 1:250 000
Telford, W.N., Geldard, L.P., Sherrif, R.E., and Keys, D.A., 1979, Applied Geophysics,
Cambridge University Press, Cambridge, London,Newyork, Melbourne.
Liquefaction atau Likuifaksi adalah fenomena di mana kekuatan dan kekakuan tanah
berkurang dikarenakan gempa atau pergerakan tanah lainnya. Hal ini merupakan suatu proses
atau kejadian berubahnya sifat tanah dari keadaan padat menjadi keadaan cair, yang
disebabkan oleh beban siklik pada waktu terjadi gempa sehingga tekanan air pori
(porewater) meningkat mendekati atau melampaui tegangan vertikal. Likuifaksi telah
bertanggung jawab atas sejumlah besar kerusakan dalam sejarah gempa bumi di seluruh
dunia.
Likuifaksi adalah proses berkurangnya kekuatan geser tanah akibat beban seismik
ketika terjadi gempa bumi. Menurut Towhata (2008) likuifaksi terjadi pada tanah yang
berpasir lepas (tidak padat) dan jenuh air. Seiring naiknya tekanan air yang diakibatkan oleh
guncangan gempa, maka tegangan efektif () menjadi berkurang. Kondisi ini dapat
dinyatakan sebagai berikut:
'= u
dengan,
= tegangan efektif,
= tegangan total (berat permukaan tanah)
lapisan tanah yang berpotensi likuifaksi dan (2) menganalisis penurunan lapisan tanah akibat
likuifaksi. Sejumlah data kondisi geologi dan geoteknik bawah permukaan diperoleh melalui
kegiatan pemboran di 3 (tiga) titik, uji CPT/CPTU di 18 titik, dan survei geolistrik di kota
Padang dan sekitarnya. Analisis potensi penurunan tanah akibat likuifaksi dilakukan dengan
menggunakan metode Ishihara dan Yosemine (1990). Hasil pemboran teknik sedalam 30
meter menunjukkan bahwa kondisi geologi permukaan disusun oleh endapan pematang
pantai berupa pasir dengan konsistensi padat hingga lepas, dengan ketidakmenerusan
endapan rawa berupa lanau lempungan dengan konsistensi lunak. Sebaran endapan pematang
pantai lebih dominan di bagian utara dibandingkan dengan di bagian selatan. Berdasarkan
pola sebarannya, sumber endapan pantai diperkirakan berasal dari arah Utara. Kedalaman
muka airtanah relatif dangkal dengan kisaran 1,5 meter hingga 2,0 meter. Hasil analisis
potensi likuifaksi mengindikasikan bahwa kota Padang dan sekitarnya akan mengalami
penurunan lapisan tanah akibat likuifaksi berkisar 0,1 m 0,35 m. Hal ini mengindikasikan
bahwa lapisan pematang pantai di daerah Padang cukup sensitif terhadap likuifaksi dan
penurunan akibat gempa. Potensi penurunan yang tinggi cenderung akan terjadi di daerah
pesisir di bagian Utara dari kota Padang. Fenomena ini kemungkinan besar terasosiasi dengan
sebaran pasir pematang pantai di daerah Utara yang lebih banyak, lebih merata dan lebih
tebal. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka potensi likuifaksi yang diikuti oleh penurunan
lapisan tanah di daerah Padang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan wilayah
untuk mendukung upaya pencegahan bencana gempabumi dan tsunami.
1. Lima jenis batuan karbonat berdasarkan :
a. Dunham
1). Batuan mudstone
Deskripsi batuan karbonat yaitu:
- Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
- tekstur
:
- mud
: berupa lumpur karbonat >10 %
- grain
: -non skeletal: mineral lempung
- skeletal : fosil < 10% matriks
- nama batuan : batuan karbonat mudstone
Genesa : Butiran kurang dari 10% dari seluruh batuan maka disebut
mudstone. Mudstone terdapat dalam lingkungan carbonate platform dan
cekungan. Calcareous mudstone berasal dari hancurnya calcareous alga
hijau, pemisahan partikel-partikel skelatal besar, dan kemungkinan
penyerapan inorganik dari air laut. Mudstone pada lingkungan cekungan dan
slope berasal dari winnowed platform muds (periplatform ooze) atau berasal
dari cangkang-cangkang nannoplankton coccoliths (nannofosil ooze).
Mudstone berakumulasi pada lingkungan energi rendah
2) batuan karbonat wackestone
- jenis batuan : batuan sedimen karbonat
- tekstur
:
- mud
: berupa lumpur karbonat >10%
- Grain
: - non skeletal : mineral lempung
- skeletal : fosil > 10 % tetapi tidak saling
bersingungan dalam matriks
- nama batuan : wackstone
Genesa : Wackestone diendapkan pada lingkungan energi transisi
dimana arus tidak dapat memindahkan seluruh lumpur dari area
tersebut dan tidak dapat memisahkannya dari butiran pasir. Area
tersebut juga merupakan lingkungan energi rendah seperti pada
mudstone hanya saja lebih dekat pada tempat dimana butiran-butiran
pasir diendapkan, atau persentasi butiran-butiran pasir lebih tinggi
diproduksi pada tempat pengendapan tersebut. batuan dengan jenis
batuan karbonat Wackstone merupakan jenis batuan karbonat yang
memiliki bentuk yang sama dengan batuan karbonat Mudstone namun
dalam proses pembentukannya batuan jenis ini memiliki unsur
kandungan fosil atau butirannya ada namun tidak dominan disebabkan
oleh arus yang membentuk jenis batuan ini sangat rendah dan
terbentuk pada lngkungan shelf slope marine.
3) batuan karbonat Packstone
- jenis batuan : batuan sedimen karbonat
- tekstir
:
- mud
: < 10%
- grain
: - non skeletal
: mineral lempung, kalsit dolomit
- skeletal : fosil >10% dan saling bersingungan
dalam matriks
- nama batuan : Packstone
Genesa : packstone diendapkan pada lingkungan energi transisi
dimana arus tidak dapat memindahkan seluruh lumpur dari area
tersebut dan tidak dapat memisahkannya dari butiran pasir. Area
tersebut juga merupakan lingkungan energi rendah seperti pada
mudstone hanya saja lebih dekat pada tempat dimana butiran-butiran
pasir diendapkan, atau persentasi butiran-butiran pasir lebih tinggi
diproduksi pada tempat pengendapan tersebut..batuan ini terbentuk
karena adanya pengaruh aktivitas arus yang sedang sehingga
memungkinkan material pembentuk batuanya di dominasi oleh butiran
namun dalam pembentukan batuan tersebut masih terdapat komponen
matriks (mikrit) yang mengikat butira-butiran tersebut.
4) batuan karbonat grainstone
- jenis batuan : batuan sedimen karbonat
- tekstur
:
-Mud
:- Grain
: - Non skeleta : kalsit, dolomit, aragonit
kalsit. Lapisan ini mengendap sebagai lumpur laut dalam dan gampingnya terpisah
ketika batuan mengeras. Batuan sedimen yang terbentuk karena adanya akumulasi
zat-zat organik dimana memiliki partikel butiran kapur dan butirannya bundar
serta agak halus. Terbentuknya sebagsi hasil sedimentasi mekanik. Batuan ini
memiliki komponen yang berupa sebagai matrik atau butiran halus.
4) oomikrit
Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur
:
a. Sparit : 20%
b. Mikrit :25%
c. allochem:ooid 35%, intraklas 20%
nama batuan: oomikrit
genesa: batuan ini terbentuk Batuan sedimen kimiawi yang terbentuk dari butiran
kalsit. Lapisan ini mengendap sebagai lumpur laut dalam dan gampingnya terpisah
ketika batuan mengeras. Batuan sedimen yang terbentuk karena adanya akumulasi
zat-zat organik dimana memiliki partikel butiran kapur dan butirannya bundar
serta agak halus. Terbentuknya sebagsi hasil sedimentasi mekanik. Batuan ini
memiliki komponen yang berupa sebagai semen yang menyusun batuannya.
5) biosparit
Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur
:
a. Sparit : 25%
b. Mikrit :20%
c. allochem: ooid 20%, intraklas 20%, fosil 10%, pellet 5%
nama batuan: biosparit
genesa : batuan ini terbentuk akibat adanya aktivitas organisme
yang menyusun batuannya. Dalam proses pengendapan batuan ini
yang mengalami pengendapan adalah material-material organisme
yang mengeras dan membatu menjadi batuan yang kaya akan
material organisme dan biasany terbentuk di daerah yang tinggi.
c. Grabau