Anda di halaman 1dari 75

73

Gambar 31. Peta Fasies batugamping berdasarkan pengamatan petrografi daerah peneliti

74

Gambar 32. Peta Penyebaran nama Batugamping yang dilakukan analisis secara petrografi Daerah penelitian

75

Gambar 32. Peta Penyebaran nama Batugamping yang dilakukan analisis secara petrografi Daerah penelitian

76

77

78

b
c

1. Tentukan jenis bentang alam yang ada pada daerah sekitar pantai (transisi)
dan kemudian jelaskan secara singkat dan jelaskan pengertian dan proses
pembentukannya yang dihubungkan dengan proses yang bekerja pada
daerah pantai, untuk daerah pantai tentukan pula dimana batasannya?
2. Tentukan jenis pantai berdasarkan Jhonson 1919 dan Spherd 1948.
Jelaskan secara singkat jenis pantai tersebut berdasarkan problem set yang
ada (pisahkan) untuk no 2.
a. Tentukan jenis delta berdasarkan Lobeck 1939 dan Weinmer 1975 pada
delta a, b, c?
b. Jelaskan secara singkat pengertian dan proses pembentukan ketiga
delta tersebut yang dihubungkan dengan proses yang bekerja dari
daratan dan laut (dominan kearah mana)?
c. Tentukan jenis bentukan bentang alam lain selain delta yang dapat
anda amati kemudian jelaskan pengertian dan proses pembentukkannya
dengan singkat dan jelas. Untuk dataran pantai tentukan pula batasnya?
3. Tentukan pula jenis pantai berdasarkan Johnson 1919 dan Spherd 1948 dan
jelaskan secara singkat jenis pantai berdasarkan problem set yang ada
(pisahkan)?
4.
5.

6.

10

7.
8.
9.
10.

10

11

11.

11

12

12

13

13

14

12.

13.

14.
15.

14

15

16.

17.

15

16

16

17

17

18

18

19

19

20

EKSPLORASI BIJIH LOGAM MENGGUNAKAN


METODE GEOFISIKA
(Aplikasi Metoda Magnetik Untuk Eksplorasi Bijih Besi
Di Bukit Munung Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat)
HERLINA
Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu
Oleo Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu, Jl. H.E.A. Mokodompit, Kendari
(93232), Website: www.unhalu.ac.id
Abstrak
Eksplorasi bijih besi telah dilakukan di Bukit Munung Desa Sukabangun
Kecamatan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi sebaran bijih besi di Bukit Munung baik secara lateral maupun vertikal.
Penelitian ini menggunakan metode magnetik yang memanfaatkan parameter
suseptibilitas batuan untuk menginterpretasikan struktur bawah bumi. Pengolahan data
dilakukan dengan metode inversi untuk mendapatkan beberapa parameter fisis struktur
bawah permukaan daerah yang ditinjau. Hasil pengamatan geologi dan pemetaan
distribusi medan magnet menunjukkan potensi bijih besi berada di sebelah barat laut

20

21

bukit. Berdasarkan distribusi nilai suseptibilitas batuan pada lintasan AB yang dibuat
memotong daerah potensial tersebut, diduga bahwa terdapat tiga lokasi pengendapan
batu besi berjenis hematit dan satu lokasi pengendapan batu besi berjenis hematit yang
memiliki vein-vein magnetit.
Kata Kunci: Bukit Munung, bijih besi, metode magnetik

1. Pendahuluan
Metode geofisika merupakan salah satu metode yang cukup ampuh untuk
memetakan sumber daya alam di bawah bumi. Beberapa metode geofisika yang
banyak digunakan untuk memetakan sumber daya alam diantaranya metode
geolistrik sebagaimana dilakukan oleh Guerin dan Benderitter (1995), metode
seismik sebagaimana dilakukan oleh Chen et.al (2004), metode gaya berat
sebagaimana dilakukan oleh William (1960), metode self potensial (SP)
sebagaimana dilakukan oleh Corwin (1990), dan metode magnetik sebagaimana
yang dilakukan oleh Sharma (1987).
Pada penelitian ini akan digunakan metode magnetik untuk memetakan
potensi bijih besi di bawah permukaan. Daerah penelitian adalah di kawasan Bukit
Munung yang terletak di Desa Sukabangun Kecamatan Sungai Betung Kabupaten
Bengkayang tepatnya berada di sekitar titik koordinat 00o 51 22,8 LU dan 109o
20 16,2 BT. Lokasi ini dipilih karena secara pengamatan langsung di lapangan
terdapat beberapa singkapan berupa batuan besi berwarna hitam kemerahan yang
diduga sebagai hematit.

21

22

Kalimantan Barat

Gbaram 1. Letak Lokasi Penelitian


dalam peta Kalimantan Barat

Berdasarkan data penelitian yang termasuk dalam lembar Singkawang, telah


dilakukan oleh N. Suwarna, dkk Kalimantan, 1316 skala 1 : 250.000 (1993) diketahui
bahwa pembahasan (Gambar 2).

22

23

kerangkageologidaerah penyelidikan

Gambar 2. Peta geologi Kabupaten Bengkayang


(Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, 1993)

Kawasan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang didominasi oleh satuan


batuan dari formasi Sungai Betung dan formasi Banan yang merupakan sedimen
yang terbentuk pada jura awal hingga trias akhir (Steve, dkk, 1998). Mineralisasi
bijih besi di lokasi ini tersingkap di batas antara kedua formasi tersebut.
Mineralisasi bijih besi di lokasi ini diduga terbentuk pada kapur awal bersamaan
dengan pembentukan batuan Gunung Api Raya. Struktur patahan atau sesar di
daerah ini tidak ada yang berdimensi besar. Patahan-patahan yang ada hanya
beberapa patahan kecil yang bersifat lokal, terutama dijumpai di daerah-derah
dengan topografi yang tinggi dan terjal.
2. Metode Geomagnet
Metode geomagnetik merupakan salah satu metode geofisika yang
digunakan untuk survei pendahuluan pada eksplorasi minyak bumi, panas bumi,
batuan mineral, maupun untuk keperluan pemantauan (monitoring) gunung berapi.
Dasar dari metode magnetik adalah gaya coulomb antara dua kutub magnetik m 1
dan m2 (emu) yang berjarak r (cm) dalam bentuk
(Telford,dkk., 1979):
23

24

dengan 0 adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa, tidak berdimensi dan
berharga satu.
Kuat medan magnet (H) pada suatu titik yang berjarak r dari m 1 didefinisikan
sebagai gaya perstuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai (Telford,dkk.,
1979):

Bila dua buah kutub magnet yang berlawanan mempunyai kuat kutub magnet
+p dan p, keduanya terletak dalam jarak l, maka momen magnetik M dapat
ditulis sebagai (Telford,dkk., 1979):

dengan M adalah vektor dalam arah unit vektor r

dari kutub negatif ke kutub

positif.
Benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan dari sejumlah momenmomen magnetik. Bila benda magnetik tersebut diletakkan dalam medan luar,
benda tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Oleh karena itu, intensitas
kemagnetan I adalah tingkat kemampuan menyearahnya momen-momen magnetik
dalam medan magnet luar, atau didefinisikan sebagai momen magnet persatuan
volume
(Burger, dkk, 2006) :
I =M /V

(4)

Tingkat suatu benda magnetik untuk mampu dimagnetisasi ditentukan oleh


suseptibilitas kemagnetan atau k, yang dituliskan sebagai (Burger, dkk, 2006) :

24

25

I = kH

(5)

Besaran yang tidak berdimensi ini merupakan parameter dasar yang


dipergunakan dalam metode magnetik. Harga k pada batuan semakin besar apabila
dalam batuan tersebut semakin banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat
magnetik.
Bila benda magnetik diletakkan dalam medan magent luar H, kutub-kutub
internalnya akan menyearahkan diri dengan H dan terbentuk suatu medan magnet
baru yang besarnya adalah (Telford,dkk., 1979):
H ' =4 pkH

(6)

Medan magnet totalnya disebut dengan induksi magnet B dan dituliskan sebagai
(Telford,dkk., 1979) :
B =mrH

(7)

dengan mr = 1+4pk dan disebut sebagai permeabilitas relatif dari suatu benda
magnetik. Satuan B dalam emu adalah gauss, sedangkan dalam geofisika
eksplorasi dipakai satuan gamma (g) dengan 1 g = 10-5 gauss = 1 nT.
Pada metode geomagnet variasi medan magnetik yang terukur di permukaan
merupakan target dari survey magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali
magnetik berkisar ratusan sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga yang
lebih besar dari 100.000 nT yang berupa endapan magnetik. Secara garis besar
anomali ini disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnet induksi.
Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar pada magnetisasi batuan
yaitu pada besar dan arah medan magnetnya serta sangat rumit diamati karena
berkaitan dengan peristiwa kemagnetan yang dialami sebelumnya. Sisa
kemagnetan ini disebut dengan Normal Residual Magnetism yang merupakan
akibat dari magnetisasi medan utama.

25

26

Anomali yang diperoleh dari survey merupakan hasil gabungan dari


keduanya. Bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet
induksi maka anomalinya bertambah besar, demikian pula sebaliknya. Dalam
survey magnetik, efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan
magnet kurang dari 25% medan magnet utama bumi. Adanya anomali magnetik
menyebabkan perubahan dalam medan magnet total bumi dan dapat dituliskan
sebagai
(Telford,dkk., 1979) :
HT =HM+ HA

(8)

dengan :
H
T

= medan magnetik total bumi

H
M

= medan magnetik utama bumi

H
A

= medan anomali magnetik

Bila besar HA<<HT dan arah HA hampir sama dengan arah HT maka anomali magnetik
totalnya adalah
(Telford,dkk., 1979):

medan anomali (FA), medan utama (FM) dan medan magnet total (F T) (Robinson
dan Coruh, 1988).

26

27

3. Metodologi
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan: studi pustaka, pemodelan
sintesis, akuisisi data, pengolahan data dan interpretasi. Studi pustaka meliputi
studi geologi daerah penelitian baik secara regional maupun lokal. Pemodelan
sintetik dilakukan untuk mengestimasi respon anomali magnetik di daerah
penelitian dengan mengadopsi besaran-besaran yang diketahui dari studi pustaka.
Respon anomali benda magnetik perlu dimodelkan karena respon anomali ini
tidak hanya bergantung pada batuan bawah permukaan saja tetapi dipengaruhi
oleh deklinasi, inklinasi dan intensitas magnetik suatu daerah.
Rangkaian penelitian digambarkan pada Gambar 4 di bawah ini. Proses
akuisisi data menggunakan 2 magnetometer, satu berperan sebagai base yang
berfungsi sebagai pengukur variasi harian medan total magnet di base station.
sementara satu alat lagi berperan sebagai roover magnetometer yang berfungsi
untuk mengukur total medan magnet di setiap station pengukuran. Medan
magnetik observasi (Tobs) diukur pada setiap stasiunyang tersebar di area
penelitian. Medan magnet IGRF adalah nilai refferensi medan magnet di suatu
tempat. Medan magnet IGRF merupakan nilai kuat medan magnetik ideal di suatu
tempat di permukaan bumi tanpa adanyapengaruh anomali magnetik batuan.
Variasi medan magnet harian disebut koreksi harian (diurnal correction) diukur di
base station. Secara umum anomali magnetik suatu tempat dapat dirumuskan

27

28

Gambar 6. Distribusi intensitas medan magnet dalam koordinat UTM 49 N dan

posisi lintasan AB
Gambar 7. Interpretasi penampang vertikal pada lintasan AB

28

29

29

Dari Gambar 7. dapat diinterpretasikan bahwa terdapat empat buah batu besi
yang berada di sepanjang lintasan AB. Batu besi pertama berbentuk border
memiliki nilai suseptibilitas 0.22 SI berada pada posisi 64 m hingga 97 m dari
posisi awal lintasan (titik A) dan kedalaman

6.13 m hingga 75.78 m dari

permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka dapat diduga bahwa pada


batuan tersebut berjenis hematit yang memiliki vein-vein magnetit.
Batu besi yang kedua berbentuk border memiliki nilai suseptibilitas 0.12 SI
berada pada posisi 41 m hingga 53 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman
7.46 m hingga 30.46 m dari permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka
dapat diduga bahwa batuan tersebut berjenis hematit.
Batu besi ketiga menyerupai vein memiliki nilai suseptibilitas 0.15 SI berada
pada posisi 165 m hingga 248 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman 8.99 m
hingga 58 m dari permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka dapat
diduga bahwa batuan tersebut berjenis hematit.
Batu besi keempat berbentuk border memiliki nilai suseptibilitas 0.01 SI
berada pada posisi 13 m hingga 25 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman
14m hingga 35 m dari permukaan.
Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka dapat diduga bahwa batuan tersebut
berjenis hematit.
6. Kesimpulan
Hasil

pengamatan

geologi

dan

pemetaan

distribusi

medan

magnet

menunjukkan keberadaan potensi bijih besi di sebelah barat laut bukit.


Berdasarkan distribusi nilai suseptibilitas batuan di daerah potensial tersebut
diduga terdapat tiga lokasi pengendapan batu besi berjenis hematit dan satu lokasi
pengendapan batu besi berjenis hematit yang memiliki vein-vein magnetit.

Daftra Pustaka
Burger, H.R.,Sheehan, Anne F., Jones, Craig H., 2006, Introduction to Apllied
Geophysiscs, W.W. Norton & Company, New York
Corwin, R.F., 1990, The self-potential method for environmental and engineering
applications, in Ward, S.W.,Geotechnical and environmental geophysics, v.I:
p. 127-145.
Chen, G., Liang, G., Xu, D., Zeng, Q., Fu, S., Wei, X., He, Z., and Fu, G.,
Application of a shallow seismic reflection method to the exploration of a
gold deposit, J. Geophys. Eng. 1 (2004) 1216, DOI: 10.1088/17422132/1/1/002
Guerin, Roger, and Benderitter, Yves, 1995, Shallow karst exploration using MTVLF and DC resistivity methods: Geophysical Prospecting, v. 43, no. 5, p.
635-654.
Hinze, William J., Application of the gravity method to iron ore exploration,
Economic Geology,May 1960, v. 55, p. 465-484
Moss, Steve J., Carter, A., Baker, S., And Hurford, A.J., (1998), A Late
Oligocene Tectono-Volcanic Event In East Kalimantan
And The
Implications For Tectonics And Sedimentation In Borneo, Journal Of The
Geological Society,155, 177192.
Robinson, E.S. dan C. Coruh. 1988. Basic Exploration Geophysics. J. Willey &
Sons, New York
Sharma, P.V., Magnetic method applied to mineral exploration, Ore Geology
Reviews, Volume 2, Issue 4, August 1987, Pages 323-357, ISSN 0169-1368
Suwarna N., Sutrisno, de Keyser F., Langford R.P., Trail D.S. (1993), Peta
Geologi lembar
Singkawang, Kalimantan, 1:250 000
Telford, W.N., Geldard, L.P., Sherrif, R.E., and Keys, D.A., 1979, Applied
Geophysics, Cambridge University Press, Cambridge, London,Newyork,
Melbourne.

EKSPLORASI BIJIH LOGAM MENGGUNAKAN

METODE GEOFISIKA
(Aplikasi Metoda Magnetik Untuk Eksplorasi Bijih Besi
Di Bukit Munung Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat)
Musfira
F1B2 13 057
Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu
Oleo Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu, Jl. H.E.A. Mokodompit, Kendari
(93232), Website: www.unhalu.ac.id
Abstrak
Eksplorasi bijih besi telah dilakukan di Bukit Munung Desa Sukabangun
Kecamatan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi sebaran bijih besi di Bukit Munung baik secara lateral maupun vertikal.
Penelitian ini menggunakan metode magnetik yang memanfaatkan parameter
suseptibilitas batuan untuk menginterpretasikan struktur bawah bumi. Pengolahan data
dilakukan dengan metode inversi untuk mendapatkan beberapa parameter fisis struktur
bawah permukaan daerah yang ditinjau. Hasil pengamatan geologi dan pemetaan
distribusi medan magnet menunjukkan potensi bijih besi berada di sebelah barat laut
bukit. Berdasarkan distribusi nilai suseptibilitas batuan pada lintasan AB yang dibuat
memotong daerah potensial tersebut, diduga bahwa terdapat tiga lokasi pengendapan
batu besi berjenis hematit dan satu lokasi pengendapan batu besi berjenis hematit yang
memiliki vein-vein magnetit.
Kata Kunci: Bukit Munung, bijih besi, metode magnetik

1. Pendahuluan
Metode geofisika merupakan salah satu metode yang cukup ampuh untuk
memetakan sumber daya alam di bawah bumi. Beberapa metode geofisika yang
banyak digunakan untuk memetakan sumber daya alam diantaranya metode
geolistrik sebagaimana dilakukan oleh Guerin dan Benderitter (1995), metode
seismik sebagaimana dilakukan oleh Chen et.al (2004), metode gaya berat
sebagaimana dilakukan oleh William (1960), metode self potensial (SP)
sebagaimana dilakukan oleh Corwin (1990), dan metode magnetik sebagaimana
yang dilakukan oleh Sharma (1987).

Pada penelitian ini akan digunakan metode magnetik untuk memetakan potensi
bijih besi di bawah permukaan. Daerah penelitian adalah di kawasan Bukit
Munung yang terletak di Desa Sukabangun Kecamatan Sungai Betung Kabupaten
Bengkayang tepatnya berada di sekitar titik koordinat 00 o 51 22,8 LU dan 109o
20 16,2 BT. Lokasi ini dipilih karena secara pengamatan langsung di lapangan
terdapat beberapa singkapan berupa batuan besi berwarna hitam kemerahan yang
diduga sebagai hematit.

Kalimantan Barat

Gambar 1. Letak Lokasi Penelitian


dalam peta Kalimantan Barat

Berdasarkan data penelitian yang termasuk dalam lembar Singkawang,


telah dilakukan oleh N. Suwarna, dkk Kalimantan, 1316 skala 1 : 250.000 (1993)
diketahui bahwa pembahasan (Gambar 2). Kerangka geologi daerah penyelidikan

Gambar 2. Peta geologi Kabupaten Bengkayang


(Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, 1993)

Kawasan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang didominasi oleh satuan batuan dari
formasi Sungai Betung dan formasi Banan yang merupakan sedimen yang terbentuk pada
jura awal hingga trias akhir (Steve, dkk, 1998). Mineralisasi bijih besi di lokasi ini tersingkap
di batas antara kedua formasi tersebut. Mineralisasi bijih besi di lokasi ini diduga terbentuk
pada kapur awal bersamaan dengan pembentukan batuan Gunung Api Raya. Struktur patahan
atau sesar di daerah ini tidak ada yang berdimensi besar. Patahan-patahan yang ada hanya
beberapa patahan kecil yang bersifat lokal, terutama dijumpai di daerah-derah dengan
topografi yang tinggi dan terjal.
2. Metode Geomagnet
Metode geomagnetik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk
survei pendahuluan pada eksplorasi minyak bumi, panas bumi, batuan mineral, maupun untuk
keperluan pemantauan (monitoring) gunung berapi. Dasar dari metode magnetik adalah gaya
coulomb antara dua kutub magnetik m1 dan m2 (emu) yang berjarak r (cm) dalam bentuk
(Telford,dkk., 1979):

dengan 0 adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa, tidak berdimensi dan berharga
satu.
Kuat medan magnet (H) pada suatu titik yang berjarak r dari m 1 didefinisikan sebagai
gaya perstuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai (Telford,dkk., 1979):

Bila dua buah kutub magnet yang berlawanan mempunyai kuat kutub magnet +p dan p,
keduanya terletak dalam jarak l, maka momen magnetik M dapat ditulis sebagai
(Telford,dkk., 1979):

dengan M adalah vektor dalam arah unit vektor r 1 dari kutub negatif ke kutub positif.
Benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan dari sejumlah momen-momen
magnetik. Bila benda magnetik tersebut diletakkan dalam medan luar, benda tersebut menjadi
termagnetisasi karena induksi. Oleh karena itu, intensitas kemagnetan I adalah tingkat
kemampuan menyearahnya momen-momen magnetik dalam medan magnet luar, atau
didefinisikan sebagai momen magnet persatuan volume
(Burger, dkk, 2006) :
I =M /V

(4)

Tingkat suatu benda magnetik untuk mampu dimagnetisasi ditentukan oleh suseptibilitas
kemagnetan atau k, yang dituliskan sebagai (Burger, dkk, 2006) :
I = kH

(5)

Besaran yang tidak berdimensi ini merupakan parameter dasar yang dipergunakan dalam
metode magnetik. Harga k pada batuan semakin besar apabila dalam batuan tersebut semakin
banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat magnetik.
Bila benda magnetik diletakkan dalam medan magent luar H, kutub-kutub internalnya
akan menyearahkan diri dengan H dan terbentuk suatu medan magnet baru yang besarnya
adalah (Telford,dkk., 1979):
H ' =4 pkH

(6)

Medan magnet totalnya disebut dengan induksi magnet B dan dituliskan sebagai
(Telford,dkk., 1979) :
B =mrH

(7)

dengan mr = 1+4pk dan disebut sebagai permeabilitas relatif dari suatu benda magnetik.
Satuan B dalam emu adalah gauss, sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan
gamma (g) dengan 1 g = 10-5 gauss = 1 nT.
Pada metode geomagnet variasi medan magnetik yang terukur di permukaan merupakan
target dari survey magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali magnetik berkisar ratusan
sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga yang lebih besar dari 100.000 nT yang
berupa endapan magnetik. Secara garis besar anomali ini disebabkan oleh medan magnetik
remanen dan medan magnet induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar
pada magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetnya serta sangat rumit
diamati karena berkaitan dengan peristiwa kemagnetan yang dialami sebelumnya. Sisa
kemagnetan ini disebut dengan Normal Residual Magnetism yang merupakan akibat dari
magnetisasi medan utama.
Anomali yang diperoleh dari survey merupakan hasil gabungan dari keduanya. Bila arah
medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya
bertambah besar, demikian pula sebaliknya. Dalam survey magnetik, efek medan remanen
akan diabaikan apabila anomali medan magnet kurang dari 25% medan magnet utama bumi.
Adanya anomali magnetik menyebabkan perubahan dalam medan magnet total bumi dan
dapat dituliskan sebagai

(Telford,dkk., 1979) :
HT =HM+ HA

(8)

dengan :
H
T

= medan magnetik total bumi

H
M

= medan magnetik utama bumi

H
A

= medan anomali magnetik

Bila besar

H
A

<<HT dan arah

H
A

hampir sama dengan arah

H
T

maka anomali magnetik totalnya

adalah
(Telford,dkk., 1979):

AA
FF
mm
FF
TT
FF

Gambar
Vektor
3
..
yang menggambarkan
Gambar 3. Vektor yang menggambarkan

medan anomali (FA), medan utama (FM) dan medan magnet total (FT) (Robinson dan Coruh,
1988)
4. Metodologi
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan: studi pustaka, pemodelan sintesis,
akuisisi data, pengolahan data dan interpretasi. Studi pustaka meliputi studi geologi daerah
penelitian baik secara regional maupun lokal. Pemodelan sintetik dilakukan untuk

mengestimasi respon anomali magnetik di daerah penelitian dengan mengadopsi besaranbesaran yang diketahui dari studi pustaka. Respon anomali benda magnetik perlu dimodelkan
karena respon anomali ini tidak hanya bergantung pada batuan bawah permukaan saja tetapi
dipengaruhi oleh deklinasi, inklinasi dan intensitas magnetik suatu daerah.
Rangkaian penelitian digambarkan pada Gambar 4 di bawah ini. Proses akuisisi data
menggunakan 2 magnetometer, satu berperan sebagai base yang berfungsi sebagai pengukur
variasi harian medan total magnet di base station. sementara satu alat lagi berperan sebagai
roover magnetometer yang berfungsi untuk mengukur total medan magnet di setiap station
pengukuran. Medan magnetik observasi (Tobs) diukur pada setiap stasiunyang tersebar di
area penelitian. Medan magnet IGRF adalah nilai refferensi medan magnet di suatu tempat.
Medan magnet IGRF merupakan nilai kuat medan magnetik ideal di suatu tempat di
permukaan bumi tanpa adanyapengaruh anomali magnetik batuan. Variasi medan magnet
harian disebut koreksi harian (diurnal correction) diukur di base station. Secara umum
anomali magnetik suatu tempat dapat dirumuskan sebagai :

:
Start

Akusisi Data
Base Stasion

Akuisis Data Station


Pengukuran

Koreksi Diurnal

Koreksi IGRF

Anomali Medan

Studi Literatur

Peta Kontur Anomali

Pemodelan dengan mag2dc

Hasil dan

Kesimpulan

Seles ai

Gambar 4. diagram alir penelitian

5. Hasil dan Diskusi


Hasil pengamatan geologi di daerah penelitian menunjukan adanya singkapan-singkapan
batu besi berjenis hematit di beberapa titik.

Gambar 5. Bijih besi (iron ore) yang diduga sebagai hematit di lembah bukit Munung

Singkapan yang ditemukan di daerah penelitian menunjukkan sifat sebagai bijih besi
dengan kemagnetan kuat (Gambar 5). Dari hasil pengamatan lapangan, ukuran dari bijih yang
ada di daerah Bukit Munung dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu: Sebagai bolder yang
terlepas dan singkapan di lerenglereng bukit. Hasil pemetaan secara mapping daerah
penelitian menghasilkan distribusi intensitas medan magnet yang telah dikoreksi
sebagaimana ditampilkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Distribusi intensitas medan magnet dalam koordinat UTM 49 N dan posisi lintasan AB

Gambar 7. Interpretasi penampang vertikal pada lintasan AB

Dari Gambar 7. dapat diinterpretasikan bahwa terdapat empat buah batu besi yang berada
di sepanjang lintasan AB. Batu besi pertama berbentuk border memiliki nilai suseptibilitas
0.22 SI berada pada posisi 64 m hingga 97 m dari posisi awal lintasan (titik A) dan
kedalaman 6.13 m hingga 75.78 m dari permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka
dapat diduga bahwa pada batuan tersebut berjenis hematit yang memiliki vein-vein magnetit.
Batu besi yang kedua berbentuk border memiliki nilai suseptibilitas 0.12 SI berada pada
posisi 41 m hingga 53 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman 7.46 m hingga 30.46 m
dari permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka dapat diduga bahwa batuan
tersebut berjenis hematit.

Batu besi ketiga menyerupai vein memiliki nilai suseptibilitas 0.15 SI berada pada posisi
165 m hingga 248 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman 8.99 m hingga 58 m dari
permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka dapat diduga bahwa batuan tersebut
berjenis hematit.
Batu besi keempat berbentuk border memiliki nilai suseptibilitas 0.01 SI berada pada
posisi 13 m hingga 25 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman 14m hingga 35 m dari
permukaan.
Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka dapat diduga bahwa batuan tersebut berjenis
hematit.
6. Kesimpulan
Hasil pengamatan geologi dan pemetaan distribusi medan magnet menunjukkan
keberadaan potensi bijih besi di sebelah barat laut bukit.
Berdasarkan distribusi nilai suseptibilitas batuan di daerah potensial tersebut diduga terdapat
tiga lokasi pengendapan batu besi berjenis hematit dan satu lokasi pengendapan batu besi
berjenis hematit yang memiliki vein-vein magnetit.

Daftar Pustaka
Burger, H.R.,Sheehan, Anne F., Jones, Craig H., 2006, Introduction to Apllied Geophysiscs,
W.W. Norton & Company, New York
Corwin, R.F., 1990, The self-potential method for environmental and engineering
applications, in Ward, S.W.,Geotechnical and environmental geophysics, v.I: p. 127-145.
Chen, G., Liang, G., Xu, D., Zeng, Q., Fu, S., Wei, X., He, Z., and Fu, G., Application of a
shallow seismic reflection method to the exploration of a gold deposit, J. Geophys. Eng.
1 (2004) 1216, DOI: 10.1088/1742-2132/1/1/002
Guerin, Roger, and Benderitter, Yves, 1995, Shallow karst exploration using MT-VLF and DC
resistivity methods: Geophysical Prospecting, v. 43, no. 5, p. 635-654.
Hinze, William J., Application of the gravity method to iron ore exploration, Economic
Geology,May 1960, v. 55, p. 465-484

Moss, Steve J., Carter, A., Baker, S., And Hurford, A.J., (1998), A Late Oligocene
Tectono-Volcanic Event In East Kalimantan And The Implications For Tectonics
And Sedimentation In Borneo, Journal Of The Geological Society,155, 177192.
Robinson, E.S. dan C. Coruh. 1988. Basic Exploration Geophysics. J. Willey & Sons, New
York
Sharma, P.V., Magnetic method applied to mineral exploration, Ore Geology Reviews,
Volume 2, Issue 4, August 1987, Pages 323-357, ISSN 0169-1368
Suwarna N., Sutrisno, de Keyser F., Langford R.P., Trail D.S. (1993), Peta Geologi
lembar Singkawang, Kalimantan, 1:250 000
Telford, W.N., Geldard, L.P., Sherrif, R.E., and Keys, D.A., 1979, Applied Geophysics,
Cambridge University Press, Cambridge, London,Newyork, Melbourne.

Liquefaction atau Likuifaksi adalah fenomena di mana kekuatan dan kekakuan tanah
berkurang dikarenakan gempa atau pergerakan tanah lainnya. Hal ini merupakan suatu proses
atau kejadian berubahnya sifat tanah dari keadaan padat menjadi keadaan cair, yang
disebabkan oleh beban siklik pada waktu terjadi gempa sehingga tekanan air pori
(porewater) meningkat mendekati atau melampaui tegangan vertikal. Likuifaksi telah
bertanggung jawab atas sejumlah besar kerusakan dalam sejarah gempa bumi di seluruh
dunia.
Likuifaksi adalah proses berkurangnya kekuatan geser tanah akibat beban seismik
ketika terjadi gempa bumi. Menurut Towhata (2008) likuifaksi terjadi pada tanah yang
berpasir lepas (tidak padat) dan jenuh air. Seiring naiknya tekanan air yang diakibatkan oleh
guncangan gempa, maka tegangan efektif () menjadi berkurang. Kondisi ini dapat
dinyatakan sebagai berikut:
'= u
dengan,
= tegangan efektif,
= tegangan total (berat permukaan tanah)

u = tekanan air pori


Likuifaksi terjadi di tanah jenuh, yaitu tanah di mana ruang antara partikel individu
benar-benar penuh dengan air. Air ini memberikan suatu tekanan pada partikel tanah yang
mempengaruhi seberapa erat partikel itu sendiri ditekan bersamaan. Sebelum gempa, tekanan
air relatif rendah. Namun, getaran gempa dapat menyebabkan tekanan air meningkat ke titik
di mana partikel tanah dengan mudah dapat bergerak terhadap satu sama lain.
Kenapa Likuifaksi Bisa Terjadi?
Untuk memahami likuifaksi penting untuk mengenali kondisi yang ada di deposit
tanah sebelum gempa bumi. Deposit tanah terdiri dari satu himpunan partikel tanah individu.
Jika kita melihat secara dekat partikel-partikel ini, kita dapat melihat bahwa setiap partikel
berada dalam kontak dengan sejumlah partikel lainnya. Berat partikel tanah yang saling
melapisi menghasilkan kekuatan kontak antara partikel, kekuatan ini menahan partikel
individu di tempatnya dan merupakan sumber perkuatan dari tanah.
Likuifaksi terjadi ketika struktur pasir jenuh yang longgar rusak karena pergerakan
tanah. Sebagaimana struktur rusak, individu partikel yang longgar berusaha untuk pindah ke
konfigurasi yang padat. Dalam gempa bumi, bagaimanapun tidak ada cukup waktu untuk air
di pori-pori tanah untuk dapat diperas / dikeluarkan dari tanah. Sebaliknya air "terjebak" dan
mencegah partikel tanah untuk bergerak lebih dekat satu sama lain. Hal ini disertai dengan
peningkatan tekanan air yang mengurangi kekuatan kontak antara individu partikel tanah ,
sehingga terjadi pelunakan dan melemahnya deposit tanah.
Mitigasi bahaya likuifaksi di daerah rawan gempabumi memerlukan pengetahuan
yang baik mengenai kondisi geologi dan geologi teknik lapisan tanah bawah permukaan yang
mengontrol kerentanan lapisan tanah terhadap peristiwa likuifaksi. Penelitian geologi dan
geologi teknik dilakukan didaerah Padang dan sekitarnya untuk mendapatkan zonasi daerah
potensi likuifaksi didaerah ini. Sasaran dari penelitian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi

lapisan tanah yang berpotensi likuifaksi dan (2) menganalisis penurunan lapisan tanah akibat
likuifaksi. Sejumlah data kondisi geologi dan geoteknik bawah permukaan diperoleh melalui
kegiatan pemboran di 3 (tiga) titik, uji CPT/CPTU di 18 titik, dan survei geolistrik di kota
Padang dan sekitarnya. Analisis potensi penurunan tanah akibat likuifaksi dilakukan dengan
menggunakan metode Ishihara dan Yosemine (1990). Hasil pemboran teknik sedalam 30
meter menunjukkan bahwa kondisi geologi permukaan disusun oleh endapan pematang
pantai berupa pasir dengan konsistensi padat hingga lepas, dengan ketidakmenerusan
endapan rawa berupa lanau lempungan dengan konsistensi lunak. Sebaran endapan pematang
pantai lebih dominan di bagian utara dibandingkan dengan di bagian selatan. Berdasarkan
pola sebarannya, sumber endapan pantai diperkirakan berasal dari arah Utara. Kedalaman
muka airtanah relatif dangkal dengan kisaran 1,5 meter hingga 2,0 meter. Hasil analisis
potensi likuifaksi mengindikasikan bahwa kota Padang dan sekitarnya akan mengalami
penurunan lapisan tanah akibat likuifaksi berkisar 0,1 m 0,35 m. Hal ini mengindikasikan
bahwa lapisan pematang pantai di daerah Padang cukup sensitif terhadap likuifaksi dan
penurunan akibat gempa. Potensi penurunan yang tinggi cenderung akan terjadi di daerah
pesisir di bagian Utara dari kota Padang. Fenomena ini kemungkinan besar terasosiasi dengan
sebaran pasir pematang pantai di daerah Utara yang lebih banyak, lebih merata dan lebih
tebal. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka potensi likuifaksi yang diikuti oleh penurunan
lapisan tanah di daerah Padang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan wilayah
untuk mendukung upaya pencegahan bencana gempabumi dan tsunami.
1. Lima jenis batuan karbonat berdasarkan :
a. Dunham
1). Batuan mudstone
Deskripsi batuan karbonat yaitu:
- Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
- tekstur
:
- mud
: berupa lumpur karbonat >10 %
- grain
: -non skeletal: mineral lempung
- skeletal : fosil < 10% matriks
- nama batuan : batuan karbonat mudstone

Genesa : Butiran kurang dari 10% dari seluruh batuan maka disebut
mudstone. Mudstone terdapat dalam lingkungan carbonate platform dan
cekungan. Calcareous mudstone berasal dari hancurnya calcareous alga
hijau, pemisahan partikel-partikel skelatal besar, dan kemungkinan
penyerapan inorganik dari air laut. Mudstone pada lingkungan cekungan dan
slope berasal dari winnowed platform muds (periplatform ooze) atau berasal
dari cangkang-cangkang nannoplankton coccoliths (nannofosil ooze).
Mudstone berakumulasi pada lingkungan energi rendah
2) batuan karbonat wackestone
- jenis batuan : batuan sedimen karbonat
- tekstur
:
- mud
: berupa lumpur karbonat >10%
- Grain
: - non skeletal : mineral lempung
- skeletal : fosil > 10 % tetapi tidak saling
bersingungan dalam matriks
- nama batuan : wackstone
Genesa : Wackestone diendapkan pada lingkungan energi transisi
dimana arus tidak dapat memindahkan seluruh lumpur dari area
tersebut dan tidak dapat memisahkannya dari butiran pasir. Area
tersebut juga merupakan lingkungan energi rendah seperti pada
mudstone hanya saja lebih dekat pada tempat dimana butiran-butiran
pasir diendapkan, atau persentasi butiran-butiran pasir lebih tinggi
diproduksi pada tempat pengendapan tersebut. batuan dengan jenis
batuan karbonat Wackstone merupakan jenis batuan karbonat yang
memiliki bentuk yang sama dengan batuan karbonat Mudstone namun
dalam proses pembentukannya batuan jenis ini memiliki unsur
kandungan fosil atau butirannya ada namun tidak dominan disebabkan
oleh arus yang membentuk jenis batuan ini sangat rendah dan
terbentuk pada lngkungan shelf slope marine.
3) batuan karbonat Packstone
- jenis batuan : batuan sedimen karbonat
- tekstir
:
- mud
: < 10%
- grain
: - non skeletal
: mineral lempung, kalsit dolomit
- skeletal : fosil >10% dan saling bersingungan
dalam matriks
- nama batuan : Packstone
Genesa : packstone diendapkan pada lingkungan energi transisi
dimana arus tidak dapat memindahkan seluruh lumpur dari area
tersebut dan tidak dapat memisahkannya dari butiran pasir. Area
tersebut juga merupakan lingkungan energi rendah seperti pada
mudstone hanya saja lebih dekat pada tempat dimana butiran-butiran
pasir diendapkan, atau persentasi butiran-butiran pasir lebih tinggi
diproduksi pada tempat pengendapan tersebut..batuan ini terbentuk
karena adanya pengaruh aktivitas arus yang sedang sehingga
memungkinkan material pembentuk batuanya di dominasi oleh butiran
namun dalam pembentukan batuan tersebut masih terdapat komponen
matriks (mikrit) yang mengikat butira-butiran tersebut.
4) batuan karbonat grainstone
- jenis batuan : batuan sedimen karbonat
- tekstur
:
-Mud
:- Grain
: - Non skeleta : kalsit, dolomit, aragonit

- skeletal : fosil>10% dan saling bersingungan


- Nama batuan
: grainstone
Genesa : Grainstone terbentuk dari butiran skeletal dan non skeletal;
bioclast, ooids dan peloids. Umumnya terbentuk pada lingkungan
energi tinggi seperti beaches, shoals atau nearby reefs..batuan ini
terbentuk pada daerah yang memiliki arus yang tinggi sehingga
memungkinkan terbentuknya matriks tidak ada. Pemebntukan batuan
jenis ini menyebabkan unsur-unsur pembentuk batuannya adalah
butiran.
5) batuan karbonat Bounstone
- jenis batuan : batuan sedimen karbonat
- tekstur
:
- mud
:- grain
: - non skeletal: kalsit, dolomit, aragonit
- skeletal : fosil >10%
- nama batuan : bounstone
Genesa: batuan ini terbentuk pada daerah yang memiliki komponenkomponen seluruhnya terdiri dari daerah yang di dominasi oleh
terumbu sehingga yang menyusun batuan jenis ini adalah terumbu
karang atau organisme laut, dan saling terikat satu sama lain
organisme penyusun batuan jenis ini. Jika butiran diikat pada waktu
pengendapan oleh binding, baffling dan aktivitas framebuilding pada
terumbu-pembangunan organisme
b. Folk
1) Intasparit
- Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
- Tekstur
:
o Sparit : 25%
o Mikrit :20%
o allochem: berupa intraklas 35%, ooid 20%, fosil dan pelet
10%
- nama batuan: intrasparit
genesa: batuan ini terbentuk akibat aktifitas kimia yang menyebabkan
terbentuknya material-material yang berukuran lebih besar sehingga
menjadi pengikat antara batuan ini. Material ini mengalami proses
pengendapan dan terjadi sementasi yang kuat untuk membentuk jenis
batuan ini, dan batuan ini mengalami proses pengendapan di dalam
komposisi batuannya.
2) intramikrit
Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur
:
a. Sparit : 20%
b. Mikrit :25%
c. allochem: ooid 20%, intraklas 35%
-nama batuan: intramikrit
Genesa: batuan ini terbentuk akibat aktifitas kimia yang
menyebabkan terbentuknya material-material yang berukuran lebih
kecil sehingga menjadi pengikat antara batuan ini. Material ini
mengalami proses pengendapan dan terjadi sementasi yang kuat
untuk membentuk jenis batuan ini, dan batuan ini mengalami
proses pengendapan di dalam komposisi batuannya. Dari prose

tersebut pembentukan batuan ini membutuhkan arus atai air yng


tenang.
3) oosparit
Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur
:
a. Sparit : 25%
b. Mikrit :20%
c. allochem:ooid 35%, intraklas 20%
nam batuan: oosparit
genesa: batuan ini terbentuk Batuan sedimen kimiawi yang terbentuk dari butiran

kalsit. Lapisan ini mengendap sebagai lumpur laut dalam dan gampingnya terpisah
ketika batuan mengeras. Batuan sedimen yang terbentuk karena adanya akumulasi
zat-zat organik dimana memiliki partikel butiran kapur dan butirannya bundar
serta agak halus. Terbentuknya sebagsi hasil sedimentasi mekanik. Batuan ini
memiliki komponen yang berupa sebagai matrik atau butiran halus.
4) oomikrit
Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur
:
a. Sparit : 20%
b. Mikrit :25%
c. allochem:ooid 35%, intraklas 20%
nama batuan: oomikrit
genesa: batuan ini terbentuk Batuan sedimen kimiawi yang terbentuk dari butiran

kalsit. Lapisan ini mengendap sebagai lumpur laut dalam dan gampingnya terpisah
ketika batuan mengeras. Batuan sedimen yang terbentuk karena adanya akumulasi
zat-zat organik dimana memiliki partikel butiran kapur dan butirannya bundar
serta agak halus. Terbentuknya sebagsi hasil sedimentasi mekanik. Batuan ini
memiliki komponen yang berupa sebagai semen yang menyusun batuannya.

5) biosparit
Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur
:
a. Sparit : 25%
b. Mikrit :20%
c. allochem: ooid 20%, intraklas 20%, fosil 10%, pellet 5%
nama batuan: biosparit
genesa : batuan ini terbentuk akibat adanya aktivitas organisme
yang menyusun batuannya. Dalam proses pengendapan batuan ini
yang mengalami pengendapan adalah material-material organisme
yang mengeras dan membatu menjadi batuan yang kaya akan
material organisme dan biasany terbentuk di daerah yang tinggi.
c. Grabau

1) Batuan karbonat kalsirudit


Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur
:
a. Ukuran butir : > 2mm dari ukuran butir pasir
b. Bentuk butir : subrounded
c. Kekompakan : buruk
Struktur : bergradsi
Nama batuan: batugamping kalsirudit
Genesa : batuan ini terbentuk akibat adanya aktivitas mekanik yang
dipengaruhi oleh arus. Dimana arus yang berperan membentuk
batuan ini memiliki arus yang tinggi sehingga memungkinkan
pengendapan batuan yang berukuran besar dan tempat terbentuk
dari batuan ini terendapkan sangat dekat sehinnga material yang
terbentuk memiliki ukuran yang besar.
2) Batuan karbonat kalkarenit
Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur
:
a. Ukuran butir: pasir (1/16-2 mm)
b. Bentuk butir: rounded
c. Kekompakan : baik
Struktur : berlapis
Nama batuan; batugamping kalkarenit
Genesa: batuan ini terbentuk secara mekanik pada arus yang
tenang dengan arus yang sedang- tinggi, sehingga memungkinkan
ukuran butir yang terbentu berupa material-material yang halus
yang berukuran pasir. Batuan ini terbentuk biasanya jauh dari
permukaan air laut.
3) Batuan karbonat kalsilutit
Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur :
a. Ukuran butir : < 1/16 mm dari pasir
b. Bentuk butir: wellrounded
c. Kekompakan: sangat baik
Struktur: berlapis
Nama batuan: batugamping kalsilutit
Genesa : batuan ini terbentuk secara mekanik pada daerah yang
memiliki arus yang sangat tenang sehingga memungkinkan
material yang terbentuk adalah material-material yang berbutir
sangat halus. Dalam proses pengendapannya batuan ini terbentuk
sama halnya dengan batuan sedimen lainnya yang dipengaruhi oleh
kompaksi, sementasi dan litifikasi namun terbentuk pada daerah
laut yang mengandung unsur karbonat sebagai penyusun
batuannya.
4) Batuan karbonat kristalin
Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur
:
a. Ukuran butir: 1/16-2mm
b. Bentuk butir: subrounded
c. Kekompakan: baik
Struktur: kristalin
Nama batuan: batuigamping kristalin
Genesa : batuan ini terbentuk akibat adanya hasil presipitasi dari
batugamping yang terjadi secara kimiawi. Dimana pada

pembentukan batuannya yang mengubah naterial-material


penyusunnya menjadi kristal mineral.
5) Batuan karbonat organik
Jenis batuan : batuan sedimen karbonat
Tekstur
:
a. Ukuran butir: fosil
b. Bentuk butir: subrounded
c. Kekompakan : buruk
Struktur: fosilliferus
Nama batuan: batugamping organik
Genesa: batuan ini terbentuk pada daerah yang mengandung
aktivitas organisme, dimana organisme tersebut mengalami
pengendapan sehingga membentuk batuan yang dengan komponen
penyusun batuannya adalah material organisme.
2. Jelaskan jenis batuan karbonat yang terdapat di wakatobi dan sekitarnya
Jenis batuan karbonat yang terdapat didaerah wakatobi dan sekitarnya
terdiri dari batugamping koral, batugamping kristalin, batugamping
pasiran.
Batugamping ini terbentuk secara kimiawi, organik dan mekanik.
Terbentuknya batuan karbonat di daerah wakatobi dan sekitarnya yaitu
karena disebabkan oleh proses pengangkatan dasar samudra yang
diketahui bahwa batuan penyususn samudra berupa batuan karbonat
yang kaya akan karbonat. Batauan dari pengangkatan lantai samudera
tersebut megalami proses presipitasi dari material-material penyususn
batuannya seperti mineral-mineral kalsit, dan mengalami proses
pembentukan dari material organisme yang tertimbung seperti terumbu
karang.

Anda mungkin juga menyukai