GEOLOGI REGIONAL
3.1.1.Fisiografi Regional
1.Zona Rembang
2.Zona Randublatung
3.Zona Kendeng
4.Zona Solo
Gambar 3.1. Fisiografi Pulau Jawa dan Madura (Van Bemmelen, 1949).
20
3.1.2. Morfologi Regional
21
Tabel 3.1. Kelas lereng, dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang
kemungkinan terjadi dan usulan warna untuk peta relief secara umum
(disederhanakan dari Van Zuidam, 1985)
Sangatcuram;Batuan umumnyamulai
0 tersingkap, proses denudasional sangat intensif, Merah
35 - 55
(70 140 %) sudah mulai menghasilkan endapan rombakan
(koluvial)
22
0 Curam sekali, batuan tersingkap; proses
>55
(>140 %) denudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu, Ungu
tanaman jarang tumbuh (terbatas).
Rincian stratigrafi Cekungan Jawa Timur Zona Rembang yang disusun oleh
Harsono Pringgoprawiro (1983) dalam Prihatin (2009) terbagi menjadi 15 (lima
belas) satuan yaitu Batuan Pra - Tersier, Formasi Ngimbang, Formasi
23
Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban, Formasi Tawun, Formasi Ngrayong,
Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi
Selorejo,Formasi Paciran, Formasi Lidah dan Undak Solo.
24
1. Formasi Ngrayong
2. Formasi Bulu
Pada peta geologi lembar Rembang (1 : 100.000), formasi ini melampar luas
terutama di wilayah antiklonorium Rembang Utara. Satuan ini menebal ke arah
barat, mencapai ketebalan hingga 360 m di sungai Larangan. Dibagian timur di
25
sungai Besek dekat desa Bulu ketebalannya hanya 80 meter. Kondisi litologi dan
kandungan fosilnya menunjukkan bahwa Formasi ini diendapkan pada laut
dangkal, terbuka pada Kala Miosen Tengah – Awal Miosen Akhir (N 13 – N 15).
3. Formasi Wonocolo
4. Formasi Ledok
26
sisipan kalkarenit yang berlapis bagus serta batulempung yang berumur Miosen
Akhir (N 16–N 17). Posisi stratigrafi, umur dan litologinya dapat dilihat pada
tabel III.1.
Ketebalan dari Formasi Ledok ini sangat bervariasi. Pada lokasi tipenya,
yaitu daerah antiklin Ledok, ketebalannya mencapai 230 m. Di daerah sungai
Panowan mencapai 160 m, sedangkan di sungai Cegrok tinggal 50 m.
Batupasirnya kaya akan kandungan glaukonit dengan kenampakan struktur silang
siur. Di beberapa tempat batupasir tersebut terutama tersusun oleh hanya oleh test
foraminifera plangtonik dengan sedikit mineral kuarsa. Secara keseluruhan bagian
bawah dari formasi ini cenderung tersusun oleh batuan yang berbutir lebih halus
dari bagian atas, menunjukkan kecendrungan kondisi pengendapan laut yang
semakin mendangkal (shallowing-upward sequence). Ke arah utara, seperti halnya
Formasi Wonocolo, Formasi Ledok ini juga mengalami perubahan fasies menjadi
batugamping dari formasi Paciran.
5. Formasi Mundu
Satuan stratigrafi ini semula disebut sebagai Mundu stage oleh Trosster
(1937). Selanjutnya oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Globigerina
Marls. Oleh Marks (1957) satuan ini diresmikan sebagai Formasi. Formasi ini
tersusun oleh napal masif berwarna putih abu-abu, kaya akan fosil foraminifera
plangtonik. Secara stratigrafis Formasi Mundu terletak tidak selaras di atas
formasi ledok, penyebarannya luas, dengan ketebalan 200 m–300 m di daerah
antiklin Cepu area, ke arah selatan menebal menjadi sekitar 700 m. Formasi ini
terbentuk antara Miosen Akhir hingga Pliosen (N 17–N 21), pada lingkungan laut
dalam (bathyial).
6. Formasi Lidah
Formasi ini terdiri atas batulempung kebiruan, napal berlapis dengan sisipan
batupasir dengan lensa-lensa coquina. Dahulu Trooster (1937) menyebutnya
sebagai Mergetton, yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Tambakromo dan
Turi–Domas. Harsono (1983) kemudian meresmikan satuan ini menjadi berstatus
formasi, yaitu Formasi Lidah (tabel III.1).
27
Bagian terbawah dari formasi ini diduga merupakan endapan neritik tengah
hingga neritik luar, yang tercirikan oleh banyaknya fauna plangtonik tetapi masih
mengandung foraminifera bentonik yang mencirikan air relatif dangkal seperti
pseudorotalia sp. danAsterorotalia sp. Ke arah atas, terjadi urutan yang
mendangkal ke atas (shallowing upward sequence), yang dicirikan oleh lapisan-
lapisan yang kaya akan moluska.
7. Formasi Paciran
Satuan ini semula oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Karren
Limestone. Secara umum penyusunnya terdiri atas batugamping pejal, dengan
permukaan singkapan-singkapannya mengalami erosi membentuk apa yang
disebut sebagai karren surface. Harsono (1983) secara resmi menggunakan nama
Paciran dan menempatkannya pada status formasi, dengan lokasi tipenya berada
di daerah bukit piramid di sekitar Paciran, kabupaten Tuban. Formasi ini dijumpai
hanya dibagian utara dari Zona Rembang. Posisi stratigrafi, umur dan litologinya
dapat dilihat pada tabel III.1. Umur dari Formasi ini masih memicu terjadinya
perbedaan. Harsono (1983) menempatkannya pada Kala Pliosen–Awal Pleistosen,
yang secara lateral setara dengan Formasi Mundu dan Lidah. Namun di beberapa
tempat terdapat bukti umur yang menunjukkan bahwa Formasi Paciran telah
berkembang pada saat pembentukan Formasi Ledok dan Wonocolo.
8. Formasi Nampol
28