I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada hakekatnya geomorfologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang roman muka bumi
beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Kata Geomorfologi (Geomorphology)
berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos
(shape/bentuk), logos (knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata
tersebut, maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk
permukaan bumi. Worcester (1939) mendefinisikan geomorfologi sebagai diskripsi dan
tafsiran dari bentuk roman muka bumi. Definisi Worcester ini lebih luas dari sekedar
ilmu pengetahuan tentang bentangalam (the science of landforms), sebab termasuk
pembahasan tentang kejadian bumi secara umum, seperti pembentukan cekungan lautan
(ocean basin) dan paparan benua (continental platform), serta bentuk-bentuk struktur
yang lebih kecil dari yang disebut diatas, seperti plain, plateau, mountain dan sebagainya.
Lobeck (1939) dalam bukunya “Geomorphology: An Introduction to the study of
landscapes”. Landscapes yang dimaksudkan disini adalah bentangalam alamiah (natural
landscapes).
Bukit adalah daerah yang lebih menonjol dari sekitarnya dengan ketinggian antara 300-
600 meter di atas permukaan laut. Bentuknya menyerupai gunung, namun jauh lebih kecil
dan lebih landai. Bukit bisa jadi obyek rekreasi, pertanian, dan hutan. Perbukitan pada
peta ditandai dengan adanya kontur yang rapat, namun tidak serapat pada terbentuknya
pegunungan yang curam. Perbukitan terbentuk pada kemiringan 16- 35 derajat.
b. Punggungan
Pada peta yang termasuk punggungan adalah bagian yang teratas pada bukit ataupun
gunung. Punggungan adalah bentukan geologis yang merupakan bagian dari pegunungan
atau perbukitan yang memiliki posisi tanah lebih tinggi dibandingkan posisi tanah di
keduan sisinya. Adanya punggungan dicirikan dengan adanya kontur yang meliuk keatas
atau cembung.
c. Lembah
Pada bagian lembah dicirikan denga bentuk v atau u pada peta yang menunjukan
keberadaan suatu lembahan, biasanya pada bagian lembahan merupakan tempat
mengalirnya sungai atau merupakan tempat keberadaan sungai. Pada peta konturnya
cenderung meliuk.
d. Dataran Aluvial
Bentuklahan dataran aluvial yang dicirikan dengan adanya material endapan aluvium
yang cukup dominan. Kemringan lereng pada bentuklahan ini relatif datar dan terdapat
banyak sungai-sungai dengan lembah yang relatif lebar dan bermeander. Hal tersebut
menujukkan adanya proses endapan yang dihasilkan oleh aktivitas sungai utama
sehingga material aluvium terdapat diatas batuan induknya. Oleh karena itu wilayah ini
disebut sebagai dataran aluvial.
e. Gawir Sesar
Gawir sesar adalah tebing curam yang terbentuk akibat sesar yang baru yang biasanya
disertai perpindahan secara vertikal. Istilah ini (fault scarps) kadang-kadang disamakan
dengan escarpments. Pada peta gawir sesar ditemukan pada daerah yang memiliki
struktur patahan dan garis kontur yang cenderung rapat karena merupakan daerah yang
tinggi atau tebing yang curam. Di gawir sesar sering kali terdapat batu yang sangat
terpecah dengan konsitensi yang keras maupun lunak. Ketinggian gawir sama dengan
perpindahan secara vertikal di sepanjang sesar. Gawir yang aktif biasanya terbentuk
melalui perpindahan tektonik, seperti saat gempa bumi mengubah ketinggian permukaan,
dan dapat disebabkan oleh jenis sesar manapun, termasuk sesar yang pergerakannya
horizontal. Perpindahan sekitar 5 hingga 10 meter per peristiwa tektonik sering terjadi
2.2. Morfometri
Pada peta tersebut terdapat beberapa morfometri diantanya yaitu terdapat relief yang
topografinya dataran yang dicirikan memiliki derajat kemiringan yaitu 0-2 derajat, tidak
adanya proses denudasi dan pada peta dicirikan berwarna hijau. 2-4 derajat dicirikan
topografi yang bergelombang lemah, pada peta berwarna hijau muda. Pada topografi
bergelombang miring dicirikan dengan adanya erosi tanah, memiliki sudut kemiringan
yaitu 4-8 derajat dan pada peta berwarna kuning. Pada topografi berbukit bergelombang
kondisi alamiahnya agak curam, banyak terjadi gerakan tanah, erosi, dan memiliki sudut
kemiringan 8-16 derajat, pada peta dicirikan dengan warna jingga. Pada kemiringan 16-
35 derajat, itu merupakan daerah yang curam, terdapat proses denudasional intensif dan
pada peta dicirikan dengan warna merah muda. Terakhir dijumpai pada peta yaitu bagian
yang berwarna merah, yang merupakan perbukitan terjal dicirikan dengan kontur yang
sangat rapat dan memiliki sudut kemiringan yaitu 35-55 derajat.
2.3. Morfogenesa
a. Morfostruktur Aktif
1. Sesar Naik
Sesar atau patahan merupakan rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
melalui bidang rekahnya. Sesar naik atau Thrust fault, terjadi apabila hanging wall relatif
bergerak naik terhadap foot wall. Berdasarkan sistem tegasan pembentuk sesarnya, posisi
tegasan utama dan tegasan minimum adalah horizontal dan tegasan menengah adalah
vertikal.
2. Sesar Normal
Sesar normal atau biasanya disebut sesar turun dan dikenali juga sebagai sesar gravitasi,
dengan gaya gravitasi sebagai gaya utama yang menggerakannya. Sesar ini dicirikan
dengan adanya hanging wall yang relatif turun terhadap foot wall, bidang sesarnya
mempunyai kemiringan yang besar.
Pada peta dapat kita jumpa antiklin dan sinklin, yang mana pada antiklin merupakan
daerah perbukitan sedangkan sinklin merupakan bentukan yang lembahan atau berbentuk
U, Pada peta antiklin dan sinklin merupakan daerah yang garis konturnya cukup rapat.
b. Morfostruktur Pasif
Morfostruktur pasif adalah struktur yang di akibatkan oleh tenaga eksogen yaitu berupa
pelapukan atau erosi, dalam hal ini berupa pelapukan dan erosi bisa berupa pelapukan
kimia, fisika, dan organisme. Daerah pada peta ini yang mengalami hal tersebut di tandai
dengan warna kuning.
c. Morfodinamik
Morfodinamik merupakan suatu perubahan atau suatu proses dinamika eksogen dalam
kaitannya dengan aktivitas angin, air, es, gerak masabatuan, dan vulkanisme. Dalam hal
ini terdapat agradasi dan degradasi. Agradasi merupakan penambahan suatu massa atau
proses sedimentasi membentuk suatu perbukitan sedangkan degradasi merupakan suatu
proses berkurangnya bagian suatu bentang alam atau permukaan bumi.
III. KESIMPULAN
1) Garis-garis kontur merupakan mewakili ketinggian dari setiap garis, jika garis kontur
rapat maka merupakan daerah yang memiliki kemiringan yang tinggi atau terjal, jika
garis kontur yang renggang merupakan daerah yang cenderung datar.
3) Bentuk permukaan bumi di pengaruhi oleh tenaga endogen dan tenaga eksogen.
4) Peta morfologi dan morfometri di dasarkan pada kerapatan garis kontur yang
menggambarkan kelerengan dan struktur geologi.
5) Warna dari setiap kontur di dasarkan pada kerapatan kontur dan ciri-ciri suatu
topografi yang ada pada klasifikasi van zuidam 1983, warna di tentukan berdasarkan
hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tertentu.
Puguh. 2013. Penggunaan Data Pengindraan Jauh Dalam Analisis Bentuk Lahan Asal
Proses Fluvial di Wilayah Karang Sambung. Jurnal Geografi. Vol (10). Hal 167 – 174.
IV. LAMPIRAN