2
3) Geomorfologi adalah studi evolusi bentuklahan, terutama yang dihasilkan
oleh erosi (Small, 1968).
4) Geomorfologi adalah studi bentuklahan, terutama mengenai watak/sifat
alaminya, asal mula (genesis), proses perkembangan dan komposisi
materialnya (Cooke, at al., 1974).
5) Geomorfologi adalah studi yang menguraikan bentuklahan dan proses-proses
yang mempengaruhi pembentukannya, dan menyelidiki hubungan antara
bentuklahan dan proses menurut tatanan keruangannya (Van Zuidam, et al.,
1979).
6) Geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang
bentuklahan, pembentuk muka bumi, baik di atas maupun di bawah muka air
laut, yang menekankan pada genesis dan perkembangannya di masa datang,
serta kaitannya (konteksnya) dengan lingkungan (Verstappen, 1983).
Atas dasar definisi tersebut di atas jelas bahwa obyek kajian geomorfologi
adalah bentuklahan. Bentuklahan yang menjadi pusat perhatian kajian
geomorfologi adalah watak (sifat) alaminya, proses geomorfik, material
penyusun, genesis (asal mula), konteksnya dengan lingkungan dan aspek
keruangannya. Pada awal perkembangannya yang menjadi pusat kajiannya
terbatas pada bentuklahan di daratan saja. Munculnya definisi geomorfologi yang
dikemukakan oleh Verstappen (1983) maka obyek kajian geomorfologi
merambah ke dasar perairan laut (lautan). Hal tersebut diperkuat oleh Chorley et
al., (1984), yang menyebutkan bahwa obyek kajian geomorfologi tidak terbatas
pada bentuklahan di kontinen dan tepiannya saja, tetapi termasuk juga morfologi
dasar laut.
3
menyebutkan bahwa fisiografi itu mencakup faktor utama dan pokok dari unsur
fisik, seperti geologi, oseanografi, meteorologi dan astronomi. Fisiografi, terutama
yang digunakan di Eropa, mancakup klimatologi, meteorologi, oseanografi dan
geografi matematika (Thornbury, 1954). Lobeck (1939) menyebutkan bahwa
fisiografi adalah studi tentang daratan (geomorfologi), atmosfer (meteorologi dan
klimatologi) dan lautan (oseanografi). Dalam "kamus geografi" (Monkhouse,
1972) fisiografi adalah uraian dari kenampakan alami dan hubungan timbal
baliknya. Dalam perkembangan lebih lanjut fisiografi disamaartikan dengan
geografi fisik, dan khususnya di Amerika Serikat fisiografi terbatas pada studi
bentuklahan yang identik dengan geomorfologi. Van Zuidam (1979) menyebutkan
bahwa fisiografi dapat mempunyai dua arti, yaitu : (1) uraian bentuklahan atau
medan yang hanya menekankan pada aspek fisik (abiotik) dari lahan; (2) uraian
bentanglahan yang mencakup aspek penggunaan lahan, vegetasi dan pengaruh
manusia. Dalam terapan praktisnya pengertian pertama yang banyak digunakan
sedangkan pengertian kedua telah banyak ditinggalkan.
Atas dasar batasan dan pengertian dari beberapa rujukan tersebut dapat
ditegaskan bahwa fisiografi dalam artian luas mempelajari/menguraikan daratan,
atmosfer dan laut (an). Bagian fisiografi yang mempelajari daratan tercakup dalam
geomorfologi. Meteorologi dan klimatologi bagian fisiografi yang mempelajari
udara, sedangkan oseanografi bagian fisiografi yang mempelajari laut (an). Oleh
sebab itu apabila dalam karangan ilmiah terdapat sub bab fisiografi daerah
(wilayah) maka seharusnya berisikan uraian tentang geomorfologi, meteorologi,
klimatologi dan oseanografi. Apabila yang diuraikan hanya bentang daratan saja
maka uraian tersebut seharusnya termasuk uraian geomorfologi.
Apabila dikaitkan dengan pengertian fisiografi dan geomorfologi seperti
tersebut di atas maka penggunaan batasan fisiografi dan geomorfologi akan lebih
tegas. Fisiografi digunakan apabila uraiannya mencakup seluruh aspek fisik,
daratan, udara dan laut (an), dan apabila batasan pada aspek fisik daratan saja
maka yang digunakan adalah geomorfologi.
4
PERKEMBANGAN GEOMORFOLOGI
Geomorfologi yang kita pelajari seperti saat sekarang ini telah melalui
pengalaman panjang dalam membangun konsep dasar dan metodologinya. Ada
lima fase perkembangan geomorfologi yang dapat ditelusuri, yang masing-
masing uraiannya adalah sebagai berikut ini (Sutikno, 1987).
1. Fase pertama (sebelum abad ke 17)
Fase ini merupakan fase peletak dasar pemikiran geologi dan
geomorfologi yang telah dimulai lima abad sebelum Masehi (Thornbury, 1954).
Pandangan kuno yang terkait dengan geologi dan geomorfologi seperti
dikemukakan oleh Herodutus (485-425 SM), Aristotle (384-322 SM), Strabo (54
SM – 25 M) dan Senecca (- SM – 65 M).
Herodutus, mengamati penimbunan geluh (loam) dan lempung (clay) oleh Sungai
Nil sehingga memberikan julukan "Mesir adalah pemberian Sungai Nil".
Pandangan Herodutus yang lain adalah perbukitan di Mesir yang mengandung
kerang, pada masa lampau pernah di bawah permukaan laut.
Aristotle, berpandangan bahwa air yang keluar dari mata air itu berasal dari air
hujan yang mengalami perkolasi ke bawah permukan tanah; air yang ada di dalam
bumi berasal dari kondensasi di udara yang masuk ke permukaan bumi, dan air
yang berada di dalam bumi menguap dengan berbagai jalan.
Strabo, mengamati dan mencatat adanya penenggelaman lokal dan munculnya
daratan. Strabo berpendapat bahwa "Vale of Tompe" merupakan basil gempa
bumi, selain itu juga mengatakan bahwa Gunung Vesuvius adalah gunungapi,
meskipun semasa hidupnya gunungapi tersebut belum pernah meletus. Pandangan
Strabo yang lain adalah bahwa delta dari sungai bervariasi menurut daerah aliran
sungainya; delta yang besar terbentuk bila daerah yang dialiri luas dan batuannya
lemah, dan pembentukan delta terpengaruh oleh pasang surut dan aliran sungai.
Seneca, mengenal gempa bumi lokal alami, tetapi masih menganggap bahwa gempa
bumi terjadi sebagai akibat bencana internal dari angin daratan. Seneca juga
beranggapan bahwa air hujan cukup untuk mengisi sungai-sungai, dan juga
berpandangan bahwa tenaga aliran sungai dapat mengikis lembah-lembahnya.
Avicenna (Ibnu Sina, 987-1037) berpandangan bahwa asal mula pegunungan
5
dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengangkatan seperti yang terjadi
oleh gempa bumi, dan oleh pengaruh air yang mengalir dan embusan angin yang
membentuk lembah-lembah pada batuan lunak.
Leonardo da Vinci (1452-15190) berpandangan bahwa lembah terkikis oleh
sungai dan sungai tersebut mengangkut material dari suatu tempat di permukaan
bumi dan mengendapkannya di mana saja.
Dalam fase pertama ini sebagian besar pandangan memberikan teori dasar
terutama tentang proses berdasarkan pengamatan lokal, dan berusaha memberikan
penjelasan bagaimanakah suatu fenomena alam tersebut terjadi. Pada fase ini ilmu
geomorfologi belum muncul, tetapi pandangan-pandangan yang dikemukakan
sebagian masih relevan dengan konsep yang berlaku hingga saat ini.
6
3. Fase Ketiga (Awal abad 19)
Pada fase ke tiga dari perkembangan geomorfologi ada tiga tokoh yang
terkenal yaitu: Sir Charles Lyell (1797-1875), Dean William Buckland (1784-
18560 dan Louis Agassiz (1807-1873).
Lyell sebenarnya lebih antusias dalam geologi daripada ke geomorfologi, dengan
bukti karyanya yang berjudul "Principle of Geology". Sumbangan pemikirannya
dalam geomorfologi adalah tentang perkembangan bentuklahan yang lambat
bahkan melebihi waktu geologi. Meskipun Lyell banyak mengadakan pengamatan
terhadap muatan suspensi, debit dan peubah-peubah lainnya, tetapi memberikan
suatu konsep yang mendasar. Dalam pengamatannya terhadap gletser (es), Lyell
tidak mempercayai kapasitas daya angkutnya dalam memindahkan bongkah dan
endapan gletser.
Buckland, sangat setuju dengan siklus hidrologi, akan tetapi tidak begitu mengerti
mengapa sungai dapat membentuk lembahnya sendiri. Buah fikiran Buckland
yang lain adalah:
a. relief merupakan basil dari struktur geologi dan bukan oleh proses erosi;
b. material yang terangkut dari hulu dan melalui lembah sungai akan
terendapkan di laut; dan
c. pasang surut merupakan tenaga utama dalam transportasi material di
bawah permukaan air laut.
7
a. ada hubungan penting antara teori glasial dengan teori fluvial, terutama
untuk mengetahui tenaga gletser untuk mengerosi;
b. kejadian danau di daerah bergletser tidak dapat dijelaskan dengan proses
fluvial, tetapi dapat dijelaskan dengan proses glasial;
c. tenaga erosi dari gletser terutama terdapat pada bagian bawah;
d. ada hubungan antara retakan/lenturan dengan arah sungai.
8
Greenwood (1793-1875) adalah pendukung Hutton dan Playfair. Konsep yang
dikemukakan oleh Greenwood adalah:
a. proses denudasi di suatu lahan dapat dijelaskan dengan hujan dan sungai;
air hujan yang jatuh di permukaan bumi membawa material halus di
sepanjang lereng membentuk alur-alur dan akhirnya membentuk sungai-
sungai kecil;
b. lembah dan lereng merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
9
Spark (1960). Setelah tahun 1960 (an) buku-buku teks geomorfologi dapat
dikelompokkan menjadi empat atas dasar pokok bahasannya sebagai berikut.
a. Kelompok topikal, yaitu yang menekankan pada salah satu aspek
geomorfologi seperti proses pelapukan (Oilier, 1969), proses fluvial
(Leopold, et al, 1964), Morisawa, 1968 dan Richard, 1982); gunungapi
(Olier, 1969) dan pantai (Pethick, 1979).
b. Kelompok metode dan teknik penelitian dalam geomorfologi seperti King
dan Goudie (1981, 1990), Dackombe (1983) dan Verstappen (1976).
c. Kelompok pemetaan, yaitu menekankan pada teknik pemetaan morfologi
dan geomorfologi, seperti Verstappen dan Van Zuidam (1966, 1979),
Klimmaszeski (1978), Demek (1978) dan Dorses dan Salome (1973).
d. Kelompok terapan, yaitu yang menekankan pada terapan geomorfologi
untuk berbagai tujuan seperti dalam bidang evaluasi lahan, kerekayasaan,
konservasi lahan, evaluasi sumberdaya material dan dalam bidang
lingkungan, seperti Van Zuidam, et al. (1979), Cooke, et al. (1974, 1982),
Verstappen (1983), Maitor Pesci (1985), Hooke (1988), Viles dan Spencer
(1995), Panizza (1996) dan Oya (2001).
10
PERKEMBANGAN GEOMORFOLOGI DI INDONESIA
Setelah diuraikan perkembangan geomorfologi pada umumnya, perlu
kiranya kita lihat perkembangan geomorfologi di Indonesia. Perkembangan
geomorfologi di Indonesia sebenarnya sulit ditelusuri sejak awal. Pada umumnya
ilmu pengetahuan di Indonesia berkembang setelah kemerdekaan Republik
Indoensia, tahun 1945. Sebelum kemerdekaan banyak tulisan tentang geologi
regional untuk beberapa wilayah Indonesia terutama yang berkaitan dengan
pertambangan dan gunungapi. Dua buah buku yang terbit setelah kemerdekaan
yang berkaitan dengan geomorfologi di Indoensia adalah tulisan Van Bemmelen
(1949) yang berjudul "The Geology of Indonesia" dan tulisan Pannekoek (1949)
"Outline of the Geomorphology of Java". Dalam tulisan Van Bemmelen tersebut
terdapat satu bab tentang fisiografi yang di dalamnya terkandung uraian aspek-
aspek geomorfologi. Tulisan Pannekoek tentang Geomorfologi Pulau Jawa
tersebut merupakan tulisan geomorfologi yang lengkap, dalam arti aspek-aspek
geomorfologi dideskripsi secara menyeluruh.
Setelah periode Van Bemmelen dan Pannekoek muncul beberapa tulisan
geomorfologi dalam tahun 1950 hingga tahun 1964 oleh Verstappen, antara lain :
Geomorphologycal Observation of North Molusca-Northern Vogelkop Island
Area (1960); A Constribution to the Geomorphology of Molusca, Volcanic
Landforms of Halmahera (1960) ; Some Volcanoes of Halmahera (Molusca) and
Their Geomorphological Setting (1964); A Geomorphological Reconnaissance of
Sumatra and Adjacent Island, Indonesia (1973); Outline of The Geomprphology
of Indonesia (2000). Atas dasar tulisan-tulisan yang disusun Verstappen tersebut,
tampak bahwa Verstappen menaruh minat yang besar terhadap geomorfologi di
Indonesia. Hal tersebut dimungkinkan karena Verstappen pada waktu itu menjadi
staff pad Balai Geografi Jawatan Topografi Angkatan Darat di Jakarta. Perhatian
Verstappen terhadap pendidikan geomorfologi di Indonesia tampak setelah tahun
1950 berdiri Jurusan Ilmu Bumi di bawah Fakultas Sastra, Paedagogik dan
Filsafat di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Verstappen menjadi salah
seorang pengajarnya dalam mata kuliah geomorfologi dan penafsiran foto udara.
11
Lulusan angkatan pertama dari Jurusan Ilmu Bumi Fakultas Sastra,
Paedagogik dan Filsafat tersebut terjadi pada tahun 1957 dan dua alumni di
antaranya mengambil kekhususan dalam bidang geomorfologi yaitu Kardono
Darmoyuwono (almarhum) dan R. Bambang Suroto. Kardono Darmoyuwono
(alm.) menetap sebagai staf pengajar di Universitas Gadjah Mada pada Fakultas
Sastra, Jurusan Ilmu Bumi dalam mata pelajaran geomorfologi. Pada saat Jurusan
Ilmu Bumi meningkat statusnya menjadi Fakultas Geografi, tahun 1963, Jurusan
Geomorfologi merupakan salah satu jurusan dari 8 jurusan yang ada di Fakultas
Geografi UGM. Pada tahun 1973 Kardono Darmoyuwono memperoleh jabatan
Profesor dalam bidang geomorfologi dan merupakan guru besar pertama dalam
geomorfologi di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa
geomorfologi di Indonesia secara nyata dikembangkan oleh Verstappen yang
kemudian diteruskan oleh Profesor Kardono Darmoyuwono (almarhum) yang
kemudian diikuti oleh Prof. Surastopo Hadisumamo (almarhum), dan Karmono
Mangunsukardjo (almarhum).
Geomorfologi merupakan mata kuliah inti pada program studi geografi,
teknik geologi dan kependidikan geografi baik di manca Negara maupun di
Indonesia. Disamping itu geomorfologi juga diajarkan pada ilmu pengetahuan lain
yang memerlukan informasi kebumian seperti program studi arkeologi, pertanian
dan kehutanan. Perkembangan geomorfologi di Indonesia pada awalnya agak
lamban, kith sudah mulai tampak jelas arti pentingnya. BAKOSURTANAL
(Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) telah merintis pembuatan peta
geomorfologi sistematik di Indonesia, yang hingga kini baru terselesaikan
sebagian kecil wilayah Indonesia yaitu P.Sumatera dengan skala 1 : 250.000.
Program pemetaan geomorfologi tersebut dan pemetaan sumberdaya lahan yang
mendasarkan pada satuan bentuklahan merupakan tindakan konkrit untuk
pengembangan geomorfologi pada masa akan datang di Indonesia.
Perencanaan penggunaan lahan, perencanaan penanggulangan bencana
alam, perlindungan terhadap lingkungan memerlukan informasi geomorfologi
yang tepat dan teliti. Pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan juga memerlukan informasi geomorfologi. Dalam analisis dapak
12
lingkungan informasi geomorfologi merupakan salah satu komponen lingkungan
yang diperlukan. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa ada kecenderungan
yang meningkat terapan geomorfologi pada masa yang akan datang di Indonesia.
13
Gambar 1.1. Munculnya lava flow tipe bantal ke permukaan
menjelaskan letusan gunungapi purba (Gunungapi Nglanggran)
14
batuan tertentu mungkin resisten terhadap proses yang lain, tetapi di bawah
pengaruh kondisi iklim yang berbeda akan memberikan perbedaan tingkat
resistensinya. Batu gamping di daerah iklim tropis basah akan membentuk
topografi karst, sedangkan di daerah beriklim kering batugamping resisten
seperti batu pasir.
Kenampakan struktur dari batuan tentu lebih tua daripada bentuklahan
yang terbentuk padanya. Struktur utama seperti lipatan dan sesar terbentuk
pada waktu yang lama sekali sebelum mengalami proses erosi. Struktur geologi
itu telah terbentuk sebelum bentuklahan itu muncul. Pada umumnya terdapat
hubungan yang erat antara struktur dengan kenampakan topografinya.
Misalnya topografi yang terdapat di perbukitan Dome Sangiran bervariasi
menurut litologinya, dan topografi di Pegunungan Kendeng yang berstruktur
lipatan menunjukkan penggelombangan. Kadang-kadang memang terjadi
kenampakan topografi yang kurang mencerminkan strukturnya. Hal demikian
mungkin saja terjadi karena homogenitas struktur atau ukuran dari strukturnya
terlalu besar.
15
akan mempengaruhi intensitas proses geomorfik. Begitu banyak faktor yang
berpengaruh terhadap intensitas proses-proses geomorfik di suatu daerah,
sehingga sebagian hasilnya adalah perbedaan relief.
Konsep ke tiga ini memberikan petunjuk bahwa meskipun di suatu
daerah memiliki struktur dan litologi yang sama, daerah tersebut tentu akan
menunjukkan perbedaan relief walaupun hanya kecil sekalipun, apalagi apabila
struktur dan litologinya berbeda maka perbedaan relief akan nyata sekali.
Relief, dengan demikian dapat dijadikan dasar untuk menentukan perbedaan
struktur, litologi maupun proses geomorfik yang bekerja pada suatu daerah.
Konsep ini sangat bermanfaat sebagai dasar interpretasi foto udara
geomorfologikal.
16
bentuklahan lainnya. Apabila suatu bentuklahan terjadi di suatu daerah maka
bentuklahan asosiatifnya akan diketemukan juga. Misalnya di suatu daerah
terdapat danau tapal kuda, maka di daerah tersebut juga akan terdapat tanggul
alam, dataran banjir atau rawa belakang, seperti yang terjadi di sungai-sungai
besar di Indonesia. Sebagai contoh di daerah Adipala Cilacap, Jawa Tengah, di
sana terdapat danau tapal (oxbow lake) dari Sungai Serayu lama, yang di
sekitarnya diketemukan bentuklahan asosiasinya.
Perlu diketahui pula proses geomorfik yang mempengaruhi bentuklahan
itu tidak tunggal, melainkan terbentuk oleh gabungan beberapa proses.
Kompleks dari proses geomorfik dan tenaga yang bekerja di bawah kondisi
iklim tertentu disebut dengan sistem morfogenetik. Sistem morfogenetik itu
dapat digunakan untuk mengklasifikasikan suatu daerah menjadi satuan-satuan
morfogenetik. Setiap satuan morfogenetik akan dicirikan oleh proses
geomorfik yang menonjol.
Konsep ke empat ini dapat digunakan untuk menginterpretasikan proses
geomorfik yang bekerja di suatu daerah atas dasar kenampakan basil proses yang
terdapat pada bentuklahan. Sebagai contoh: lembah yang dalam itu merupakan
basil proses erosi vertikal; material endapan berbutir kasar dan berbentuk pipih
itu merupakan basil dari proses gelombang yang terjadi di daerah pesisir. Di
samping itu konsep ke empat ini dapat memberikan petunjuk bahwa setiap
proses geomorfik akan berkembang menurut karakteristik bentuklahannya.
Misalnya tidak semua pada bentuklahan akan berlangsung proses longsoran
atau dengan perkataan lain proses longsoran itu tidak terjadi pada sebarang
bentuklahan.
17
paneplain (dataran nyaris). Kebanyakan ahli geomorfologi memahami bahwa
bentuklahan itu memiliki tingkat perkembangan, tetapi tidak harus dibedakan
menjadi muda, dewasa dan tua. Stadium perkembangan itu lebih bersifat
subyektif. Untuk menyatakan tingkat perkembangan dapat dinyatakan secara
faktual dari data proses. Tingkat perkembangan itu dapat dinyatakan dengan
tingkat pengikisan atau tingkat erosi, yang masing-masing tingkat tersebut
dapat dinyatakan secara kuantitatif seperti : tingkat erosi ringan, menengah dan
tinggi.
Gambar 1.2. Struktur batuan kompleks dihasilkan oleh bentukan vulkanis dasar laut yang
di atasnya terdapat bentukan sedimen marin dan terangkat hingga ke permukaan
18
siklus erosi sebelumnya. Banyak kenampakan bentuklahan individual yang
terbentuk oleh beberapa proses geomorfik, dan jarang diketemukan
bentuklahan yang dicirikan oleh suatu proses geomorfik saja, meskipun kita
dapat menunjukkan salah satu proses yang dominan.
Kaitannya dengan evolusi geomorfik ada lima (5) kategori
bentanglahan yaitu: sederhana, majemuk, monosiklik, multisiklik dan terkubur
atau tergali.
a. Bentanglahan sederhana: adalah bentanglahan yang terbentuk oleh suatu
proses geomorfik tunggal yang dominan; misalnya sand dune/gumuk pasir
terbentuk oleh proses eolian.
b. Bentanglahan majemuk: adalah bentanglahan yang proses
perkembangannya terpengaruh oleh dua atau lebih proses geomorfik.
Menurut kenyataannya bentanglahan itu bersifat majemuk, dan sangat
jarang pada daerah yang luas hanya berlangsung satu proses geomorfik
saja. Contoh sederhana dari bentanglahan majemuk adalah topografi karst,
proses yang dominan adalah proses pelarutan, meskipun demikian proses
pelapukan, erosi dan amblesan juga terjadi.
c. Bentanglahan monosiklik: adalah bentanglahan yang terbentuk oleh satu
siklus proses erosi, sedangkan yang multisiklik terbentuk lebih dari satu
siklus erosi. Kebanyakan dari bentanglahan bersifat multisiklik.
Bentanglahan monosiklik itu umumnya terjadi pada daerah yang baru
terbentuk, seperti pengangkatan dasar lautan, permukaan dari kerucut
gunungapi, dataran lava/plato atau daerah yang terkubur. Bentanglahan
monosiklik maupun multisiklik dapat bersifat sederhana atau majemuk.
d. Bentanglahan poliklimatik; bentanglahan yang berkembang di bawah lebih
dari satu set keadaan iklim, yang diikuti oleh serangkaian variasi proses
geomorfik dominan. Kebanyakan dari variasi keadaan iklim itu berasosiasi
dengan fluktuasi iklim dari Kala Pleistosen, tetapi untuk beberapa daerah
aspek tertentu dari topografinya mencerminkan keadaan iklim yang terjadi
pada masa Tertier. Misalnya kenampakan yang terdapat di Perbukitan
Rembang yang memiliki ciri iklim kering dan iklim basah (Fakultas
19
Geografi, 1986). Ciri iklim kering ditunjukkan oleh pasir pantai yang
mengisi lubang-lubang karst hasil dari proses pelarutan (yang terbentuk
dalam keadaan iklim tropis basah).
e. Bentanglahan terkubur (exhumed) atau tergali: adalah bentanglahan yang
terbentuk selama beberapa periode dalam masa geologi lampau, kemudian
tertimbun oleh batuan beku atau batuan sedimen, yang kemudian
tersingkap kembali karena hilangnya material penutup. Kenampakan
topografi yang terkubur mungkin berasal dari zaman Pre Kambrium, atau
dapat juga yang lebih resen seperti kala Pleistosen. Kebanyakan dari
kenampakan yang tergali ulang bersifat lokal dan hanya meliputi daerah
sempit dari bentanglahan masa kini. Penggalian ulang tersebut dapat
diakibatkan oleh pengikisan aliran sungai atau proses longsoran.
Bentanglahan terkubur pada masa kini banyak terjadi pada daerah
gunungapi aktif seperti di sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kediri.
Pada ke dua daerah tersebut banyak diketemukan temuan kepurbakalaan
pada Abad 8 yang tertutup oleh lahar dan kemudian tersingkap kembali,
misalnya di Sambisari (Yogyakarta), Candi Tikus di Trowulan
(Mojokerto) dan Candi Kepung di Kediri.
20
saat sekarang berkembang sejak Pasca Tertier dan kemungkinan 99 % berumur
Pasca Miosen Tengah. Srtuktur geologi umumnya lebih tua daripada
kenampakan topografi yang berkembang di atasnya. Sebagai contoh
Pegunungan Himalaya kemungkinan terlipat pertama kali pada Zaman
Kretaseous, kemudian pada Kala Eosen dan Miosen. Kenampakan topografi
dari Pegunungan Himalaya yang sekarang terbentuk pada Kala Pliosen dan
topografi yang lebih detil terjadi pada Kala Pleistosen atau lebih muda.
21
sekarang. Pembentukan sistem pegunungan di P. Jawa misalnya juga diawali
pada Kala Pliosen hingga Pleistosen ( Pannekoek, 1949; van Bemmelen, 1949),
dan bahkan hingga kini masih terjadi proses neotektonik di beberapa tempat di
Indonesia (Katili, 1980; Verstappen, 2000).
22
pada masa lalu dapat dilakukan dengan pendekatan palaeogeomorfologi.
Pendekatan palaeogeomorfologi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
kronologi dari proses pembentukan bentuklahan dari suatu daerah.
Konsep dasar geomorfologi seperti tersebut di atas dapat memberikan
pengertian tentang: (1) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bentuklahan;
(2) karakteristik proses geomorfik dan (3) pendekatan dalam geomorfologi
untuk mempelajari evolusi bentuklahan.
1) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bentuklahan yang tercakup
dalam konsep dasar tersebut adalah:
a. struktur geologi termasuk litologinya, merupakan faktor yang akan
tercermin pada bentuklahannya;
b. relief, setiap bentuklahan memiliki relief tertentu yang merupakan hasil
interaksi antara litologi dengan struktur tertentu terhadap faktor
eksogen;
c. iklim, unsur-unsur iklim akan berpengaruh terhadap intensitas proses
geomorfik, sebagai penyebab perbedaan bentuklahan dan tingkat
perkembangannya.
2) Karakteristik proses geomorfik yang terkandung dalam konsep dasar
tersebut adalah:
a. proses geomorfik itu bekerja sepanjang masa, proses yang bekerja saat
sekarang juga telah terjadi pada masa lalu dan akan bekerja di masa
yang akan datang;
b. setiap proses geomorfik akan mempunyai ciri khas yang berbekas pada
bentuklahannya;
c. proses erosi itu tidak sama intensitasnya sehingga bentuklahan itu
mempunyai tingkatan perkembangan;
d. untuk mempelajari proses geomorfik dan perkembangan bentuklahan
faktor iklim perlu diketahui.
3) Pendekatan geomorfologi dalam mempelajari evolusi bentanglahan dalam
konsep dasar geomorfologi tersebut, adalah:evolusi bentanglahan itu
kebanyakan lebih bersifat kompleks berbanding yang sederhana;
23
a. kebanyakan dari bentanglahan termasuk bentuklahan, terjadi pada Kala
Pleistosen, karena pada zaman tersebut di dunia ini terjadi perubahan
iklim yang dahsyat dan tektonik serta vulkanik sangat aktif;
b. pendekatan historis penting untuk mempelajari perkembangan
bentuklahan.
Selain pendekatan historis dalam mempelajari perkembangan
bentuklahan dan karakteristiknya terdapat juga pendekatan fungsional.
Morfologi:
1) Morfografi : Diskripsi bentuk lereng
2) Morfometri : Aspek kuantitatif bentuk lereng, panjang lereng, dan beda
tinggi
Morfogenesa:
1) Morfostruktur aktif : proses dinamikan endogen
24
2) Morfostruktur pasif : tipe dan struktur lithologi dan kaitanya dengan
pelapukan dan erosi.
3) Morfodinamik : proses dinamik eksogen dalam kaitanya dengan
aktifitas angin, air, es, gerak massa batuan dan
vulkanisme.
Morfokronologi:
1) Umur Relatif
2) Umur Absolut
25
MODUL II
KONSEP BENTUKLAHAN, RELIEF,
MATERI PENYUSUN, DAN PROSES
26
terjadi. Misalnya beting gisik (beach ridge) yang terdapat di Glagah (Kulon
Progo) akan mirip (dengan julat tertentu) dengan beting gisik yang terjadi di
Kroya, Kebumen, Jawa Tengah. Gunungapi Merapi di Yogyakarta dan Jawa
Tengah mempunyai karaktersitik fisikal dan visual yang mirip dengan Gunungapi
Semeru di Jawa Timur, yang kedua-duanya merupakan bentuklahan gunungapi
strato.
Klasifikasi Bentuklahan
Secara umum bentuklahan yang ada di permukaan bumi dapat diklasikfikasikan
ke dalam 4 tipe bentuklahan (Pidwirny, 2006) seperti yang di bawah ini.
1) Bentuklahan struktural
Bentuklahan ini terbentuk oleh pemadatan magma dalam jumlah yang sangt
besar (magma solidification) atau oleh pergerakan lempeng tektonik. Contoh:
shield, pegunungan lipatan, lembah, dan gunungapi.
2) Bentuklahan hasil pelapukan
Pelapukan yang terdiri atas 3 tipe yaitu pelapukan fisik, kemis, dan biologis
menghasilkan bentuklahan diman batuan dan sedimen terdekomposisi dan
terdisintegrasi. Tipe bentuklahan ini meliputi karst, lahan berpola (patterned
gound), dan profil tanah.
3) Bentuklahan erosional
Bentuklahan ini terbentuk akibat proses erosi atau pelapukan oleh angin, air,
glacial, atau gravitasi. Bentuklahan ini meliputi lembah sungai, lembah
glacial, dan pantai bertebing (cliff).
4) Bentuklahan deposisional
Bentuklahan ini terbentuk dari deposisi material hasil pelapukan atau erosi
permukaan. Pada kasus tertentu, deposit dapat mengalami kompesi,
perubahan karena tekanan, panas, dan proses kimia sehingga membentuk
batuan sedimen. Bentuklahan ini meliputi pantai, delta, dataran banjir, dan
glacial moraines.
.
27
Gambar 2.1. Model sederhana perkembangan bentuklahan (Pidwiny, 2006)
28
PROSES
GEOMORFOLOGI
EKSOGEN
Degradasi
29
1) Permulaan penyebab terjadinya gerak massa batuan dan erosi’
2) Faktor pengrendahan permukaan lahan secara umum
3) Pengaruh terbentuknya berbagai bentuklahan
4) Proses utama dalam pembentukan regolit dan tanah.
Mass Wasting
30
Gambar 2.5. Tipe-tipe gerak massa batuan
ENDOGEN
Volkanisme
Diastrofisme
Tenaga diastrofisme dapat membentuk kerak bumi melalui perlipatan,
patahan, pengangkatan, dan subsidence. Ada dua macam tenaga diastrofisme yaitu
orogenesa dan epirogenesa. Orogenesa adalah pembentukan pegunungan dengan
cara pengangkatan akibat proses structural dan tektonik. Hal ini tidak termasuk
erosi yang menghasilkan puncak yang tinggi dan lembah yang dalam. Sedangkan
epirogenesa adalah pengangkatan atau depresi suatu area yang luas tanpa adanya
perlipatan atau patahan yang signifikan.
31
Gambar 2.6. Proses-Proses Endogen
Tabel 2.1. Klasifikasi Bentuklahan
33
Gambar 2.7. Pembagian Orde di Permukaan Bumi
34
MODUL III
KLASIFIKASI SATUAN BENTUKLAHAN STRUKTURAL
35
tersebut yaitu pada waktu sedimentasi, pembekuan magma atau lava. Sedangkan
struktur sekunder terbentuk setelah batuan utama terbentuk.
Struktur primer yang dapat ditemukan antara lain : struktur silangsiur
(Cross bedding), struktur delta, struktur gelembur gelombang (ripple marks), dan
struktur horisontal. Struktur sekunder terbentuk akibat adanya tenaga yang bekerja
pada struktur primer. Tenaga tersebut adalah : intrusi magma, orogene sa, tekanan
'
dari beban butuan. Pada batuan sedimen struktur sekunder dapat terjadi oleh
sementasi setelah terbentuk batuan, terjadinya retakan, dan diaklas. Pada batuan
beku struktur sekunder dapat terjadi oleh pengisian batuan berstruktur skoria oleh
mineral sekunder, pembentukan struktur kolumner oleh tekanan.
Dalam struktur geologi dipelajari bentuk lipatan, patahan dan berbagai
perkembangannya. Bentuk-bentuk lipatan dibedakan menjadi sinklinal, antiklinal.
Bagian-bagian sinklinal adalah : sayap sinklinal, inti lembah, bidang simetri dan
poros lembah. Bagian-bagian dari antiklinal adalah : sayap antiklinal, sayap
tengah, punggung antiklinal, bidang simetri, dan inti antiklinal. Bagian-bagian
dari antiklinal disajikan pada Gambar 3.1. Bagian-bagian sinklinal merupakan
analogi dari bagian-bagian antiklinal.
36
Gambar 3.2. Macam-Macam Lipatan
BOX INFO
Dalam perlisan yang miring, bidang mring disebut Sumbu antiklinal yang terlipat disebut dengan
dengan dip. Dip atau dip sebenarnya adalah sudut pitch atau plunge. Sudut plunge adalah sudut
terbesar yang dibentuk oleh bidang miring dan yag dibentuk oleh sumbu antiklinal dan bidang
bidang horizontal. Strike adalah arah atau jurus horizontal. Antiklinal yang rebah (plunging
dari sudut dip yang diukur sesuai dengan arah anticline) dapat disebut dengan kubah yang
azimuth (arah kompas) pada bidang horizontal. memanjang (elongated dome). Sumbu sinklinal
dapat disebut dengan plunge.
Gambar 3.3. Istilah-istilah dalam struktur berlapis (a) Dip dan strike (b) Plunge
37
Gambar 3.4. Lipatan, Sungai, dan Pola Aliran
38
f) Annular, pola aliran sungai tegak lurus terhadap sungai utama yang melingkar.
Pola aliran ini dikontrol oleh kekar atau sesar pada. bedrock Mencerminkan
struktur kubah (dome).
g) Rectangular, pola aliran membentuk cabang sungai yang tegak lurus terhadap
sungai utama, dengan aliran yang memotong daerah secara tidak kontinyu.
Mencerminkan daerah kekar atau sesar yang saling tegak lurus (namun pola
tidak serumit pada pola aliran trelis)
39
MODUL IV
KLASIFIKASI SATUAN BENTUKLAHAN VULKANIK
40
Gambar 4.1. Proses penunjaman lempeng di lautan
membentuk jalur gunungapi di tengah laut
41
Tumbukan lempeng dapat keduanya menunjam Obdaksi (obduction), atau
satu lempeng menunjam di bawah lempeng yang lain (subduction) dan dapat pula
keduanya terangkat (obduction) membentuk pegunungan struktural, dengan
struktur mendekati tegak, terbentuk batuan ubah, membentuk relief bergunung
dengan lereng terjal dan lembah yang dalam, seperti di pegunungan Tengah Irian
Jaya. Penunjaman lempeng tektonik di bawah lempeng yang lain, atau subdaksi
(subduction) mengakibatkan tergangunya magma di dalam perut bumi. Gangguan
ini terjadi akibat penunjaman kerak bumi menjadi lemah, sehingga magma
mampu menyusup ke permukaan.
Penyusupan magma membentuk jalur sepanjang lempeng menunjam, akan
tetapi terdapat perbedaan lokasi antara lokasi penyusupan magma dengan lokasi
penunjaman lempeng. Pada jalur penunjaman terbentuk massa batuan yang
berasal dari lempeng yang tidak ikut menunjam, membentuk melang atau sering
disebut busur non volkanis. Jalur tempat munculnya magma membentuk deretan
gunungapi, sering disebut dengan jalur gunungapi atau busur volkanis. Busur non
volkanis atau busur volkanis dapat terjadi di daratan atau perairan laut.
Dengan terbentuknya gunungapi pada busur volkanis maka sebaran
gunungapi di permukaan bumi mengikuti penunjaman lempeng tektonik.
Pununjaman lempeng dapat berpindah dari waktu ke waktu sehingga deretan
gunungapi yang terbentuk berpindah pula, sehingga terbentuk deretan gunungapi
yang sudah mati dan deretan gunungapi yang masih aktif. Deretan gunungapi
berumur Tersier, semuanya sudah mati, deretan gunungapi Kuarter tua juga sudah
mati dan deretan gunungapi Kuarter muda ada yang sudah mati, istirahat maupun
masih aktif.
Sifat bumi yang dinamis dalam membentuk gunungapi, memberikan
bentukan volkanis yang beraneka pula. Secara garis besar tubuh gunungapi dapat
dibedakan menjadi lereng atas, yang didomisasi oleh gerakan batuan secara
gravitatif, lereng tengah sebagai lereng transportasi, dan lereng bawah sebagai
lereng sedimentasi atau deposisi. perbedaan lereng pada tubuh gunungapi
disebabkan oleh batuan pembentuknya. Selanjutnya berakibat pada terbentuknya
42
alur-alur sungai. Padi lereng curam terbentuk alur lurus dan tunggal, sedangkan
semakin berkurang kemiringan alur menjadi bercabang.
(a)
(b)
Gambar 4.2. Gerakan magma membentuk 3 igir tengah laut dan gerakan lempeng
tektonik yang berlawanan (a), sehingga terjadi tabrakan dan
membentuk jalur gunungapi yang merupakan hasil proses subduksi
(b) (Decker and Decker, 1981)
43
BOX INFO
Tipe Gunungapi
Gunungai diklasifikasikan berdasarkan tipe erupsi yang pernah terjadi.
Secara umum, erupsi dapat diklasifikasikan menjadi effusive atau explosive.
Erupsi effusive sering disebut dengan “erupsi diam” yang ditandai dengan aliran
lava yang menyebar luas di permukaan. Sedangkan erupsi explosive ditandai
dengan ledakan lava dan fragmen batuan yang tersumbat di kepundan gunungapi.
Ledakan tersebut melepaskan gas dari magma yang panas bertekanan tinggi
bersamaan dengan lava, abu, dan material piroklastik yang lain saat terjadi erupsi.
44
Gambar 4.4. Klasifikasi gunungapi
Erupsi Effusive
Erupsi effusive dapat membentuk aliran lava berviskositas rendah yang
luas, lava cair. Magma yang berasosiasi dengan tipe effusive berkandungan silica
sangat rendah sehingga dapat dengan mudah naik ke kepundan dan menyebar ke
permukaan. Berdasarkan pergerakan lava di permukaan, aliran lava dapat
dibedakan menjadi “Pahoehoe” (Bahasa Hawaii) dan “a’a”. Pahoehoe merupakan
lava yang bersifat basaltis yang lembut, menggembung, bergelombang, dan
permukaan yang tidak rata. Sedangkan a’a (bahasa Inggris Hawaii yang berarti
berbatu dengan lava yang kasar tetapi juga terbakar) dicirikan oleh permukaan
yang kasar terdiri atas lava bongkah yang rusak disebut dengan clinker.
a b
45
Tipe gunungapi yang terbentuk oleh erupsi effusive adalah gunungapi
perisai atau shield volcanoes yang dicirikan dengan bentuk yang cembung
(konveks) dan kemiringan lereng kecil. Pulau Hawaii merupakan salah satu
contoh gunungapi perisai. Meskipun sebagian besar lava dikeluarkan di kepundan,
flank eruptions juga terjadi melalui lateral vents yang menyebarkan lelehan lava
disekitar gunungapi. Ketika aliran lava membeku, maka pipa atau tubes dapat
terbentuk.
Erupsi Explosive
Erupsi eksplosif umumnya terjadi pada gunungapi dengan lava yang cair
dan kandungan yang tinggi. Viskositas atau kekentalan lava berkaitan dengan
kandungan silica. Erupsi eksplosif biasa terjadi pada gunungapi sepanjang “ring of
fire”. Ketika magma menuju permukaan kemudian tersumbat dan gas bertekanan
tinggi menjadi gaa pendorong untuk terjadinya erupsi.
46
Tipe gunungapi hasil dari erupsi eksplosif adalah cinder cones dan strato
volcanoes (gunungapi strato). Cinder cones utamanya terdiri atas lapisan
piroklastik hasil dari fragmen batuan yang berada di kepundan pusat (central vent)
gunungapi. Gunungapi Paricutin meruakan salah satu cinder cone yang terkenal
dan meletus pada tahun 1943. Strato volcanoes atau gunungapi strato terbentuk
dari erupsi yang berulang kali yang didominasi oleh piroklastik atau lava. Sebagai
hasilnya adalah terbentuknya lapisan-lapisan dari aliran yang berulang kali.
Gunungapi strato biasanya berasosiasi dengan daerah penunjaman lempeng
(subdaksi). Contoh gunungapi strato yang terkenal di dunia adalah Gunung Fuji,
Gunung St. Helens, dan Gunung Kilimanjaro. Gunung Merapi merupakan
gunungapi strato yang masih aktif di Indonesia.
(a) (b)
Gambar 4.8. Bentukan Cinder Cones (a) dan Strato Volcanoes (b) dari Erupsi Explosive
47
Gambar 4.9. Bagian-Bagian dari Tipe Erupsi Explosive
48
MODUL V
KLASIFIKASI SATUAN BENTUKLAHAN DENUDASIONAL
49
sungai (ravine erosion). Gerak massa batuan adalah gerakan massa batuan atau
puing-puing batuan menuruni lereng akibat gaya gravitasi, sehingga agensia yang
menyebabkan proses gerak massa batuan adalah gaya gravitasi. Tipologi gerak
massa batuan antara lain berupa rayapan (creep), longsoran (slide), gerak jatuh
bebas (fall), dan aliran (flow).
Proses denudasional tersebut akan menyebabkan terjadinya evolusi
bentuklahan yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu bentukan yang hampir
rata (peneplain). Menurut Strahler (1969) ada lima tahapan stadium evolusi
bentuklahan antara lain:
a. Stadium Awal
Pada stadium awal permukaan bumi dibagi menjadi dua yaitu daratan
dan lautan. Kondisi daratan pada stadium awal merupakan kondisi asli dan
proses geomorfologi yang bekerja masih sangat lemah. Pada stadium ini
bentanglahan dibentuk oleh proses struktural yaitu terjadinya pengangkatan.
Bentukan pada stadium awal disajikan pada Gambar 5.1. Ciri-ciri
bentuklahan pada stadium awal adalah proses erosi masih lemah hal ini
ditandai oleh adanya kerapatan aliran yang sangat jarang, relief halus, dan
lembah masih dangkal.
50
b. Stadium Muda Awal
Pada stadium ini mulai terjadi proses denudasional yang diawali
dengan adanya proses pelapukan batuan. Hancuran batuan akibat proses
pelapukan terangkut oleh aliran air sehingga terjadi erosi. Pada stadium ini
mulai terjadi proses erosi walapun belum intensif dan didominasi oleh erosi
vertikal yaitu pendalaman lembah, hal ni disebabkan karena memiliki
perbedaan elevasi yang besar antara daratan dengan level dasar. Kondisi
evolusi bentuklahan pada stadium muda awai disajikan pada Gambar 5.2.
51
Gambar 5.3. Bentuklahan pada Stadium Muda Akhir
52
Proses planasi terjadi secara intensif, mulai terbentuk sungai meander pada
sungai-sungai yang ada.
f. Stadium Tua
Pada stadium bentuklahan telah mencapai kondisi hampir rata dan
terbentuk peneplain. Kondisi permukaan bumi mendekati level dasar (base
level) sehingga elevasi menjadi rendah, relief halus dan proses sedimentasi
terjadi lebih intensif dibandingkan dengan proses erosi. Stadium ini
merupakan akhir dari evolusi bentuklahan.
53
MODUL VI
KLASIFIKASI SATUAN BENTUKLAHAN FLUVIAL
54
selanjutnya akan mengalami sedimentasi. Muatan yang mengapung akan
terangkut terus hingga tenaga aliran sudah tidak mampu untuk mengengkutnya
lagi. Mekanisme pengangkutan muatan sedimen (muatan dasar, muatan suspensi
dan muatan terlarut), disajikan pada Gambar 6.1.
AKTIFITAS SUNGAI
THREE PASES OF SINGLE ACTIVITY
Aliran sungai akan mengangkut material dari bagian hulu menuju bagian
hilir. Dalam proses pengangkutan sedimen, kemampuan aliran air dalam
mengangkut sedimen (stream competention) akan berkurang hal tersebut
ditentukan oleh : berkurangnya debit aliran, kemiringan dasar sungai semakin
kecil, terjadi penambahan sedimen yang terangkut, dan aliran air sungai
semakin melebar. Struktur sedimen dapat dipengaruhi oleh arah aliran air,
kecepatan aliran, banyaknya material sedimen yang terangkut. Struktur
sedimen yang dihasilkan dapat berupa struktur horisontal, silangsiur, struktur
delta. Permukaan sedimen dapat berombak, dengan berbagai macam bentuk.
Secara vertikal sedimen dapat memiliki sebaran butir, gradasi sangat baik,
gradasi baik, gradasi sedang, gradasi butuk dan tidak bergradasi. Secara
memanjang sungai sebaran sedimen dapat terjadi sortasi, dengan kriteria sortasi
sangat baik, sortasi baik, sortasi sedang, sortasi buruk, dan tidak ada sortasi.
55
Gambar. 6.2. Macam-Macam Pengangkutan Muatan Sedimen
56
Tabel. 6.1. Karakterisrik Bentuklahan Fluvial
57
Gambar. 6.3. Pengangkutan Muatan Sedimen pada Berbagai Alur Sungai
58
Gambar. 6.4. Pengangkutan dan Pengendapan Muatan Sedimen
59
MODUL VII
KLASIFIKASI SATUAN BENTUKLAHAN MARINE
60
Gelombang
Gelombang adalah pergerakan goyangan didalam tubuh air yang
ditunjukkan oleh naik turunnya permukaan air. Gerakan naik turunnya permukaan
air. Ini dapat terjadi pada permukaan perairan terbuka, seperti laut, lautan, dan
danau (Bhatt, 1978).
Arus Laut
Arus laut merupakan pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal
sehingga menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi
di seluruh lautan dunia (Hutabarat dan Evans, 1986).
Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan
tiupan angin atau perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang
(Nontji,1987). Arus dapat dibedakan menjadi:
‐ Sand drift (beach drift) adalah Gerakan pasir pantai secara zig-zag akibat arus
datang (swash) ke dataran pantai menyudut garis pantai dan arus kembali ke
laut (backswash) dengan arah tegak lurus garis pantai (searah kemiringan profl
pantai) membuat gerakannya seperti gerigi gergaji.
61
‐ Longshore drift adalah Gerakan material sedimen laut sejajar garis pantai
akibat tebawa oleh arus laut sejajar garis pantai (longshore current)
Gambar 7.3. Bentukan spit (atas) dan tombolo (bawah) akibat dari adanya arus laut
62
Gambar 7.4 Arus balik (rip current) di depan teluk akibat gelombang datang
yang dipantulkan oleh garis pantai sehingga terjadi konsentrasi
arus balik yang kuat menuju kelaut.
Gambar
a. Pesisir bertebing 7.5. Klasifikasi pantai berdasarkan morfologi
terjal (cliff)
63
Pesisir bertebing terjal merupakan bentukan erosional yang terbentk akibat
oleh proses abrasi pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus laut. Akibat
adanya proses abrasi yang intensif daerah tersebut sering terjadi proses gerak
massa batuan yang mengakibatkan mundurnya garis pantai. Matari penyusun
daerah tersebut adalah material yang kompak dicirikan oleh kemiringan lereng
curam sampai terjal. Gambaran pesisir bertebing terjal disajikan pada Gambar 7.1.
64
Gambar 7.7. Pesisir bergisik
65
d. Terumbu karang
Terumbu karang terbentuk karena aktivitas organisme yang terjadi pada
daerah pesisir, sehingga dapat jugs diklasifikasikan ke dalam bentuklahan asal
organisme.
66
MODUL VIII
KLASIFIKASI SATUAN BENTUKLAHAN EOLIN
67
a. tersedianya material berukuran pasir kasar hingga halus dalam jumlah yang
banyak;
b. adanya periode kering yang panjang dan peralihan antara periode basah dan
kering cukup tegas;
c. kecepatan angin mampu mengangkut material;
d. tidak ada penghalang yang berarti baik itu vegetasi maupun bangunan.
68
Gambar 8.2. Gumuk pasir tipe barchan
69
c. Gumuk pasir parabolik
Gumuk pasir parabolik hampir sama dengan gumuk pasir barchan akan
tetapi yang membedakan adalah arah angin. Gumuk pasir parabolik arahnya
berhadapan dengan datangnya angin.
70
e. Gumuk pasir bintang (star dune)
Gumuk pasir bintang adalah gumuk pasir yang dibentuk sebagi hasil kerja
angin dengan berbagai arah yang bertumbukan.
71
MODUL IX
KLASIFIKASI SATUAN BENTUKLAHAN SOLUSIONAL
72
Gambar 9.1. Proses pelarutan batuan karbonatan
Bentukan hasil proses solusional ini pada dasarnya ada 3 (tiga), yaitu
bentuk soluional, bentuk sisa (residual), dan bentukan deposisionnl. Berdasarkan
hasil proses peribentukannya maka bentuklahan solusional dibedakan menjadi 3
antara lain :
a. Bentukan sisa (residual form)
1) Kubah karst
Kubah karst merupakan bentukan menyerupai kubah (dome) yang
terbentuk akibat adanya sisa proses pelarutan batuan karbonat yang ada
disekelilingnya. Di antara kubah karst dipisahkan oleh cockpit yang satu sama
lain saling berhubungan. Selain dipisahkan oleh cockpit kubah kars juga dapat
dipisahkan oleh dataran aluvial karst. Ciri-cirinya antara lain : bentukan positif,
membulat, dengan ketinggian seragam.
73
Gambar 9.2. Kubah karst
2) Menara karst
Menara karst merupakan bentukan positif yang merupakan sisa dari proses
solusional. Menara karst memiliki lereng curam sampai tegak atau vertikal
yang terpisah satu sama lain dan sebarannya lebih jarang.
74
b. Bentuk solusional (solusional form)
1) Dolin
Dolin merupakan bentukan depresi / cekungan yang terbentuk akibat
proses pelarutan dengan ukuran beberapa meter sampai 1 km dengan kedalaman
beberapa meter hingga ratusan meter. Karena bentuknya cekung maka dolin
sering terisi oleh air hujan sehingga menjadi suatu genangan yang disebut sebagai
danau dolin.
Gambar 9.4. Tipe doline (a) collapse doline (b) solution doline, (c) subsidence doline,
(d) cover collapse doline, (e) alluvial stream sink doline (after Jennings, 1985).
2) Uvala
Uvala Merupakan cekungan yang cukup luas yang terbentuk oleh
gabungan beberapa danau doline.
3) Polje
Polje adalah ledokan tertutup yang luas dan memanjang yang terbentuk
akibat runtuhnya dari beberapa goa, dan biasanya dasarnya tertutup oleh aluvium.
75
Gambar 9.5. Polje yang dibentuk dari runtuhan beberapa atap gua dan tertutup material
alluvium
76
Stalakmit hampir sama dengan stalaktit akan tetapi posisinya berada di
lantai goa menghadap ke atas
3) Dataran aluvial kars
Dataran aluvial karst adalah bentukan deposisional dengan relief datar-
landai yang terdiri atas material aluvium.
77
Gambar 9.8. Proses pembentukan gua
78