Anda di halaman 1dari 3

NAMA: ARIFAH RAMADHANI

KELAS: IX

TEKS PIDATO KEWAJIBAN DAN KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU

‫ََأالسَّال ُم عَ َل ْي ُك ْم َورَ حْ َم ُة هَّللا َوبَرَ كا َ ُت ُه‬


‫ وأشهد أن ال إله إال هللا‬،‫ ومن يضلل فال هادي له‬،‫ من يهده هللا فال مضل له‬،‫ ونعوذ باهلل من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا‬،‫? ونتوب إليه‬،‫? ونستغفره‬،‫ ونستعينه‬،‫ نحمده‬،‫إن الحمد هلل‬
‫ وأشهد أن محمداً عبده ورسوله‬،‫وحده ال شريك له‬...

Puji dan Syukur tak henti kita panjatkan kepada Allah SWT yang tiada henti memberikan nikmat, berkah, dan hidayah-Nya
kepada kita semua. Karena nikmat dan hidayah dari Allah berupa keimanan dan keislaman-lah yang membuat kita tetap kokoh
berjalan di atas jalan Allah. Dan nikmat kesehatan dan kesempatan dari Allah pula sehingga hari ini kita dapat berkumpul di
tempat ini dalam rangka melaksanakan salah satu aktivitas yang merupakan kewajiban kita sebagai umat Islam, yakni menuntut
ilmu.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang diutus oleh Allah SWT ke
muka bumi ini sebagai rahmatan lil alamiin, yang telah menggempur kesesatan dan mengibarkan panji-panji kebenaran, serta
memperjuangkan islam hingga sampai kepada kita sebagai rahmat tak terperi dari allah SWT.
Para hadirin yang dimuliakan Allah, pada kesempatan kali ini saya akan membawakan ceramah tentang “Keutamaan menuntut
Ilmu”
Kita lahir di bumi ini dalam keadaan tak berilmu. Oleh karena itu, setiap orang tua berkewajiban mendidik dan mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada anaknya. Karena manusia lahir ke dunia dalam keadaan tak berilmu, maka Allah SWT memerintahkan
kepada semua manusia, terutama umat islam untuk belajar atau menuntut ilmu sebagai bekal untuk menjalani hidup. Hal ini
sesuai dengan sabda Rasul;

“Belajarlah karena seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan pandai, dan pemilik ilmu itu tidak sama dengan orang yang
bodoh.”
Dalam pandangan islam, ilmu adalah sesuatu yang tergolong suci. Ilmu bagaikan pelita atau cahaya di malam yang gelap.
Seseorang tak kan dapat berjalan dengan baik di malam yang gelap tanpa cahaya atau pelita, demikian pula halnya tak dapat
seseorang membedakan yang benar dan salah, kecuali dengan ilmu.
Mengenai perintah menuntut ilmu, Allah SWT memerintahkan secara tersirat dalam wahyu yang pertama diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, QS Al-Alaq ayat 1 – 5: 

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,


2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Wahyu pertama ini, sebagai tanda pengangkatan Muhammad menjadi utusan Allah, memerintahkan “Iqro’= bacalah”. Meski tak
secara langsung mengatakan “belajarlah”, namun perintah Allah dalam ayat ini untuk membaca adalah perintah tersirat kepada
manusia untuk belajar, karena membaca merupakan salah satu cara untuk belajar. Membaca yang dimaksudkan disini tak
sekedar membaca buku atau materi pelajaran, tetapi juga bermakna sebagai perintah untuk membaca dan memahami tanda-
tanda kebesaran Allah.
Tidakkah kita sadari bahwa wahyu pertama ini, yang memerintahkan untuk membaca mengandung makna yang luas tentang
pentingnya belajar? Allah tidak menurunkan wahyu pertama berupa perintah untuk shalat, puasa, sedekah, zakat dan
sebagainya, tetapi perintah “Iqro’ = bacalah” yang dapat kita tafsirkan sebagai perintah untuk belajar. Ini menunjukkan bahwa
sebelum kita beramal, kita wajib berilmu, yang insya Allah akan mengantarkan pada kebahagiaan dunia akhirat.
Islam tidak menghendaki umatnya sengsara di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu perintah menuntut ilmu tidak dibedakan
antara laki-laki dan perempuan. Tegasnya, menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam, meskipun di tempat yang jauh dari
negerinya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:

“Tuntutlah ilmu walaupun di negeri China karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya para
malaikat meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena ridha terhadap ilmu yang dituntutnya.’ (HR ibnu Abdi Al-
bar)
Dari ayat dan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum menuntut ilmu pada dasarnya adalah wajib/fardhu. Ada yang
hukumnya fardhu ‘ain seperti menuntut ilmu agama, terutama yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah seperti cara
berwudhu, shalat, dan sebagainya. Ada pula yang hukumnya fardu kifayah, seperti ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk mendukung
urusan-urusan dunia, seperti ilmu kedokteran karena ilmu ini menjadi sesuatu yang penting untuk memelihara tubuh, atau ilmu
hitung karena ini menjadi sesuatu yang penting didalam muamalah (jual beli), pembagian wasiat, harta waris dan lainnya. Selain
itu, hukum menuntut ilmu bisa berubah menjadi haram jika ilmu yang dipelajari dapat mendatangkan mudharat bagi diri sendiri
maupun orang lain, atau menyesatkan dan membahayakan, seperti ilmu hitam, ilmu sihir, ilmu santet dan sebagainya.
Allah mewajibkan manusia menuntut ilmu bukan tanpa sebab. Ada banyak sekali keutamaan menuntut ilmu yang dijelaskan
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang beriman dan berilmu sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-Mujaadilah ayat
11:
.......         …..
‘…..niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat…...” (QS Al-Mujaadilah: 11)
Dari ayat tersebut, tersurat janji Allah untuk mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu, tak hanya di dunia tapi
juga di akhirat. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah tentang kebahagiaan dunia akhirat yang dapat diperoleh dengan
memiliki ilmu pengetahuan:
‫ َمنْ َأرَ ادَ ال ُّد ْنيَا َفعَ لَ ْي ِه ِبا ْلع ِْل ِم َو َمنْ َأرَ ادَ األخِرَ َة َفعَ لَ ْي ِه ِبا ْلع ِْل ِم َو َمنْ َأرَ ادَ ُهمَا َفعَ لَ ْي ِه ِبا ْلع ِْل ِم‬ 
“Siapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka harus dengan ilmu, siapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat,
maka harus dengan ilmu, dan siapa yang menginginkan (kebahagiaan) keduanya (dunia dan akhirat), maka harus dengan ilmu”
Pekerjaan menuntut ilmu merupakan ibadah. Orang yang menuntut ilmu akan diberilkan pahala yang sangat besar dan
dimudahkan baginya jalan menunju surga. Rasulullah Saw bersabda:

“Siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga” (HR Muslim)
Satu hal lagi yang harus diketahui, bahwa orang yang berilmu memiliki pendirian yang teguh, tidak mudah terombang-ambing,
serta tidak mudah tergoda oleh bujukan syaitan. Bahkan dalam sabdanya Rasulullah menyebutkan bahwa seorang yang
berilmu (alim) lebih sulit digoda oleh syaitan dari pada 1000 ahli ibadah yang tidak berilmu;

“Seorang yang alim lebih sulit digoda oleh syaitan dari pada 1000 ahli ibadah (yang tidak berilmu)” (HR. Tirmidzi)
Selanjutnya, yang tak kalah pentingnya untuk direnungkan adalah bahwa pada suatu saat nanti, yang kita tak ketahui kapan
datangnya, entah hari ini, esok, lusa atau kapan saja Allah berkehendak, malaikat maut akan datang menjemput kita untuk
menjalani kehidupan lain di alam berbeda. Ketika masa itu tiba, tak ada lagi yang dapat kita lakukan untuk menambah isi pundi-
pundi pahala kita, terputuslah kita dari kehidupan dunia, kecuali 3 hal yaitu shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak
sholeh yang selalu mendoakan, sebagaimana sabda Rasul;

“Jika anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya keculai 3 hal, yaitu shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak
shaleh yang selalu mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim) 
Hadits ini menunjukkan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai investasi masa depan. Dengan sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, serta anak soleh yang selalu mendoakan, kita tetap mendapat tambahan pahala meski kita tak lagi menjalani
kehidupan di alam fana ini. Hadits ini juga menyiratkan perintah untuk ‘memanfaatkan’ ilmu yang kita miliki. Tak hanya sekedar
mengetahui suatu ilmu, tetapi perlu pengamalan dalam kehidupan. Kata orang bijak ‘ilmu tanpa pengamalan ibarat pohon tanpa
buah”. Ada pula yang menyebutkan, ilmu tanpa amal, pincang, dan amal tanpa ilmu, buta. Oleh karen aitu harus ada
kesesuaian antara ilmu dan amal.
Selain mengamalkan ilmu yang kita miliki, kita juga diperintakan berbagi ilmu atau mengajarkan ilmu yang kita miliki kepada
orang lain. Berbagi ilmu dengan orang lain tak sama dengan berbagi harta. Jika kita memberikan harta kita kepada orang lain,
maka secara otomatis kita akan kehilangan harta itu atau dengan kata lain kita tak lagi memilikinya. Berbeda halnya dengan
memberikan ilmu. Jika kita mengajarkan ilmu pengetahuan kepada orang lain, kita tidak akan kehilangan ilmu pengetahuan
yang kita miliki, tetapi malah semakin menambah penguasaan kita terhadap ilmu tersebut.
Yang harus kita ingat adalah ilmu yang dimiliki hendaknya tidak membuat kita tinggi hati dan merasa lebih hebat dari orang lain.
Niat menuntut ilmu hendaknya didasari keikhlasan karena Allah SWT. Orang yang menuntut ilmu dengan niat untuk
membanggakannya di hadapan manusia diancam akan dimasukkan ke dalam neraka. Sabda rasul yang artinya:
“Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-
orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan
untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka … neraka. (HR. Tirmidzi dan
Ibnu Majah)”
Ilmu pengetahuan berkembangan seiring dengan perkembangan zaman. Jika kita berhenti belajar, sementara ilmu
pengetahuan semakin berkembang, maka kita akan tertinggal. Oleh karena itu, proses belajar manusia tak hanya berhenti
ketika kita menyelesaikan studi di bangku pendidikan. Menuntut ilmu tak hanya dilakukan di bangku sekolah atau kuliah.
Sejatinya, dunia ini adalah laboratorium pendidikan. Setiap elemennya adalah sarana untuk menambah wawasan dan
mengambil pelajaran. Karena itulah, proses belajar manusia seharusnya berawal sejak manusia dilahirkan hingga kematian
menjemput. Rasulullah SAW bersabda:
‫ُأ ْطلُبُوا ْالع ِْل َم مِنَ ْال َم ْه ِد اِلىَ اللَّ ْه ِد‬ 
“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat”
Hadits tersebut menjadi dasar dari ungkapan “Long life education” atau pendidikan seumur hidup. Berdasar dari hadits itu pula,
kita seharusnya termotivasi agar tak pernah lelah untuk belajar. Kita niatkan perjuangan menuntut ilmu ini sebagai ibadah
kepada Allah, dengan niat suatu hari kelak akan kita bagi kepada orang lain, agar ilmu yang kita miliki tak hanya bermanfaat
buat diri kita, tetapi juga makhluk Allah yang lain.
Jangan pernah berhenti belajar hal-hal bermanfaat, selama kita masih diberi kesempatan oleh Allah. Dengan niat ikhlas kartena
Allah, mudah-mudahan kita semua memperoleh keutamaan menuntut ilmu seperti yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Aamiin.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Jika ada kekurangan itu datangnya dari
diri saya sebagai makhluk dhoif yang tak luput dari khilaf, dan atas semua kesalahan itu mohon dimaafkan dan dimohonkan
ampun kepada Allah SWT. Semua kebenaran yang terucap datangnya dari Allah SWT sebagai sang Khalik yang Maha
Sempurna, semoga dapat dijadikan pelajareab dan bahan renungan. Akhir kata:
Nuun, walqalami wamaa yasthuruun
Fastabiqul khairot
‫َوالسَّال ُم عَ لَ ْي ُك ْم َورَ حْ َم ُة هَّللا َوبَرَ كا َ ُت ُه‬

Anda mungkin juga menyukai