Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Pendidikan Agama Islam (PAI)

KETEKUNAN DALAM MENUNTUT ILMU DALAM


AGAMA ISLAM
Suci Tamara . Hana Pera
Sekolah tinggi ilmu ekonomi (STIE)
Jl. R. H. Fisabillillah, No. 34, Sei Jang 29122
Email : sucitamara2010@gmail.com . hanaperahatipah@gmail.com

ABSTRAK
Kesungguhan dalam belajar dan memperdalam ilmu bukan hanya dari pelajar semata namun
kesungguhan ini juga dibutuhkan kesungguhan dari tiga (3) orang, yakni pelajar (murid), guru, dan orang
tua. Jika murid, guru, dan orang tua sungguh-sungguh, insya Allah itu akan berhasil, kesulitan (dalam
menuntut ilmu, dalam belajar) akan dapat terselesaikan, insya Allah. Manusia diperintahkan Allah untuk
belajar dan belajar. Hanya saja memang kualitas akal manusia itu berbeda-beda. Nah, kesungguhan
inilah yang menjadi kunci. Dengan kesungguhan ini, sesuatu yang sulit itu insya Allah akan dimudahkan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Bagaimana ilmu itu dapat diperoleh tanpa melalui kesulitan? Banyak diantara kita ini memiliki cita-cita,
memiliki keinginan, namun jika tidak diiringi dengan kesungguhan, maka itu adalah kedustaan. Apapun
cita-cita dan keinginan seseorang, jika diiringi dengan kesungguhan, maka insya Allah akan terwujud.
Jika tidak diiringi dengan kesungguhan, maka itu adalah kegilaan. Kita harus bersungguh-sungguh dalam
menuntut ilmu. Tanpa kesungguhan, maka kita adalah orang yang gila. Orang belum dapat dikatakan
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, jika dia belum mendapatkan kepayahan yang sangat dalam
menuntut ilmu. Allah akan memberikan jalan keluar untuk kesungguhan tersebut.
Masya Allah, merujuk pada materi di atas, maka pentinglah bagi setiap diri kita untuk senantiasa
bersungguh-sungguh dalam belajar (menuntut ilmu). Semoga rangkuman materi ini dapat menjadi
refleksi untuk diri kita, terlebih khusus bagi penulis pribadi. Insya Allah akan kita lanjutkan pembahasan
mengenai kesungguhan dalam menuntut ilmu pada kesempatan berikutnya. Allahu’alam bish showab.

I. PENDAHULUAN

Keutamaan akan ilmu ini seyogyanya dapat menjadikan setiap Muslim senantiasa bersemangat
dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.

Syaikh Az Zarnuji mengatakan, bahwa diantara hal yang penting dalam menuntut ilmu yang
harus diperhatikan adalah fil jiddi (kesungguhan). Jika sesuatu dilakukan dengan kesungguhan,
maka Allah subhanhu wa ta’ala akan memberikan keberhasilan di dalamnya. Selain
kesungguhan (al jiddu), juga perlu diiringi dengan sikap kesungguhan yang terus menerus (al
muwazobah) dan komitmen (al muzallimah) dalam menuntut ilmu. Tiga sikap ini harus ada
dalam diri pelajar (orang yang belajar) dan berjalan beriringan, tidak dapat hanya salah satu saja.

Wajib bagi setiap pelajar, bersungguh-sungguh, terus menerus, dan komitmen, tidak berhenti
hingga tujuan dalam menuntut ilmu tercapai. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Maryam: 12
yang artinya, “Wahai Yahya, ambillah kitab (itu) dengan kuat”, dan dalam QS Al Ankabut: 69
yang artinya, “Dan orang-orang berjuang, untuk mencari keridhaan Kami, niscaya Kami
tunjukkan mereka jalan-jalan menuju Kami”.

Dikatakan oleh Az Zarnuji, barangsiapa yang mencari sesuatu dan dilakukannya dengan
sungguh-sungguh, pasti dia akan mendapatkannya. Dan barangsiapa yang mengetuk pintu
dengan terus menerus, pasti dapat masuk. Dikatakan pula, bahwa sesuai dengan
kesungguhannya, seseorang akan mendapat apa yang menjadi harapannya.

Dalam konteks kesungguhan ini, Az Zanurji menjelaskan bahwa kesulitan yang dihadapi
seseorang akan dapat selesai dengan kesungguhan, terutama kesulitan yang dihadapi dalam
proses belajar. Allah akan memberikan pertolongan pada seseorang jika Allah menghendaki.
Kesulitan dapat selesai dengan kesungguhan adalah menjadi anugerah Allah subhanahu wa
ta’ala dan berada dalam kekuasaan-Nya.

II. TUJUAN

Islam adalah agama yang memuliakan orang berilmu. Derajat orang-orang yang berilmu lebih
tinggi dibanding orang yang tak berilmu. Bahkan ayat pertama yang turun kepada Nabi
Muhammad Sallahu ‘alaihi wassalam adalah ‘Iqro’ atau artinya ‘bacalah’. Dengan ilmu,
seseorang tak mudah sesat dalam kehidupan karena ilmu ibarat cahaya yang akan meneranginya
dari gelapnya kebodohan.
Orang yang berilmu juga lebih mungkin menggapai cita-cita, keinginan, dan harapan. Menuntut
ilmu harus selalu dilakukan sepanjang hidup, walau tidak selalu lewat bangku sekolah. Membaca
buku adalah salah satu jalan mendapatkan ilmu. Melihat youtube atau mendengarkan podcast
yang membahas tentang ilmu pun bisa dilakukan untuk mencari ilmu. Zaman modern seperti ini,
ilmu sangat mudah didapatkan sehingga tak ada lagi alasan untuk enggan belajar.

Karena itu, manusia yang berilmu dituntun untuk memanfaatkan ilmunya demi maslahat bagi
semesta, bukan mengeksploitasi alam demi tujuan yang zalim. Syed Naquib melanjutkan,
sesungguhnya bagi Islam, ilmu itu termasuk iman. Di antara tujuan ilmu adalah mengasuh dan
memupuk kebaikan dengan tujuan menjaga keadilan.

Sains yang mengalami Islamisasi mengakui segala ilmu berasal dari Allah. Ilmu-ilmu itu
kemudian ditafsirkan oleh diri manusia dengan instrumen jasmani dan rohaninya. Dengan
demikian, ilmu dapat didefinisikan sebagai sampainya diri manusia kepada makna. Apa-apa
yang teramati berada dalam alam tabi’i yang meliputi langit dan bumi.

Namun, menurut Syed Naquib, alam tabi’i tersusun dari bentuk-bentuk simbol (ayat) yang
merujuk pada kekuasaan dan eksistensi Allah. Dengan demikian, alam tabi’i adalah bentuk lain
daripada wahyu ilahi atau analog dengan Alquran itu sendiri sebagai Kalamullah.

III. PEMBAHASAN
Memahami Makna Menuntut Ilmu dan Keutamaannya

Islam selalu mendorong setiap orang untuk menuntut ilmu. Sebab, menuntut ilmu dalam Islam
adalah satu kegiatan yang mampu mendatangkan pahala.

Mari memahami makna menuntut ilmu dan keutamannya agar dalam menuntut ilmu kita tidak
hanya menjadi cerdas dan pandai, tapi juga mendapatkan pahala berlipat sebab berlandasan niat
kepada Allah Swt. Menuntut ilmu atau belajar adalah kewajiban setiap orang Islam. Banyak
sekali ayat Al-Qur’an atau hadits Rasulullah Saw. yang menjelaskan tentang kewajiban belajar.

Kewajiban tersebut ditujukkan kepada perempuan dan laki-laki. Wahyu pertama yang diterima
Nabi Saw. adalah perintah untuk membaca atau belajar. Q.S. Al-‘Alaq (96):1-5 sebagai berikut:

‫ٱْقَر ْأ ِبٱْس ِم َر ِّبَك ٱَّلِذ ى َخ َلَق‬

iqra` bismi rabbikallażī khalaq

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,”

‫َخ َلَق ٱِإْل نَٰس َن ِم ْن َع َلٍق‬

khalaqal-insāna min ‘alaq

“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”

‫ٱْقَر ْأ َو َر ُّبَك ٱَأْلْك َر ُم‬

iqra` wa rabbukal-akram

“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,”

‫ٱَّلِذ ى َع َّلَم ِبٱْلَقَلِم‬

allażī ‘allama bil-qalam

“Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,”

‫َع َّلَم ٱِإْل نَٰس َن َم ا َلْم َيْع َلْم‬

‘allamal-insāna mā lam ya’lam

“Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Kewajiban menuntut ilmu bagi perempuan dan laki-laki adalah tanda bahwa agama Islam tidak
membeda-bedakan hak dan kewajiban manusia karena jenis kelaminnya. Meskipun memang ada
beberapa kewajiban yang diperintahkan Allah Swt. dan Rasul-Nya yang membedakan lak-laki
dengan perempuan. Tapi, dalam menuntut ilmu, keduanya mempunyai kewajiban dan hak yang
sama.

Perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai hamba (‘abid).
Untuk menjadi khalifah yang sukses, maka seorang Muslim sudah tentu membutuhkan ilmu
pengetahuan yang memadai.

Bagaimana mungkin seseorang dapat mengelola dan merekayasa kehidupan di bumi ini tanpa
bekal ilmu pengetahuan? Untuk mencapai tingkat keyakinan atau keimanan hamba
yang tertinggi kepada Allah Swt. dan makhluk-makhluk-Nya yang gaib, maka dibutuhkan ilmu
pengetahuan yang luas.

Menuntut ilmu tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Tentang jarak, ada ungkapan yang
menyatakan bahwa tuntutlah ilmu hingga ke negeri China. Islam juga mengajarkan bahwa
menuntut ilmu dimulai sejak lahir hingga liang lahat.

Ilmu pengetahuan amat penting bagi setiap individu bahkan dapat meningkatkan martabat
manusia. Di dalam Islam, menuntut ilmu juga merupakan suatu ibadah kepada Allah dan
terdapat beberapa matlamat tertentu dalam proses menuntut ilmu. Pentingnya mempunyai ilmu
adalah untuk membuktikan kekuasaan Allah SWT. Dengan adanya ilmu, manusia dapat
membaca Al Quran yang mana terkandung segala persoalan yang nyata di muka bumi ini. Ilmu
juga membolehkan manusia mengkaji alam semesta ciptaan Allah ini.

Untuk kehidupan dunia kita memerlukan ilmu yang dapat menopang kehidupan dunia, untuk
persiapan di akhirat. Kita juga memerlukan ilmu yang sekiranya dapat membekali kehidupan
akhirat. Dengan demikian, kebahagiaan di dunia dan di akhirat sebagai tujuan hidup insya Allah
akan tercapai.

Menuntut ilmu merupakan hal yang wajib dilakukan oleh kita sebagai umat manusia. Karena
dengan menuntut ilmu dapat memperluas wawasan kita tentang pengetahuan sehingga kita dapat
diakui oleh lingkungan masyarakat yang ada di sekitar kita. Selain itu, menuntut ilmu juga salah
satu bentuk ibadah yang diwajibkan di dalam Islam. Berikut ini keutamaan menuntut ilmu,
diantaranya:

1. Dapat mengetahui kebenaran

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak untuk disembah) melainkan Dia,
Yang Menegakkan Keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga yang menyatakan
demikian itu). Tak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran : 18)

Dalam ayat diatas kita dapat mengambil hikmah kebenaran yaitu kebenaran terhadap allah Dia
yang maha tahu,Yang maha bijaksana dan Tak ada tuhan selain allah
2. Mendapatkan pahala yang sama kepada orang yang diajarkan

Dalam sebuah hadist “Barang siapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala dari
orang-orang yang mengamalkannya dengan tidak mengurangi sedikit pun pahala orang yang
mengerjakannya itu.” (HR Ibnu Majah) bahwa kita mengajarkan ilmu kebada orang lain akan
mendapatkan pahala jariyah yaitu pahala yang tidak akan terputus setelah kita meninggal

3. Terhindar dari fitnah dan laknat

Hal ini telah disebutkan dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya dunia itu terlaknat, terlaknat segala isinya, kecuali zikir kepada Allah dan
amalan- amalan ketaatan, demikian pula seorang yang alim atau yang belajar.” (HR.Tirmidzi dan
Ibnu Majah, dihasankan oleh syaikh Al-Albani dalam sahih al-jami’)

Dalam menjelaskan makna dari hadits tersebut, syaikh Al-Munawi berkata: “dunia terlaknat,
disebabkan karena ia memperdaya jiwa-jiwa manusia dengan keindahan dan kenikmatannya,
yang memalingkannya dari beribadah kepada Allah lalu mengikuti hawa nafsunya.” (Tuhfatul
ahwadzi:6/504)

4. Allah tidak memerintahkan nabinya meminta tambahan selain ilmu

“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu“. (QS. Thaaha [20] : 114). dalil
ini merujuk bahwasanya nabi meminta ilmu kepada allah

5. Orang berilmu akan diangkat derajatnya

Dengan mencari ilmu, maka kita akan menjadi seorang yang berilmu dan sebagai cara sukses
dunia akhirat menurut Islam. Jangan lupa bahwa janji Allah yang kepada mereka yang berilmu
ialah mengangkat derajat mereka. Sebagaimana dalam artikel berikut ini :

“Allah mengangkat orang beriman dan memiliki ilmu diantara kalian beberapa derajat dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan). (QS. Mujadilah 11)

6. Menjalankan kewajiban

jika diingat kembali bahwa wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
merupakan surat Al-alaq 1-5 yang di dalamnya berisi perintah untuk membaca. Dalam hal ini
tentu sangat berkaitan dengan keutamaan mencari ilmu, dimana tentunya hal ini merupakan
sebuah bentuk kewajiban yang harus dijalankan oleh semua umat muslim yang ada di dunia.
Dimana untuk senantiasa mencari ilmu agar memperoleh nilai nilai dan pengetahuan yang
bermanfaat. Hal tersebut sebagaimana dalam firman Allah SWT berikut ini.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(QS. Al ‘Alaq: 1-5)

KESUNGGUHAN DALAM MENUNTUT ILMU

Para santri harus bersungguh-sungguh dalam belajar, harus tekun. Seperti yang diisyaratkan
dalam Al-Qur'an, "Dan orang-orang yang berjihad atau berjuang sungguh-sungguh untuk
mencari (keridhaanku), maka benar-benar Aku akan tunjukkan mereka kepada jalan-jalan
menuju keridhaan-Ku". Dikatakan barangsiapa bersungguh-sungguh mencari sesuatu tentu akan
mendapatkannya. Dan siapa saja yang mau mengetuk pintu, dan maju terus, tentu bisa masuk.

Dengan kadar sengsaramu dalam berusaha kamu akan mendapat apa yang kamu dambakan.
Dikatakan bahwa belajar dan memperdalam ilmu fiqih itu dibutuhkan adanya kesungguhan dari
tiga orang, kesungguhan murid, guru dan ayah bila masih hidup.

Ustadz Sadiduddin mengalunkan syair gubahan Imam Syafi'i kepadaku,


"Kesungguhan itu dapat mendekatkan sesuatu yang jauh, dan bisa membuka pintu yang
terkunci. Sungguh sangat banyak orang yang bercita-cita luhur bersedih, karena diuji dengan
kemiskinan. Barangkali sudah menjad i suratan takdir dan keputusan Allah, bahwa banyak
orang cerdas tapi miskin dan banyak orang bodoh yang kaya raya. Dan kedua hal tersebut tidak
bisa dikumpulkan."

Penyair yang lain berkata,


"Kamu ingin menjadi orang ahli fiqih, tapi tak mau sengsara, itu artinua kamu gila. Mencari
harta pun tidak akan berhasil tanpa kerja keras, dan harus tahan menghadapi penderitaan.
Begitu juga mencari ilmu tidak akan berhasil tanpa kerja keras (sengsara)."

Abu Thoyyib berkata


"Sungguh naif orang yang mampu berusaha tapi tidak mau berusaha secara optimal."

Santri tidak boleh banyak tidur pada malam hari. Seperti dikatakan dalam syair, "Kemuliaan itu
akan tercapai menurut kadar kesengsaraan. Barangsiapa ingin mencari kemuliaan, maka harus
menginggalkankan tidur malam. Kamu ingin berkedudukan tinggi tapi kamu enak-enak tidur
pada malam hari. Padahal orang yang mencari permata pun harus menyelam ke dalam lautan.
Derajat yang luhur itu seiring dengan cita-cita yang luhur. Orang yang memperoleh kedudukan
tinggi karena ia berjaga malam. Aku tidak tidur di waktu malam, ya Tuhanku, demi mencari
keridhaanmu Ya Tuhan yang menjadikan seseorang menjadi tuan. Siapa ingin kedudukan tinggi
tapi tidak mau kerja keras, itu artinya dia menyia-nyiakan usia. Mengharap sesuatu yang
mustahil. Maka tolonglah kami, Ya Allah, dalam mencari ilmu dan tempatkanlah kami kepuncak
kedudukan yang luhur." Para santri harus menggunakan waktu malam untuk belajar dan ibadah,
supaya memperoleh kedudukan tinggi di sisi-Nya.
Penyusun kitab ini berkata: Bagiku, cukup menarik makna syair yang berbunyi, "Barangsiapa
ingin meraih apa yang dicita-citakan, maka ia harus menjadikan waktu malamnya sebagai
kendaraan untuk mengejar cita-citanya. Jangan banyak makan agar kamu tidak ngantuk. Hal itu
jika Anda benar-benar ingin menggapai kesempurnaan."

Santri harus mengulang-ulang pelajarannya pada awal malam dan akhir malam. Yaitu antara
Isya' dan waktu subuh, karena saat-saat tersebut diberkati.

Seorang penyair berkata, "Wahai para penuntut ilmu hiasilah dirimu dengan sifat wara'
(menjauhi barang syubhat), jauhilah tidur, kurangilah makan, dan tekunlah belajar."

Para pelajar harus memanfaatkan masa mudanya untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut
ilmu. Perhatikan bait syair ini, "Dengan kadar kerja kerasmulah kamu akan diberi apa yang
menjadi cita-citamu. Orang yang ingin sukses, harus sedikit mengurangi tidur malam. Gunakan
masa mudamu sebaik-baiknya, karena masa muda adalah kesempatan yang tidak akan pernah
terulang."

Seorang santri tidak boleh memaksakan diri hingga melebihi kekuatannya. Karena akan
melemahkan tubuhnya, sehingga tidak mampu bekerja terlalu lelah. Mencari ilmu itu harus
sabar. Pelan-pelan tapi kontinyu, sabar inilah pokok yang penting dari segala sesuatu.

Rasulullah SAW. bersabda, "Ketahuilah bahwa agama ini kukuh (banyak tugas), maka
terlibatlah dalam urusan agama dengan pelan-pelan dan janganlah kamu buat dirimu bosan
beribadah kepada Allah, karena orang yang mematahkan kendaraannya, tidak akan bisa
menempuh perjalanan, bahkan akan kehilangan kendaraannya."

Nabi Muhammad SAW. bersabda, "Badanmu adalah tungganganmu, maka kasihanilah


padanya."

Santri harus bercita-cita tinggi, sebab orang itu tinggi derajatnya karena memang ia bercita-cita
tinggi. Cita-cita itu ibarat sayap burung yang dipergunakan untuk terbang tinggi-tinggi. Abi
Thayib berkata: "Kedudukan seseorang itu tergantung menurut cita-citanya. Dan kemuliaan
akan tergapai oleh seseorang kalau cita-citanya tinggi dan mulia. Pangkat yang tinggi akan
terasa berat meraihnya bagi orang yang berjiwa kerdil. Tapi bagi orang yang berjiwa besar,
setinggi apa pun sebuah kedudukan, dianggap kecil atau ringan."

Modal paling pokok ialah kesungguhan. Segala sesuatu bisa dicapai asal mau bersungguh-
sungguh dan bercita-cita luhur. Barang siapa bercita-cita ingin menguasai kitab-kitab Imam
Muhammad bin Al Hasan, asal disertai dengan kesungguhan dan ketekunan, tentu dia akan
menguasai seluruhnya, paling tidak sebagian.

Jika ada yang bercita-cita ingin pandai, tapi tidak mau bersungguh-sungguh dalam belajar, tentu
dia tidak akan memperoleh ilmu kecuali sedikit.

Syaikh Naisaburi menyebutkan dalam kitabnya, Makarimul Akhlak bahwa raja Zulqurnain ketika
hendak pergi untuk menguasai Timur dan Barat, terlebih dahulu dia berunding dengan orang-
orang yang bijaksana, dia berkata, "Bagaiamana aku harus pergi untuk mengejar kedudukan ini,
sementara dunia ini amat sedikit dan segera sirna, dan kerajaan dunia, menurutku sangat
remeh, dan bukan tergolong cita-cita yang luhur." Orang-orang bijaksana itu berkata, "Pergilah
supaya kamu memperoleh kerajaan dunia dan akhirat." Dia menjawab, "Jika demikian,
baiklah."

Rasulullah SAW. bersabda, "Sesungguhnya Allah itu mencintai sesuatu yang luhur atau tinggi
dan membenci sesutu yang rendah." Dikatakan oleh seorang penyair, "Janganlah kamu tergesa-
gesa ingin mencapai sesuatu tapi cobalah terus bersabar (ulet), karena sabar itu ibarat air yang
dapat melunakkan tongkat dari besi."

Dikatakan: Abu Hanifah berkata kepada Abi Yusuf, "Kami memang bodoh tapi itu bisa kamu
usir dengan terus menerus belajar. Jauhilah sifat malas, sebab malas itu sumber keburukan dan
kerusakan yang amat besar."

Syaikh Abu Nash Ash-Shaffar berkata dalam syairnya. "Oh jiwaku.. oh jiwaku, jangan menunda
amal saleh, berbuat adil, dan berbuat ihsan, semua orang yang berbuat kebaikan akan senang,
sebaliknya orang pemalas berada dalam bencana dan kesialan."

Syair tersebut semakna dengan perkataan Imam Mushannif, "Wahai jiwaku, tinggalkanlah
bermalas-malasan dan menunda-nunda supaya kamu tidak menetap di dalam kehinaan. Aku
tidak melihat bagian yang diberikan kepada para pemalas kecuali penyesalan karena gagal
meraih cita-cita."

Dikatakan: "Penderitaan, kelemahan, dan penyesalan yang diderita manusia sering timbul dari
rasa malas. Oleh karena itu jauhilah rasa malas, dan membicarakan hal-hal yang tidak jelas."

Disebutkat: Sungguh sifat malas itu timbul karena kurang perhatian terhadap keutamaan dari
pentingnya ilmu. Oleh karena itu, santri harus berpayah-payah dalam menuntut ilmu.

Karena ilmu itu kekal, sedang harta benda akan sirna. Sebagaimana dikaakan Al bin Abi Thalib
ra., "Aku senang menerima pemberian Tuhan Maha Perkasa. Kita diberi ilmu, dan musuh-
musuh kita (orang-orang kafir) diberi harta benda. Karena harta akan segera sirna, sedangan
ilmu itu abadi takkan pernah hilang."

Ilmu yang bermanfaat akan tetap dikenang sekalipun orang yang berilmu itu meninggal, karena
ilmu yang bermanfaat itu abadi. Syaikh Murghinan berkata dalam sebuah syair, "Orang bodoh
hakikatnya mati sebelum mati, dan orang yang berilmu tetap hidup sekalipun sudah mati."

Syaikh Burhanuddin berkata, "Orang bodoh itu mati sebelum mati. Tubuhnya ibarat kuburan
bagi jiwanya. Sedangkan orang yang berilmu itu selamanya hidup, sekalipun tulangnya hancur
dikalang tanah."
"Orang-orang bodoh itu mati, sekalipun dia berjalan-jalan di muka bumi ini. Keberadaan
mereka sama dengan tidak ada atau tidak diperhitungkan."

Syaikh Burhanuddin berkata, "Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi melebihi ilmu, golongan
manusia yang paling tinggi derajatnya adalah golongan manusia yang paling berilmu. Orang
yang berilmu itu abadi karena dikenang orang, sedangkan orang yang bodoh, bila mati, tak ada
yang mengenang."

"Kedudukan orang berilmu jauh lebih tinggi daripada raja dan panglima. Aku akan
menerangkan keunggulan ilmu kepada kalian. Ketahuilah, ilmu itu laksana cahaya terang yang
sempurna yang dapat menerangi jalan orang bodoh di sepanjang masa, orang yang berada
dalam kebodohan. Ilmu itu laksanan puncak gunung yang tinggi yang dapat meneyelamatkan
manusia dari bahaya banjir."

"Dengan ilmu orang akan selamat dari siksa akhirat. Sedangkan orang yang meremehkan ilmu
akan menyesal di akhirat. Orang berilmu (ulama) dapat memberi syafaat kepada orang yang
berlaku maksiat ketika ia digiring menuju jurang neraka. Orang yang mencari ilmu, berarti dia
mencari segala-galanya. Dan orang yang memperoleh ilmu, berarti dia telah mencapai
segalanya. Karena ilmu itu kedudukannya lebih luhur dari segala yang luhur. Renungkan hal
ini, wahai para pelajar. Jika kamu telah memperoleh ilmu, maka jangan risau bila kamu gagal
meraih kedudukan dunawi yang lain. Dan jangan cemas bila kamu tidak memiliki harta dunia
dan kenikmatannya. Karena sebaik-baik pemberian adalah ilmu agama Islam. Terutama ilmu
fiqih."

Sebagian ulama berkata, "Ilmu fiqih itu ilmu yang paling berharga yang sepatutnya kamu
pelajari. Siapa yang mempelajari ilmu, maka tak akan habis kebanggaan ilmunya. Maka
berjuanglah atau bersungguh-sungguhlah mempelajari sesuatu yang belum kamu ketahui."

Karena ilmu itu membawa keuntungan di dunia dan di akhirat. Lezatnya mempelajari ilmu fiqih
dapat mendorong akal untuk memperoleh ilmu-ilmu yang lain. Rasa malas itu kadang timbul dari
dahak dan karena kebanyakan kadar air. Cara menanggulanginya dengan mengurangi makan.

Tujuh puluh nabi telah sepakat bahwa lupa itu disebabkan kebanyakan dahak. Banyak dahak
karena banyak minum. Dan banyak minum karena banyak makan. Roti kering dapat
menghilangkan dahak. Makan anggur kering juga dapat menghilangkan dahak, tapi jangan
banyak supaya tidak haus. Kalau banyak minum malah menambah dahak.

Bersiwak juga dapat mengurangi dahak, dapat menguatkan hafalan, dan menyebabkan fasih.
Bersiwak itu hukumnya sunnah. Dapat menambah pahala salat dan pahala membaca Al-Qur'an.
Muntah juga dapat mengurangi dahak dan kadar air.

Adapun cara mengurangi makan adalah dengan cara memikirkan manfaat makan sedikit itu,
yaitu dapat menyehatkan badan, menumbuhkan sifat wara', dan sikap mengalah. Ada yang
berkata, "Tercela, tercela, dan tercela orang yang celaka karena makanan."

Nabi Muhammad SAW. bersabda: "Ada tiga kelompok manusia yang dimurkai oleh Allah tanpa
dosa, yaitu orang yang banyak makan, orang kikir, dan orang yang sombong."

Termasuk cara mengurangi makan ialah memikirkan bahayanya banyak makan, yaitu mudah
terserang penyakit dan mengakibatkan bebalnya otak, termasuk malas. Dikatakan, perut yang
penuh itu dapat menghilangkan kecerdasan.

Jalianus berkata, "Buah delima seluruhnya berguna, sedang ikan, seluruhnya membahayakan.
Sedikit makan ikan lebih baik daripada banyak makan delima. Dan banyak makan itu
pemborosan. Makan terlalu kenyang itu membahayakan. Dan bahkan karena banyak makan
orang akan menerima siksa di akhirat. Orang yang banyak makan biasanya tidak disukai
teman."

ADAB MENUNTUT ILMU


Menuntut ilmu adalah ibadah mulia dan agung oleh karena itu, orang yang menuntut ilmu harus
selalu memperhatikan adab-adabnya agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan juga berkah.
Adab ini juga akan menjadi aturan khusus bagi orang yang berilmu.

Dikutip dari studi yang dilakukan oleh UIN Malang, karena pendidikan dan belajar dalam Islam
bertujuan untuk mengembangkan ilmu dan mengabdi kepada Allah SWT, maka sistem moralnya
pun harus dibangun dan bersumber dari norma-norma Islam tersebut (wahyu). Ini juga berkaitan
dengan adab menuntut ilmu.

Selain dari kitab Hidayatus-Salikin yang disusun oleh Syekh Abdus Samad, yang merupakan
terjemahan dari kitab Bidayatul-Hidayah milik Imam Al-Ghazali dan juga rangkuman dari
sumber yang lain, berikut ini adalah adag menuntut ilmu yang harus dimiliki oleh kaum
muslimin. Yakni:

 Beri salam terlebih dulu saat berpapasan dengan guru,


 Tidak banyak berkata-kata di hadapan guru,
 Tidak berkata sesuatu yang tidak ditanyakan oleh guru,
 Sebelum bertanya, hendaklah meminta izin kepada guru,
 Tidak menyangkal perkataan guru,
 Tidak menyalahi pendapat guru karena merasa lebih benar atau lebih mengetahui
daripada guru. Ini termasuk dalam perkara kurangnya adab akan dan membuat ilmu
kurang berkah,
 Tidak berbisik-bisik dengan orang lain di hadapan guru,
 Tidak memalingkan muka ke kiri atau ke kanan saat berada di hadapan guru,
 Hendaknya duduk dengan tenang dan beradab di hadapan guru,
 Apabila guru berdiri, maka hendaklah ikut berdiri juga untuk menghormati guru,
 Tidak berburuk sangka terhadap guru,
 Imam Syafi’i memiliki 6 nasehat yang harus dimiliki oleh seseorang penuntut ilmu:
“Wahai saudaraku, ilmu tidak akan kamu peroleh kecuali dengan 6 perkara, akan saya
beritahukan kepadamu secara terperinci: kecerdasan, semangat, kesungguhan,
berkecukupan, bersahabat dengan guru, dan waktu yang panjang.”
 Ikhlas dalam menuntut ilmu, krena menjadi amalan yang bisa berbuah ibadah. Allah
SWT berfirman: “Dan mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah (hanya)
kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.” (QS Albayyinah: 5).
 Tidak boleh menuntut ilmu untuk mencari keuntungan dunia seperti agar mendapatkan
jabatan, pekerjaan dengan gaji tinggi, dan sebagainya. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang menuntut suatu ilmu seharusnya karena Allah, lalu dia tidak
menuntutnya kecuali untuk mendapatkan tujuan dunia maka ia tidak dapat mencium bau
surga."
 Bersungguh-sungguh dan tidak bermalas-malasan. Al-Qadhi Abu Yusuf berkata: “Ilmu
ini adalah sesuatu yang tidak akan memberikanmu separuh dari dirinya sampai engkau
memberikannya dirimu seluruhnya.”
 Bertaqwa dan senantiasa takut kepada Allah. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya
yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya adalah ulama.” (QS Fathir: 28).
 Rendah hati (tawadhu’) dan tidak sombong. Allah SWT berfirman: “Dan rendahkanlah
dirimu (Muhammad) terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang
beriman.” (Asy-Syu’ara’: 215).

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU

Dalam Alquran Allah SWT berfirman: “Maka ketahuilah (ilmuilah)! Bahwasanya tidak ada Ilah
(tuhan yang berhak untuk disembah dengan benar) kecuali Allah dan mohonlah ampunan
terhadap dosa-dosamu ….” (QS Muhammad: 19).

Oleh karena itu, ada beberapa keutamaan menuntut ilmu bagi orang yang bersungguh-sungguh
dalam mengerjakannya. Karena memiliki keutamaan yang amat besar dan mulia, di antara
keutamaan menuntut ilmu adalah:

1. Ilmu adalah Warisan Para Nabi

Rasulullah SAW bersabda: “Dan sesungguhnya para Nabi tidak pernah mewariskan uang emas
dan tidak pula uang perak, akan tetapi mereka telah mewariskan ilmu (ilmu syar’i) barang
siapa yang mengambil warisan tersebut maka sungguh ia telah mengambil bagian yang
banyak.” (HR Ahmad).

Ini menunjukkan bahwa keutamaan menuntut ilmu lebih tinggi dari pada uang dan emas yang
bersifat materi. Sebab, saat seseorang memiliki ilmu dan hingga mengajarkannya, maka hal
tersebut akan menjadi amal jariyah yang terus mengalir bahkan hingga orang tersebut meninggal
dunia.

2. Menuntut Ilmu Adalah Jalan Menuju Surga

Surga adalah idaman setiap muslim. Bahkan, ia menjadi janji dari Allah SWT bagi banyak
amalan shalih yang dilakukan oleh umat Islam. Oleh karena itu saat Allah SWT menjadikan ilmu
sebagai jalan utama menuju surga, maka ini menunjukkan besarnya keutamaan menuntut ilmu.

Hal ini telah mendapatkan landasan syar’i, karena didasarkan pada sebuah hadis saat Rasulullah
SAW bersabda: “… Barang siapa yang meniti suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka
Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga…” (HR Ahmad).
3. Allah SWT Akan Meninggikan Derajat

Terkait dengan keutamaan menuntut ilmu yang satu ini, dalam Alquran Allah SWT berfirman:
“Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu
beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11).

Tentang tafsiran atau arti dari ayat ini, Imam Syaukani berkata: “Dan makna ayat ini
bahwasanya Allah mengangkat beberapa derajat orang-orang beriman dari orang-orang yang
tidak beriman, dan mengangkat beberapa derajat orang-orang yang berilmu (dan beriman) dari
orang-orang yang hanya beriman. Maka barang siapa yang memadukan antara iman dan ilmu
maka Allah mengangkatnya beberapa derajat karena imannya lalu Allah mengangkat
derajatnya karena ilmunya.”

4. Allah SWT Ingin Memberi Kebaikan

Menjadi keutamaan menuntut ilmu selanjutnya, terkait hal ini dalam sebuah hadis Rasulullah
SAW bersabda: “Barang siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Allah akan
menjadikannya paham akan agamanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz menafsirkan: “Mafhum (makna tersirat) dari hadits ini bahwasanya
orang yang tidak memahami agamanya berarti orang itu termasuk orang yang tidak
dikehendaki kebaikan oleh Allah dan kami mohon perlindungan kepada Allah dari hal yang
seperti itu.”

5. Manfaat yang Akan Terus Mengalir Meski Telah Meninggal

Rasulullah SAW bersabda: “Apabila anak cucu Adam meninggal dunia, maka terputuslah
amalannya kecuali melalui tiga jalur: shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih
yang senantiasa mendoakannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Siapa yang tidak ingin terus mendapatkan pahala meski telah meninggal. Hal ini akan didapati
bagi orang yang bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Sebab, ilmu tersebut bukan hanya
bermanfaat untuk dirinya, tapi juga untuk orang lain.

Itulah beberapa keutamaan menuntut ilmu beserta adabnya yang bisa dipraktikkan, demi
mendapatkan pahala yang berkah juga bermanfaat bagi sesama.

KERUGIAN ORANG YANG TIDAK BERILMU

Sahabat umma, manusia diberi akal untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Bahkan Allah
SWT mengistimewakan bagi umatnya yang berilmu. Karena orang yang berilmu tidak akan
menyia-nyiakan hidupnya.

Ustaz Subhan Bawazier menyebutkan bahwa orang berilmu akan mengetahui bahwa hidup di
dunia hanya sementara. Hal itu disampaikan dalam kajiannya dengan tema Yang Ku Mau di
Masjid Al-Falah, Cipayung, Jakarta Timur.
"Dan orang berilmu akan tahu apa yang Allah mau, tidak akan dia siakan waktu dalam hidupnya
kecuali melakukan apa yang Allah inginkan," kata Ustaz Subhan, Minggu (17/11/2019) kemarin.

Menurut Ustaz Subhan, Allah sudah kabarkan perintah beribadah kepada hamba-Nya. Maka
orang yang berilmu akan mencari tahu bagaimana beribadah kepada Allah sesuai dengan yang
Dia inginkan.

Orang berilmu akan tahu jika beribadah itu bukan Allah yang diuntungkan, tapi orang itu sendiri.
Dia tidak akan berbuat macam-macam dalam hidupnya.

"Orang itu akan tahu kalau hidup harus berbekal dan sebaik-baiknya bekal adalah bertakwa
kepada Allah," tuturnya.

Menurut Ustaz Subhan, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa karakter umat Islam seperti
karakter penghuni surga. Maka cari dengan ilmu bagaimana tolak ukurnya.

"Orang yang berilmu harusnya menjadi orang yang mudah akrab dengan orang lain. Jika ada
khilaf malah mempertontonkan kebodohan, bukannya kesepakatan yang akhirnya tidak tercermin
karakter penghuni surga," ujarnya.

Ustaz Subhan menambahkan, orang yang berilmu akan menghiasi dirinya dengan akhlak dan
adab yang baik. Karena itu sebaiknya perhiasan penuntut ilmu.

Maka berlombalah untuk menjadi orang yang berilmu agar melakukan ibadah dengan cara yang
benar. Diharuskan seorang muslim selalu haus dengan ilmu yang bukannya tidak peduli dan
merasa cukup.

Allah SWT berfirman memgenai keunggulan orang berilmu dalam QS. Al Mujadilah ayat 11:
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Sebagian orang ada yang meredahkan dan menganggap remeh kewajiban yang mulia ini, dan ada
lagi sebagian orang tidak peduli terhadap hal ini. Maka ketahuilah wahai saudara ku. Jika
didalam hal dunia saja kita harus mempunyai ilmu. Apalagi didalam masalah agama. Ketahuilah
bahwa :

1. Hukum Menuntut Ilmu Agama dan Dalil – Dalilnya (Landasan Hukum nya)
Ketahuilah, wahai saudara ku. Para Ulama telah sepakat bahwa menuntut ilmu syar’i adalah
Wajib Bagi Setiap Muslim.
Banyak dalil yang menunjukkan kewajiban ini. Kami hanya membawakan beberapa dalil tetang
kewajiban mempelajari agama
Didalam al-Quran Surat An-Nahl ayat 43

”Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”
(Q.S An-Nahl ayat 43)
Didalam Hadits yang Shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda :

“Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap Muslim (orang Islam)” (Imam As-Suyuthi
mengatakan : Hadits ini Shahih dengan segala penguatnya. Diriwayatkan oleh Imam Ibnu
Majah)

Didalam Ijma’ (kesepakatan) Ulama, banyak sekali namun hal ini semua perkataan mereka
dikembalikan kepada kaidah agama (Ushul Fiqih) yang berbunyi.

“Apabila suatu kewajiban tidak bisa dijalankan kecuali dengan yang lain, maka yang lain itu
diwajibkan (hukum nya menjadi wajib)”

2. Ilmu – ilmu yang Wajib yang dipelajari oleh setiap Muslim


Mungkin timbul pertanyaan didalam benak kita, apakah semua ilmu agama itu wajib kita pelajari
atau ada hal – hal yang tertentu…..?

Wahai saudaraku, semoga Allah merahmati mu. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidaklah memberatkan seseorang mukmin, dan tidak memberikat beban yang dia tidak sanggup
untuk dipikul. Telah disebutkan kaidah ini.

“Apabila suatu kewajiban tidak bisa dijalankan kecuali dengan yang lain, maka yang lain itu
diwajibkan (hukum nya menjadi wajib)”

Penerapan (Maksudnya) kaidah ini adalah, Mendirikan Shalat hukum nya wajib, apabila seorang
mukmin tidak bisa mendirikan shalat karena tidak tahu tata cara nya maka hukum mempelajari
tetang shalat juga hukumnya wajib. Sebagaimana Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam
“Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”
(Hadits Shahih, riwayat Imam Bukhari dan Ahmad)

Seorang muslim mustahil, dia bisa melaksanakan shalat sesuai dengan perintah Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam. Kecuali dengan membaca dan mempelajari tata cara shalat
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam. Begitu juga dengan kewajiban yang lain, seperti Puasa,
Puasa hukum nya wajib, maka apabila seorang mukmin mengetahui hukum puasa. Seorang
pedagang wajib, mempelajari hukum jual – beli supaya dia tidak terjatuh kepada yang
diharamkan.

Dengan demikian, maka dapat kita simpulkan bahwa, Ilmu Agama yang wajib bagi seorang
untuk pelajari adalah ilmu yang apabila dia tidak mempelajarinya maka dia tidak bisa
melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Atau ringkas nya “Mengenal Allah,
Mengenal Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam dan Mengenal Dinul Islam.”

Tiga pokok inilah yang wajib dia pelajari, supaya kita jangan termasuk orang – orang yang
merugi, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Katakanlah (Muhammad) : “Apakah mau Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang


yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya
(amalnya) dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya.” (Q.S Al-Kahfi ayat 103 – 104)

Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda


”Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan
nya tertolak.” (Hadits Shahih, Riwayat Imam Muslim).

IV. KESIMPULAN

Salah satu bentuk ibadah adalah tekun menuntut ilmu. Islam akan meninggikan derajat orang-
orang yang berilmu. Begitu pentingnya ilmu dalam Islam hingga diperitahkan melalui Al-Qurán
maupun hadis. “Dalam Islam juga tidak boleh mendikotomikan ilmu. Semua ilmu saling
berhubungan dan tentunya semuanya kembali pada kitab Allah”, imbuhnya.

Dalam satu hadis riwayat Ibnu Majah, menuntut ilmu hukumnya ada yang mengatakan fardhu
ain dan fardhu kifayah. Fardhu ain adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim untuk
mengerjakannya. Sedangkan fardhu kifayah apabilah salah satu sudah mengerjakan maka gugur
kewajibannya bagi yang lain.

Ia juga menambahkan, kunci keberhasilan adalah dengan dengan ilmu. “Barangsiapa


menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia wajib lah memiliki ilmunya, dan
barang siapa ingin selamat dan berbahagia di akirat wajib lah ia memilikiilmunya pula dan
barang siapa ingin keduanya wajib lah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula”, tegasnya.

Allah SWT juga tidak menyuruh seluruh umat muslim berjihad di jalan perang. Jalan lain
berjihad dapat dilakukan dengan cara lain selain perang yakni menuntut ilmu. Ilmu tidak hanya
dibiarkan begitu saja melainkan harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Falsafah ilmu
dalam Islam terbagi menjadi tiga bagian yakni mempelajari, mengamalkan, dan mengajarkan.
Mempelajari seperti yang telah dibahas sebelumnya hukumnya adalah Fardhu bagi setiap
muslim. Mengamalkan juga harus dilakukan karena ilmu yang tidak diamalkan adalah ibarat
pohon yang tanpa buah. Ilmu yang sudah dipelajari akan sia-sia dan tidak ada gunanya. Setelah
mengamalkan disempurnakan dengan mengajarkan ilmu kepada orang lain. Tujuannya agar
dapat membedakan yang benar dan salah dalam kehidupan karena ilmu hakikatnya adalah
kebenaran.
V. DAFTAR PUSTAKA
 https://ppduputri.or.id/kepondokan/2020/12/kesungguhan-ketekunan-dan-keinginan-
yang-kuat-dalam-menuntut-ilmu/
 https://kemahasiswaan.uii.ac.id/bersungguh-sungguh-dalam-menuntut-ilmu/
 http://halidalee.blogspot.com/2018/04/talim-mutaallim-tentang-kesungguhan.html
 https://sigijateng.id/2020/inilah-6-syarat-menuntut-ilmu-dalam-kitab-talim-mutaallim/
 https://cahayarasul.wordpress.com/2011/03/01/kewajiban-menuntut-ilmu-agama-dan-
kerugian-orang-beramal-tanpa-ilmu/

Anda mungkin juga menyukai