Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Al-Qur'an merupakan wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW melalui malaikat Jibril dengan tujuan untuk disampaikan kepada seluruh umat
manusia. Kitab Suci Al-Qur'an mempunyai banyak fungsi, antara lain fungsinya sebagai
petunjuk bagi umat manusia, petunjuk keamanan dan kebahagiaan hidup baik di dunia
maupun di akhirat. Untuk memahami nilai petunjuk Karamullah, seseorang harus
mempelajari dan mempelajarinya. Allah SWT sebagai Pendidik yang Agung telah
memastikan bahwa Al-Qur'an memuat pendidikan pada umumnya dan pendidikan sosial,
moral, dan spiritual pada khususnya.

Banyak orang kini meragukan adanya aspek pendidikan dalam Al-Quran. Mereka
mungkin mempertanyakan hubungan antara Al-Quran dan pendidikan, karena mereka
percaya bahwa tidak ada seorang pun yang mempelajari sebagian besar konsep umum
pendidikan. Banyak istilah yang diciptakan untuk mengatasi hal ini. Salah satunya adalah
kata “Tarbiyah”. Kata ini sering muncul dalam Al-Qur'an, misalnya pada kata Rab dan
Tarbiyyah, yang menurut para ahli kamus bahasa Arab berasal dari akar kata yang sama.

Manusia merupakan khalifah Allah SWT di atas bumi, adapun yang menjadi poros
tugas kekhalifahan adalah, penggunaan akal, pengembanan tugas-tugas samawi 1 serta
pelaksanaan amanah melalui jalur ilmu yang di pelajari (proses pendidikan) juga
pemahaman terhadap perbedaan antara yang baik dan yang buruk. Dalam hal ini tenaga
pendidik adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses pendidikan, ia sangat
berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam era
pembangunan ini. Untuk itu ia harus berperan aktif dalam bidangnya dan menempatkan
dirinya pada kedudukan dan jabatannya, untuk membentuk peserta didiknya memiliki
kedewasaan dan kematangan tertentu. Pada setiap ayat dari surah-surah Alqur’an, pada
intinya terdapat petunjuk.

Bagi yang ingin mengambil pelajaran banyak sekali surat dan ayat dalam Al-Quran
yang membahas tentang pendidikan, salah satunya adalah ayat 1 sampai dengan ayat 5
Surat al-Alaq. Ayat pertama Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi SAW mengatur ilmu,
atau bacaan (iqra'). sebagai kunci pengetahuan. Allah SWT berfirman:

Terjemahnya: “Bacalah dengan nama Rabbmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari ‘alaq. Bacalah, dan Rabbmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan pena (qalam). Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (Q.S. Al-‘Alaq
[96]: 1-5)

“Iqra” atau “membaca” merupakan kata pertama yang diterima Nabi Muhammad
SAW sejak turunnya wahyu pertama. Kata “Iqra” begitu penting sehingga harus diulang
1
amal, ibadah, atau tanggung jawab moral yang dianggap sebagai bagian integral dari hidup bermakna dan
beretika dalam keyakinan agama.
dua kali pada rangkaian wahyu pertama. Mungkin sedikit mengejutkan bahwa perintah ini
diberikan untuk pertama kalinya kepada seseorang yang belum pernah membaca kitab
sebelum diturunkannya Al-Qur'an, dan terlebih lagi kepada seseorang yang tidak mampu
membaca kitab suci apa pun sampai akhir hayat hidupnya.

Namun kemudian keterkejutan tersebut sirna ketika memahami arti kata Iqra dan
menyadari bahwa perintah tersebut tidak hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW
sendiri, melainkan kepada umat manusia sepanjang sejarah umat manusia. Perintah adalah
kunci untuk membuka jalan menuju kebahagiaan. Kehidupan sekuler dan kehidupan
Ukrawi.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Tanggung Jawab Manusia untuk menuntut ilmu dan menyebarkannya dalam
Qur’an

Sejak abad ketujuh Masehi Islam telah menanamkan wajibnya menuntut ilmu baik
laki-laki maupun perempuan, sejak lahir sampai meninggal dunia. Bahkan, Islam
menganjurkan kepada umatnya agar menuntut ilmu pengetahuan sampai ke negeri Cina.
Pendidikan sepanjang hayat dipandang penting karena peradaban manusia semakin maju.
Mereka dituntut untuk mengikuti kemajuan peradaban tersebut agar tidak ketinggalan zaman.
Mereka yang ketinggalan zaman akan mudah dibodohi orang lain.

Oleh karena itu, pendidikan dipandang penting agar dapat mengikuti kemajuan
zaman. Kewajiban menuntut ilmu pengetahuan tersebut dibarengi dengan pemberian motivasi
yang kuat. Motivasi tersebut berupa janji Allah bahwa mereka yang menguasai suatu ilmu
pengetahuan akan mendapatkan status sosial yang tinggi, pahala yang besar, dinaikkan
derajatnya dimata Allah SWT dan kemudahan-kemudahan lainnya. Dalam pandangan Islam
seorang ilmuwan (ulama) lebih utama daripada pejabat, hartawan, dan ahli ibadah. Aktivitas
belajar dipandang lebih utama daripada aktivitas ibadah karena apalah artinya ibadah tanpa
diiringi dengan ilmu dan niat. Bahkan, pembelajar (peserta didik) dijanjikan akan
memperoleh jalan kemudahan dalam mencapai cita-citanya.

Manusia sebagai makhluk yang sempurna diberi beban serta tanggung jawab
mengajar atau memberi pengetahuan kepada orang-orang disekitar kita terutama
orang-orang terdekat kita yakni untuk membimbing mereka kepada arah yang lebih
baik. Mengajarkan bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah
konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa. Pentingnya
belajar mengajar awal dari pengetahuan, kemampuan yang sudah ada sejak lahir
bisa dikembangkan dalam proses pembelajaran dari yang tidak tahu menjadi tahu.
Dengan perjalanan itu manusia dapat memperoleh suatu pelajaran dan pengetahuan
dalam jiwanya yang menjadikannya sebagai manusia terdidik dan terbina, seperti
menemui orang-orang terkemuka maka akan memperoleh manfaat. Secara rasional
semua ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui belajar.

Maka, belajar adalah”key term” (istilah kunci) yang paling vital dalam usaha
pendidikan. Sehingga, tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya2.
2
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.
Titik tekan pendidikan menurut al-Ghazali terletak pada pendidikan agama
dan moral. Untuk itu, syarat menjadi guru menurut al-Ghazali, selain cerdas dan
sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan
kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam,
dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para
muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar,
mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Dan apapun janji Allah SWT untutk umatnya yang menuntut ilmu di dunia
adalah dinaikkan derajatnya, ini terdapat dalam ( Q.S Al-Mujadallah : 11) :
“Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Dalam (Q.S At Taubah 122):

“Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah)
untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya?”

Ayat ini juga menerangkan secara lengkap mengenai dasar hukum dalam sebuah
perjuangan, yaitu hukum peperangan dan mencari ilmu. Memperdalam suatu ilmu
merupakan cara berjuang untuk menyampaikan risalah dan menegakkan agama. Hukum
menuntut ilmu dalam ayat ini jika diimplementasikan pada masa sekarang adalah menuntut
ilmu agama dan ilmu umum. Menuntut ilmu agama dapat melalui wahyu Allah yaitu Al-
Qur’an, hadis, serta hukum-hukum yang berkenaan dengan Islam. Ilmu umum merupakan
ilmu yang menjadi penunjang bagi ilmu agama, sehingga kedua ilmu ini merupakan hal yang
sama pentingnya. Kemudian setelah manusia mencari dan memperdalam ilmu, hal
selanjutnya yang harus dilakukan adalah membagikan ilmu atau memberikan pendidikan
yang telah didapat kepada orang lain (Yulyani et al., 2018). Senada dengan perintah yang
terkandung dalam (QS. al-Maidah ayat 67) , yang mana ayat ini menerangkan hasil yang
didapatkan selama proses pembelajaran diharapkan untuk dibagikan kepada yang lainnya
(Nihayah, 2016). Sehingga, hasil pembelajaran dapat dibagikan secara merata dan
meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.

B. Tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadist sebagai acuan atau model dalam proses
Pendidikan
Landasan pendidikan Islam yang menjadi rujukan utama terdapat dua hal,
yaitu al-Qur’an dan hadist. Kedudukan al-Qur’an dan hadist dalam pendidikan
Islam memiliki kesamaan antar keduanya, yakni sama sama menjadi rujukan
utama dalam pendidikan Islam, akan tetapi keduanya juga terdapat perbedaan.
Sebab jika al-Qur’an merupakan wahyu yang bersifat global. Sehingga untuk
memahaminya memerlukan penafsiran. Sedangkan hadist berfungsi untuk
memberikan penjelasan pada konsep-konsep yang termuat dalam al-Qur’an
termasuk pendidikan, serta menjadi contoh sebagai panutannya.

Pendidikan dalam agama Islam termasuk bagian dari pada kegiatan dakwah,
sebab dalam menyelenggarakan sebuah pendidikan tidak lain bertujuan untuk
meninggikan agama Allah. Sehingga dalam sebuah pendidikan juga memberikan
model dalam membentuk pada keperibadian bagi pemeluknya. Sasaran dalam
pendidikan Islam yang menjadi point utama adalah terbentuknya akhlak yang
mulia dan mempunyai ilmu yang tinggi, serta dapat menimbulkan ketaatan
dalam melaksanakan ibadah. Maksud akhlak yang mulia disini menyangkut pada
aspek horizontal maupun vertikal yakni hubungan dengan Allah maupun
hubungan sesama manusia sehingga mampu menjadi musli yang intelaktual.
Akhlak merupakan salah satau aspek penting dalam sebuah pendidikan Islam
selain dari aspek keimanan, akliyah, sosial, jasmaniah serta aspek-aspek yang lain
yang dapat menunjang untuk terlaksananya pendidikan Islam dengan baik.
Semua ini dikenal dengan ajaran syari’at Islam. syari’at Islam memerlukan
didikan dengan cara proses pendidikan. Contohnya seperti gerakan dakwah yang
dibangun oleh Nabi, bahwa Beliau tidak hanya mengejarkan syaria’at saja. Akan
tetapi Beliau juga memberikan didikan pada umatnya agar dapat beriman dan
beramal serta berakhlak yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Maka dari itu
pendidikan Islam bukan hanya terfokus pada teoritis saja, namun juga lengkap
dengan prakteknya. Al-Qu’an dan Hadist adalah dua pusaka yang ditinggalkan
oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai landasan pedoman dalam pendidikan Islam.
Syari’at Islam memerlukan didikan dengan cara proses pendidikan. Contohnya
seperti gerakan dakwah yang dibangun oleh Nabi, bahwa Beliau tidak hanya
mengejarkan syaria’at saja. Amanah ini juga Allah SWT tegaskan dalam Q.S Saba’
ayat 27 :

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan
manusia tiada mengetahui.”

Gaya Dakwah dan Pengajaran Nabi SAW dalam mendidik para sahabat,
dipilihnya dengan cara-cara yang terbaik, sehingga mudah dipahami dan
tentunya bentuk pendidikan yang disampaikan sesuai sebagaimana nilai-nilai
dari wahyu yang telah Allah SWT turunkan. Di antara gaya pengajaran Nabi saw
kepada para sahabat yaitu:

1. Pengajaran Nabi saw melalui perjalanan hidup yang baik dan


mencontohkan akhlak mulia
Gaya pengajaran ini ditunjukan Nabi SAW agar para sahabat dapat mencontoh
segala macam tingkah laku perbuatan Muhammad sebagai utusan Allah, yang
mempunyai uswah hasanah. Jadi proses pembelajaran pada metode ini adalah
dengan meniru akhlak nabi , secara tidak langsung para sahabat yang terkagum-
kagum dengan akhlak yang dimiliki nabi maka mereka juga ingin mencontoh apa
yang nabi lakukan mulai dari perkataan nabi, perbuatan nabi sertakebiasaan nabi
yang dikenal dengan sunnah Allah telah menyatakan dalam al-Qur’an :

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah. (QS alAhzab: 21).
Menurut Abd Fattah Abu Ghuddah dalam bukunya al-Rasul alMu’allim,
bahwa tidak diragukan lagi pendidikan melalui perbuatan dan tingkah laku lebih
kuat melekatnya pada diri seseorang, serta mudah dipahami dan dijaga. Dan
alasan kenapa harus nabi yang menjadi acuan dalam mencontohkan akhlak mulia
karena pada dirinya terdapat wahyu Ilahi, sehingga yang dilakukan sejalan
dengan ilmu yang dimiliki.

2. Nabi saw Mengajarkan syariat dengan cara bertahap Proses


Dalam membentuk karakter seseorang sangat diperlukan proses pendidikan,
tidak selalu menghasilkan dengan cara yang instant. Dalam teknik
pengajarannya, Rasul saw mengajarkan satu persatu syariat hingga para sahabat
paham secara mendalam secara definisi dan aplikasi nilai dari satu syariat
tersebut, kemudian diaplikasikannya dalam kehidupan mereka serta meresap
sampai ke hati dengan terhindar dari rasa keraguan dalam menjalakannya.
Berkenaan pengajaran Rasul yang mempunyai gaya bertahap dalam mendidik
terdapat sebuah hadist dari Imam Ibnu Majah, menjelaskan tentang proses
Pendidikan secara bertahap yang diawali dengan iman lalu pembelajaran
alQur’an :
‫ وحنن‬,‫ كنا مع النيب صلى اهلل عليووسلم‬:‫روي ابن ماجو عن جندب بن عبداهلل رضي اهلل عنو قال‬
‫ مث تعلمنا القران فازددنا بو اإلميان‬,‫ فتعلمنا اإلميان قبل أن نتعلم القران‬,‫فتيان حزاورة‬

Artinya: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jundab bin Abdillah radhiya Allahu anhu ia
berkata: kami bersama Nabi shallahu alaihi wa sallam, dan kami masih muda (mendekati
baligh). Maka kami belajar mengenai iman sebelum mempelajari al-Qur’an, kemudian
setelah itu kami mempelajari alQur’an maka bertambah iman kami.

hadis ini menjelasakan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan sebuah proses dalam
berdakwah, mengajar suatu syariat kepada para umatnya, agar mereka tidak
berasa diberatkan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi.

3. Gaya mengajar Rasul saw dengan berdialog dan mengajukan pertanyaan


Salah satu gaya dan cara mendidik Rasulullah saw ialah dengan berdialog dan
mengajukan pertanyaan. Karena hal ini lebih membekas pada diri para sahabat
Nabi yang mendengarkannya, kemudian disertai dengan jawaban sesuai dengan
takaran pemahaman teman berdialog beliau saw. Hal ini, dilakukan oleh Nabi
agar dapat membuka pemahaman kepada mereka dari sesuatu yang menutupi
lintasan pikiran atau sesuatu yang tidak dipahami oleh para sahabat . Hadis dari
Imam Bukhari dan Imam Muslim di bawah ini akan menunjukan bahwa cara
seperti ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw kepada sahabat.
‫ قال رسول اهلل صلىّ أرأيتم لوأن اهلل‬:‫ عن أيب ىريرة رضي اهلل عنو قال‬,‫ واللفظ لو‬,‫روي البخاري ومسلم‬
,‫ اليبقي من درنو شيء‬:‫ ىل يبقي من درنو شيء؟ قالوا‬,‫ يغتسل منو كل يوم مخس مرات‬, ‫ هنرا بباب أحدكم‬:‫عليو وسلم‬
‫ ّ فذلك مثل الصلوات اخلمس ميحوا اهلل هبن اخلطايا‬:‫قال‬

Artinya: Diriwayatkan dari Imam Bukhari dan Imam Muslim, dan lafaz dari Imam
Muslim, dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Bagaimana
menurut kalian, apabila ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian, lalu
dia mandi lima kali setiap hari, apakah kalian masih menganggap ada kotoran (daki) yang
tersisa padanya? Sahabat menjawab, tidak ada tersisa sedikitpun kotoran padanya. Lalu
Nabi SAW bersabda: seperti itu pula shalat lima waktu, dengannya Allah akan
menghapus semua kesalahan.

Di hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, dari


sahabat Abdullah bin Amru bin Ash. Diriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal
dalam Musnad-nya, dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiya Allahu anhuma, ia
berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Apakah kalian tau siapa itu
Muslim?” mereka menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih tau. Ia bersabda:
“Seorang Muslim adalah ia yang membantu saudara muslim lainnya baik dengan
lidahnya maupun tangannya.” Lalu beliau Kembali bertanya: “Apakah kalian tau
siapa itu orang beriman” Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahuinya. “Maka beliau bersabda; “Orang beriman adalah mereka yang
memberikan keamanan kepada orang beriman lainnya terhadap jiwa dan harta
mereka. Sedangkan orang yang hijrah adalah, mereka yang menghindari dari
segala keburukan.”

Demikian beberapa hadis bentuk pendidikan Rasulullah saw kepada para


sahabat berupa dialog serta tanya jawab, pada pengajaran ini Rasul saw lebih
mengajak akal manusia agar dapat berpikir serta mempertimbangkan mengenai
apa yang beliau ajarkan adalah suatu hukum, syariat atau sebuah hikmah.
Metode dakwah Rasulullah dalam menerapkan pengajaran kepada para
sahabat memberikan dampak besar terhadap perkembangan karakter sahabat
dalam meneruskan langkah dakwah Nabi. Dari beberapa metode dakwah yang
disampaikan Nabi, hampir semua terdokumentasi dalam kitab-kitab hadis
terutama dalam kitab hadis kutub sittah dan beberapa kitab hadis yang lain. Jika
melihat perkembangan metode dakwah yang diajarkan kepada para sahabat
belum banyak ditemukannya teori-teori pembelajaran seperti saat ini. Hal ini
menunjukkan Nabi telah mempraktekkan nilai-nilai dakwah melalui pengajaran.
Dakwah yang diajarkan kepada para sahabat terbukti menghasilkan didikan yang
berkarakter kuat, mencetak figur penting para sahabat dengan karekter yang
dapat diterapan pada setiap pengajaran yang disampaikan Nabi.

C. Konsep Pendidikan dan Kepemimpinan Secara Umum dan dalam Konteks Islam

1. Pengertian Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan adalah cara memengaruhi orang dengan petunjuk atau


perintah. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi dan menterjemahkan
keinginan-keinginan para anggota atau pengikut yang menekankan pada tujuan dan
sasaran organisasi melalui kegiatan memberi motivasi, memelihara kerja sama yang
baik dengan anggota, dan memberi dukungan pada kelompok-kelompok tertentu di
luar organisasi dan di dalam organisasi Berdasarkan beberapa pengertian di atas
dapat dipahami bahwa kepemimpinan adalah cara yang dilakukan oleh pemimpin
dalam memimpin suatu organisasi.

Adapun pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang


dilakukan oleh pendidik untuk mengubah tingkah laku manusia, baik secara
individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia tersebut melalui proses
pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa, Kepemimpinan


pendidikan Islam merupakan cara yang dilakukan pemimpin dalam memengaruhi,
menggerakkan, memberikan motivasi dan mengarahkan orang-orang dalam
lembaga pendidikan agar pelaksanaan pendidikan dapat lebih efisien dan efektif
dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan yang dijalankan
sesuai dengan kaidah-kaidah Islam.

2. Kepemimpinan Pendidikan Secara Umum

Secara garis besar, setiap orang yang diangkat menjadi seorang pimpinan
didasarkan atas beberapa kelebihan yang dimilikinya dari pada orang-orang yang
dipimpin. Karena itu untuk menjadi pemimpin diperlukan adanya syarat -syarat
tertentu, yakni karakteristik atau sifatsifat yang baik yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin.

Menurut Mujami Qomar, karakteristik dari seorang pemimpin dalam kepemimpinan


pendidikan antara lain:

a. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan


lembaga atau organisasinya.

b. Memfungsikan keistimewaannya yang lebih di banding orang lain.

c. Memahami kebiasaan dan bahasa orang yang menjadi tanggung jawabnya.

d. Mempunyai karisma atau wibawa dihadapan manusia atau orang lain.

e. Bermuamalah dengan lembut dan kasih sayang terhadap bawahannya, agar orang
lain simpatik kepadanya.

Ciri atau kriteria seorang pemimpin yang efektif dan efisien menurut Abu Bajar
adalah sebagai berikut:

a. Sifatnya peka terhadap permasalahan lingkungan yang dipimpinnya.

b. Mempunyai kepribadian yang terkontrol tidak emosional, intiligensi tinggi.

c. Sifat pemberani, tidak egoistis atau individualistis, bertanggung jawab,


komunikatif.

d. Tidak curiga dan berprasangka buruk pada bawahan, tidak bersifat pasif.

e. Memiliki kecerdasan dan ketangkasan pada aspek teknis dari tugasnya


3. Kepemimpinan pendidikan secara islam
Secara umum karakteristik pemimpin pendidikan menurut perspektif
pendidikan Islam adalah sama dengan karakteristik yang dituntut dalam
pendidikan pada umumnya, sebagai mana yang telah diuraikan terdahulu,
maksudnya pendidikan Islam tidak menolak semua sifat atau karakteristik
yang telah ditawarkan oleh para ahli pendidikan, karena apa yang
ditawarkan tersebut semuanya sesuai dengan pendidikan Islam.

Karakteristik yang harus dimiliki oleh kepemimpinan pendidikan Islam juga lebih
kepada bagaimana karakteristik yang dicerminkan oleh Nabi Muhammad SAW,
beliau selalu memperlakukan orang dengan adil dan jujur. Rasulullah SAW
dikaruniai empat sifat utama, yaitu: shiddiq, amanah, tablig dan fathanah, Shiddiq.
Menerapkan karakteristik yang dimiliki oleh beliau, otomatis kepemimpinan
pendidikan Islam akan berjalan sesuai tujuan yang ingin dicapai dicapai.

Adapun karakteristik yang harus dimiliki kepemimpinan pendidikan Islam yang


mengacu pada karakteristik Rasulullah saw. adalah sebagai berikut:

a. Memiliki karakter shiddiq

Kepemimpinan yang mengedepankan integritas moral (akhlak), satunya kata dan


perbuatan, kejujuran, sikap dan perilaku etis. Sifat jujur merupakan nilai- nilai
transendental yang mencintai dan mengacu kepada kebenaran yang datangnya dari
Allah swt. (shiddiq) dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Perilaku pemimpin
yang shiddiq (shadiqun) selalu mendasarkan pada kebenaran dari keyakinannya,
jujur dan tulus, adil, serta menghormati kebenaran yang diyakini pihak lain yang
mungkin berbeda denga keyakinannya, bukan merasa diri atau pihaknya paling
benar.

Keutamaan dan kemuliaan sifat benar itu diperkuat dan dijelaskan dalam QS. Al-
Ahzab ayat 22:

Terjemahannya:
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu,
mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul- Nya kepada kita”. Dan
benarlah Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu tidaklah menambah kepada
mereka, kecuali iman

dan kedudukan”.

Dalam hubungannya dengan kepemimpinan pendidikan. Karakter shiddiq dapat


dikatakan sebagai hal yang urgent dalam penerapannya dalam kepemimpinan
pendidikan karena dengan karakter shiddiq yang dimiliki oleh pemimpin suatu
madrasah atau lembaga pendidikan dapat jauh dari kebobrokan karena pemimpin
yang membiasakan jujur dan adil akan membuat bawahan menjadi lebih percaya
terhadapnya sehingga bawahan dapat bekerja tanpa adanya kecurigaan dan dapat
bekerja dengan semangat yang lebih.

b. Memiliki karakter Amanah

Karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang manajer sebagaimana karakter yang
dimiliki Rasul yaitu sifat dapat dipercaya atau bertanggung jawab. Beliau jauh
sebelum menjadi Rasul pun sudah diberi gelar al-Amin (yang dapat dipercaya). Sifat
amanah inilah yang dapat mengangkat posisi Nabi di atas pemimpin umat atau
Nabi-Nabi terdahulu. Pemimpin yang amanah yakni pemimpin yang benar-benar
bertanggungjawab pada amanah, tugas dan kepercayaan yang diberikan Allah swt.
amanah dalam hal ini adalah apapun yang dipercayakan kepada Rasulullah saw.
Meliputi segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun agama. Firman
Allah yang berbicara tentang amanah yang diemban oleh

setiap manusia terdapat dalam surat Al-Ahzab ayat 72, bunyinya:

Terjemahannya:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir
akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat zalim dan bodoh”.

Berdasarkan ayat di atas menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai amanah


yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah swt., walau sekecil apapun
amanat itu. Karakter amanah yang dimiliki oleh pemimpin jika diterapkan dalam
pendidikan akan memberikan keberhasilan pada madrasah atau lembaga
pendidikan yang dipimpin.

3. Memiliki karakter tabligh

Satu istilah yang disandang Nabi Muhammad SAW. pemberian Allah yaitu mundhir
(pemberi peringatan) diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai orang yang
memberi peringatan yakni untuk membimbing umat, memperbaiki dan
mempersiapkan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Tabligh
merupakan sifat Rasul yang ketiga, cara dan metodenya agar ditiru. Sasaran pertama
adalah keluarga beliau, lalu berdakwah ke segenap penjuru. Sebelum mengajarkan
sesuatu, beliau yang terlebih dahulu melakukannya. Sifat Ini adalah sebuah sifat
Rasul untuk tidak menyembunyikan informasi yang benar apalagi untuk
kepentingan umat dan agama. Beliau tidak pernah sekalipun menyimpan informasi
berharga hanya untuk dirinya sendiri.

Firman Allah yang menyangkut dengan karakter tabligh dijelaskan dalam QS. Ali
‘Imran ayat 104 :
Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka
itulah orang-orang yang beruntung”.

Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa untuk mencapai maksud tersebut
perlu adanya segolongan umat Islam yang bergerak di bidang dakwah yang selalu
memberikan peringatan, bilamana tampak gejala-gejala perpecahan dan
penyelewengan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan agar diantara umat Islam
ada segolongan umat yang dengan tegas menyerukan kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dengan demikian umat
Islam akan terpelihara dari perpecahan dan infiltrasi dari pihak manapun.

Jika hal tersebut dikaitkan dalam kepemimpinan Pendidikan Islam, maka secara
tidak langsung madrasah atau lembaga pendidikan akan berjalan dengan sukses
tanpa ada perpecahan dalamnya. Oleh karenanya pemimpin sangat disarankan
untuk memiliki karakter tabligh yaitu dengan memberikan suatu wejangan ataupun
motivasi terhadap bawahannya sehingga dalam madrasah atau lembaga pendidikan
yang dipimpinnya akan berjalan sukses tanpa adanya perpecahan.

4. Memiliki karakter fathanah

Nabi Muhammad yang mendapat karunia dari Allah dengan memiliki kecakapan
luar biasa (genius abqariyah) dan kepemimpinan yang agung (genius
leadershipqiyadahabqariyah).Beliau adalah seorang manajer yang sangat cerdas dan
pandai melihat peluang.

Kesuksesan Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin umat memang telah


dibekali kecerdasan oleh Allah swt. Kecerdasan itu tidak saja diperlukan untuk
memahami dan menjelaskan wahyu Allah swt.,kecerdasan dibekalkan juga karena
beliau mendapat kepercayaan Allah swt. untuk memimpin umat, karena agama
Islam diturunkan untuk seluruh manusia dan sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Oleh karena itu diperlukan pemimpin yang cerdas yang akan mampu memberi
petunjuk,nasihat, bimbingan, pendapat dan pandangan bagi umatnya, dalam
memahami firman-firman Allah swt.

Karakter fathanah yang diterapkan dalam kepemimpinan pendidikan otomatis


dalam suatu madrasah atau lembaga pendidikan dapat berjalan sesuai yang
diinginkan karena dengan pemimpin yang cerdas dapat memahami bagaimana
organisasi yang dipimpin, sehingga dalam menyelesaikan permasalahan pemimpin
dapat mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan. Selain itu pemimpin yang
cerdas dapat memberi petunjuk, nasihat, bimbingan,pendapat dan pandangan bagi
bawahannya sehingga madrasah yang dipimpinnya tidak akan tersesat.

Anda mungkin juga menyukai