Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PENTINGNYA ILMU PENGETAHUAN

2.1 Pengertian Ilmu


Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –

ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya

dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam

bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan

dengan Ilmu Pengetahuan. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science)

dikemukakan beberapa pengertian: “Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu

bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat

digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.

Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti

pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara

sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan

jalan keterangan disebut Ilmu”. (http://uharsputra.wordpress.com/filsafat/Islam-

dan-ilmu/)

Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan

dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam

manusia. (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu)

Ilmu adalah ibadah, maka dari itu mencari ilmu itu harus dengan hati yang

ikhlas kepada Allah SWT semata dengan mengikuti jejak Rasulullah SAW. (At-

Tuwaijiri. 2012: 323)

4
5

Ilmu adalah pemberian Allah SWT kepada hamba-hamba yang diinginkan-

Nya. Usaha manusia untuk mendapatkan ilmu diwajibkan oleh Allah SWT dalam

beberapa hadits Rasulullah SAW. Artinya, manusia berdosa jika meninggalkan

usaha dalam mendapatkan ilmu itu. Sebaliknya, jika usaha sudah dilakukan,

sementara ilmu itu tidak juga dapat dikuasai, maka orang tersebut sudah terhindar

dari kesalahan, sebab yang wajib adalah menuntut ilmu, bukan mendapatkannya.

Adapun mendapatkan ilmu, semata-mata hanyalah karunia Allah SWT saja.

Dengan demikian janganlah merasa kecewa dan putus asa jika seseorang sudah

belajar suatu ilmu tertentu pada waktu yang lama, ternyata orang itu gagal

menguasai ilmu tersebut. Ini bukan lagi salahnya, akan tetapi memang Allah SWT

tidak berkenan memberikan ilmu itu padanya.

Dalam kenyataan hidup ini banyak kita jumpai orang yang belajarmembaca

Al-Qur’an, misalnya, sudah bertahun-tahun melakukannya dengan sungguh-

sungguh, namun ternyata hasil yang dia peroleh tidak sesuai harapan. Dia tetap

saja tidak dapat mengucapkan huruf-hurufnya dengan fashih, dan banyak

melakukan kesalahan dalam tajwid. Hal itu bisa terjadi tidak lain karena ilmu

tersebut tidak diberikan oleh Allah SWT padanya.

(http://ekoalperioalmi.blogspot.com/2012/04/ilmu-dan-cara)

Dalam hadits pun disebutkan memahami ilmu merupakan kewajiban atas

setiap muslim dan muslimah. Rasulullah SAW bersabda:

‫يضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍَم‬ ِ َ‫طل‬


َ ‫ب الْع ْل ِم فَ ِر‬
ُ
6

Artinya: “Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim”.(HR. Ibnu

Majah no:224, dan lainnya dari Anas bin Malik. Dishahihkan oleh Syeikh Al-

Albani)

2.2 Cara Mendapatkan Ilmu


Menurut Hujjatul Islam Al Ghazali bahwa pada garis besarnya, seseorang

mendapat ilmu itu ada dua cara:

1. Proses pengajaran dari manusia, disebut At Ta’lim Al Insani atau Ilmu Ikhtiari,

yang dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Belajar kepada orang lain (di luar dirinya).

b. Belajar sendiri dengan menggunakan kemampuan akal pikirannya sendiri.

Dalam hadits dijelaskan bahwa belajar, dan menuntut ilmu tersebut dari orang

lain adalah wajib. Hadits Nabi SAW:

Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan

perempuan”. [HR. Ibnu Majah no:224, dan lainnya dari Anas bin

Malik. Dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani]

2. Pengajaran yang langsung diberikan Allah SWT epada seseorang yang disebut

At- Ta’lim Ar Rabbani. Ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Diberi dengan cara wahyu, yang ilmunya disebut: Ilmu Al Anbiya (Ilmu

Para Nabi) dan ini khusus untuk para Nabi SAW.

b. Diberikan dengan cara ilham yang ilmunya disebut Ilmu Ladunny (ilmu

dari sisi Allah SWT). Ilmu ladunny ini diperoleh dengan cara langsung dari

Allah SWT tanpa perantara. Kejadiannya dapat diumpamakan seperti sinar


7

dari suatu lampu gaib yang sinar itu langsung mengenai hati yang suci

bersih, kosong lagi lembut. Ilham ini merupakan perhiasan yang diberikan

Allah SWT kepada para kekasih-Nya (para wali). Dijelaskan dalam firman

Allah SWT QS Al-Kahfi ayat 65:

       


    

Artinya: “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba

Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan

yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”

( http://tanbihun.com/tasawwuf/rahasia-mendapatkan-ilmu-laduni/)

Ilmu tersebut bukan hasil dari proses pemikiran, melainkan ilmu yang

diperoleh seseorang yang saleh dari Allah SWT melalui ilham dan tanpa dipelajari

lebih dahulu melalui suatu jenjang pendidikan tertentu yang tergantung atas

kehendak dan karunia Allah SWT. Didalam tasawuf dibedakan tiga jenis alat

untuk komunikasi rohaniah, yakni kalbu (hati nurani) untuk mengetahui sifat-sifat

Allah SWT, roh untuk mencintai-Nya dan bagian yang paling dalam yakni sirr

(rahasia) untuk musyahadah (menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan

Allah SWT secara yakin sehingga tidak terjajah lagi oleh nafsu amarah) kepada-

Nya.

Tuhan akan melimpahkan nur cahaya keilahian-Nya kepada hati yang suci

ini. Hati seperti itu diumpamakan oleh kaum sufi dengan sebuah cermin. Apabila

cermin tadi telah dibersihkan dari debu dan noda-noda yang mengotorinya,
8

niscaya ia akan mengkilat, bersih dan bening. Pada saat itu cermin tersebut akan

dapat memantulkan gambar apa saja yang ada dihadapannya.

Demikian juga hati manusia, apabila ia telah bersih, ia akan dapat

memantulkan segala sesuatu yang datang dari Allah SWT. Pengetahuan seperti itu

disebut makrifat musyahadah atau ilmu laduni. Semakin tinggi makrifat seseorang

semakin banyak pula ia mengetahui rahasi-rahasia Tuhan dan ia pun semakin

dekat dengan Tuhan. Meskipun demikian, memperoleh makrifat atau ilmu laduni

yang penuh dengan rahasia-rahasia ketuhanan tidaklah mungkin karena manusia

serba terbatas, sedangkan ilmu Allah SWT tanpa batas, seperti dikatakan oleh Al-

Junaid, seorang sufi modern, "Cangkir teh tidak akan dapat menampung segala air

yang ada di samudera."

Keberadaan dan status ilmu laduni bukan tanpa alasan. Para sufi merujuk

keberadaan ilmu ini pada Al-Quran (QS Al Kahfi ayat 60-82) yang memaparkan

beberapa kisah tentang Nabi Musa AS dan Khidir AS. Kisah tersebut dijadikan

oleh para sufi sebagai alasan keberadaan dan status ilmu laduni. Mereka

memandang Khidir AS sebagai orang yang mempunyai ilmu laduni dan Musa AS

sebagai orang yang mempunyai pengetahuan biasa dan ilmu lahir (ilmu

pengetahuan hasil belajar yang berpusat pada otak atau akal). Ilmu tersebut

dinamakan ilmu laduni karena di dalam surah al-Kahfi ayat 65 disebutkan:

…    


Artinya: “..dan yang telah Kami ajarkan kepadanya (Khidir AS) ilmu dari sisi

Kami”.
9

Dengan demikian ilmu yang diterima langsung oleh hati manusia melalui

ilham atau inspirasi dari sisi Allah SWT disebut ilmu laduni. (http://Islam-agama-

kita.blogspot.com/2011/09/pengertian-ilmu-laduni.html)

2.3 Pentingnya ilmu bagi manusia


Apabila diperhatikan semangat belajar anak remaja semakin menurun bahkan

mereka terperangkap oleh budaya-budaya yang sengaja diciptakan untuk merusak

moral kita.Maka dari itu betapa penting dan utamanya ilmu bagi kehidupan

manusia di zaman modern yaknizaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan saat

ini. Karena dengan ilmulah yang akan membawa manusia kearah yang lebih baik.

Islam sudah mengajarkan kepada kita untuk mencari ilmu dari semenjak lahir

sampai akhir hayat, begitulah betapa pentingnya ilmu bagi kehidupan kita.

Dilihat dari kisah Nabi Sulaiman AS ketika beliau disuruh memilih tiga hal

yaitu harta, wanita, dan ilmu. Seandainya Nabi Sulaiman AS memilih harta atau

wanita apakah beliau akan bisa memiliki segalanya dan menjaganya dengan baik

untuk menegakkan syariat Islam, tetapi bersyukurlah beliau dengan tegas

menjawab memilih ilmu sehingga segala sesuatunya beliau miliki harta dan

wanita, bahkan beliau bisa berbicara dengan makhluk Allah SWT selain manusia.

Kita juga kenal dengan salah satu dari khulafa urrasyidin yaitu Ali bin Abi

Tholib beliau dijuliki bâbun ilmu, tetapi beliau berkata barangsiapa yang

mengajarkan satu alif saja kepada saya maka saya akan memanggilnya guru.

Sebagai hamba Allah SWT tidak boleh melupakan ilmu akhirat apabila kita ingin

bahagia dikehidupan yang kekal dan abadi disana, begitupula apabila ingin

bahagia pada keduanya maka dengan ilmu.


10

Pada zaman sekarang ilmu merupakan sesuatu yang harus kita miliki dan kita

utamakan untuk mencarinya, tapi lebih banyak orang berlomba-lomba dalam

mencari harta. Tanpa dia sadari mereka sudah terjebak dalam suatu kesalahan,

yaitu ketika dia memiliki harta tapi tanpa dibekali dengan ilmu maka harta

tersebut akan membuat hidupnya tidak tenang, banyak orang yang memiliki harta

yang melimpah tapi dia tidak dapat merasakan kebahagian yang sesungguhnya.

Kisah-kisah diatas sudah sangat jelas menggambarkan betapa pentingnya

ilmu bagi kehidupan manusia. Tetapi sangat disayangkan apabila kita mencari

ilmu tanpa dibekali dengan keimanan dan tuntunan Islam. Sangat banyak sekali

pada zaman sekarang ini orang-orang yang berilmu tapi tanpa didasari dengan

keimanan sehingga ilmu yang dia miliki bukan digunakan untuk menegakkan

syariat Islam tetapi digunakan untuk mendzolimi saudaranya sendiri.

Ketika kita sudah memiliki ilmu yang sesuai dengan tuntunan Islam kita akan

mendapatkan semuanya bahkan menjadi lebih tinggi derajatnya dibandingkan

dengan manusia lainnya. Karena tinggi atau rendahnya derajat seseorang bukanlah

diukur dengan harta atau jabatannya tetapi tinggi atau rendahnya derajat orang itu

sesuai dengan ilmu dan akhlak yang dia miliki artinya apabila kita memiliki ilmu

maka kita seraya menggenggam dunia.

(http://maytaendhell.blogspot.com/2012/03/pentingnya-ilmu-bagi-manusia.html)
11

2.4 Analisis Tafsir QS Al-’Alaq ayat 1-5


2.4.1 Teks Ayat dan Tarjamah

   


        
        
      

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan,

{1} Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah {2}

Bacalah dan Rabb-mulah yang paling pemurah {3} yang

mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. {4} Dia

mengajarkan kepada manusiaapa yang tidak diketahuinya {5}”.

(Ibnu Katsir T.T: 960)

2.4.2 Analisis Mufrodat


‫ا ْق َر ْأ‬ : bacalah! yakni pembacaan pertama kali yang

sebelumnya tidak pernah membaca.

‫بِاسْم‬ : dengan menyebut

َ‫َربِّك‬ : tuhanmu

 : yang menciptakan yakni menciptakan seluruh


manusia
َ َ‫خَ ل‬
‫ق‬ : dia telah menciptakan

‫اإلن َسان‬
ِ : manusia yakni jenis manusia

ٍ َ‫ِم ْن َعل‬
‫ق‬ : dari segumpal darah, jamak kata ‘Alaqah yakni

sepotong darah kecil yang keras

‫ا ْق َر ْأ‬ : bacalah, merupakan penegasan dari perintah Allah SWT


12

yang pertama

‫ك‬
َ ُّ‫َو َرب‬ : dan tuhanmu (Allah SWT)

‫ْاألَ ْك َر ُم‬ : yang maha mulia, yang tiada satupun bisa

menandingi mulianya. Ini adalah haal (keterangan

hal) dari dlomir (kata ganti)

‫ الذي َعلَّ َما‬: yang mengajari yakni menulis

 : dengan pena (orang yang pertama kali menulis


menggunakan pena adalah Nabi Idris AS)

‫عَلَّم‬ : dia mengajarkan

َ‫ْا ِإلن َسان‬ : manusia yakni jenis manusia

‫َمالَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ : apa yang tidak diketahuinya, yaitu sebelum

mengajarinya menulis, membuat kreasi, dan lain

sebagainya.

2.4.3 Analisis Tafsir


     
ْ‫ ا ْق َرأ‬merupakan fiil ‘amr yang Allah SWT perintahkan kepada

manusia untuk membaca, maksud membaca disini adalah mempelajari dan

meneliti apa saja yang telah ia ciptakan baik ayat-ayat-Nya yang tersurat

(qauliyah), yaitu Al-Quran dan ayat-ayat-Nya yang tersirat (kauniyah)

maksudnya alam semesta. Lalu dilanjutkan oleh kata َ‫ بِاسْم َربِّك‬kata disini

menunjukan bahwa membaca itu harus dengan nama-Nya, artinya karena

Dia dan mengharapkan pertolongan-Nya. Dengan demikian, tujuan


13

membaca dan mendalami ayat-ayat Allah SWT itu adalah diperolehnya

hasil yang diridhai-Nya, yaitu ilmu atau sesuatu yang bermanfaat bagi

manusia. (Al-Syaikh. 2010: 720)

َ َ‫ الَّ ِذي َخل‬dilanjutkan dengan kata telah dijelaskan kembali


Lalu ‫ق‬

bahwa Allah SWT yang telah menciptakan segala sesuatu-Nya termasuk

manusia itu sendiri. Pada waktu itu, ia (Muhammad SAW) tidak pandai

membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Ilahi agar beliau

membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah SWT menurunkan

sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia (Muhammad SAW)

tidak bisa menulisya. Sesungguhnya zat yang menciptakan makhluk

mampu membuatmu bisa membaca, sekalipun sebelum itu engkau tidak

pernah belajar membaca. (Ahmad Mustafa Al-Maragi. 2002: 278)

    


Seperti dalam ayat pertama bahwa Allah SWT-lah yang menciptakan

segala sesuatu khususnya adalah manusia, yang menunjukkan mulianya

manusia itu dalam pandangan-Nya. Disini Allah SWT akan menjelaskan

bagaimana manusia itu dapat tercipta. Allah SWT menciptakan manusia

itu dari ‘Alaqah (zigot), yakni telur yang sudah terbuahi sperma, yang

sudah menempel di rahim ibu. Karena sudah menempel itu, maka zigot

dapat berkembang menjadi manusia. Dengan demikian, asal-usul manusia

itu adalah sesuatu yang tidak ada artinya,tetapi di kemudian hari ia akan

menjadi manusia yang perkasa. Allah SWT berfirman dalam QS Ar-rum

ayat 20:
14

         
 

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah dia

menciptakan kamu dari tanah kemudian kamu (menjadi)

manusia yang berkembang biak”.

Sudah jelas sekali bahwa Allah SWT itu telah menciptakan manusia

dari tanah lalu ‘Alaqah (zigot) yang sudah terbuahi sperma. Tetapi

adakalanya zigot dapat terlepas lagi dari rahim itu. Sehingga pembentukan

manusia terhenti prosesnya. Oleh karena itu, manusia seharusnya tidak

sombong dan ingkar, tetapi bersyukur dan patuh kepada-Nya. Karena

dengan kemahakuasaan-Nya dan karunia Allah SWT-lah ia bisa tercipta.

Allah SWT berfirman menyesali manusia yang ingkar dan sombong itu

QS Yasin ayat 77:

         
 

Artinya : “Dan tidakkah manusia memperhatikkan bahwa kami

menciptakannya dari setetes mani ternyata dia menjadi

manusia yang nyata”.

Maka benar, seharusnya manusia itu tidak sombong kepada Allah

SWT. Dalam kajian ilmiah dijelaskan juga, bahwa ‘Alaqah itu merupakan

bentuk perkembangan pra-embrionik yang terjadi setelah percampuran sel

mani (sperma) dan sel telur. Moore dan Azzindani pun menjelaskan bahwa

‘Alaqah merupakan tingkatan embrionik yang berbentuk seperti buah pir,

dimana sistem-sistem pembuluh jantung sudah mulai tampak, dan


15

hidupnya tergantung dari darah ibunya. ‘Alaqah terbentuk sekitar 24-25

hari sejak pembuahan. Jika jaringan pra-embrionik ‘Alaqah ini diambil

keluar (digugurkan), memang tampak seperti segumpal darah (a blood clot

like). (op. Cit: 721)

Diingat kembali bahwa sesungguhnya Zat yang menciptakan

manusia, sehingga menjadi makhluk-Nya yang paling mulia. Dia

menciptakannya dari segumpal darah (‘Alaq). Kemudian membekalinya

dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan ilmu

pengetahuannya bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada

padanya untuk kepentingan umat manusia. Oleh karena itu, Zat Yang

Menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia yang paling

sempurna. (loc. Cit)

   


Dalam ayat ini Allah SWT meminta manusia membaca lagi, yang

mengandung arti bahwa membaca yang akan membuahkan ilmu dan iman

itu perlu dilakukan berkali-kali, minimal dua kali. Bila Al-Quran atau alam

ini dibaca dan diselidiki berkali-kali, maka manusia akan menemukan

bahwa Allah SWT itu pemurah, yaitu bahwa Ia akan mencurahkan

pengetahuan-Nya kepadanya dan akan memperkokoh imannya. (loc. Cit)

‫ ا ْق َر ْأ‬Kerjakanlah apa yang Aku perintahkan, yaitu membaca. Perintah

ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa,

melainkan setelah berulang-ulang dan dibiasakan. Berulang-ulangnya

perintah Illahi berpengertian sama dengan berulang-ulangnya membaca.


16

Dengan demikian maka membaca itu merupakan bakat Nabi SAW.

Perhatikan firman Allah SWT QS Al-‘Ala ayat 6 berikut ini:

   

Artinya: “Kami akan membacakan (Al-Quran) kepadamu (Muhammad)

sehingga engkau tidak akan lupa” (op. Cit: 279)

‫ ْاألَ ْك َر ُم‬adalah bentuk isim tafdhil (bersifat paling), yang bermakna

“banyak memberi kebaikan”. Tidak ada seorang pun yang menandingi

Allah SWT dalam kedermawanannya, karena seluruh kebaikan berada

dalam kekuasaan-Nya. Selanjutnya, Allah SWT menyebut bagaimana Dia

mengajarkan manusia, secara umum dan khusus. (Yusuf Qardhawi. 1996:

92)

   

Dalam ayat ini masih bersangkutan dengan ayat yang sebelumnya

bahwa kita dapat membaca karena telah diajarkan sebelumnya, ‫الَّ ِذي عَلَّ َم‬

yang dimaksud disini ialah bentuk kepemurahan Allah SWT yang telah

mengajari manusia mampu menggunakan alat tulis. Mengajari disini

maksudnya memberinya kemampuan menggunakannya. Dengan

kemampuan menggunakan alat tulis itu, manusia bisa menuliskan

temuannya sehingga dapat dibaca oleh orang lain dan generasi berikutnya.

(Lentera Abadi. 2010: 721)



Maksud menggunakan alat tulis disini yaitu  menjadikan

pena sebagai sarana berkomunikasi antar sesama manusia, sekalipun

letaknya saling berjauhan. Qalam atau pena adalah benda mati yang tidak
17

bisa memberikan pengertian. Oleh sebab itu, Zat Yang Menciptakan benda

mati bisa menjadi alat komunikasi. Sesungguhnya tidak ada kesulitan

bagi-Nya menjadikan dirimu (Muhammad) bisa membaca dan memberi

penjelasan serta pengajaran, apalagi engkau adalah manusia yang

sempurna. (Ahmad Mustafa Al-Maragi. 2002: 279)

Di sini Allah SWT menyatakan bahwa diri-Nyalah yang telah

menciptakan manusia dari ‘Alaq, kemudian mengajari manusia dengan

perantaraan qalam. Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya

diciptakan dari sesuatu yang paling hina, hingga ia mencapai

kesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya tentang hakikat

segala sesuatu. Seolah- olah ayat ini mengatakan, ”Renungkanlah wahai

manusia! kelak engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah dari

tingkatan yang paling rendah dan hina, kepada tingkatan yang paling

mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuasaan

yang menciptakan semuanya dengan baik”. (ibid)

Allah SWT itu telah mengangkat dan memuliakan manusia itu

dengan ilmu. Inilah yang hanya diberikan Allah SWT kepada bapak

manusia, yakni Adam AS, sehingga membedakannya dari malaikat. Dan

ilmu terkadang ada dalam benak, kadang dengan lidah. Kadang-kadang

bisa pula berada dalam tulisan dan formalistik. Kata formalistik

memastikan ilmu berada dalam tulisan, namun tidak sebaliknya. Oleh

karena itu, Allah SWT berfirman, “Bacalah, dan tuhanmu-lah Yang Maha

Pemurah. Yang mengajarkan manusia dengan perantara kalam. Dia


18

mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Ditetapkan

dalam sebuah atsar fayyadul ‘ilma bil kitâb (ikatlah ilmu itu dengan

tulisan). (M. Nasib Ar-Rifa’I. 2000: 1011)

     


Terbukti dengan adanya Qalam manusia bisa menuliskan temuannya

sehingga dapat dibaca oleh orang lain maka ilmu itu dapat dikembangkan.

Dengan demikian, manusia dapat mengetahui apa yang belum

diketahuinya, artinya ilmu itu akan terusberkembang. Itulah besarnya

fungsi baca tulis dalam mencari ilmu pengetahuan. (Lentera Abadi. 2010:

721)

Diingatkan kembali bahwa sesungguhnya Zat Yang Memerintahkan

Rasul-Nya membaca, dialah yang mengajarkan berbagai ilmu yang

dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia berbeda dari makhluk

lainnya. Pada mulanya mengherankan jika Dia mengajarimu (Muhammad)

membaca dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca, sedangkan

engkau memiliki bakat untuk menerimanya. Ayat ini merupakan dalil yang

menunjukkan tentang keutamaan membaca, menulis, dan ilmu

pengetahuan. Sungguh jika tidak ada qalam, maka kamu tidak akan bisa

memahami berbagai ilmu pengetahuan, tidak akan bisa menghitung

jumlah pasukan tentara, semua agama akan hilang, manusia tidak akan

mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu, penemuan-penemuan

dan kebudayaan mereka.Dan jika tidak ada qalam, maka sejarah orang-

orang terdahulu tidak akan tercatat, baik yang mencoreng wajah sejarah

maupun yang menghiasinya. Dan ilmu pengetahuan mereka tidak akan


19

bisa dijadikan penyuluh bagi generasi berikutnya. Dan dengan qalam

bersandar kemajuan umat dan kreatifitasnya. (Ahmad Mustafa Al-Maragi.

2002: 280)

Dalam ayat ini terkandung pula bukti yang menunjukkan bahwa

Allah SWT yang menciptakan manusia dalam keadaan hidup dan

berbicara dari sesuatu yang tidak ada tanda-tanda kehidupan padanya,

tidak berbicara serta tidak ada rupa dan bentuknya secara jelas. Kemudian

Allah SWT mengajari manusia ilmu yang paling utama dan

menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan, sebelum itu ia tidak

mengetahui apa pun juga. (ibid)

Pada ayat-ayat yang lalu dijelaskan bahwa Allah SWT amat

bijaksana dengan menjadikan iman dan perbuatan baik sebagai gambaran

kebaikanseseorang, pada ayat-ayat berikut, Allah SWT memerintahkan

manusia agar membaca ayat-ayat-Nya dan menyadari asal usulnya agar

dapat menjadi orang yang beriman dan berbuat baik.

2.5 Istinbatul Ahkam


Dari kajian tafsir diatasdapat disimpulkan bahwa diciptakannya manusia itu

berawal dari ‘Alaqah sehingga menjadi manusia yang nyata, dapat berkembang

biak dan bermanfaat bagi manusia lainnya. Oleh karena itu agar kita dapat

menjadi orang yang bermanfaat bagi manusia lainnya dan dapat mengetahui

segala sesuatu-Nya dengan berusaha memcari ilmu. Maka para ulama bersepakat

bahwa hukum mencari ilmu bagi setiap muslim adalah wajib (fardu), karena

dalam hadits pun ditegaskan:


20

‫يضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم‬ ِ َ‫طَل‬


َ ‫ب الْع ْل ِم فَ ِر‬
ُ
Artinya: “Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim”. [HR. Ibnu

Majah no:224, dan lainnya dari Anas bin Malik. Dishahihkan oleh Syeikh Al-

Albani]. Maka terbuktilah bahwa hukum mencari ilmu diwajibkan bagi setiap

manusia.

Anda mungkin juga menyukai