Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH VALIDASI HASIL BIDANG KIMIA KLINIK

VALIDASI HASIL PEMERIKSAAN CREATININ DENGAN TREN HASIL


KADAR CREATININ TINGGI NORMAL DAN DIATAS NORMAL PADA
AUTO ANLYZER

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Validasi Hasil

Disusun oleh :
Fitria Sukma (P17334119494)
Eva Farida Malahayati (P17334119500)
Endang Estorina M Kawa (P17334119506)
Aghnia Salma Asy Syifa (P17334119512)
Demfri Pasaribu (P17334119518)
Desi Liana (P17334119524)
Eka Sari Gasela (P17334119530)
Amelia Amanda Putri (P17334119536)
Dimas Prapanca (P17334119542)
Rhamadeta Salsabila (P17334119548)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat serta
bimbingan-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Pada Makalah ini kami membahas tentang ”Validasi Hasil
Pemeriksaan Creatinin Pada Laboratorium Kimia Klinik Dengan Tren
Seluruh Hasil Creatinin Tinggi Normal dan di Atas Normal” Makalah ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Validasi Hasil di
Politeknik Kesehatan Bandung.
Kami mengharapkan semoga makalah ini dapat membawa manfaat
yang baik bagi para pembaca sekalian. Kami juga menyadari bahwa
makalah ini belum sempurna sehingga kritik dan saran dari para pembaca
sekalian sangat diharapkan.

Ban

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................4


2.1 Kreatinin ........................................................................4
2.1.1 Pengertian Kreatinin................................................4
2.1.2 Metabolisme Kreatinin.............................................4
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kreatinin............................5
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan.....................5
2.3.1 Metode Pemeriksaan Kreatinin ..............................6
2.3.2 Manfaat Pemeriksaan Kreatinin .............................7
2.3.3 Sampel Pemeriksaan Kreatinin ..............................8
2.4 Auto Analyzer Kimia Klinik ............................................10
2.4.1 Fungsi Auto Analyzer.................................................10
2.4.2 Prinsip Auto Analyzer ...............................................10
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Auto Analyzer ...............11
2.5 Quality Control Laboratorium Kimia.................................13
2.5.1 Pengertian Quality Control .....................................13
2.5.2 Rancangan QC Laboratorium .................................13
2.5.3 Bahan Kontrol..........................................................15
2.5.4 Kesalahan Proses QC.............................................16

ii
iii

BAB III PEMBAHASAN.....................................................................20


3.1 Rincian Hasil Pemeriksaan.............................................20
3.1.1 Hasil Laboratorium Tray 1 Hole Tube ....................20
3.1.2 Hasil Laboratorium Tray 2 Hole Tube.....................19
3.2 Poses Validasi................................................................21
3.3 Tahapan Verifikasi dan Validasi.....................................22
3.4 Faktor yang Mempengaruhi Kadar Kreatinin.................23
3.5 Faktor Pengganggu .......................................................23

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN................................................29


4.1 Kesimpulan ....................................................................29
4.2 Saran..............................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mata kuliah validasi hasil laboratorium mewajibkan mahasiswa untuk


mengangkat sebuah topik kasus pemeriksaan laboratorium yang
memerlukan perhatian khusus dalam proses validasinya. Enam bidang
laboratorium meliputi pemeriksaan Hematologi, Kimia klinik, Urin Rutin,
Immunologi, Mikrobiologi, dan Transfusi Darah menjadi topik bahasan
yang diberikan kepada kelompok untuk dilakukan pengkajian mendalam.

Kelompok kami mendapat tugas untuk melakukan pembahasan kasus


pada bidang Kimia Klinik, dengan fokus bidang pembahasan mengenai
Elektrolit, AGD, dan Pemeriksaan Kimia Lainnya.

Berdasarkan pembahasan, kelompok kami telah memutuskan bahwa


kasus yang akan kami ambil adalah “VALIDASI HASIL PEMERIKSAAN
CREATININ DENGAN TREN SELURUH PEMERIKSAAN CREATININ
TINGGI NORMAL DAN DIATAS NORMAL PADA AUTO ANLYZER”.

Kasus tersebut kami rasa cukup menarik untuk diteliti karena memiliki
urgensitas yang amat penting mengenai serangkaian tindakan-tindakan
yang diambil validator ketika menemui keadaan di kala waktu yang sama
(satu kali running) hasil pemeriksaan creatinin dari seluruh pasien yang
diperiksa memiliki keadaan serupa dimana hasil pemeriksaan
laboratorium dengan pemeriksaan creatinin menunjukan kadar kreatinin
berada pada level tinggi normal, dan di atas normal.

Validasi yang akan dilakukan tentu saja memiliki tindakan runut dan
terukur sebelum benar-benar disahkan menjadi hasil laboratorium yang
akan dikirim kepada pelanggan. Tindakan verifikasi dalam tahap pra

1
2

analitik, analitik, dan paska analitik yang baik akan dapat menemukan titik
masalah dari kasus tersebut yang kemudian dapat dijadikan pembelajaran
serupa apabila ditemui masalah yang sama pada kemudian hari.

Hal inilah yang mendasari alasan kuat kelompok kami mengangkat


kasus ini dan melakukan sebuah simulasi dalam bentuk tulisan yang
menggambarkan serangkaian verifikasi serta analisa hasil laboratorium
yang lebih mendalam sebelum akhirnya memutuskan hasil dapat
divalidasi untuk kemudian dikeluarkan kepada dokter atau pasien
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah hasil pemeriksaan kreatinin pada saat tersebut relevan


dengan keadaan pasien yang sesungguhnya?
2. Apakah hasil seluruh pemeriksaan kreatinin pada hari tersebut bisa
di validasi untuk kemudian dikeluarkan?
3. Apa saja hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
kreatinin pada alat auto analyzer?
4. Bagaimana mengelola Quality Control yang baik pada auto
analyzer?
5. Apa tindakan yang harus diambil ketika didapati hasil pemeriksaan
kimia klinik merupakan false (palsu)?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui relevansi hasil pemeriksaan kreatinin sebelum
dilakukan validasi dengan keadaan pasien yang diperiksa.
2. Untuk memastikan hasil pemeriksaan kreatinin pada hari tersebut
telah dilakukan tahapan verifikasi dan validasi yang benar sehingga
dapat dikeluarkan kepada pasien.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor interference pada alat auto analyzer
yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan yang dikeluarkan.
3

4. Untuk mengetahui bagaimana pengondisian bahan QC dan


mengelola rancangan QC harian laboratorium kimia klinik.
5. Untuk mengidentifikasi serangkaian tindakan validator ketika
didapati keadaan hasil laboratorium merupakan keadaan false
positif atau false negatif akibat QC harian yang buruk ataupun
kinerja auto analyzer yang buruk.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Menambah wawasan dan kompetensi mahasiswa dalam
praktik pembelajaran validasi hasil laboratorium.
2. Melatih mahasiswa untuk berfikir secara kritis dalam mengamati
sebuah hasil pemeriksaan laboratorium, dan bertanggung jawab
ketika memvalidasi hasil laboratorium.
3. Memastikan setiap mahasiswa mampu untuk mengkaji sebuah
masalah pada hasil pemeriksaan laboratorium berdasarkan kajian
kompetensi yang mendalam dan tetap berpijak pada keilmuan
seputar laboratorium.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kreatinin
2.1.1 Pengertian Kreatinin
Kreatinin adalah protein yang merupakan hasil akhir metabolisme otot
yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan hampir konstan dan
diekskresi dalam urin dalam kecepatan yang sama, kreatinin
diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi,
konsentrasinya relative konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar
yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan
fungsi ginjal (Corwin J.E, 2001).
Kadar kreatinin berbeda setiap orang, umumnya pada orang yang
berotot kekar memilikikadar kreatinin yang lebih tinggi daripada yang tidak
berotot.Hal ini juga yang memungkinkan perbedaan nilai normal kreatinin
pada wanita dan laki-laki. Nilai normal kreatinin pada wanita adalah 0,5-
0,9 mg/dl, sedangkan laki-laki adalah 0,6-1,1 mg/dl. Sebagai petunjuk,
peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya
penurunan fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga peningkatan kadar
kreatinin tiga kali lipat mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal
sebesar 75% (Soeparman dkk, 2001).

2.1.2 Metabolisme Kreatinin

Kreatinin terdapat di dalam otot, otak dan darah dalam bentuk


terfosforilasi sebagai fosfokreatin dan dengan keadaan yang
bebas.Kreatinin dalam jumlah sedikit juga terdapat di dalam urin
normal.Kreatinin adalah anhidrida dari kreatin,sebagian besar di bentuk di
dalam otot dengan pembuangan air dari kreatin fosfat secara tidak
reversibel dan non enzimatik.Kreatinin bebas terdapat di dalam darah dan
urin, pembentukan kreatinin merupakan langkah yang di perlukan untuk

5
6

ekskresi sebagian besar kreatinin (Harper H.A, 1999).

2.2 Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar kreatinin dalam


darah adalah :

1. Perubahan massa otot.


2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam
setelah makan.
3. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin
darah.
4. Obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin, dan co-
trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga
meningkatkan kadar kreatinin dalam darah.
5. Kenaikan sekresi tubulus dan dekstruksi kreatinin internal.

6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kreatinin lebih tinggi daripada
orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada
wanita (Sukandar, 2006).

2.3 Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan kreatinin

Pemeriksaan laboratorium membutuhkan ketelitian dan ketepatan


yang tinggi. Akurasi hasil pemeriksaan kadar kreatinin sangat tergantung
dari ketepatan perlakuan pada tahap pra analitik, tahap analitik dan paska
analitik

1. Faktor Pra Analitik


a. Persiapan pasien
Sebelum pengambilan sampel sebaiknya pasien menghindari
aktifitas fisik yang berlebihan. Mencegah asupan makanan yang
mengandung protein tinggi dan lemak yang mengakibatkan sampel
lipemik, karena mengganggu interpreatsi hasil pemeriksaan.
7

b. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel sering terjadi kesalahan, menyebabkan sampel
darah yang hemolisis akan memberikan hasil tinggi palsu pada
pemeriksaan kadar kreatinin.
c. Penanganan Sampel
Preparasi dalam pemisahan serum dari bekuan darah harus
dilakukan dengan cara yang benar, sehingga diperoleh sampel bermutu
baik. Potensi kesalahan yang sering muncul pada tahap ini adalah
kesalahan kecepatan (rpm) saat sentrifuge, pemisahan serum sebelum
darah benar-benar membeku mengakibatkan terjadinya hemolisis, dan
serum yang menjedal mengakibatkan kadar kreatinin tinggi.

2. Faktor Analitik
Faktor analitik relatif lebih mudah dikendalikan oleh petugas
laboratorium karena terjadi di ruang pemeriksaan. Faktor ini dipengaruhi
oleh keadaan alat, reagen, dan pemeriksaannya sendiri. Proses
memerlukan pengawasan instrumen dan faktor manusia juga ikut
menentukan.

3. Faktor Pasca Analitik


Pencatatan hasil pemeriksaan, perhitungan, dan pelaporan
merupakan akhir dari proses pemeriksaan ini.

2.3.1 Metode Pemeriksaan Kreatinin

Ada dua metode pemeriksaan kadar kreatinin yang lazim dilakukan


di laboratorium yaitu
1. Pemeriksaan kreatinin menggunakan Metode Jaffe tanpa
deproteinasi
Prinsip Reaksi

pH alkalis Creatinine + Picric acid Creatinine-picric complex

Pemeriksaan kreatinin metode Jaffe tanpa deproteinasi ini sekarang


8

yang banyak digunakan karena dari prosedur pemeriksaan lebih


praktis dan mudah, apalagi pada laboratorium yang menggunakan
alat otomatis, dimana satu sampel pemeriksaan digunakan
bermacam-macam parameter.

2. Pemeriksaan kreatinin menggunakan metode jaffe dengan


deproteinasi Metode ini menggunakan sampel serum yang telah
dideproteinasi terlebih dahulu menggunakan TCA (Trichlor Acetic
Acid) 1,2 N dengan perbandingan 1:1. Metode ini sudah jarang
dilakukan karena prosedurnya kurang praktis, apalagi pada
laboratorium dengan alat otomatis (http:// Wahyu
widodo.staff.umm.ac.id 2010).

2.3.2 Manfaat Pemeriksaan Kreatinin

Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu


parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi
dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar
kreatinin darah yang lebih besar dari normal mengisyaratkan adanya
gangguan fungsi ginjal. Nilai kreatinin normal pada metode jaffe reaction
adalah laki-laki 0,8-1,2 mg/dl, sedangkan wanita 0,6-1,1 mg/dl (Sodeman,
1995). Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin biasanya
digunakan untuk menilai kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan
melakukan tes kreatinin klirens. Tinggi rendahnya kadar kreatinin darah
juga memberi gambaran tentang berat ringannya gangguan fungsi ginjal.
Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal yang berat yaitu jika
kadar kreatinin lebih dari 7 mg/dl serum. Hemodialisis sebaiknya dilakukan
sedini mungkin untuk menghambat progresifitas penyakit.
9

2.3.3 Sampel Untuk Pemeriksaan Kreatinin

Pemeriksaan kreatinin dalam darah dapat diperiksa menggunakan


serum dan plasma

1. Serum

Serum adalah darah yang terdapat di dalam tabung dan di biarkan


selama 15 menit dan darah tersebut akan membeku selanjutnya akan
mengalami retraksi bekuan akibat terperasnya cairan dalam bekuan
tersebut, selanjutnya darah disentrifuge dengan kecepatan dan waktu
tertentu. Lapisan jernih berwarna kuning muda di bagian atas disebut
serum (Evelyn, 2004). Serum merupakan bagian cairan darah tanpa faktor
pembekuan atau sel darah. Serum didapatkan dengan cara membiarkan
darah di dalam tabung reaksi tanpa antikoagulan membeku dan kemudian
disentrifuge dengan http://repository.unimus.ac.id 12 kecepatan tinggi
untuk mengendapkan semua sel-selnya. Cairan di atas yang berwarna
kuning jernih disebut serum. Serum mempunyai susunan yang sama
seperti plasma, kecuali fibrinogen dan faktor pembekuan II, V, VIII, XIII
yang sudah tidak ada (Widman, 1995). Penggunaan serum dalam kimia
klinik lebih luas dibandingkan penggunaan plasma. Hal ini disebabkan
serum tidak mengandung bahanbahan dari luar seperti penambahan
antikoagulan sehingga komponenkomponen yang terkandung di dalam
serum tidak terganggu aktifitas atau reaksinya. Kandungan yang terdapat
dalam serum adalah antigen, antibodi, hormon, dan 6-8% protein yang
membentuk darah. Serum ini terdiri dari tiga jenis berdasarkan komponen
yang terkandung di dalamnya yaitu serum albumin, serum globulin, dan
serum lipoprotein. Reaksi kadar kreatinin dengan sampel serum yang
merupakan cairan tanpa fibrinogen dan faktor-faktor koagulasi lain
berkurang akibat proses pembentukan bekuan akan bereaksi dengan
asam pikrat basa membentuk kompleks warna kemerahan. Intensitas
10

warna yang terbentuk sebanding dengan kadar kreatinin yang terdapat


pada sampel dan diukur dengan spektrofotometer (Wilson dan Walker
2000).

2. Plasma
Plasma adalah darah dalam tabung yang berisi antikoagulan lalu di
sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, sehingga sel-sel
darah terpisah dari darah, karena antikoagulan tersebut untuk mencegah
http://repository.unimus.ac.id 13 pembekuan dengan cara mengikat
kalsium, lapisan jernih warna kuning muda yang ada di bagian atas adalah
plasma (Widman F.K, 1995). Plasma adalah komponen darah dalam
tabung yang telah berisi antikoagulan yang kemudian disentrifuge dalam
waktu tertentu dengan kecepatan tertentu sehingga bagian plasma dan
bagian lainnya terpisah.Plasma yang masih mengandung fibrinogen tidak
mengandung faktor pembekuan II, V, VIII, tetapi mengandung serotonin
tinggi.Plasma masih mengandung fibrinogen karena penambahan
antikoagulan yang mencegah terjadinya pembekuan darah (Guder, 2009).
Plasma darah mengandung 91-92% air dan juga larutan bermacam-
macam zat dengan sejumlah 7-9% adalah protein plasma, unsur organik
dan anorganik (Gibson J, 1995). Plasma masih mengandung fibrinogen
karena adanya antikoagulan yang mencegah terjadinya pembekuan darah
tersebut (Santoso, 1989). Plasma dalam pemeriksaan kreatinin hanya
digunakan sebagai alternatif pengganti serum apabila serum yang
diperoleh sangat sedikit pada kondisi darurat. Reaksi kadar kreatinin
dengan sampel plasma EDTA dengan pemakaian antikoagulan yang
memperpendek masa pembekuan dan menurunkan aktifitas fibrinolitik
akan bereaksi dengan asam pikrat basa membentuk kompleks warna
kemerahan. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar
kreatinin yang terdapat pada sampel dan diukur dengan spektrofotometer
(Wilson dan Walker 2000).
11

2.4 Auto Analyzer Kimia Klinik


2.4.1 Fungsi Auto Analyzer

Autoanalizer ini digunakan untuk pemeriksaan kimia klinik, yaitu


mengukur kadar zat-zat yang terkandung dalam darah. Contohnya adalah
glukosa, asam urat, SGOT, SGPT, kolesterol, trigliserid, gamma GT,
albumin, dsb. Prinsip dari alat ini adalah melakukan prosedur pemeriksaan
kimia klinik secara otomatis mulai dari pemipetan sampel, penambahan
reagen, inkubasi, serta pembacaan serapan cahayanya. Kelebihan
autoanalyzer adalah bahwa tahapan analitik dapat dilakukan dengan
cepat dan bisa digunakan untuk memeriksa sampel dengan jumlah
banyak secara bersamaan.

Gambar 1. Contoh alat auto analyzer Kimia Mindray BS-120

2.4.2 Prinsip Auto Analyzer

a. Continous Flow Analyzer (CTA)

Prinsipnya, gelembung udara membawa sampel ke tiap ruangan


pemeriksaan dalam mesin untuk kemudian dianalisa. Metode ini bisa
12

dipercaya untuk memeriksa 90 sampel per jam. Meskipun pada saat


melewati batas kuota pemeriksaan per jam dapat meningkatkan cross
contamination.

b. Flow Injection Analyzer (FIA)

Prinsip kerjanya, tiap sampel dilarutkan dalam pelarut masing masing


untuk kemudian dimasukkan kedalam mesin. Udara tidak mengambil
peran dalam sistem ini. Bagian dari sampel dimasukkan kedalam
ruang pemeriksaan untuk kemudian diperiksa. Meskipun sistem ini
memiliki berbagai macam keterbatasan namun sistem ini memberi
jalan kepada produsen untuk memperkecil ukuran autoanalyzer

2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Auto Analyzer

a. Kelebihan Auto Analyzer

1) Efisiensi Waktu
Pemeriksaan dengan menggunakan alat autoanalyzer dapat
dilakukan dengan cepat. Dengan menggunakan alat ini, tahapan
analitik dapat dilakukan dengan cepat dan bisa digunakan untuk
memeriksa sampel dengan jumlah banyak secara bersamaan.
Efektifitas dan efisiensi waktu dalam mengerjakan sampel inilah
yang diperlukan oleh tempat - tempat pelayanan kesehatan dalam
hal tanggap melayani pasien.

2) Sampel
Pada pemeriksaan secara manual sampel yang dibutuhkan
lebih banyak. Namun, pemeriksaan otomaitis ini hanya
menggunakan sampel sedikit saja.

3) Ketepatan Hasil
Hasil yang dikeluarkan oleh alat analyzer ini biasanya sudah
melalui quality control yang dilakukan oleh intern laboratorium
13

tersebut, baik di institusi Rumah Sakit ataupun Laboratorium Klinik


Pratama.

b. Kekurangan Auto Analyzer

1) Komponen Alat

Komponen alat yang begitu banyak menyebabkan kesulitan


pendeteksian apabila terjadi eror. Rusaknya satu bagian
komponen akan mengakibatkan terganggunya sistem kerja
laboratorium kimia klinik sampai alat kembali berfungsi.
Dibutuhkan back up alat lain yang juga dimiliki oleh laboratorium
untuk berjaga-jaga andainya alat yang rutin digunakan mengalami
troubleshoot.

2) Borosnya Reagen

Penggunaan alat yang mengakomodasi prinsip CTA


menyebabkan pembelian reagen yang biasanya sudah berbentuk
catridge dengan masa kadaluarsa yang tidak lama. Penggunaan
alat auto analyzer perlu perhitungan yang matang secara
akomodasi setelah dikaji dengan baik antara jumlah pemeriksaan
yang diminta dengan pengeluaran biaya laboratorium.

3) Mahalnya Biaya Maintenance

Auto analyzer memiliki maintenance yang cukup memakan


biaya, mulai dari maintenance harian menggunakan detergen
khusus, penggantian lampu secara rutin, pembelian kuvet khusus
disposible, sampai dengan proses kalibrasi rutin tahunan yang
harus diikuti. Laboratorium harus menyediakan semua keperluan
tersebut.
14

2.5 Quality Control Laboratorium Kimia


2.5.1 Pengertian Quality Control

Serangkaian kegiatan dan tindakan pencegahan dan pengawasan


yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus
menerus agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian error/penyimpangan
sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. (Siregar, 2018)

Quality Control harus terjaga dalam semua fase pekerjaan


laboratorium mulai dari tahapan pra analitik, analitik, hingga pasca analitik.
Hal ini dikarenakan semua tahapan tersebut memiliki sumbangsih
kesalahan dalam pemeriksaan laboratorium. Hanya saja untuk
pengendalian tahap analitik terdapat rancangan khusus yang harus dibuat
oleh laboratorium secara mandiri, karena merupakan ujung tombak dari
kaulitas hasil pemeriksaan yang memerlukan ketelitian meliputi presisi dan
akurasi hasil.

2.5.2 Rancangan QC Laboratorium

Dalam pelayanannya, setiap laboratorium harus memiliki rancangan


QC yang telah disusun sedimikian rupa. Rancangan QC ini harus
dikerjakan setiap hari, dicatat, dipantau dan dievaluasi dengan seksama.

Rancangan QC tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk assesment


data, untuk tahapan kegiatan yang bersifat perlakuan. Misalnya pada
kegiatan pra analitik lab seperti keberhasilan dalam pengambilan sampel,
penggunaan APD, ketepatan waktu TAT pemeriksaan, dan pada tahapan
pra analitik meliputi ketepatan waktu pelaporan nilai kritis.

Untuk Rancangan QC analitik, lab kimia dapat menggunakan


rancangan QC dengan metode westgard rule dalam mencatat dan
mengevaluasi performa harian parameter pemeriksaan yang dijalankan.
Dari rule ini dapat dianalisa kesalahan acak atau kesalahan sistematik
yang akan ditemui selama proses QC dijalankan seperti Rule 1 2S, 13S,
15

22S, R4S, 41S, hingga 10x. Rule tersebut akan menggambarkan kesalahan
dalam bentuk peringatan ataupun penolakan.

Gambar 2. Contoh Rule Westgard 10x dengan kriteria penolakan

Untuk laboratorium yang menginginkan lebih tinggi tingkat


ketelitiannya dapat menggunakan rancangan gabungan dari metode
westgard rule dengan analisis six sigma. Analisis six sigma
memungkinkan eliminasi westgard rule yang sekiranya tidak perlu dipakai
apabila kualitas pemeriksaan laboratorium telah dipastikan terjamin mulai
dari hulu sampai hilir. Analisis ini juga mewajibkan penggunaan minimal
dua bahan kontrol dengan dua level yang berbeda, dengan melakukan
analisis nilai normal dan standar deviasi yang baru tanpa menggunakan
rentang bawaan dari kit insert bahan kontrol.
16

Gambar 3. Model pengelolaan rancangan QC SIx Sigma

2.5.3 Bahan Kontrol

QC sebagai prosedur manajerial untuk menyesuaikan tahapan


tahapan dari proses pemeriksaan laboratorium untuk memenuhi standar
tertentu yaitu akurasi dan presisi. Data hasil pemeriksaan bahan kontrol
dianalisis secara statistik dan dipantau untuk menilai keandalan
pemeriksaan. Setiap tes yang dikerjakan di laboratorium harus
mengerjakan bahan kontrol sehingga akurasi dan presisi setiap tes dapat
dipantau dan dijamin validasinya, QC juga memantau proses pemeriksaan
menggunakan teknik statistik untuk mendeteksi, meminimalisasi,
mencegah, memperbaiki penyimpangan yang terjadi selama proses
analisis berlangsung. Statisticaly QC berguna untuk memantau perubahan
yang terjadi pada alat, reagen, kalibrator dan prosedur kerja.

a. Cara pembuatan bahan kontrol

Bahan kontrol dapat dibuat sendiri atau dibeli dalam bentuk jadi.
Bahan kontrol yang dibuat sendiri dapat menggunakan bahan dari
manusia (serum, lisat) atau menggunakan bahan kimia murni. Bahan
kontrol yang diambil manusia harus bebas dari penyakit menular lewat
darah, seperti HIV, hepatitis, HCV dan lain-lain.
17

Bahan kontrol kimia murni lebih menjadi pilihan dari beberapa


laboratorium. Walaupun harganya cukup mahal, bahan kontrol ini
mudah didapatkan. Pembuatan kontrol dilakukan dari bahan kimia
murni (larutan spikes) yang sudah memiliki ukutan yang jelas dalam
perhitungannya, bahan kontrol ini banyak digunakan bidang kimia klinik,
urinealisa dan kimia lingkungan.

Bahan Assayed merupakan bahan kontrol yang diketahui nilai


rujukannya serta batas toleransi menurut metode pemeriksaannya.
Hanya saja bahan kontrol ini lebih mahal. Bahan kontrol ini dapat
digunakan untuk akurasi kontrol, selain itu dapat digunakan untuk
menilai alat dan cara baru.

2.5.4 Kesalahan Proses QC

1) Kesalahan Acak (Random)

Kesalahan acak (random error) disebabkan oleh faktor-faktor yang


secara acak/random berpengaruh pada proses pengukuran. Kesalahan ini
bersumber dari variasi yang bersifat acak dan dapat terjadi diluar kendali
personil yang melakukan pengukuran. Kesalahan jenis ini menunjukkan
tingkat ketelitian (prasisi) pemeriksaan. Kesalahan ini akan tampak pada
pemeriksaan yang dilakukan berulang pada sampel yang sama dan
hasilnya bervariasi, kadang-kadang lebih besar, kadang-kadang lebih kecil
dari nilai seharusnya. Hasil pengukuran berulang tersebut akan
terdistribusi di sekitar nilai sebenarnya (true value), dan mengikuti
distribusi normal (Gausian). Faktor kesalahan acak ini sebenarnya dapat
dikurangi dengan melakukan banyak pengulangan pengukuran.
Kesalahan acak dapat ditentukan dengan menggunakan metode statistic
(Santoso, 2008; Depkes, 2008).
Kesalahan ini merupakan kesalahan dengan pola yang tidak tetap.
Penyebab kesalahan ini adalah ketidakstabilan, misalnya pada penangas
18

air, reagen, pipet, dan lain-lain. Kesalahan ini berhubungan dengan


prasisi/ketelitian.

Kesalahan acak dalam analitik seringkali disebabkan oleh hal berikut:

1) instrumen yang tidak stabil


2) variasi temperatur, variasi reagen dan kalibrasi
3) variasi teknik pada prosedur pemeriksaan (pipetasi, pencampuran,
waktu inkubasi)
4) variasi operator/analis

Selain beberapa hal tersebut, ada penyebab lain yang dapat


menyebabkan kesalahan acak seperti fluktuasi tegangan listrik dan
kondisi lingkungan (Santoso, 2008; Depkes, 2008).

2) Kesalahan Sistematik
Kesalahan sistematik disebabkan oleh berbagai faktor yang secara
sistematis mempengaruhi hasil pengukuran. Kesalahan jenis ini
menunjukkan tingkat ketepatan (akurasi) pemeriksaan. Sifat kesalahan ini
menjurus ke satu arah. Hasil pemeriksaan selalu lebih besar atau selalu
lebih kecil dari nilai seharusnya.
Kesalahan sistematik ini merupakan kesalahan yang terus menerus
dengan pola yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh standar kalibrasi
atau instrumentasi yang tidak baik. Kesalahan ini berhubungan dengan
akurasi suatu metode atau alat, dan kesalahan ini dapat menghasilkan
nilai yang tetap atau jika berubah dapat dipradiksi. Jadi kesalahan
sistematik akan memberikan bias pada hasil pengukuran. Bias tersebut
dapat bernilai positif atau negatif. Sifat kesalahan ini menjurus ke satu
arah. Hasil pemeriksaan selalu lebih besar atau selalu lebih kecil dari nilai
seharusnya. Kesalahan ini tidak dapat dikurangi dengan cara
pengulangan pengukuran. Dalam prakteknya, kesalahan ini sangat sulit
untuk diidentifikasi/ditentukan (Santoso, 2008; Depkes, 2008).
19

Kesalahan sistematik umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut ini:


1) Spesifitas reagen rendah (mutu rendah)
2) Kelemahan metode pemeriksaan
3) Blangko sampel dan blangko reagen kurang tepat (kurva kalibrasi
tidak liniear)
4) Mutu reagen kalibrasi kurang baik
5) Alat bantu (pipet) yang kurang akurat
6) Panjang gelombang yang dipakai
7) Salah cara melarutkan reagen

Kesalahan sistematik dibagi dua, yaitu:

a. Kesalahan sistematik konstan (constant systematic error)

Yaitu kesalahan pada tes sistem dimana besarnya kesalahan tetap


konstan pada seluruh rentang dari pengukuran tes. Kondisi ini disebut
juga constant bias. Contoh: Seluruh nilai hemoglobin terbaca 2 g/dl lebih
tinggi dibandingkan nilai benar.

Gambar 4. Contoh Kesalahan Sistematik Konstan

b. Kesalahan sistematik proporsional (proportional systematic error)

Yaitu kesalahan pada tes sistem dimana besarnya kesalahan


meningkat sesuai dengan kadar substansi yang terukur.

Contoh: Besarnya bias meningkat secara proporsional dengan besar


nilai benar.
20

Gambar 5. Contoh Kesalahan Sistematik Proporsional


21

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Rincian Hasil Pemeriksaan


3.1.1 Hasil Laboratorium Kreatinin Tray 1 Hole Tube

Tray 1
Nomor Usi J
- Hole Nama Ruang Hasil Nilai Rujukan Ket
Register a K
Tube
1,1 P: 0,6-1,2
Kalimatu Anggre
1 100203102 35 P mg/d mg/dl Wanita N
l Saufa k
l 0,5 - 1,1 mg/dl
1,3 Pria : 0,6-1,2
M. Anggre
2 100203125 44 L mg/d mg/dl Wanita H
Chudori k
l 0,5 - 1,1 mg/dl
Jafar 1,7 Pria : 0,6-1,2
Anggre
3 100203132 Abdul 53 L mg/d mg/dl Wanita H
k
Sidik l 0,5 - 1,1 mg/dl
9,2 Pria : 0,6-1,2
4 100203002 Murniah 50 P Melati mg/d mg/dl Wanita H
l 0,5 - 1,1 mg/dl
10,2 Pria : 0,6-1,2
Upik
5 100203112 55 P Melati mg/d mg/dl Wanita H
Salasah
l 0,5 - 1,1 mg/dl
8,8 Pria : 0,6-1,2
Sobri
6 100203001 33 L Melati mg/d mg/dl Wanita H
Ahmad
l 0,5 - 1,1 mg/dl
1,2 Pria : 0,6-1,2
Husnaini
7 100203210 24 L UGD mg/d mg/dl Wanita N
Wasiyat
l 0,5 - 1,1 mg/dl
1,0 Pria : 0,6-1,2
Diana
8 100203115 17 P UGD mg/d mg/dl Wanita N
Herawati
l 0,5 - 1,1 mg/dl
Karunia 1,7 Pria : 0,6-1,2
Nusa
9 100203144 Sisil 39 P mg/d mg/dl Wanita H
Indah
Lutfiah l 0,5 - 1,1 mg/dl
Oding 1,3 Pria : 0,6-1,2
Nusa
10 100203165 Bin 69 L mg/d mg/dl Wanita H
Indah
Ma'ruf l 0,5 - 1,1 mg/dl
22

3.1.2 Hasil Laboratorium Kreatinin Tray 1 Hole Tube

Tray
2- Nomor
Nama Usia JK Ruang Hasil Nilai Rujukan Ket
Hole Register
Tube
Pria : 0,6-1,2
100202112 Runny 1,1
1 56 P Anyelir mg/dl Wanita N
1 Rumondang mg/dl
0,5 - 1,1 mg/dl
Pria : 0,6-1,2
100203101 Iwan Soka 1,2
2 39 L mg/dl Wanita N
0 Budiyanto Merah mg/dl
0,5 - 1,1 mg/dl
Pria : 0,6-1,2
100203182 Kodirun Soka 2,9
3 81 L mg/dl Wanita H
9 Marwoto Merah mg/dl
0,5 - 1,1 mg/dl
Pria : 0,6-1,2
100203127 Yani Soka 1,1
4 24 P mg/dl Wanita N
9 mulyani Kuning mg/dl
0,5 - 1,1 mg/dl
Pria : 0,6-1,2
100203111 Senna Soka 1,1
5 22 P mg/dl Wanita N
1 Muntijah Kuning mg/dl
0,5 - 1,1 mg/dl
Pria : 0,6-1,2
100203000 Tan Khiok 4,8
6 61 L UGD mg/dl Wanita H
1 Kou mg/dl
0,5 - 1,1 mg/dl
Pria : 0,6-1,2
100203216 1,6
7 Edi Supono 55 L UGD mg/dl Wanita H
1 mg/dl
0,5 - 1,1 mg/dl
Pria : 0,6-1,2
100203119 1,3
8 Winda Sidqi 42 P UGD mg/dl Wanita H
0 mg/dl
0,5 - 1,1 mg/dl
Pria : 0,6-1,2
100203143 Verania Dwi 1,2
9 26 P ICU mg/dl Wanita H
3 Oktarie mg/dl
0,5 - 1,1 mg/dl
Pria : 0,6-1,2
100203160 Janu 1,4
10 49 L ICU mg/dl Wanita H
0 Subekti mg/dl
0,5 - 1,1 mg/dl

3.2 Proses Validasi


Hasil laboratorium tidak boleh langsung di validasi untuk dikeluarkan
dan diberikan kepada dokter yang meminta pemeriksaan. Diperlukan
verifikasi mendalam pada tahap pra analitik, analitik, dan pasca analitik
sebelum akhirnya di validasi.
23

3.3 Tahapan Verifikasi dan Validasi


Tahap Pra Analitik merupakan tahap penentuan kualitas
sampel yang akan digunakan pada tahap-tahap selanjutnya.pada
tahap ini meliputi : ketata usahaan, persiapan penderita,
pengumpulan spesimen, penanganan spesimen (Riswanto., 2013).
Keselahan pada proses pra analitik dalam pemeriksaan
laboratorium dapat memberikan kontribusi sekitar 62% dari total
keseluruhan pemeriksaan Laboratorium (Mengko R., 2013).
Apabila kadar Kreatinin yang lebih tinggi, dapat menunjukkan keadaan:
1. Akut tubular nekrosis
2. Dehidrasi
3. Diabetes nefropati
4. Eklamsia (suatu kondisi kehamilan yang meliputi kejang)
a. Glomerulonefritis
b. Gagal ginjal
c. Penyakit otot menyusun
d. Preeklampsia (kehamilan-induced hipertensi)
e. Pielonefritis
f. ginjal Berkurangnya aliran darah (syok, gagal jantung
kongestif)
g. Rhabdomyolysis
h. Obstruksi saluran kemih
i. Sedangkan bila lebih rendah dari normal dapat
menunjukkan:
j. Muscular dystrophy (tahap akhir)
k. Myasthenia gravis
(National Institutes of Health, 2007).

3.4 Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin


24

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar kreatinin


dalam darah adalah:
1. Perubahan massa otot.
2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa
jam setelah makan.
3. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin
darah.
4. Obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin, dan co-
trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga
meningkatkan kadar kreatinin dalam darah.
5. Kenaikan sekresi tubulus dan dekstruksi kreatinin internal.
6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kreatinin lebih tinggi
daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih
tinggi daripada wanita
7. Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi
ginjal baik karena gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh nefritis,
penyumbatan saluran urin dan penyakit otot atau dehidrasi akut
(Sukandar, 2006)

3.5 Faktor Pengganggu


1. Olaraga berat, angkat beban dan prosedur operasi yang merusak
otot rangka dapat meningkatkan kadar kreatinin
2. Alkohol dan penyalahgunaan obat meningkatkan kadar kreatinin
3. Atlet memiliki kreatinin yang lebih tinggi karena masa otot lebih
besar
4. Injeksi IM berulang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar
kreatinin
5. Melahirkan dapat meningkatkan kadar kreatinin
6. Hemolisis sampel darah dapat meningkatkan kadar kreatinin
(KemenKes RI, 2011)
25

 Selain itu, Senyawa-senyawa yang dapat mengganggu


pemeriksaan kadar kreatinin darah hingga menyebabkan
overestimasi nilai kreatinin sampai 20 persen adalah : Aseton, Asam
askorbat, Bilirubin, Asam urat, Asam aceto acetat, Piruvat, Barbiturat,
sefalosporin, metildopa. Senyawa-senyawa tersebut dapat memberi
reaksi terhadap reagen kreatinin dengan membentuk warna yang
serupa kreatinin sehingga dapat menyebabkan kadar kreatinin tinggi
palsu. Akurasi atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah
juga sangat tergantung dari ketepatan perlakuan pada pengambilan
sampel, ketepatan reagen, ketepatan waktu dan suhu inkubasi,
pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil.
(http://www.prodia.co.id/info_terkini/isi_cystain.html ).
1. Persiapan pasien
a. Memastikan identitas pasien sesuai
b. Memastkan kepada petugas sampling bahwa Sebelum
specimen diambil, pasien harus disiapkan terlebih dahulu
dengan baik sesuai dengan persyratan pengambilan specimen
seperti memastikan syarat puasa Mencegah asupan makanan
yang mengandung protein tinggi dan lemak yang
mengakibatkan sampel lipemik, karena mengganggu
interpreatsi hasil pemeriksaan.
c. Memastikan petugas sampling telah mengkonfirmasi obat-
obatan sebelum specimen diambil, menghindari aktifitas fisik
sebelum spesimen diambil.
2. Pengambilan dan Pengolahan spesimen
a. Memastikan petugas sampling telah memperhatikan posisi
tubuh pasien saat pengambilan dan pengolahan specimen,
specimen sudah diambil secara benar dengan memperhatikan
waktu pengambilan, lokasi pengambilan, volume spesimen
yang diambil, kesesuaian dengan antikoagulan, cara, peralatan
dan bahan yang digunakan, (Depkes RI, 2008)
26

b. Memastikan bahwa Sampel yang sudah diambil telah segera


diperiksa karena stabilitas sampel dapet berubah. Faktor yang
mempengaruhi stabilitas sampel antara lain:
1) Terjadi kontaminasi oleh kuman dan bahan kimia
2) Terjadi metabolism oleh sel-sel hidup pada sampel
3) Terjadi penguapan
4) Pengaruh suhu
5) Terkena paparan sinar matahari.
Jika Sampel yang tidak segera diperiksa Maka perlu memastikan
bahwa sampel disimpan pada lemari es suhu 2-8 °C

Pada tahap analitik, tahap-tahap pemeriksaan analitik


meliputi: kegiatan pemeliharaan/kalibrasi alat, pelaksanaan
pemeriksaan, pengawasan ketelitian dan ketepatan, (Yaqin, 2015).
Faktor kesalahan analitik yaitu sistemik atau acak dengan
persentase sebesar 15%.
Adapun verifikasi yang dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa
hal dari tahap analitik, antara lain sebagai berikut :
1. Memastikan instrument yang digunakan.
Dalam pemeriksaan laboratorium banyak instrument atau peralatan
yang digunakan. Instrument yang digunakan harus memenuhi syarat,
diantaranya :
a. Bersih
b. Kering
c. Tidak mengandung bahan kimia atau deterjen
d. Terbuat dari bahan-bahan yang tidak mengubah zat-zat yang
ada pada specimen
e. Tidak bocor
f. Besar wadah harus disesuaikan dengan volume
sampel/specimen
g. Mudah dicuci dari bekas sebelumnya.
27

2. Memastikan Kalibrasi Alat


Salah satu factor yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium adalah alat laboratorium, oleh karena itu
alat perlu dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Kalibrasi
fotometer meliputi :
a. Ketetapan pengukuran absorban
b. Ketetapan panjang gelombang
c. Linearitas alat
d. Stray Light (stray energy), cahaya lain diluar panjang
gelombang tertentu yang diinginkan. Sumbernya dapat berasal
dari sinar yang bocor dari luar, sinar dari panjang gelombang
lain atau dari alat itu sendiri. Misalnya kerusakan
monokromator dan pembiasan sinar yang jatuh pada kuvet
(Depkes RI, 2008).
3. Memastikan Bahan control
Bahan control adalah bahan yang digunakan untuk
memantau ketepatan suatu pemeriksaan dilaboratorium atau untuk
mengawasi kualitas hasil pemeriksaan. Bahan control dapat
dibedakan sumber bahan control, bentuk bahan control dan cara
pembuatan. Adapun macam bahan kontol yang dalam bentuk
sudah jadi adalah :
a. Bahan control Unassayed, yaitu bahan control yang tidka
memiliki nilai rujukan sebagai tolak ukur. Nilai rujukan dapat
diperoleh setelah dilakukan periode pendahuluan.
b. Bahan control Assayed, yaitu bahan kontrol yang diketahui nilai
rujukananya serta batas toleransi menurut metode
pemeriksaannya. Untuk dapat digunakan sebagai bahan control
pemeriksaan harus memenuhi syarat seperti, memliki komposisi
sama atau mirip dengan specimen, komponen yang terkandung
didalam bahn control harus stabil dalam arti selama masa
28

penyimpanan bahan tidak boleh mengalami perubahan dan


hendaknya disertai sertifikat analisis yang dikeluarkan oleh
pabrik yang bersangkutan.
Prosedur pada periode bahan control adalah sebagai berikut
:
a. Diperiksa bahan control setiap hari atau pada hari parameter
yang akan diperiksa
b. Dicatat nilai yang diperoleh pada formulir periode control
c. Dihitung nilai penyimpangannya terhadap nilai rujukan.
Dalam penggunaannya, bahan control harus diperlakukan
sama dengan bahan pemeriksaan spesismen atau sampel yang
akan diperiksa, tanpa perlakuan khusus baik pada alat, metode
pemeriksaan, reagen, maupun tenaga pemeriksanya (DepKes
RI, 2008).

4. Memastikan Kualitas Reagen


Reagen adalah zat kimia yang digunakan dalam suatu reaksi
untuk mendeteksi, mengukur, memeriksa, dan menghasilkan zat
lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam uji kualitas, seperti :
a. Etiket/label wadah, umumnya pada reagen yang sudah jadi
(komersial) tercantum nama atau kode bahan, tanggal produksi
dan batas kadaluarsa serta nomor batch reagen tersebut.
b. Batas kadaluarsa, perhatikan batas kadaluarsanya, masa
kadaluarsa yang tercantum pada kemasan hanya berlaku untuk
reagen yang disimppan pada kondisi baik dan belum pernah
dibuka, karena reagen yang wadahnya sudah pernah dibuka
mempunyai masa kadaluarsa lebih pendek dari reagen yang
belum dibuka.
c. Keadaan fisik, kemasan harus dalam keadaan utuh, isi tidak
ada perubahan warna. Pengujian kualitas dapat dilakukan
29

dengan melakukan pemeriksaan bahan control assayed yang


telah diketahui nilainya dengan menggunakan reagen tersebut
(DepKes RI, 2008).

Proses pasca analitik adalah tahap akhir pemeriksaan yang


dikeluarkan untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan
benar-benar valid atau dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan
pencatatan dan pelaporan hasil dilaboratorium harus dilaksanakan
dengan cermat dan teliti karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
dapat mengakibatkan kesalahan dalam penyampaian hasil pemeriksaan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Ketika validasi hasil dilakukan, perlu di perhatikan kembali verifikasi
dari tiap tahap Pra analitik, Analitik, Pasca Analitik, apakah hasil layak
dikeluarkan atau tidak.
Kegiatan validasi juga harus meliputi segala macam informasi yang
sekiranya mampu memberikan dampak terhadap hasil pasien, Bahkan jika
memungkinkan dapat dikaji dari segi keilmuan medis yang lain, misalnya
untuk mencari penguat asumsi hasil laboratorium untuk di validasi
berdasarkan kajian patofisiologinya, dan hasil pemeriksaan penunjang
yang lain.

4.2 Saran
1) Saran bagi validator hasil laboratorium
2) Saran bagi Laboratorium
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran.


Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2007.


Jakarta : Depkes RI.

Guder, Walther C,dkk. 2009. Diagnostic Samples: From The Patient To


The Laboratory. Edisi 4.Germany.

Harper, H. A., V. W. Rodwell, and P. A. Mayes. 1979. Biokimia (Review of


physiological chemistry). Alih Bahasa: M. Muliawan. Lange Medical
Publications. Los Altos, California. Jakarta.

Mengko.R. 2013.Instrumen Laboratorium Klinik. ITB:Bandung.

Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Alfamedika dan


Kanal Medika. Yogyakarta.

Santoso, B. H. 1989.Jahe. Kanisius. Yogyakarta.

Siregar, Syofian. 2015. Statistika Terapan untuk Perguruan Tinggi.


Jakarta: PT Kharisma Putra Utama.

Soeparman D., 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.

Sukandar E. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung:


Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran/RS Dr. Hasan Sadikin Bandung.

Widmann, Frances K. 1995. Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan


laboratorium. Ed. 9. Penerjemah: Siti Boedina Kresno; Ganda
Soebrata, J. Latu. Jakarta : EGC.

Wilson, Keith & Walker, J. 2000. Principles adn Techniques of Pratical


Biochemistry edition. United Kingdom : Press Syndicate of The
University of Cambridge.

Yaqin, Moh Ainul., Arista, Dian., 2015, Analisis Tahap Pemeriksaan Pra
Analitik Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Hasil Laboratorium, Jurnal
Sains Vol.5 No.10., Rumah Sakit Muji Rahayu, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai