Pra Dian Mariadi, S.Si., M.T. Maria Nuraeni, SKM., M.Kes dr. Pilipus Resar Andreano, SpPA
Ka.Prodi D4 TLM Fikes UKMC Dosen Pembimbing Penanggung Jawab Lab.PA
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................... ii
DAFTRA TABEL............................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ v
RINGKASAN.................................................................................................................... 6
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 7
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 47
LAMPIRAN...................................................................................................................... 48
DAFTAR TABEL
Gambar 7 Alat Citadel 2000 dan Jaringan yang siap di prosessing jaringan............ 36
6
7
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Patologi Anatomi dalam
praktek kerja lapangan di Laboratorium Patologi Anatomi RS. RK. Charitas Palembang,
sebagaimana yang telah direncanakan. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada
seluruh petugas di laboratorium Patologi Anatomi Charitas Hospital serta dr. Pillipus Resar
Andreano, SpPA selaku Kepala Laboratorium Patologi Anatomi Charitas Hospital
Palembang yang selama seminggu ini membimbing, menjelaskan tiap langkah-langkah
pengerjaan, serta sabar dalam menghadapi segala pertanyaan yang saya ajukan. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada Sr. M. Yuventia, FCh beserta ibu Lidwina selaku
pembimbing Mata kuliah Sito-Histologi di Fakultas Kesehatan Universitas Katholik Musi
Charitas.
Laporan ini disusun guna untuk memenuhi dan melengkapi praktikum Patologi
Anatomi. Pada laporan ini terdapat beberapa penjelasan mengenai Histologi dan Sitologi.
Kami sangat berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi para pembaca laporan ini.
Oleh karena itu kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, maka
dari itu, kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca guna untuk perbaikan
laporan ini. Atas kritik dan saran dari pembaca kami ucapkan terimakasih.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam laboratorium patologi anatomi kita mengenal dua komponen besar dalam
pelayanan laboratorium. Dua komponen besar tersebut adalah laboratorium histopatologi dan
laboratorium sitopatologi. Laboratorium histopatologi merupakan laboratorium yang
menangani spesimen berupa jaringan sedangkan laboratorium sitopatologi menangani
spesimen berupa cairan atau bentukan lain yang mengandung sel-sel untuk dilakukan
diagnosis. Secara garis besar laboratorium patologi anatomi digolongkan menjadi dua yaitu
laboratorium sitologi dan laboratorium histologi. Laboratorium sitologi menerima spesimen
berupa sel yang terlepas baik yang digores atau terkandung di dalam cairan seperti bilasan,
urin, dahak dan cairan tubuh lainnya. Sedangkan laboratorium histologi menerima spesimen
berupa jaringan tubuh yang didapat dari biopsi pasien atau cairan yang mengandung banyak
sel sehingga diperlakukan sebagai suatu kumpulan sel membentuk seperti jaringan.
Spesimen sitologi diambil dengan tujuan jaringan memeriksa pada tingkat sel.
Spesimen sitologi didapat dari sel yang terlepas (exfoliatif) atau sel yang terlepas dari
jaringan. Jenis spesimen yang paling umum yang diterima di laboratorium patologi anatomi
yaitu spesimen cervical Pap Smear dan spesimen sitologi aspirasi jarum halus atau FNAB
(Fine Needle Aspiration Biopsy), dimana sel didapatkan dari jarum yang sangat tipis yang
dimasukkan ke sebuah lesi berbentuk cairan (misalnya kista tiroid). Selain itu spesimen dapat
berasal dari urin, dahak, cairan cerebrospinal, cairan pleura, cairan ascites, dan bilasan
bronchus yang mengandung materi sel.
B. Permasalahan
C. Tujuan
1. Pemeriksaan Sitologi
a. Mahasiswa dapat melakukan registrasi, penerimaan, pencatatan spesimen dan
persiapan pasien, jenis pemeriksaan dan bahan pemeriksaan sitologi.
b. Mahasiswa dapat melakukan persiapan peralatan untuk pengambilan spesimen,
cara anamneses pasien sebelum dilakukan pengambilan sediaan Pap Smear, dan
cara mendeskripsikan secara mikroskopis bagian yang akan dilakukan aspirasi.
c. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan dan pewarnaan sitologi dan
menilai kualitas sediaan dan hasil pewarnaan sitologi dari bahan aspirasi dan
Pap Smear, secret dan cairan tubuh (Sputum, Urine, Pus, Cairan Pleura, LCS,
dan lainnya)
2. Pemeriksaan Histologi
a. Mahasiswa dapat melakukan identifikasi, pelabelan jaringan, dan fiksasi serta
menilai hasil fiksasi jaringan.
b. Mahasiswa dapat mengetahui cara deskripsi dan potong gross jaringan,
menyiapkan peralatan untuk potong gross jaringan.
c. Mahasiswa dapat melakukan pematangan jaringan meliputi tahapan
pematangan, tujuannya, jenis larutan yang digunakan dan fungsinya, serta dapat
menilai hasil pematangan jaringan.
d. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan blok paraffin, potong mikrotom,
pembuatan sediaan dan pewarnaan baik dari jenis pewarnaan , jenis larutan,
serta menilai kualitas sediaan dan hasil pewarnaan histologi.
10
BAB II
A. FIKSASI
Fiksasi merupakan suatu hal yang menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam suatu
pembuatan sediaan. Ketika terjadi kesalahan dalam proses fiksasi maka proses selanjutnya
menjadi sia-sia karena akan menghasilkan sediaan yang tidak baik, dan sel atau jaringan yang
akan diamati manjadi rusak keseluruhannya dan tidak dapat diambil kembali.
1. Untuk dapat menghasilkan efek fiksasi dengan baik, ada beberapa faktor yang harus
dipenuhi oleh suatu proses fiksasi, antara lain:
a. Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid di dalam sel karena adanya
penambahan bahan kimia atau pemberian perlakuan fisik sehingga partikel-partikel
tersebut bersifat netral dan membentuk endapan. Koagulasi pada proses fiksasi dapat
terjadi pada protein yang ada di dalam sel atau kandungan lainnya yang dianggap
perlu dipertahankan akibat degrasi yang terus berlangsung. Dengan metode ini dapat
meningkatkan sensitifitas pengukuran akibat banyaknya paparan sel terhadap
antigen.
b. Presipitasi.
Presipitasi yang diharapkan ketika proses fiksasi adalah presipitasi protein, yang
mana protein inilah yang menjadi salah satu faktor utama pembusukan.. Dengan
adanya presipitasi protein ini maka akan menyebabkan berkurangnya tingkat
kelarutan suatu protein yang berdampat terhadap kekuatan sel dari kerusakan baik
secara internal maupun eksternal.
2. Adapun sejumlah faktor yang akan mempengaruhi tingkat efektivitas dan kecepatan
fiksasi jaringan adalah sebagai berikut:
a. Suhu/Temperatur
Meningkatkan suhu atau memanaskan larutan fiksasi akan berbanding lurus terhadap
meningkatkan kecepatan penetrasi larutan fiksasi ke dalam jaringan. Peningkatan
suhu dapat juga mempercepat kecepatan reaksi kimia antara unsur fiksasi dengan sel
atau jaringan. Dampak peningkatan suhu pada larutan fiksasi berpotensi
11
meningkatkan laju degenerasi jaringan di area yang tidak sulit untuk dihentikan.
Fiksasi yang menggunakan teknik pemanasan disarankan dimulai dari suhu kamar
yang ditingkatkan secara perlahan hingga suhu mencapai 45°C. Suhu ini merupakan
suhu yang dapat diterima dengan baik untuk menjaga morfologi sel dan jaringan
dengan kualitas yang baik. Peningkatan suhu pada larutan fiksasi dapat juga
dilakukan dengan suhu yang lebih tinggi, sampai 65°C, namun perlu diperhatikan
jika waktu yang digunakan harus lebih singkat.
b. Penetrasi Larutan.
3. Berikut adalah tiga hal penting untuk fiksasi yang baik untuk memastikan
pencapaiannya, yaitu :
Jenis-jenis fiksasi dari sediaan sitologi terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1) Fiksasi basah
Fiksasi basah merupakan tindakan fiksasi dimana sediaan sitologi masih dalam
kondisi asah atau lembab. Metode berbasis cairan. Fiksasi “coating” ini tidak
dianjurkan untuk sediaan sitologi yang banyak mengandung darah, hal ini
dikarenakan akan terjadi penggumpalan eritrosit.
2) Fiksasi Kering
Fiksasi kering merupakan fiksasi yang dilakukan pada sediaan sitologi yang
dilakukan dengan mengeringkan sediaan tersebut di udara terbuka (udara
kering) atau dengan bantuan pemanasan hingga kering (penggunaan hotplate
dengan suhu maksimum 50℃).
3) Fiksasi Khusus
a) Fiksasi Carnoy
Fiksasi ini adalah fiksasi khusus untuk spesimen yang hemoragik.
b) Fiksasi Cair (FAA)
Fiksasi ini merupakan fiksasi yang baik ketika akan membuat “cell
block” ataupun dalam pengamatan sel dalam kondisi segar (penggunaan
di parasit, mikologi dan lain sebagainya).
1) Larutan NBF atau disebut Neutral Buffer Formalin 10%. Larutan NBF
melakukan kerjanya sebagai agen fiksasi bukan dengan koagulasi, dapat
menurunkan permeabilitas untuk makromolekul tetapi struktur molekul
protein begitu berubah. Dengan ukuran yang kecil dari molekul metilen
glikol dan formaldehida memungkinkan penetrasi menjadi cepat, dan
dengan akibatnya fiksatif ini cocok untuk spesimen dengan ukuran yang
besar atau kecil.
Adapun cara pembuatan Netral Bufer Formalin 10% :
a) Aquades 900 ml
5. Tujuan Fiksasi
Tujuan umum dari fiksasi jaringan adalah menjaga komponen sel dan jaringan
seperti ketika sel itu masih dalam kondisi hidup. Dalam proses fiksasi dan langkah-
langkah selanjutnya dalam pembuatan sediaan jaringan tentu ada perubahan substansial
pada komposisi dan tampilan komponen sel dan jaringan. Terkadang proses ini
menghasilkan sediaan yang cukup jauh dari keadaan yang ideal. Namun jika dilakukan
dengan hati-hati, kita diharapkan dapat menghasilkan sediaan yang secara karakteristik
kimia maupun struktur yang baik sehingga memungkinkan pengamatan menghasilkan
nilai yang maksimal.
Secara teknis fiksasi bertujuan untuk mencegah atau menahan proses degeneratif
yang dimulai segera setelah jaringan lepas dari kontrol tubuh dan kehilangan pasokan
darahnya. Jaringan harus dilindungi dari kerusakan akibat proses pematangan jaringan
termasuk infiltrasi pada suhu tinggi di dalam parafin cair. Selain dari kerusakan
struktural, hal yang paling penting lainnya adalah mempertahankan jaringan dari
kerusakan yang dapat menghilangkan (negatif palsu) atau memunculkan reaktivitas
(positif palsu) terhadap pewarnaan dan reagen lainnya termasuk antibodi dan probe asam
nukleat. Penting untuk disadari bahwa pada awal fiksatif akan menghasilkan sejumlah
perubahan pada jaringan. Perubahan ini termasuk penyusutan, pembengkakan dan
pengerasan berbagai komponen. Namun perubahan akan terjadi kembali ketika jaringan
dilakukan proses selanjutnya. Misalnya ketika jaringan dimasukkan ke dalam larutan
fiksasi formalin 10%, maka jaringan akan mengalami sedikit namun ketika jaringan
masuk ke dalam pematangan jaringan, maka spesimen kemungkinan akan menyusut
kembali hingga 20% - 30% dari volumenya.
Untuk mencegah perubahan post mortem seperti autolisis dan pembusukan. Autolisis
merupakan suatu aktivitas menghancurkan diri sendiri. Autolisis dilakukan pada
mekanisme pencernaan jaringan yang dilakukan oleh enzim intraselular yang
dilepaskan saat membran organel lisosom pecah.
Pengerasan pada dasarnya bukan tujuan utama dari fiksasi ini, namun pengerasan
menjadi efek fiksasi yang menguntungkan dari proses ini, sehingga efek pengerasan
memungkinkan adanya pemotongan makroskopis yang lebih mudah khususnya
jaringan yang lunak seperti otak, usus dan lain sebagainya.
d. Pemadatan.
Dengan adanya rekasi kimiawi dari larutan fiksasi, maka komponen di dalam sel atau
jaringan mengalami pemadatan cairan dari konsistensi setengah cair (gel) menjadi
konsistensi semipadat hingga padat.
e. Opticaldiferensiasi.
Proses fiksasi ternyata tidak hanya sebagai penjaga sel dari kerusakan namun dampak
lain dari larutan fiksasi itu dapat mengubah indeks bias dari berbagai komponen sel
dan jaringan sehingga komponen yang terfiksasi dengan baik lebih mudah
divisualisasikan.
f. Efek pewarnaan.
Pada kasus-kasus tertentu, pemberian larutan fiksasi dapat meningkatkan intensitas dari
warna pada sel dan jaringan. Fiksasi tertentu seperti formalin dapat mengintensifkan
karakter pewarnaan jaringan terutama ketika diwarnai dengan hematoksilin, lain
halnya ketika sediaan hendak diwarnai dengan masson tricome, maka fiksasi yang
digunakan adalah larutan fiksasi Bouin yang dapat membuat warna menjadi lebih
kontras.
g. Menempelkan sel.
Pada kasus pembuatan sediaan sitologik, larutan fiksasi dapat juga digunakan sebagai
faktor merekatkan sel dengan kaca objek. Sel yang difiksasi dapat merekat sempurna
ketika difiksasi oleh larutan fiksasi atau dengan fiksasi kering. Fungsi ini digunakan
pada apusan sel atau apusan bakteri pada kaca sediaan.
6. Prosedur Fiksasi
b. Fiksasi Basah :
1) Sediaan yang telah dibuat dimasukkan ke dalam Alkohol 96% untuk pengecatan
PAP Smear dan Methanol untuk pengecatan Diff Quick
B. PEMERIKSAAN SITOPATOLOGI
Sitologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sel. Telah ditemukan bahwa pada
pemerikaan sitologi, sel yang diperiksa dapat berasal dari exfoliasi sel yang spontan sebagai
hasil dari pertumbuhan yang terus menerus sel permukaan, dimana sel-sel yang paling atas
selalu terlepas unutk diganti dengan sel yang lebih muda. Exfoliasi sel yang terjadi spontan
dapat kita temukan misalnya pada urine, dahak, cairan ascites, cairan pleura, dan cairan vagina.
Sel-sel tersebut akan mengalami degenerasi bila tidak segera difiksasi. Pada saat terlepas dari
jaringan, sel-sel tersebut terlepas pula dari tekanan sekelilingnya, hingga akan mengambil
bentuk tertentu yang khas, yang dapat sangat berbeda dari bentuk semula sewaktu masih berada
dalam jaringan. Pemeriksaan sitopatologi adalah pemeriksaan kelainan sel-sel tubuh yang
terekfoliasi atau sel-sel tubuh yang diambil melalui cara tertentu.
a. Pengertian
Biopsi aspirasi jarum halus atau Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) adalah
pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manuasia untuk pemeriksaan
patologis mikroskopik. Dilakukan apabila terdapat benjolan pada bagian tubuh
yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak kondisi yang dapat didiagnosa
dengan biopsi misalnya peradangan dalam organ dalam seperti hati, ginjal, yang
dapat dilihat dari sampel biopsi. Kita dapat mengetahui tingkat keganasan yang
terjadi.
1) Identifikasi Pasien :
4) Pengecatan Sediaan
Metode Pengecatan : Diff Quick
Reagensia :
a) Metanol (berguna untuk membuang lemak dan zat air dalam darah)
b) Eosin (bersifat asam yang berguna untuk mewarnai sitoplasma sel)
c) Methylene Blue (bersifat basa yang berguna untuk mewarnai inti sel)
5) Prosedur Kerja :
a) Sediaan apus dimasukkan ke dalam larutan Methanol selama 3-5
menit.
b) Celupkan di dalam larutan Eosin sebanyak 1-3 celup.
c) Masukkan ke dalam larutan Methylene Blue selama 5-7 menit.
d) Bilas dengan air, keringkan, dan beli label.
e) Sediaan yang telah diwarnai dan diberi label, siap untuk diperiksa.
f) Pemeriksaan mikroskopis preparat dilakukan oleh dokter PA
e) Dehidrasi baik
b) Tulis tanggal dan kode label sediaan tersebut ke dalam buku arsip
sitologi
a. Pengertian
PAP Smear adalah sebuah langkah pengujian medis untuk mendeteksi ada tidaknya
gangguan pada leher rahim, biasa berkaitan perihal kanker serviks pada
wanita.Aadapun daerah kewanitaan yang diperiksa meliputi sel-sel dari rahim
hingga panggul. Pemeriksaan PAP Smear dilakukan paling tidak setahun sekali
pada wanita yang telah menikah dan yang telah berhubungan seksual. Wanita
sebaiknya memeriksakan diri sampai usia 70 tahun. Penemu PAP Smear adalah
George Nicolas Papaniculaou tahun 1928. Syarat-syarat yang perlu diperhatikan
sebelum pengambilan Pap Smear :
1) Tidak sedang menstruasi (sebaiknya 1 minggu sesudah menstruasi)
2) Sudah pernah melakukan hubungan seksual
3) Tidak melakukan hubungan seksual selama 1 x 24 jam
4) Tidak menggunakan obat supose vagina selama 1 minggu terakhir
4) Pengecatan Sediaan
Reagensia :
a) Alkohol 96% (untuk decolourisasi)
b) HE/Haematoxilin Eosin (untuk mewarnai inti sel)
c) OG/Orange G.Losung (untuk mewarnai sitoplasma sel yang mature)
d) EA/Eosin Alkohol (untuk mewarnai sitoplasma sel yang immature)
e) Xylol (untuk clearing, yaitu membersihkan sisa-sisa alkohol)
f) Mounting (menggunakan entelan untuk memperjelas lapangan
pandang)
5) Posedur Kerja :
S
it
o
p
l
a
s
m
a
Imatur
Alkohol 96% 10 celup
7. Decolorisasi
Alkohol 96% 10 celup
Xylol I 1 Menit
8. Clearing
Xylol II 1 Menit
9. Mounting Entelen -
Gambar 2 Pengecatan PAP Smear dan Sediaan Histologi
a. Pengertian
Cairan tubuh merupakan bahan pemerikaan yang sering diminta untuk membantu
penegakkan diagnosa penyakit. Laboratorium patologi anatomi menerima
pemeriksaan sitologi dengan spesimen berupa sel yang terlepas baik yang digores
atau terkandung di dalam cairan seperti bilasan, urine, dahak dan cairan tubuh
seperti cairan oleura, cairan ascites, dan lainnya.
b. Tujuan :
1) Untuk membedakan jaringan abnormal (jinak dan ganas)
2) Untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosa.
c. Peralatan :
1) Tabung centrifuge
2) Centrifuge
3) 4 buah Objek glass
4) Mikropipet
5) Yellow tip dan Blue tip
6) Pensil
d. Prosedur Kerja:
1) Identifikasi Pasien :
C. PEMERIKSAAN HISTOLOGI
a. Identifikasi Pasien
Nama Pasien, Tanggal Lahir, Umur, NRM ( untuk pasien Rawat Inap ) , No Telp
(Untuk pasien Rawat Jalan), dokter Pengirim, Diagnosa Klinis, Lokasi Jaringan.
2) Pastikan larutan yang digunakan untuk fiksasi jaringan (apakah buffer formalin
10% atau Alkohol). Apabila fiksasi tidak menggunakan larutan buffer formalin
10%, misalnya menggunakan Alkohol maka segera mungkin menganti dengan
larutan buffer formalin 10%.
5) Setelah itu sampel beserta formulir pemeriksaan dibawa ke ruang potong gross.
a. Tujuan :
b. Peralatan :
1) Alat
a) Talenan
b) Pisau
c) Alat Tulis ( Pena,Pensil, Spidol, Penggaris)
d) Kertas saring
e) Kertas label
f) Kertas Etiket
g) Nampan
h) Kaset Jaringgan
i) Pinset
j) Container Infeksius
2) Bahan
a) Sampel Jaringan
b) Air Bersih
c) Buffer Formalin 10%
d. Pembahasan :
Hal – hal yang perlu diperhatian pada pemeriksaan histologi adalah :
Fungsi fiksasi :
a) mencegah terjadinya autolisis pada jaringan
b) memadatkan / mengeraskan jaringan
c) mempertahankan morfologi dari jaringan
Pada histologi larutan yang digunakan untuk fiksasi adalah buffer formalin 10 %,
apabila fiksasi tidak menggunakan buffer formalin 10% (menggunakan alkohol)
harus segera diganti. Ciri – ciri jaringan difiksasi dengan alkohol adalah :
a) Cairan larutan fiksasi berwarna keruh ( kotor )
b) Warna jaringan pucat, serta pada saat dilakukan mikroskopis sel menjadi
mengerut.
c) Bagian dalam jaringan rusak ( lembek ) karena cairan alkohol tidak dapat
masuk kedalam jaringan.
2) Ukuran Jaringan
Apabila jaringan berukuran besar harus dilamilasi terlebih dahulu dengan
ketebalan lamilasi ± 1 cm . Fungsi lamilasi adalah untuk mempercepat /
mempermudah proses fiksasi, agar larutan fiksasi dapat meresap kedalam jaringan.
a. Tujuan :
Alat :
1) Tissue Prosessor Citadel 2000
2) Tissue Basket
3) Tissue Hanger
4) Chember
5) Keyword Touch Control ( Remot )
Bahan :
1) Buffer Formalin 10 %
2) Alkohol 70%
3) Alkohol 80%
4) Alkohol 95%
5) Alkohol Absolut I
6) Alkohol Absolut II
7) Alkohol Absolut III
8) Xylol I
9) Xylol II
10) Xylol III
11) Parafin I
12) Parafin II
1) Masukkkan tissue basket yang berisi kaset jaringan kedalam tissue hanger yang
berada pada alat tissue prosessor merk Citadel 2000
3) Setelah itu posisikan orientation head pada Chamber 1 yang berisi larutan buffer
fromalin 10% dengan cara menekan tombol GO TO 1 pada keyword Touch
Control (Remote).
4) Setelah itu turunkan tissue basket ke dalam chamber 1 dengan menekan tombol
LOWER
5) Kemudian tekan tombol “sett“ untuk mengatur program yang akan digunakan
(Seting waktu yang diperlukan )
d. Hasil :
Gambar 7 Alat Citadel 2000 dan Jaringan yang siap di prosseing jaringan
e. Pembahasan :
Pada saat prossesing jaringan terjadi beberapa tahap. Tahapan tersebut antara lain:
1) Fiksasi pada saat fiksasi menggunakan larutan buffer formalin 10%.
Berfungsi untuk mempertahankan atau menyempurnakan morfologi dari
jaringan.
2) Dehidrasi, bahan yang digunakan adalah alkohol. Berfungsi untuk
mengeluarkan kandungan air yang terdapat dalam jaringan. Tujuan dari
dehidrasi adalah agar seluruh ruang-ruang antar sel dalam jaringan dapat
diisi dengan molekul parafin.
3) Clearing, bahan Clearing yang digunakan adalah Xylol. Clearing berfungsi
untuk menghilangkan sisa – sisa alkohol dan berfungsi untuk membuka
pori-pori dari jaringan. Selain itu clearing juga berfungsi untuk
menstransparankan jaringan
4) Impregnasi, bahan yang digunakan untuk impregnasi adalah parafin.
Impregnasi berfungsi untuk mengeraskan jaringan dengan mengisi pori-
pori jaringan yang terbuka dengan parafin.
a. Tujuan :
b. Peralatan :
Alat
1) Shandon Histocenter 3
2) Base Mold
3) Kaset Embeding
4) Cooling Surface
5) Spidol
6) Penekan jaringan
Bahan
1) Parafin
c. Prosedur :
1) Sambungkan stacker kabel ke stop kontak, tekan tombol dibagian
belakang alat ke posisi ON tekan tanda ON pada layar
2) Alat sudah siap digunakan untuk dilakukan pengeblokan
3) Letakkan cassette berisi jaringan yang sudah selesai diproses dari citadel
2000 ke dalam tissue storage tank.
4) Pindahkan cassette ke bagian depan tissue storage tank dan buka penutup
cassette
5) Pilih dan ambil wadah stanless (base mold) dari mold storage oven untuk
memblok sesuai ukuran jaringan. Letakkan di area hot spot kemudian isi
dengan parafin sesuai dengan volume.
6) Ambil jaringan dari cassette dengan pinset dan letakkan di dalam base
mold tersebut.
7) Pindahkan base mold ke area cold spot dan susun jaringan sesuai dengan
posisi seharusnya.
8) Tutup base mold tersebut dengan cassette penutup tekan bagian atas base
mold menggunakan pinset. Tambahkan parafin lagi apabila parafin tidak
sampai ke permukaan.
9) Beri etiket keterangan pasien dipermukaan casette penutup.
10) Kemudian letakkan base mold tersebut ke colling surface, setelah lilin
mengeras, keluarkan blok jaringan dari base mold, bersihkan pinggiran
blok parafin dari sisa parafin yang melekat
11) Blok jaringan selanjunya diproses dengan mikrom
d. Hasil :
Pada saat meletakkan jaringan pada base mold, bagian jaringan dipotong harus berada
di bagian bawah (seperti pertama kali posisi jaringan berada dalam casette
jaringan). Meletakkan jaringan pada base mold harus di bagian tengah base mold,
serta pada saat melakukan penekanan jaringan harus rata pada jaringan.
Pemberian parafin pada base mold secukupnya (tidak berlebihan).
a. Tujuan :
1) Untuk mendapatkan pita jaringan sesuai dengan yang diinginkan.
2) Afixing bertujuan untuk memudahkan perekatan pita jaringan pada objek glass.
3) Membuka pita – pita jaringan agar tidak mengkerut.
b. Peralatan :
1) Shandom Finesse Me+
2) Pisau mikrotom
3) Jarum Kecil
4) Waterbath
5) Objek Glass Bahan
6) Blok Parafin Jaringan
7) Batu Es kecil
8) Square paratia section flotation bath
9) Pita
10) Jaringan
11) Aquadest
c. Prosedur Kerja :
1) Sambungkan stacker kabel ke stop kontak
2) Tekan tombol ON pada bagian belakang alat
3) Letakkan blok pada oerientation head
4) Pasang pisau pada knife holder
5) Tekan tombol mode pada posisi motor
6) Atur posisi blok hingga mengenai pisau dengan menekan tombol ▲▼ pada
"control unit”
7) Tekan tombol “Trim” kemudian tekan tombol “Run”
8) Setelah selesai tekan tombol “stop”
9) Ambil hasil potongan dengan menggunakan jarum
10) Letakkan diatas permukaan air pada alat square parafin section flotation bath
11) Jika ada lipatan jaringan, gunakan jarum untuk menghilangkan lipatan
12) Gunakan slide untuk mengambil hasil potongan
13) Kemudian beri etiket pada slide dan nomor pada blok
14) Lepaskan blok pada orientation head
15) Biarkan alat pada posisi standby dengan menekan tombol ⱷ
16) Matikan alat dengan menekan tombol OFF pada bagian belakang alat
d. Hasil :
e. Pembahasan :
a. Tujuan : Untuk menghilangkan sisa – sisa parafin dan kandungan air pada slide
jaringan.
b. Peralatan :
1) Alat : Hot Plate
2) Bahan : Slide Jaringan
c. Prosedur :
1) Letakkan slide preparat yang sudah diberi nomor pada hot plate dengan
suhu 600C
2) Kemudian tunggu hingga kering
3) Setelah kering susun slide kedalam anting secara back to back
4) Selanjutnya lakukan pewarnaan Hematoxillin Eosin.
d. Hasil :
e. Pembahasan :
Pada saat deparafinasi suhu yang digunakan adalah 600C, hal ini dikarenakan pada
suhu tersebut dapat mempercepat pelelehan sisa sisa parafin yang melekat pada slide
sedangkan, apabila menggunakan suhu dibawah 600C dapat memperlambat proses
pelelehan parafin.
c. Prosedur :
1) Letakkan sediaan didalam anting
2) Fiksasi sediaan kedalam xylol I, xylol II, xylol III masing- masing 10 menit
3) Kemudian dikeringkan dan dibersihkan
4) Kemudian masukkan sediaan ke dalam alkohol absolut selama 2 menit
5) Masukkan sediaan ke dalam alkohol 95% selama 2 menit
6) Masukkan ke dalam alkohol 80% selama 2 menit
7) Masukkan ke dalam alkohol 70% selama 2 menit
8) Setelah itu masukkan bersihkan sediaan dengan air mengalir selama 3 menit
9) Masukkan sediaan ke dalam Hematokxillin selama 15 menit
10) Masukkan sediaan ke dalam air mengalir selama 7 menit
11) Masukkan ke dalam Eosin sebanyak 3 celup
12) Setelah itu masukkan sediaan ke dalam alkohol 70% sebanyak 3 celup
13) Masukkan sediaan ke dalam alkohol 80% sebanyak 3 celup
14) Masukkan sediaan ke dalam alkohol 95% sebanyak 3 celup
15) Masukkan sediaan ke dalam alkohol absolut sebanyak 3 celup
16) Kemudian angkat anting yang berisi sediaan kemudian bersihkan dan lap
dengan kain
17) Kemudian masukkan sediaan ke dalam Xylol I selama 5 menit
18) Masukkan sediaan ke dalam Xylol II selama 5 menit
19) Masukkan sediaan ke dalam Xylol III selama 5 menit
20) Kemudian lap dengan kain
21) Setelah itu lakukan mounting entelan dan diberi label.
22) Setelah itu dilakukan pemeriksaan mikroskopis oleh dokter patologi anatomi.
d. Hasil :
e. Pembahasan :
Pada pewarnaan hematoxillin Eosin, Hematoxillin berfungsi untuk mewarnai inti
dengan memberi warna biru kehitaman. Sedangkan eosin berfungsi untuk mewarnai
sitoplsma dengan memberi warna merah pda sitoplsma.
Alkohol menurun pada pewarnaan HE berfungsi untuk menarik sisa – sisa air yang
melekat pada jaringan. Alkohol bertingkat berfungsi untuk mengeluarkan kandungan
air pada jaringan. Selain itu pada pearnaan HE mounting enttelen berfungsi untuk
memperjelas lapangan pandang dan berfungsi sebagai perekat antara deck glass dan
objek glass.
Hal hal yang perlu diperhatikan pada pewarnaan Hematoxillin eosin adalah :
1) Penyusunan slide pada anting dengan posisi back to back.
2) Ketepatan waktu dalam pewarnaan ( tidak boleh kurang / lebih )
3) Pada saat melakukan mounting entelan tidak boleh terdapat udara
(gelembung) di dalamnya.
8. Penilaian Kualitas Hasil Pewarnaan Histologi :
a) Slide dan kaca penutup bersih, bening, tanpa bercak-bercak buram
b) Media mounting tidak berlebihan
c) Seluruh jaringan tertutup kaca penutup
d) Tidak dijumpai gelembung udara atau lipatan
e) Jaringan tidak pecah-pecah atau retak-retak
f) Orientasi jaringan benar (untuk organ berongga)
g) Potongan tipis, menampilkan sel yang saling menutupi atau bertumpuk
h) Potongan dengan ketebalan merata
i) Tidak ada “venetion blind phenomenon”
j) Tidak ada kontaminasi dari jaringan lain
k) Pulasan inti dan sitoplasma jelas kontrasnya
l) Tidak dijumpai butir-butir halus udara/cairan diatas jaringan (dehidrasi pasca
pulasan sempurna)
BAB III
KESIMPULAN
I. Kesimpulan :
A. Pemeriksaan Sitologi
1. Mahasiswa dapat melakukan registrasi, penerimaan, pencatatan specimen dan
persiapan pasien, jenis pemeriksaan dan bahan pemeriksaan sitologi.
2. Mahasiswa dapat melakukan persiapan peralatan untuk pengambilan specimen,
cara anamneses pasien sebelum dilakukan pengambilan sediaan Pap Smear, dan
cara mendeskripsikan secara mikroskopis bagian yang akan dilakukan aspirasi.
3. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan dan pewarnaan sitologi dan
menilai kualitas sediaan dan hasil pewarnaan sitologi dari bahan aspirasi dan Pap
Smear, secret dan cairan tubuh (Sputum, Urine, Pus, Cairan Pleura, LCS, dan
lainnya)
B. Pemeriksaan Histologi
1. Mahasiswa dapat melakukan identifikasi, pelabelan jaringan, dan fiksasi serta
menilai hasil fiksasi jaringan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara deskripsi dan potong gross jaringan,
menyiapkan peralatan untuk potong gross jaringan.
3. Mahasiswa dapat melakukan pematangan jaringan meliputi tahapan pematangan,
tujuannya, jenis larutan yang digunakan dan fungsinya, serta dapat menilai hasil
pematangan jaringan.
4. Mahasiswa dapat melaukan pembuatan blok paraffin, potong mikrotom,
pembuatan sediaan dan pewarnaan baik dari jenis pewarnaan , jenis larutan, serta
menilai kualitas sediaan dan hasil pewarnaan histologi.
II. Saran :
Sebagai tenaga kerja di laboratorium harus melakukan kegiatan praktik kerja dengan baik
serta efisien supaya kegiatan kerja dapat selesai dengan waktu yang singkat serta handal dalam
praktikum. Kami berharap ilmu yang kami peroleh dapat kami tuangkan dalam laporan ini
sehingga bermanfaat bagi mahasiswa, para dosen, dan orang yang akan membacanya terutama
bagi calon petugas laboratorium kesehatan. Kami menyadari laporan ini jauh dari kata sempurna
untuk itu kami mengharapkan masukan dan saran untuk perbaikan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Khristian, Erick dan Dewi Inderiati. 2017. Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medis (TLM) :
Sitohistoteknologi. Jakarta: KEMENKES
Prof. Dr. Mukawi, Tanwir Y. 1989. Teknik Pengelolaan Sediaan Histopatologi dan Sitologi.
Bandung : FKUI
Syariah, Rumah. 2017. “Teknik Pembuatan Sediaan(preparat) untuk Pemeriksaan Sitologi Dan
Pemeriksaan Histologi Di laboratorium Patologi Anatomi.
http://n1nt1.blogspot.co.id/2010/12/teknik-pembuatan-sediaan-pemeriksaan, diakses pada 13
September 2021 pukul 20.30.
Sudiono Janti, dkk. 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Silbernagl Stefan, dan Lang Florian. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
LAMPIRAN
1. ABSENSI
2. FOTO-FOTO KEGIATAN
3 Transaksi administrasi
5 Prosessing jaringan
No. Keterangan Gambar