Anda di halaman 1dari 53

PROGRAM STUDI

D4 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


LAPORAN PRAKTIK SITOHISTOLOGI
CHARITAS HOSPITAL PALEMBANG
13-18 SEPTEMBER 2021

NAMA MAHASISWA : TIARA HOIRINNISYAH


NIM : 2134036P

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
HALAMAN PENGESAHAN

NAMA MAHASISWA : TIARA HOIRINNISYAH


NIM : 2134036P

Palembang, 20 September 2021


Mengetahui Menyetujui

Pra Dian Mariadi, S.Si., M.T. Maria Nuraeni, SKM., M.Kes dr. Pilipus Resar Andreano, SpPA
Ka.Prodi D4 TLM Fikes UKMC Dosen Pembimbing Penanggung Jawab Lab.PA

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii

DAFTRA TABEL............................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ v

RINGKASAN.................................................................................................................... 6

KATA PENGANTAR...................................................................................................... 7

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 8

BAB II PELAKSANAAN DAN HASIL PRAKTIK...................................................... 10

BAB III KESIMPULAN.................................................................................................. 46

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 47

LAMPIRAN...................................................................................................................... 48
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tahapan Pengecatan HE ............................................................................ 25

Tabel 2 Tahapan Prosseing Jaringan pada Alat Citadel 2000 ............................... 36


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pengecatan Diff Quick dan Sediaan Sitologi............................................... 20

Gambar 2 Pengecatan PAP Smear dan Sediaan Histologi........................................... 26

Gambar 3 Cara Lamilasi pada Jaringan....................................................................... 32

Gambar 4 Cara Penyaringan Jaringan yang Tak Beraturan...................................... 33

Gambar 5 Anatomi Jaringan Uterus.............................................................................. 33

Gambar 6 Cara Pengambilan Jaringan Appendix........................................................ 34

Gambar 7 Alat Citadel 2000 dan Jaringan yang siap di prosessing jaringan............ 36

Gambar 8 Shandon Histocenter 3 dan Colling Surface................................................ 38

Gambar 9 Hasil Pembuatan Blok Jaringan................................................................... 38

Gambar 10 Alat Shandom Finesse Me+ dan Waterbath............................................... 40

Gambar 11 Alat Hot Plate dan Penampakan Sediaan Histologi................................. 41

Gambar 12 Pengecatan HE dan Hasil pengecatan Sediaan......................................... 43

Gambar 13 Hasil Pemeriksaan dan Print Out Hasil..................................................... 44

Gambar 14 Pengarsipan Blok Jaringan......................................................................... 45

Gambar 15 Pengarsipan Sediaan Jaringan................................................................... 45


RINGKASAN

Laboratorium patologi anatomi merupakan laboratorium yang melaksanakan


pembuatan preparat histopatologi, pulasan khusus sederhana, pembuatan preparat sitologik,
dan pembuatan preparat dengan teknik potong beku. Pelayanan laboratorium Patologi
Anatomi menerima spesimen berupa jaringan dan/atau cairan tubuh yang didapat dari tubuh
pasien dan bermakna klinis bagi diagnosis suatu penyakit. Tujuan mahasiswa praktik di
laboratorium Patologi Anatomi diharapkan melakukan registrasi, penerimaan, pencatatan
spesimen dan persiapan pasien, jenis pemeriksaan, cara pengecatan, bahan pemeriksaan, dan
pendokumentasian pemeriksaan sitologi dan histologi. Sehingga mahasiswa mendapatkan
pengalaman praktik langsung di layanan kesehatan maupun membuat perencanaan kerja,
melakukan persiapan dari setiap tahapan pemeriksaan secara benar dan mampu mengevaluasi
dari keseluruhan proses dan hasil kerja.

Adapun beberapa langkah-langkah pemeriksaan di laboratorium patologi anatomi


baik sitologi maupun histologi meliputi pengecekan test request dan persiapan pasien,
administrasi, pengisian inform consent, pengambilan sampel, pengolahan sampel, pengecatan
sediaan sitologi, pelabelan, pembacaan oleh dokter PA dan pengarsipan. Manfaatnya
sehingga mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan tahap-tahap di dalam laboratorium
patologi anatomi secara sistematik.

Kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi


di Charitas Hospital Palembang bahwa dapat mengetahui dan melakukan berbagai kegiatan
sitologi dengan sampel PAP Smear, urine, cairan pleura, dan cairan lainnya serta kegiatan
histologi berupa pemeriksaan makroskopis, pemotongan jaringan sampel, prosessing
jaringan, pembuatan blok jaringan, pemotongan dengan mikrotom, pewarnaan hingga
pengarsipan jaringan. Bahan pemeriksaan harus diproses dengan langkah-langkah yang
berurutan dan dalam waktu yang tepat, baik pemeriksaan histologi maupun sitologi.
Pentingnya pengetahuan dan pemahaman prosedur yang tepat menghasilkan sediaan yang
baik dan bersih. Langkah-langkah yang dilakukan dengan tidak sesuai prosedur akan
menyebabkan rusaknya jaringan atau sel-sel dan akan mempengaruhi hasil diagnosa.

6
7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Patologi Anatomi dalam
praktek kerja lapangan di Laboratorium Patologi Anatomi RS. RK. Charitas Palembang,
sebagaimana yang telah direncanakan. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada
seluruh petugas di laboratorium Patologi Anatomi Charitas Hospital serta dr. Pillipus Resar
Andreano, SpPA selaku Kepala Laboratorium Patologi Anatomi Charitas Hospital
Palembang yang selama seminggu ini membimbing, menjelaskan tiap langkah-langkah
pengerjaan, serta sabar dalam menghadapi segala pertanyaan yang saya ajukan. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada Sr. M. Yuventia, FCh beserta ibu Lidwina selaku
pembimbing Mata kuliah Sito-Histologi di Fakultas Kesehatan Universitas Katholik Musi
Charitas.

Laporan ini disusun guna untuk memenuhi dan melengkapi praktikum Patologi
Anatomi. Pada laporan ini terdapat beberapa penjelasan mengenai Histologi dan Sitologi.
Kami sangat berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi para pembaca laporan ini.

Oleh karena itu kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, maka
dari itu, kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca guna untuk perbaikan
laporan ini. Atas kritik dan saran dari pembaca kami ucapkan terimakasih.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut PERMENKES RI Nomor 411/MENKES/PER/III/2010 menyebutkan


bahwa Laboratorium patologi anatomi merupakan laboratorium yang melaksanakan
pembuatan preparat histopatologi, pulasan khusus sederhana, pembuatan preparat sitologi,
dan pembuatan preparat dengan teknik potong beku. Pelayanan laboratorium Patologi
Anatomi menerima spesimen berupa jaringan dan/atau cairan tubuh yang didapat dari tubuh
pasien dan bermakna klinis bagi diagnosis suatu penyakit. Pelayanan laboratorium patologi
anatomi berperan dalam penegakkan diagnosis yang berbasis perubahan morfologi sel dan
jaringan sampai pemeriksaan imunologi dan molekuler khusus yang bersumber dari sel
maupun jaringan. Patologi anatomi berperan dalam mendeteksi kelainan akibat perubahan
pada jaringan tubuh dan melakukan penegakkan diagnosa dari suatu penyakit. Peran
laboratorium Patologi Anatomi semakin meluas mencakup penentuan pilihan terapi dan
prediksi prognosis yang sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

Di dalam laboratorium patologi anatomi kita mengenal dua komponen besar dalam
pelayanan laboratorium. Dua komponen besar tersebut adalah laboratorium histopatologi dan
laboratorium sitopatologi. Laboratorium histopatologi merupakan laboratorium yang
menangani spesimen berupa jaringan sedangkan laboratorium sitopatologi menangani
spesimen berupa cairan atau bentukan lain yang mengandung sel-sel untuk dilakukan
diagnosis. Secara garis besar laboratorium patologi anatomi digolongkan menjadi dua yaitu
laboratorium sitologi dan laboratorium histologi. Laboratorium sitologi menerima spesimen
berupa sel yang terlepas baik yang digores atau terkandung di dalam cairan seperti bilasan,
urin, dahak dan cairan tubuh lainnya. Sedangkan laboratorium histologi menerima spesimen
berupa jaringan tubuh yang didapat dari biopsi pasien atau cairan yang mengandung banyak
sel sehingga diperlakukan sebagai suatu kumpulan sel membentuk seperti jaringan.

Spesimen sitologi diambil dengan tujuan jaringan memeriksa pada tingkat sel.
Spesimen sitologi didapat dari sel yang terlepas (exfoliatif) atau sel yang terlepas dari
jaringan. Jenis spesimen yang paling umum yang diterima di laboratorium patologi anatomi
yaitu spesimen cervical Pap Smear dan spesimen sitologi aspirasi jarum halus atau FNAB
(Fine Needle Aspiration Biopsy), dimana sel didapatkan dari jarum yang sangat tipis yang
dimasukkan ke sebuah lesi berbentuk cairan (misalnya kista tiroid). Selain itu spesimen dapat
berasal dari urin, dahak, cairan cerebrospinal, cairan pleura, cairan ascites, dan bilasan
bronchus yang mengandung materi sel.

B. Permasalahan

1. Apa yang dimasud dengan sitohistologi?

2. Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan sitologi?

3. Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan histologi?

C. Tujuan

1. Pemeriksaan Sitologi
a. Mahasiswa dapat melakukan registrasi, penerimaan, pencatatan spesimen dan
persiapan pasien, jenis pemeriksaan dan bahan pemeriksaan sitologi.
b. Mahasiswa dapat melakukan persiapan peralatan untuk pengambilan spesimen,
cara anamneses pasien sebelum dilakukan pengambilan sediaan Pap Smear, dan
cara mendeskripsikan secara mikroskopis bagian yang akan dilakukan aspirasi.
c. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan dan pewarnaan sitologi dan
menilai kualitas sediaan dan hasil pewarnaan sitologi dari bahan aspirasi dan
Pap Smear, secret dan cairan tubuh (Sputum, Urine, Pus, Cairan Pleura, LCS,
dan lainnya)

2. Pemeriksaan Histologi
a. Mahasiswa dapat melakukan identifikasi, pelabelan jaringan, dan fiksasi serta
menilai hasil fiksasi jaringan.
b. Mahasiswa dapat mengetahui cara deskripsi dan potong gross jaringan,
menyiapkan peralatan untuk potong gross jaringan.
c. Mahasiswa dapat melakukan pematangan jaringan meliputi tahapan
pematangan, tujuannya, jenis larutan yang digunakan dan fungsinya, serta dapat
menilai hasil pematangan jaringan.
d. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan blok paraffin, potong mikrotom,
pembuatan sediaan dan pewarnaan baik dari jenis pewarnaan , jenis larutan,
serta menilai kualitas sediaan dan hasil pewarnaan histologi.
10

BAB II

PELAKSANAAN DAN HASIL PRAKTIK

A. FIKSASI

Fiksasi merupakan suatu hal yang menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam suatu
pembuatan sediaan. Ketika terjadi kesalahan dalam proses fiksasi maka proses selanjutnya
menjadi sia-sia karena akan menghasilkan sediaan yang tidak baik, dan sel atau jaringan yang
akan diamati manjadi rusak keseluruhannya dan tidak dapat diambil kembali.

1. Untuk dapat menghasilkan efek fiksasi dengan baik, ada beberapa faktor yang harus
dipenuhi oleh suatu proses fiksasi, antara lain:
a. Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid di dalam sel karena adanya
penambahan bahan kimia atau pemberian perlakuan fisik sehingga partikel-partikel
tersebut bersifat netral dan membentuk endapan. Koagulasi pada proses fiksasi dapat
terjadi pada protein yang ada di dalam sel atau kandungan lainnya yang dianggap
perlu dipertahankan akibat degrasi yang terus berlangsung. Dengan metode ini dapat
meningkatkan sensitifitas pengukuran akibat banyaknya paparan sel terhadap
antigen.
b. Presipitasi.
Presipitasi yang diharapkan ketika proses fiksasi adalah presipitasi protein, yang
mana protein inilah yang menjadi salah satu faktor utama pembusukan.. Dengan
adanya presipitasi protein ini maka akan menyebabkan berkurangnya tingkat
kelarutan suatu protein yang berdampat terhadap kekuatan sel dari kerusakan baik
secara internal maupun eksternal.

2. Adapun sejumlah faktor yang akan mempengaruhi tingkat efektivitas dan kecepatan
fiksasi jaringan adalah sebagai berikut:
a. Suhu/Temperatur
Meningkatkan suhu atau memanaskan larutan fiksasi akan berbanding lurus terhadap
meningkatkan kecepatan penetrasi larutan fiksasi ke dalam jaringan. Peningkatan
suhu dapat juga mempercepat kecepatan reaksi kimia antara unsur fiksasi dengan sel
atau jaringan. Dampak peningkatan suhu pada larutan fiksasi berpotensi
11

meningkatkan laju degenerasi jaringan di area yang tidak sulit untuk dihentikan.
Fiksasi yang menggunakan teknik pemanasan disarankan dimulai dari suhu kamar
yang ditingkatkan secara perlahan hingga suhu mencapai 45°C. Suhu ini merupakan
suhu yang dapat diterima dengan baik untuk menjaga morfologi sel dan jaringan
dengan kualitas yang baik. Peningkatan suhu pada larutan fiksasi dapat juga
dilakukan dengan suhu yang lebih tinggi, sampai 65°C, namun perlu diperhatikan
jika waktu yang digunakan harus lebih singkat.

b. Penetrasi Larutan.

Waktu penetrasi optimal untuk proses fiksasi bermacam-macam diantara jenis-jenis


larutan fiksatif yang ada dan juga jenis sel yang ada di larutannya. Tingkat penetrasi
Tingkat penetrasi zat pengikat tergantung pada karakteristik difusi dan variasi dari
materi satu ke materi lainnya.
c. Dimensi spesimen
Hal ini berhubungan dengan waktu optimal jaringan terfiksasi dari seluruh sisi dan
juga proses difusi dari larutan yang digunakan dalam pematangan jaringan. Ketika
jaringan itu menempel dengan kaset, maka proses fiksasi dan pematang jaringan
akan menjadi lama karena dimensi spesimen menjadi berkurang.
d. Rasio volume terhadap spesimen
Hal ini berhubungan dengan penurunan konsentrasi larutan fiksasi dan kecepatan
penetrasi. Makin sedikit larutan fiksasi yang digunakan, maka konsentrasi akhir
ketika terjadi kondisi isotonik akan menurun dengan drastis, dan tentunya akan
mengurangi kecepatan penetrasi. Perbandingan yang telah teruji adalah 1 : 20 untuk
spesimen : larutan fiksasi. Namun jika Anda ingin fiksasi menjadi lebih baik dilihat
dari waktu dan kualitas, maka rasio yang disarankan adalah 1:50.
e. Tingkat Keasaman (pH)
Tingkat keasaman suatu larutan (pH) dapat menjadi penting ketika larutan yang
digunakan dalam fisasi mengandung formaldehid. pH yang diberikan diharapkan
sesuai dengan pH sel yaitu 6,8- 7,2. Hal ini biasa dilakukan ketika waktu fiksasi
diharapkan lebih cepat dibanding penggunaan formalin atau karena penggunaan
lainnya seperti peningkatan kekontrasan, namun perlu diperhatikan ketika pemberian
larutan yang bersifat asam dalam waktu yang lama, akan membuat sel mengkerut dan
lebih rentan terhadap kerusakan fisik.
12

3. Berikut adalah tiga hal penting untuk fiksasi yang baik untuk memastikan
pencapaiannya, yaitu :

a. Kondisi Ketika Jaringan segar


1) Masukkan jaringan secepat mungkin.
2) Hentikan metabolisme dengan pendinginan. Suhu yang diperkenankan adalah
40℃.
3) Jaringan segar dapat bersifat infeksius.
4) Jangan biarkan spesimen mengering.
5) Jangan mendistorsi jaringan.
6) Beri label secara lengkap dan akurat.

b. Penentuan Larutan Fiksasi Yang Tepat


1) Fiksasi harus menembus dari semua sisi.
2) Rongga harus terbuka.
3) Perfusi beberapa spesimen.
4) Ketebalan organ (maksimal 4 mm).
5) Lakukan agitasi pada proses
6) Rasio Volume : rasio jaringan.
7) Berikan waktu yang cukup.
8) Penggunaan suhu. Suhu fiksasi yang baik ketika awal pemberian akan baik jika
dilakukan pada suhu kamar (20°C), namun untuk kasus tertentu suhu dapat
ditingkatkan hingga 4℃ namun perlu diperhatikan waktu fiksasinya agar tidak
merusak jaringan.

c. Pilihan Yang Tepat Dari Larutan Fiksasi


1) Larutan fiksasi harus dibuat dengan hati-hati dari reagen dengan kualitas
yang sesuai dan segar.
2) Pergantian Larutan Fiksasi
3) Frekuensi Penggunan Larutan Fiksasi.
4) Hindari tutup Wadah yang Bersifat logam.
5) Perlakuan Setelah Pemberian Larutan Fiksasi.
6) Semua fiksatif bersifat toksik dan korosif.
4. Jenis-Jenis Larutan Fiksasi yang Digunakan Untuk Pemeriksaan Sitologi dan Histologi :

a. Fiksasi Sediaan Sitologi

Jenis-jenis fiksasi dari sediaan sitologi terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :

1) Fiksasi basah

Fiksasi basah merupakan tindakan fiksasi dimana sediaan sitologi masih dalam
kondisi asah atau lembab. Metode berbasis cairan. Fiksasi “coating” ini tidak
dianjurkan untuk sediaan sitologi yang banyak mengandung darah, hal ini
dikarenakan akan terjadi penggumpalan eritrosit.
2) Fiksasi Kering
Fiksasi kering merupakan fiksasi yang dilakukan pada sediaan sitologi yang
dilakukan dengan mengeringkan sediaan tersebut di udara terbuka (udara
kering) atau dengan bantuan pemanasan hingga kering (penggunaan hotplate
dengan suhu maksimum 50℃).

3) Fiksasi Khusus
a) Fiksasi Carnoy
Fiksasi ini adalah fiksasi khusus untuk spesimen yang hemoragik.
b) Fiksasi Cair (FAA)
Fiksasi ini merupakan fiksasi yang baik ketika akan membuat “cell
block” ataupun dalam pengamatan sel dalam kondisi segar (penggunaan
di parasit, mikologi dan lain sebagainya).

b. Fiksasi Sediaan Histologi

Jenis-jenis larutan fiksasi untuk jaringan:

1) Larutan NBF atau disebut Neutral Buffer Formalin 10%. Larutan NBF
melakukan kerjanya sebagai agen fiksasi bukan dengan koagulasi, dapat
menurunkan permeabilitas untuk makromolekul tetapi struktur molekul
protein begitu berubah. Dengan ukuran yang kecil dari molekul metilen
glikol dan formaldehida memungkinkan penetrasi menjadi cepat, dan
dengan akibatnya fiksatif ini cocok untuk spesimen dengan ukuran yang
besar atau kecil.
Adapun cara pembuatan Netral Bufer Formalin 10% :

a) Aquades 900 ml

b) Formalin (37% formaldehide) 100 ml

c) Natrium diHidrogen Phospat (NaH2PO4) 4 gram

d) DiNatrium Hidrogen Phospat (Na2HPO4) 6.5 gram

Campurkan semua komponen menjadi satu, dan ukur hingga pH


campuran sebesar 7.2 – 7,4. Ketika pH belum mencapai yang diharapkan
maka tambahkan dengan perbandingan NaH2PO4 dan Na2HPO4 = 1:1,625
hingga pH sesuai, namun kita pH terlalu basa maka bisa ditambahkan dengan
asam asetat sedikit demi sedikit hingga pH turun sesuai dengan yang
diharapkan.

2) Larutan Bouin. Larutan Bouin sendiri berisi 10% formaldehida (25%


formalin), asam asetat 0.9 M dan 0.04 M asam pikrat yang dilarutkan di
dalam air. Asam pikrat menembus jaringan agak lambat, mengentalkan
protein dan dapat menyebabkan beberapa penyusutan. Selain penggunaan
asam pikrat akan menyebabkan jaringan menjadi berwarna kuning. Larutan
Bouin ini memiliki pH berkisar 1,5 – 2. Penetrasi menggunakan larutan
Bouin imi lebih cepat daripada penggunaan NBF. Efek komplementer dari
ketiga komponen penyusun larutan Bouin ini bekerja baik untuk
mempertahankan morfologi sel. Spesimen biasanya direndam dalam larutan
Bouin selama 24 jam. Namun ketika penyimpanan terlalu lama di dalam
campuran ini dapat menyebabkan hidrolisis dan hilangnya DNA dan RNA.
Hal ini mengharuskan jaringan yang difiksasi dengan larutan Bouin harus
dilakukan pencucian terlebih dahulu sebelum di proses lebih lanjut.
Penggunaan larutan Bouin ini sangat cocok ketika sediaan hendak dilakukan
pewarnaan menggunakan pewarnaan Trichrome.
Adapun cara pembuatan Larutan Bouin :

a) Asam pikrat 2,1% dalam aquades 1500 ml

b) Formalin (37% formaldehide) 500 ml

c) Asam Asetat Glasial 100 ml

Efek dari penggunaan larutan fiksasi ini akan menghasilkan warna


kuning. Warna kuning ini dapat dihilangkan dengan perendaman di alkohol
70%, lithium karbonat atau pewarna asam yang dibarengi atau secara terpisah
pemberiannya ketika proses pewarnaan.

5. Tujuan Fiksasi

Tujuan umum dari fiksasi jaringan adalah menjaga komponen sel dan jaringan
seperti ketika sel itu masih dalam kondisi hidup. Dalam proses fiksasi dan langkah-
langkah selanjutnya dalam pembuatan sediaan jaringan tentu ada perubahan substansial
pada komposisi dan tampilan komponen sel dan jaringan. Terkadang proses ini
menghasilkan sediaan yang cukup jauh dari keadaan yang ideal. Namun jika dilakukan
dengan hati-hati, kita diharapkan dapat menghasilkan sediaan yang secara karakteristik
kimia maupun struktur yang baik sehingga memungkinkan pengamatan menghasilkan
nilai yang maksimal.

Secara teknis fiksasi bertujuan untuk mencegah atau menahan proses degeneratif
yang dimulai segera setelah jaringan lepas dari kontrol tubuh dan kehilangan pasokan
darahnya. Jaringan harus dilindungi dari kerusakan akibat proses pematangan jaringan
termasuk infiltrasi pada suhu tinggi di dalam parafin cair. Selain dari kerusakan
struktural, hal yang paling penting lainnya adalah mempertahankan jaringan dari
kerusakan yang dapat menghilangkan (negatif palsu) atau memunculkan reaktivitas
(positif palsu) terhadap pewarnaan dan reagen lainnya termasuk antibodi dan probe asam
nukleat. Penting untuk disadari bahwa pada awal fiksatif akan menghasilkan sejumlah
perubahan pada jaringan. Perubahan ini termasuk penyusutan, pembengkakan dan
pengerasan berbagai komponen. Namun perubahan akan terjadi kembali ketika jaringan
dilakukan proses selanjutnya. Misalnya ketika jaringan dimasukkan ke dalam larutan
fiksasi formalin 10%, maka jaringan akan mengalami sedikit namun ketika jaringan
masuk ke dalam pematangan jaringan, maka spesimen kemungkinan akan menyusut
kembali hingga 20% - 30% dari volumenya.

Beberapa tujuan dari tahapan fiksasi sebagai berikut :

a. Menjaga Stuktur dan Komponen Kimiawi.


Menjaga secara struktur dan komponen kimiawi dari sel atau jaringan seperti semula
ketika bagian tersebut masih dalam kondisi “hidup”, sehingga pemeriksaan struktur
normal atau patologi dan senyawa histokimia dapat dilanjutkan semaksimal
mungkin.
b. Pencegahan Kerusakan dan Kematian.

Untuk mencegah perubahan post mortem seperti autolisis dan pembusukan. Autolisis
merupakan suatu aktivitas menghancurkan diri sendiri. Autolisis dilakukan pada
mekanisme pencernaan jaringan yang dilakukan oleh enzim intraselular yang
dilepaskan saat membran organel lisosom pecah.

c. Mengeraskan Sel dan Jaringan.

Pengerasan pada dasarnya bukan tujuan utama dari fiksasi ini, namun pengerasan
menjadi efek fiksasi yang menguntungkan dari proses ini, sehingga efek pengerasan
memungkinkan adanya pemotongan makroskopis yang lebih mudah khususnya
jaringan yang lunak seperti otak, usus dan lain sebagainya.

d. Pemadatan.

Dengan adanya rekasi kimiawi dari larutan fiksasi, maka komponen di dalam sel atau
jaringan mengalami pemadatan cairan dari konsistensi setengah cair (gel) menjadi
konsistensi semipadat hingga padat.

e. Opticaldiferensiasi.

Proses fiksasi ternyata tidak hanya sebagai penjaga sel dari kerusakan namun dampak
lain dari larutan fiksasi itu dapat mengubah indeks bias dari berbagai komponen sel
dan jaringan sehingga komponen yang terfiksasi dengan baik lebih mudah
divisualisasikan.

f. Efek pewarnaan.

Pada kasus-kasus tertentu, pemberian larutan fiksasi dapat meningkatkan intensitas dari
warna pada sel dan jaringan. Fiksasi tertentu seperti formalin dapat mengintensifkan
karakter pewarnaan jaringan terutama ketika diwarnai dengan hematoksilin, lain
halnya ketika sediaan hendak diwarnai dengan masson tricome, maka fiksasi yang
digunakan adalah larutan fiksasi Bouin yang dapat membuat warna menjadi lebih
kontras.

g. Menempelkan sel.
Pada kasus pembuatan sediaan sitologik, larutan fiksasi dapat juga digunakan sebagai
faktor merekatkan sel dengan kaca objek. Sel yang difiksasi dapat merekat sempurna
ketika difiksasi oleh larutan fiksasi atau dengan fiksasi kering. Fungsi ini digunakan
pada apusan sel atau apusan bakteri pada kaca sediaan.
6. Prosedur Fiksasi

a. Fiksasi Kering untuk sediaan Sitologi :


1) Sediaan dibiarkan mengering di udara ± 45 menit
2) Sediaan dibantu pengeringan dengan alat pengering
3) Lakukan pengecatan Sitologi yaitu Diff Quick dan PAP Smear

b. Fiksasi Basah :
1) Sediaan yang telah dibuat dimasukkan ke dalam Alkohol 96% untuk pengecatan
PAP Smear dan Methanol untuk pengecatan Diff Quick

B. PEMERIKSAAN SITOPATOLOGI

Sitologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sel. Telah ditemukan bahwa pada
pemerikaan sitologi, sel yang diperiksa dapat berasal dari exfoliasi sel yang spontan sebagai
hasil dari pertumbuhan yang terus menerus sel permukaan, dimana sel-sel yang paling atas
selalu terlepas unutk diganti dengan sel yang lebih muda. Exfoliasi sel yang terjadi spontan
dapat kita temukan misalnya pada urine, dahak, cairan ascites, cairan pleura, dan cairan vagina.
Sel-sel tersebut akan mengalami degenerasi bila tidak segera difiksasi. Pada saat terlepas dari
jaringan, sel-sel tersebut terlepas pula dari tekanan sekelilingnya, hingga akan mengambil
bentuk tertentu yang khas, yang dapat sangat berbeda dari bentuk semula sewaktu masih berada
dalam jaringan. Pemeriksaan sitopatologi adalah pemeriksaan kelainan sel-sel tubuh yang
terekfoliasi atau sel-sel tubuh yang diambil melalui cara tertentu.

Kelebihan pemeriksaan sitologi, yaitu :


1. Mudah, murah, cepat dan sederhana
2. Perdarahan sedikit, bahkan tanpa rasa nyeri
3. Dilakukan pada beberapa pasien dalam waktu singkat
4. Dilakukan sebagai tindakan massal
5. Screening lesi yang derajat keganasannya tinggi tidak menimbulkan stimulasi metastase

Kekurangan pemeriksaan sitologi, yaitu :


1. Diagnosa sitologi hanya berdasar pada perubahan sitoplasma dan inti sel.
2. Perubahan yang terjadi harus dipastikan bukan akibat kesalahan teknis
3. Dapat untuk mendeteksi lesi yang letaknya di permukaan mukosa mulut
4. Lesi yang tidak tertutup keratin tebal
5. Tidak efektif untuk digunakan pada lesi nonulseratif dan hiperkerototik karena sel-sel
abnormal masih tertutup oleh lapisan keratin
6. Hasil pemerikaan sitologi yang mengindikasikan keganasan masih perlu dikonfirmasi
dengan biopsi
7. Bahan yang terambil tidak representatif

Pemeriksaan pada sitologi dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Pemeriksaan FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)

a. Pengertian

Biopsi aspirasi jarum halus atau Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) adalah
pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manuasia untuk pemeriksaan
patologis mikroskopik. Dilakukan apabila terdapat benjolan pada bagian tubuh
yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak kondisi yang dapat didiagnosa
dengan biopsi misalnya peradangan dalam organ dalam seperti hati, ginjal, yang
dapat dilihat dari sampel biopsi. Kita dapat mengetahui tingkat keganasan yang
terjadi.

b. Tujuan dari pemerikaan FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) :


1) Untuk membedakan jaringan abnormal (jinak dan ganas)
2) Untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosa.
c. Peralatan yang digunakan, yaitu :
1) APD (Alat Pelindung Diri)
2) Alkohol Swab
3) Kasa kering
4) Alat tulis ( Pena, Pensil, penggaris )
5) Piston Gun
6) Spuit ( 3 cc / 10 cc )
7) Needle ( 23 G, 25G,27G )
8) Cusapan / Plester.
9) Objek Glass

d. Prosedur kerja meliputi :

1) Identifikasi Pasien :

a) Identifikasi Pasien meliputi : Nama Pasien, Tanggal Lahir, Umur,


NMR ( jika ada), No Telepon.
b) Check Permintaan Formulir Test Pasien

c) Inform Consent  Persetujuan Tindakan (memberikan edukasi


kepada pasien) meliputi :
1. Menjelaskan kepada pasien tentang pemeriksaan FNAB

2. Menjelaskan kepada pasien tentang cara pengambilan


sampel FNAB
3. Menjelaskan kepada pasein tujuan pemeriksaan FNAB
4. Menjelaskan kepada pasien risiko saat pengambilan sampel
FNAB
5. Menjelaskan kepada pasien waktu pengambilan hasil
pemeriksaan (Express/Normal)

2) Registrasi dan Pencatatan :

a) Lakukan transaksi pembiayaan dan input data ke dalam komputer

b) Masukkan kedalam buku pemeriksaan sitologi untuk mendapatkan


nomor urut pemeriksaan.

c) Tulis nomor urut tersebut dituliskan pada formulir pemeriksaan


dibagian ujung kanan atas.

3) Cara Pengambilan Sampel FNAB :


a) Persiapkan alat-alat yang diperlukan
b) Pasien dipersilahkan untuk masuk ke dalam ruangan FNAB
c) Identifikasi pasien kembali berupa nama, tanggal lahir, jenis
kelamin, dan no. rekam medis.
d) Petugas memanggil dokter untuk melakukan tindakan terhadap pasien
e) Dokter melakukan tanya jawab terhadap pasien (anamnese) dan
melakukan pemerikaan makroskopis yang meliputi : lokasi benjolan,
ukuran benjolan, konsistensi, perbatasan tegas datau tidak, nyeri atau
tidak, sudah berapa lama benjolan dan mobilitas.
f) Dokter melakukan aspirasi yaitu penusukan pada bagian benjolan.
g) Desinfektan bagian benjolan dengan alkohol swab.

h) Kemudian dengan menggunakan needle 25 G atau 27 G tusuk


bagian benjolan
i) Setelah biopsi didapat, letakkan pada objek glass kemudia buat
sediaan pada objek glass tersebut.
j) Setelah itu fiksasi pada suhu ruang (18⁰C – 28⁰C) selama 45 meni

k) Setelah 45 menit, lakukaan pewarnaan diff quick.

4) Pengecatan Sediaan
Metode Pengecatan : Diff Quick
Reagensia :
a) Metanol (berguna untuk membuang lemak dan zat air dalam darah)
b) Eosin (bersifat asam yang berguna untuk mewarnai sitoplasma sel)
c) Methylene Blue (bersifat basa yang berguna untuk mewarnai inti sel)

5) Prosedur Kerja :
a) Sediaan apus dimasukkan ke dalam larutan Methanol selama 3-5
menit.
b) Celupkan di dalam larutan Eosin sebanyak 1-3 celup.
c) Masukkan ke dalam larutan Methylene Blue selama 5-7 menit.
d) Bilas dengan air, keringkan, dan beli label.
e) Sediaan yang telah diwarnai dan diberi label, siap untuk diperiksa.
f) Pemeriksaan mikroskopis preparat dilakukan oleh dokter PA

Gambar 1 Pengecatan Diff Quick dan Sediaan Sitologi

6) Penilaian Kualitas Sediaan dan Hasil pengecatan

a) Sediaan apusan cukup tipis

b) Fiksasi adekuat, tidak ada sel yang degeneratif akibat terlambat di


fiksasi
c) Pewarnaan inti tidak terlalu pekat

d) Kontras baik, metakroharsia pada giemsa baik

e) Dehidrasi baik

f) Tertutup oleh satu kaca penutup

g) Mounting tidak berlebihan, tetapi menutupi seluruh permukaan sel

7) Pendokumentasian Hasil Pemerikaan :

a) Formulir, catatan makroskopis dan sediaan diberikan ke dokter


pemeriksa

b) Hasil pemeriksaan dokter diserahkan ke bagian administrasi


untuk diketik dan di print out.

c) Hasil print out diperika kembali oleh petugas dan diserahkan


kembali ke dokter pemeriksa.

d) Hasil pemerikaan di print out sebanyak 1 lembar untuk pasien.

8) Pendokumentasian Sediaan Sitologi

a) Sediaan yang telah diperiksa dan telah keluar hasil diarsipkan

b) Tulis tanggal dan kode label sediaan tersebut ke dalam buku arsip
sitologi

c) Susun di dalam lemari penyimpanan sitologi dan urutkan sesuai kode


label sediaan dari yang terkecil hinggan terbesar

d) Arsip sediaan disimpen dalam waktu 5-10 tahun

2. Pemeriksaan PAP Smear

a. Pengertian

PAP Smear adalah sebuah langkah pengujian medis untuk mendeteksi ada tidaknya
gangguan pada leher rahim, biasa berkaitan perihal kanker serviks pada
wanita.Aadapun daerah kewanitaan yang diperiksa meliputi sel-sel dari rahim
hingga panggul. Pemeriksaan PAP Smear dilakukan paling tidak setahun sekali
pada wanita yang telah menikah dan yang telah berhubungan seksual. Wanita
sebaiknya memeriksakan diri sampai usia 70 tahun. Penemu PAP Smear adalah
George Nicolas Papaniculaou tahun 1928. Syarat-syarat yang perlu diperhatikan
sebelum pengambilan Pap Smear :
1) Tidak sedang menstruasi (sebaiknya 1 minggu sesudah menstruasi)
2) Sudah pernah melakukan hubungan seksual
3) Tidak melakukan hubungan seksual selama 1 x 24 jam
4) Tidak menggunakan obat supose vagina selama 1 minggu terakhir

b. Tujuan dari pemerikaan PAP Smear :


1) Untuk membedakan jaringan abnormal (jinak dan ganas)
2) Untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosa.

c. Peralatan yang digunakan, yaitu :


1) APD (Alat Pelindung Diri)
2) Tempat tidur ginekolog
3) Lampu Sorot
4) Mangkok stainless
5) Spekulum (ukuran S,M, dan L)
6) Pinset, Spatula, dan Cytobrush
7) Slide atau Objek glass
8) Aquadest dan Alkohol 96%
9) Larutan preservative solution
10) Kasa steril

d. Prosedur kerja meliput:


1) Identifikasi Pasien :

a) Identifikasi Pasien meliputi : Nama Pasien, Tanggal Lahir, Umur,


NMR ( jika ada), No Telepon.

b) Check Permintaan Formulir Test Pasien

c) Inform Consent  Persetujuan Tindakan (memberikan edukasi


kepada pasien ) meliputi :
a) Menjelaskan kepada pasien tentang pemeriksaan PAP Smear
b) Menjelaskan kepada pasien tentang cara pengambilan sampel
PAP Smear
c) Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan PAP Smear

d) Menjelaskan kepada pasien resiko setelah pengambilan


sampel PAP Smear
e) Menanyakan kepada pasien perihal jumlah anak, riwayat
operasi yang berhubungan dengan PAP Smear, riwayat
menstruasi terakhir, dan riwayat KB.

2) Registrasi dan Pencatatan :


a) Lakukan transaksi pembiayaan dan input data ke dalam komputer
b) Masukkan ke dalam buku pemeriksaan sitologi untuk
mendapatkan nomor urut pemeriksaan.
c) Tulis nomor urut tersebut dituliskan pada formulir pemeriksaan
dibagian ujung kanan atas.

3) Cara Pengambilan Sampel PAP Smear :


a) Persiapkan alat-alat yang diperlukan
b) Pasien dipersilahkan untuk masuk ke dalam ruangan PAP Smear
c) Identifikasi pasien kembali berupa nama, tanggal lahir, jenis
kelamin, dan no. rekam medis.
d) Menanyakan kepada pasien perihal jumlah anak, riwayat operasi
yang berhubungan dengan PAP Smear, riwayat menstruasi
terakhir, dan riwayat KB.
e) Posisikan pasien dengan posisi litotomi.
f) Bersihkan mulut vagina dengan kasa yang sudah dibasahi
aquadest dengan pinset
g) Ambil spekulum sesuai indikasi agar disesuaikan dengan
ukuran spekulum, lalu buka spekulum
h) Masukkan spekulum dalam posisi miring lalu putar searah jarum
jam kemudian buka mulut vagina lalu kunci speculum
i) Gunakan lampu sorot untuk melihat mulut rahim dengan jelas
j) Ada dua metode pengambilan sampel untuk PAP Smear, yaitu :

(1) Metode Konvensional, caranya :


i) Ambil sampel menggunakan spatula ayre yang
terdiri dari 2 bentuk yaitu:
Bentuk tulang : digunakan untuk pengambilan
sampel pada bagian ektoserviks
Bentuk ekor : digunakan untuk pengambilan
sampel pada bagian endoserviks
ii) Setelah dilakukan pengambilan sampel pada
bagian ektoserviks dan endoserviks, kemudian
dibuat sediaan dan lakukan penomoran
iii) Masukkan sediaan tersebut pada wadah yang
berisi larutan alkohol 96% selama 30 menit
iv) Lakukan pewarnaan Papanicolaou

(2) Metode LBC, caranya :

i) Ambil sampel menggunakan cytobrush yang


terdiri dari 2 bentuk yaitu :

Cytobrush berbentuk sikat ; digunakan pada


pasien menopause untuk pengambilan langsung
pada bagian endoserviks. Hal tersebut
dikarenakan pada dinding vagina kering.

Cytobrush berbentuk sapu ; digunakan untuk


pengambilan langsung pada ektoserviks dan
endoserviks
ii) Pada bagian atas cytobrush dilepaskan
iii) Lalu dimasukkan ke dalam container dan
difiksasi 2x menggunakan preservatif solution
dengan volume larutan fiksasi 20 – 30 ml selama
1 x 24 jam.
iv) Sampel tersebut disentrifuge 2500 rpm selama 10
menit.
v) Buang supernatan, kemudian endapan ditambah
dengan larutan celluler base solution 1:3 lalu
homogenkan.
vi) Lalu dibuat sediaan pada objek glass yang
berbentuk sirkuler seperti obat nyamuk
menggunakan clinipet 50 µl. Keringkan.
vii) Kemudian fiksasi menggunakan alkohol 96%
selama 30 menit.
viii) Lakukan pengecatan Papanicolaou

4) Pengecatan Sediaan

Metode Pengecatan : Papaniculaou

Reagensia :
a) Alkohol 96% (untuk decolourisasi)
b) HE/Haematoxilin Eosin (untuk mewarnai inti sel)
c) OG/Orange G.Losung (untuk mewarnai sitoplasma sel yang mature)
d) EA/Eosin Alkohol (untuk mewarnai sitoplasma sel yang immature)
e) Xylol (untuk clearing, yaitu membersihkan sisa-sisa alkohol)
f) Mounting (menggunakan entelan untuk memperjelas lapangan
pandang)

5) Posedur Kerja :

Tabel 1 Tahapan Pengecatan HE


No Tahap/Proses Cairan Waktu
Alkohol 96% 15 – 30 Menit
1. Fiksasi
Air mengalir 5 – 7 Menit
2. Pewarnaan Inti Hematoxilin Harris (Mayer) 5 – 7 Menit
3. Decolorisasi Alkohol 96% 10 celup
Pewarnaan
4. Pewarnaan Orange G6 5 Menit
Sitoplasma
Matur
Alkohol 96% 10 celup
5. Decolorisasi
Alkohol 96% 10 celup

6. P Eosin Alkohol 50% 15 Menit


e
w
a
r
n
a
a
n

S
it
o
p
l
a
s
m
a
Imatur
Alkohol 96% 10 celup
7. Decolorisasi
Alkohol 96% 10 celup
Xylol I 1 Menit
8. Clearing
Xylol II 1 Menit
9. Mounting Entelen -
Gambar 2 Pengecatan PAP Smear dan Sediaan Histologi

6) Penilaian Kualitas Sediaan dan Hasil pengecatan


a) Sediaan apusan cukup tipis
b) Fiksasi adekuat, tidak ada sel yang degeneratif akibat lambat di
fiksasi
c) Pewarnaan inti tidak terlalu pekat
d) Kontras baik, metakroharsia pada giemsa baik
e) Dehidrasi baik
f) Tertutup oleh kaca penutup
g) Mounting tidak berlebihan, namun menutupi seluruh permukaan sel.

7) Pendokumantasian Hasil Pemeriksaan :


a) Formulir, catatan makroskopis dan sediaan diberikan ke dokter
pemeriksa
b) Hasil pemeriksaan dokter diserahkan ke bagian administrasi
untuk diketik dan di print out.
c) Hasil print out diperika kembali oleh petugas dan diserahkan
kembali ke dokter pemeriksa.
d) Hasil pemeriksaan di print out sebanyak 1 lembar untuk pasien

8) Pendokumentasian Sediaan PAP Smear :


a) Sediaan yang telah diperiksa dan telah keluar hasil diarsipkan
b) Tulis tanggal dan kode label sediaan tersebut ke dalam buku
arsip PAP Smear
c) Susun di dalam lemari penyimpanan sitologi PAP Smear dan
urutkan sesuai kode label sediaan dari yang terkecil hingga
terbesar
d) Arsip sediaan disimpan dalam waktu 5-10 tahun

3. Pemeriksaan Cairan Tubuh

a. Pengertian

Cairan tubuh merupakan bahan pemerikaan yang sering diminta untuk membantu
penegakkan diagnosa penyakit. Laboratorium patologi anatomi menerima
pemeriksaan sitologi dengan spesimen berupa sel yang terlepas baik yang digores
atau terkandung di dalam cairan seperti bilasan, urine, dahak dan cairan tubuh
seperti cairan oleura, cairan ascites, dan lainnya.

b. Tujuan :
1) Untuk membedakan jaringan abnormal (jinak dan ganas)
2) Untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosa.

c. Peralatan :
1) Tabung centrifuge
2) Centrifuge
3) 4 buah Objek glass
4) Mikropipet
5) Yellow tip dan Blue tip
6) Pensil

d. Prosedur Kerja:

1) Identifikasi Pasien :

a) Identifikasi Pasien meliputi : Nama Pasien, Tanggal Lahir,


Umur, NMR (jika ada), No Telepon.
b) Check Permintaan Formulir Test Pasien

c) Inform Consent  Persetujuan Tindakan (memberikan edukasi


kepada pasien) meliputi :
i) Menjelaskan kepada pasien tentang pemeriksaan Sitologi

ii) Menjelaskan kepada pasien tentang cara pengambilan


sampel Sitologi
iii) Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan Sitologi
iv) Menjelaskan kepada pasien waktu pengambilan hasil
pemeriksaan (Express/Normal)
2) Registrasi dan Pencatatan :
a) Lakukan transaksi pembiayaan dan input data ke dalam komputer
b) Masukkan ke dalam buku pemeriksaan sitologi untuk
mendapatkan nomor urut pemeriksaan.
c) Tulis nomor urut tersebut dituliskan pada formulir pemeriksaan
dibagian ujung kanan atas.

3) Cara Pengambilan Sampel Sitologi :


a) Petugas mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan
b) Petugas melakukan pemeriksaan makroskopis meliputi :
i) Asal cairan
ii) Volume cairan
iii) Warna cairan
iv) Kekeruhan

c) Petugas melakukan pemisahan bahan pemeriksaan :


i) Masukkan tabung centrifuge berisi cairan pemeriksaan ke
dalam centrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10
menit.
ii) Masukkan tabung penyeimbang disesuaikan dengan volume
sampel.
iii) Pisahkan antara sedimen dan supernatan.

d) Petugas melakukan pembuatan sediaan :


i) Untuk Urine dan Cairan Pleura, dan cairan lainnya :
(1) Mengambil sedimen dengan menggunakan
mikropipet
(2) Letakkan pada 4 buah objek glass dan dibuat apusan.
(3) Lalu diberi nomor dan kode dengan pensil
(4) Biarkan mengering dengan sempurna
(5) Lakukan pengecatan papanicoloau dan diff quick
(6) Sediaan diberikan kepada dokter untuk dilakukan
pemeriksaan mikroskopis.

ii) Untuk Sputum :


(1) Sputum diambil sebanyak 3 kali
(2) Sputum dihomogenkan menggunakan kuas
(3) Ambil sedikit dengan menggunakan kuas dan letakkan
pada objek glass.
(4) 2 buah objek glass diratakan secara vertikal
(5) 2 buah objek glass diratakan secara zig zag
(6) Biarkan mengering dengan sempurna
(7) Lalu diberi nomor dan kode dengan pensil
(8) Lakukan pengecatan papanicoloau dan diff quick
(9) Sediaan diberikan kepada dokter untuk dilakukan
pemeriksaan mikroskopis

iii) Untuk Urine jernih atau cairan yang jernih :


(1) Setelah diputar dengan centrifuge kecepatan
3000 rpm selama 10 menit.
(2) Pisahkan endapan dan supernatan
(3) Objek glass dimasukkan ke dalam alat
cytospin.
(4) Masukkan endapan yang sudah dipipet
sebanyak 50 µl
(5) Putar kembali ke alat cytospin
(6) Lalu diberi nomor dan kode dengan pensil
(7) Lakukan fiksasi kering
(8) Lakukan pengecatan papniculoau dan diff
quick
(9) Sediaan diberikan kepada dokter untuk
dilakukan pemeriksaan mikroskopis

e) Pendokumentasian Hasil Pemeriksaan


1) Formulir, catatan makroskopis dan sediaan diberikan ke dokter
pemeriksa
2) Hasil pemeriksaan dokter diserahkan ke bagian administrasi
untuk diketik dan di print out.
3) Hasil print out diperiksa kembali oleh petugas dan
diserahkan kembali ke dokter pemeriksa.
4) Hasil pemerikaan di print out sebanyak 1 lembar untuk pasien
f) Pendokumentasian Sediaan Sitologi
1) Sediaan yang telah diperiksa dan telah keluar hasil diarsipkan
2) Tulis tanggal dan kode label sediaan tersebut ke dalam buku
arsip sitologi
3) Susun di dalam lemari penyimpanan sitologi dan urutkan sesuai
kode label sediaan dari yang terkecil hingga terbesar
4) Arsip sediaan disimpen dalam waktu 5-10 tahun

C. PEMERIKSAAN HISTOLOGI

Pemeriksaan histopatologi adalah pemeriksaan kelainan jaringan tubuh akibat penyakit


dan mencari penyebab (causa) penyakit. Histopatologi adalah salah satu pelayanan pemeriksaan
laboratorium Patologi Anatomi dari sampel berupa jaringan operasi/biopsi,kerokan. Pemeriksaan
ini berfungsi untuk melihat perubahan morfologi sel dari jaringan dengan metode paraffin.
Pemeriksaan ini adalah gold standard untuk menentukan kelainan neoplasma atau non
neoplasma serta menentukan terapi selanjutnya.

1. Penerimaan Sampel Jaringan, meliputi :

a. Identifikasi Pasien

Nama Pasien, Tanggal Lahir, Umur, NRM ( untuk pasien Rawat Inap ) , No Telp
(Untuk pasien Rawat Jalan), dokter Pengirim, Diagnosa Klinis, Lokasi Jaringan.

b. Identifikasi Jaringan antara lain :

1) Pastikan sampel jaringan dengan formulir pemeriksaan sama.

2) Pastikan larutan yang digunakan untuk fiksasi jaringan (apakah buffer formalin
10% atau Alkohol). Apabila fiksasi tidak menggunakan larutan buffer formalin
10%, misalnya menggunakan Alkohol maka segera mungkin menganti dengan
larutan buffer formalin 10%.

3) Lihat ukuran Jaringan


Apabila jaringan besar, jaringan sebelum dilakukan potong gross harus dilamilasi
terlebih dahulu dengan ukuran ± 1 cm. Fungsi lamilasi untuk
mempermudah/mempercepat proses fiksasi. Agar larutan fiksasi dapat masuk ke
bagian dalam jaringan.
4) Setelah sampel jaringan dan formulir pemeriksaan di cross check, input data ke
dalam komputer, setelah itu administrasi, kemudian setelah itu masukkan data
tersebut ke dalam Buku Pemeriksaan Histologi, untuk menentukan nomor urut
pemeriksaan. Setelah nomor urut pemeriksaan didapat kemudian tuliskan nomor
urut tersebut ke dalam formulir pemeriksaan pada bagian ujung kanan.

5) Setelah itu sampel beserta formulir pemeriksaan dibawa ke ruang potong gross.

2. Deskripsi dan Potong Gross Jaringan

a. Tujuan :

Untuk mengambil sampel jaringan yang dapat mewakili keseluruhan jaringan


tersebut

b. Peralatan :

1) Alat
a) Talenan
b) Pisau
c) Alat Tulis ( Pena,Pensil, Spidol, Penggaris)
d) Kertas saring
e) Kertas label
f) Kertas Etiket
g) Nampan
h) Kaset Jaringgan
i) Pinset
j) Container Infeksius

2) Bahan
a) Sampel Jaringan
b) Air Bersih
c) Buffer Formalin 10%

c. Prosedur Potong Gross Jaringan:


1) Siapkan alat dan bahan yang digunakan.
2) Melakukan cross check antara formulir dengan sampel jaringan
3) Lakukan pemeriksaan secara makroskopis (lokasi jaringan, ukuran jaringan,
warna jaringan, konsistensi dan lain-lain misalnya tuliskan jika terdapat kelainan)
4) Lakukan pemotongan jaringan, pemotongan jaringan harus mewakili semua
pemeriksaan makroskopis tersebut
5) Ketebalan pemotongan yaitu 2-4 mm
6) Setelah jaringan dipotong, masukkan potongan jaringan ke dalam kaset jaringan
7) Lakukan prosessing jaringan.

d. Pembahasan :
Hal – hal yang perlu diperhatian pada pemeriksaan histologi adalah :

1) Larutan untuk fiksasi

Fungsi fiksasi :
a) mencegah terjadinya autolisis pada jaringan
b) memadatkan / mengeraskan jaringan
c) mempertahankan morfologi dari jaringan
Pada histologi larutan yang digunakan untuk fiksasi adalah buffer formalin 10 %,
apabila fiksasi tidak menggunakan buffer formalin 10% (menggunakan alkohol)
harus segera diganti. Ciri – ciri jaringan difiksasi dengan alkohol adalah :
a) Cairan larutan fiksasi berwarna keruh ( kotor )
b) Warna jaringan pucat, serta pada saat dilakukan mikroskopis sel menjadi
mengerut.
c) Bagian dalam jaringan rusak ( lembek ) karena cairan alkohol tidak dapat
masuk kedalam jaringan.
2) Ukuran Jaringan
Apabila jaringan berukuran besar harus dilamilasi terlebih dahulu dengan
ketebalan lamilasi ± 1 cm . Fungsi lamilasi adalah untuk mempercepat /
mempermudah proses fiksasi, agar larutan fiksasi dapat meresap kedalam jaringan.

Gambar 3 Cara Lamilasi pada Jaringan


3) Cara pengambilan Sampel

a) Cara pengambilan sampel untuk jaringan yang tidak teratur (mis


kelenjar Prostat) yaitu ukuran jaringan menggunakan volume, pada
10 cc pertama jaringan diambil 3 kaset. Pada 10 cc berikutnya
diambil 1 kaset.

Gambar 4 Cara Penyaringan Jaringan yang Tak Beraturan

b) Cara pengambilan sampel jaringan uterus :


Ukuran untuk jaringan uterus menggunakan 3 dimensi (Panjang x
lebar x ketebalan)
i) Potong pada bagian cervixs
ii) Potong pada bagian rongga Cavum ( Miometrium )
iii) Potong bagian ovarium dextra dan ovarium sinistra
iv) Potong bagian tuba falopi
v) Setiap pemotongan harus mewakili dari kelainan yang ada.

Gambar 5 Anatomi Jaringan Uterus

c) Cara Pengambilan sampel jaringan mamae :


Ukuran menggunakan 3 dimensi ( Panjang x lebar x ketebalan ) :
i) Bagian nipple (bagian luar dan dalam)
ii) Massa tumor (diambil 3 potong)
iii) Batas dasar (diambil sedekat mungkin dengan massa
tumor), kemudian diwarnai dengan tinta cina
iv) Batas atas , diwarnai dengan tinta cina
v) Batas medial, diwarnai dengan tinta cina
vi) Batas lateral (dekat axila), diwarnai dengan tinta cina
vii) Untuk mengetahui derajat keganasan massa tumor minimal
ditemukan kelenjar getah bening 10 buah.

d) Cara pengambilan sampel jaringan Appendix


Ukuran menggunakan panjang dan diameter dari appendix ( diameter
terbesar dan diameter terkecil)
Cara pengambilan sampel :
i) Potong bagian Recto symoid
ii) Memotong berbentuk seperti pisang dan donat

Gambar 6 Cara Pengambilan Jaringan Appendix

e) Ketebalan untuk pemotongan jaringan


Ketebalan untuk pemotongan jaringan adalah 0,2 – 0,4 cm

3. Prosessing Jaringan (Pematangan Jaringan)

a. Tujuan :

Untuk memadatkan sampel jaringan agar mempermudah dalam proses pemotongan


jaringan

b. Peralatan dan Bahan :

Alat :
1) Tissue Prosessor Citadel 2000
2) Tissue Basket
3) Tissue Hanger
4) Chember
5) Keyword Touch Control ( Remot )
Bahan :
1) Buffer Formalin 10 %
2) Alkohol 70%
3) Alkohol 80%
4) Alkohol 95%
5) Alkohol Absolut I
6) Alkohol Absolut II
7) Alkohol Absolut III
8) Xylol I
9) Xylol II
10) Xylol III
11) Parafin I
12) Parafin II

c. Prosedur Prosessing Jaringan :

1) Masukkkan tissue basket yang berisi kaset jaringan kedalam tissue hanger yang
berada pada alat tissue prosessor merk Citadel 2000

2) Kemudian tutup tissue basket dengan penutup tissue basket

3) Setelah itu posisikan orientation head pada Chamber 1 yang berisi larutan buffer
fromalin 10% dengan cara menekan tombol GO TO 1 pada keyword Touch
Control (Remote).

4) Setelah itu turunkan tissue basket ke dalam chamber 1 dengan menekan tombol
LOWER

5) Kemudian tekan tombol “sett“ untuk mengatur program yang akan digunakan
(Seting waktu yang diperlukan )

6) Lalu tekan ENTER

7) Kemudian tekan tombol “Auto Start”

8) Prossesing jaringan terjadi selama 18 jam


Tahap Tahap Prosessing jaringan :

Tabel 2 Tahapan Prosessing Jaringan pada Alat Citadel 2000

No Proses Larutan Waktu


Fiksasi Buffer formalin 10% 2 jam
Alkohol 70 % 1,5 jam
Alkohol 80 % 1,5 jam
Alkohol 95 % 1,5 jam
Alkohol absolut I 1 jam
Dehidrasi
Alkohol absolut II 1 jam
Alkohol absolut III 1 jam
Xylol I 1 jam
Clearing Xylol II 1 jam
Xylol III 1 jam
Parafin I 1,5 jam
Impregnasi
Parafin II 1,5 jam

d. Hasil :

Gambar 7 Alat Citadel 2000 dan Jaringan yang siap di prosseing jaringan

e. Pembahasan :
Pada saat prossesing jaringan terjadi beberapa tahap. Tahapan tersebut antara lain:
1) Fiksasi pada saat fiksasi menggunakan larutan buffer formalin 10%.
Berfungsi untuk mempertahankan atau menyempurnakan morfologi dari
jaringan.
2) Dehidrasi, bahan yang digunakan adalah alkohol. Berfungsi untuk
mengeluarkan kandungan air yang terdapat dalam jaringan. Tujuan dari
dehidrasi adalah agar seluruh ruang-ruang antar sel dalam jaringan dapat
diisi dengan molekul parafin.
3) Clearing, bahan Clearing yang digunakan adalah Xylol. Clearing berfungsi
untuk menghilangkan sisa – sisa alkohol dan berfungsi untuk membuka
pori-pori dari jaringan. Selain itu clearing juga berfungsi untuk
menstransparankan jaringan
4) Impregnasi, bahan yang digunakan untuk impregnasi adalah parafin.
Impregnasi berfungsi untuk mengeraskan jaringan dengan mengisi pori-
pori jaringan yang terbuka dengan parafin.

4. Membuat Blok Parafin ( Embeding )

a. Tujuan :

Untuk mempermudah dalam melakukan proses pemotongan sampel jaringan


dengan mikrotom.

b. Peralatan :
Alat
1) Shandon Histocenter 3
2) Base Mold
3) Kaset Embeding
4) Cooling Surface
5) Spidol
6) Penekan jaringan
Bahan

1) Parafin

c. Prosedur :
1) Sambungkan stacker kabel ke stop kontak, tekan tombol dibagian
belakang alat ke posisi ON tekan tanda ON pada layar
2) Alat sudah siap digunakan untuk dilakukan pengeblokan
3) Letakkan cassette berisi jaringan yang sudah selesai diproses dari citadel
2000 ke dalam tissue storage tank.
4) Pindahkan cassette ke bagian depan tissue storage tank dan buka penutup
cassette
5) Pilih dan ambil wadah stanless (base mold) dari mold storage oven untuk
memblok sesuai ukuran jaringan. Letakkan di area hot spot kemudian isi
dengan parafin sesuai dengan volume.
6) Ambil jaringan dari cassette dengan pinset dan letakkan di dalam base
mold tersebut.
7) Pindahkan base mold ke area cold spot dan susun jaringan sesuai dengan
posisi seharusnya.
8) Tutup base mold tersebut dengan cassette penutup tekan bagian atas base
mold menggunakan pinset. Tambahkan parafin lagi apabila parafin tidak
sampai ke permukaan.
9) Beri etiket keterangan pasien dipermukaan casette penutup.
10) Kemudian letakkan base mold tersebut ke colling surface, setelah lilin
mengeras, keluarkan blok jaringan dari base mold, bersihkan pinggiran
blok parafin dari sisa parafin yang melekat
11) Blok jaringan selanjunya diproses dengan mikrom

d. Hasil :

Gambar 8 Shandon Histocenter 3 dan Colling Surface

Gambar 9 Hasil Pembuatan Blok Jaringan


e. Pembahasan :

Pada saat meletakkan jaringan pada base mold, bagian jaringan dipotong harus berada
di bagian bawah (seperti pertama kali posisi jaringan berada dalam casette
jaringan). Meletakkan jaringan pada base mold harus di bagian tengah base mold,
serta pada saat melakukan penekanan jaringan harus rata pada jaringan.
Pemberian parafin pada base mold secukupnya (tidak berlebihan).

5. Potong Microtome dan Afixing

a. Tujuan :
1) Untuk mendapatkan pita jaringan sesuai dengan yang diinginkan.
2) Afixing bertujuan untuk memudahkan perekatan pita jaringan pada objek glass.
3) Membuka pita – pita jaringan agar tidak mengkerut.

b. Peralatan :
1) Shandom Finesse Me+
2) Pisau mikrotom
3) Jarum Kecil
4) Waterbath
5) Objek Glass Bahan
6) Blok Parafin Jaringan
7) Batu Es kecil
8) Square paratia section flotation bath
9) Pita
10) Jaringan
11) Aquadest

c. Prosedur Kerja :
1) Sambungkan stacker kabel ke stop kontak
2) Tekan tombol ON pada bagian belakang alat
3) Letakkan blok pada oerientation head
4) Pasang pisau pada knife holder
5) Tekan tombol mode pada posisi motor
6) Atur posisi blok hingga mengenai pisau dengan menekan tombol ▲▼ pada
"control unit”
7) Tekan tombol “Trim” kemudian tekan tombol “Run”
8) Setelah selesai tekan tombol “stop”
9) Ambil hasil potongan dengan menggunakan jarum
10) Letakkan diatas permukaan air pada alat square parafin section flotation bath
11) Jika ada lipatan jaringan, gunakan jarum untuk menghilangkan lipatan
12) Gunakan slide untuk mengambil hasil potongan
13) Kemudian beri etiket pada slide dan nomor pada blok
14) Lepaskan blok pada orientation head
15) Biarkan alat pada posisi standby dengan menekan tombol ⱷ
16) Matikan alat dengan menekan tombol OFF pada bagian belakang alat

d. Hasil :

Gambar 10 Alat Shandom Finesse Me+ dan Waterbath

e. Pembahasan :

Beberapa yang harus diperhatikan adalah ketebalan pemotongan jaringan :

1) Untuk pemotongan jaringan yang umum (jaringan padat dan keras)


ketebalannya adalah 2 – 4 mikron
2) Untuk pemotongan jaringan lemak ketebalannya adalah 4 – 6 mikron, karena
pada jaringan lemak sel – selnya tipis dan halus.
3) Untuk pemotongan pada jaringan limfe atau KGB ( kelenjar getah bening ),
ketebalan pemotongan adalah 1 – 2 mikron.
4) Pada saat Afixing, pengambilan pita jaringan dengan objek glass, posisi objek
gelas harus tegak lurus. Suhu yang digunakan pada afixing adalah 400C-
500C. Apabila suhu yang digunakan melebihi suhu optimal maka dapat merusak
pita – pita jaringan, sedangkan apabila suhu kurang dari suhu optimal maka
dapat menyebabkan pita jaringan menjadi mengerut.
6. Deparafinasi

a. Tujuan : Untuk menghilangkan sisa – sisa parafin dan kandungan air pada slide
jaringan.

b. Peralatan :
1) Alat : Hot Plate
2) Bahan : Slide Jaringan

c. Prosedur :
1) Letakkan slide preparat yang sudah diberi nomor pada hot plate dengan
suhu 600C
2) Kemudian tunggu hingga kering
3) Setelah kering susun slide kedalam anting secara back to back
4) Selanjutnya lakukan pewarnaan Hematoxillin Eosin.

d. Hasil :

Gambar 11 Alat Hot Plate dan Penampakan Sediaan Histologi

e. Pembahasan :

Pada saat deparafinasi suhu yang digunakan adalah 600C, hal ini dikarenakan pada
suhu tersebut dapat mempercepat pelelehan sisa sisa parafin yang melekat pada slide
sedangkan, apabila menggunakan suhu dibawah 600C dapat memperlambat proses
pelelehan parafin.

7. Pewarnaan Hematoxillin Eosin

a. Tujuan : untuk mewarnai jaringan sehingga memudahkan pada saat dilakukan


pemeriksaan secara mikroskopis.
b. Peralatan : Alat
1) Chamber
2) Anting
Bahan
1) Xylol I
2) Xylol II
3) Xylol III
4) Alkohol Absolut
5) Alkohol 95%
6) Alkohol 80%
7) Alkohol 70%
8) Air
9) Hematoxillin
10) Eosin
11) Entelan
12) Label

c. Prosedur :
1) Letakkan sediaan didalam anting
2) Fiksasi sediaan kedalam xylol I, xylol II, xylol III masing- masing 10 menit
3) Kemudian dikeringkan dan dibersihkan
4) Kemudian masukkan sediaan ke dalam alkohol absolut selama 2 menit
5) Masukkan sediaan ke dalam alkohol 95% selama 2 menit
6) Masukkan ke dalam alkohol 80% selama 2 menit
7) Masukkan ke dalam alkohol 70% selama 2 menit
8) Setelah itu masukkan bersihkan sediaan dengan air mengalir selama 3 menit
9) Masukkan sediaan ke dalam Hematokxillin selama 15 menit
10) Masukkan sediaan ke dalam air mengalir selama 7 menit
11) Masukkan ke dalam Eosin sebanyak 3 celup
12) Setelah itu masukkan sediaan ke dalam alkohol 70% sebanyak 3 celup
13) Masukkan sediaan ke dalam alkohol 80% sebanyak 3 celup
14) Masukkan sediaan ke dalam alkohol 95% sebanyak 3 celup
15) Masukkan sediaan ke dalam alkohol absolut sebanyak 3 celup
16) Kemudian angkat anting yang berisi sediaan kemudian bersihkan dan lap
dengan kain
17) Kemudian masukkan sediaan ke dalam Xylol I selama 5 menit
18) Masukkan sediaan ke dalam Xylol II selama 5 menit
19) Masukkan sediaan ke dalam Xylol III selama 5 menit
20) Kemudian lap dengan kain
21) Setelah itu lakukan mounting entelan dan diberi label.
22) Setelah itu dilakukan pemeriksaan mikroskopis oleh dokter patologi anatomi.

d. Hasil :

Gambar 12 Pengecatan HE dan Hasil pengecatan Sediaan

e. Pembahasan :
Pada pewarnaan hematoxillin Eosin, Hematoxillin berfungsi untuk mewarnai inti
dengan memberi warna biru kehitaman. Sedangkan eosin berfungsi untuk mewarnai
sitoplsma dengan memberi warna merah pda sitoplsma.

Alkohol menurun pada pewarnaan HE berfungsi untuk menarik sisa – sisa air yang
melekat pada jaringan. Alkohol bertingkat berfungsi untuk mengeluarkan kandungan
air pada jaringan. Selain itu pada pearnaan HE mounting enttelen berfungsi untuk
memperjelas lapangan pandang dan berfungsi sebagai perekat antara deck glass dan
objek glass.
Hal hal yang perlu diperhatikan pada pewarnaan Hematoxillin eosin adalah :
1) Penyusunan slide pada anting dengan posisi back to back.
2) Ketepatan waktu dalam pewarnaan ( tidak boleh kurang / lebih )
3) Pada saat melakukan mounting entelan tidak boleh terdapat udara
(gelembung) di dalamnya.
8. Penilaian Kualitas Hasil Pewarnaan Histologi :
a) Slide dan kaca penutup bersih, bening, tanpa bercak-bercak buram
b) Media mounting tidak berlebihan
c) Seluruh jaringan tertutup kaca penutup
d) Tidak dijumpai gelembung udara atau lipatan
e) Jaringan tidak pecah-pecah atau retak-retak
f) Orientasi jaringan benar (untuk organ berongga)
g) Potongan tipis, menampilkan sel yang saling menutupi atau bertumpuk
h) Potongan dengan ketebalan merata
i) Tidak ada “venetion blind phenomenon”
j) Tidak ada kontaminasi dari jaringan lain
k) Pulasan inti dan sitoplasma jelas kontrasnya
l) Tidak dijumpai butir-butir halus udara/cairan diatas jaringan (dehidrasi pasca
pulasan sempurna)

9. Pelaporan Hasil Histologi

Gambar 13 Hasil Pemeriksaan dan Print Out Hasil


10. Pendokumentasian Hasil Pemeriksaan Histologi
a) Formulir, catatan makroskopis dan sediaan diberikan ke dokter pemeriksa
b) Hasil pemeriksaan dokter diserahkan ke bagian administrasi untuk diketik dan di
print out.
c) Hasil print out diperiksa kembali oleh petugas dan diserahkan kembali ke dokter
pemeriksa.
d) Hasil pemerikaan di print out sebanyak 1 lembar untuk pasien

11. Penyimpanan Jaringan sisa pemeriksaan


a) Pengarsipan Jaringan
Jaringan yang diproses sebagian, sisa jaringan disimpan, lamanya waktu untuk
penyimpanan adalah 3 bulan. Setelah 3 bulan sisa jaringan dimusnahkan.
b) Pengarsipan Blok Jaringan
Blok jaringan disimpan dalam waktu 5-10 tahun. Setelah itu Blok jaringan
dimusnahkan.

Gambar 14 Pengarsipan Blok Jaringan

12. Pendokumentasian Preparat Histologi

a) Sediaan yang telah diperiksa dan telah keluar hasil diarsipkan


b) Tulis tanggal dan kode label sediaan tersebut ke dalam buku arsip histologi

Gambar 15 Pengarsipan Sediaan Jaringan


48

BAB III

KESIMPULAN

I. Kesimpulan :

A. Pemeriksaan Sitologi
1. Mahasiswa dapat melakukan registrasi, penerimaan, pencatatan specimen dan
persiapan pasien, jenis pemeriksaan dan bahan pemeriksaan sitologi.
2. Mahasiswa dapat melakukan persiapan peralatan untuk pengambilan specimen,
cara anamneses pasien sebelum dilakukan pengambilan sediaan Pap Smear, dan
cara mendeskripsikan secara mikroskopis bagian yang akan dilakukan aspirasi.
3. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan dan pewarnaan sitologi dan
menilai kualitas sediaan dan hasil pewarnaan sitologi dari bahan aspirasi dan Pap
Smear, secret dan cairan tubuh (Sputum, Urine, Pus, Cairan Pleura, LCS, dan
lainnya)

B. Pemeriksaan Histologi
1. Mahasiswa dapat melakukan identifikasi, pelabelan jaringan, dan fiksasi serta
menilai hasil fiksasi jaringan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara deskripsi dan potong gross jaringan,
menyiapkan peralatan untuk potong gross jaringan.
3. Mahasiswa dapat melakukan pematangan jaringan meliputi tahapan pematangan,
tujuannya, jenis larutan yang digunakan dan fungsinya, serta dapat menilai hasil
pematangan jaringan.
4. Mahasiswa dapat melaukan pembuatan blok paraffin, potong mikrotom,
pembuatan sediaan dan pewarnaan baik dari jenis pewarnaan , jenis larutan, serta
menilai kualitas sediaan dan hasil pewarnaan histologi.

II. Saran :

Sebagai tenaga kerja di laboratorium harus melakukan kegiatan praktik kerja dengan baik
serta efisien supaya kegiatan kerja dapat selesai dengan waktu yang singkat serta handal dalam
praktikum. Kami berharap ilmu yang kami peroleh dapat kami tuangkan dalam laporan ini
sehingga bermanfaat bagi mahasiswa, para dosen, dan orang yang akan membacanya terutama
bagi calon petugas laboratorium kesehatan. Kami menyadari laporan ini jauh dari kata sempurna
untuk itu kami mengharapkan masukan dan saran untuk perbaikan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Khristian, Erick dan Dewi Inderiati. 2017. Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medis (TLM) :
Sitohistoteknologi. Jakarta: KEMENKES

Prof. Dr. Mukawi, Tanwir Y. 1989. Teknik Pengelolaan Sediaan Histopatologi dan Sitologi.
Bandung : FKUI

Syariah, Rumah. 2017. “Teknik Pembuatan Sediaan(preparat) untuk Pemeriksaan Sitologi Dan
Pemeriksaan Histologi Di laboratorium Patologi Anatomi.
http://n1nt1.blogspot.co.id/2010/12/teknik-pembuatan-sediaan-pemeriksaan, diakses pada 13
September 2021 pukul 20.30.

Sudiono Janti, dkk. 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Silbernagl Stefan, dan Lang Florian. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
LAMPIRAN

1. ABSENSI
2. FOTO-FOTO KEGIATAN

No. Keterangan Gambar

1 Identifikasi Pasien dan Anamnese serta


penjelasan harga dan estimasi keluar
hasil.

Registrasi dan penulisan kode urut sesuai


2 pemeriksaan sitologi maupun histologi.

3 Transaksi administrasi

4 Proses pemotongan Jaringan

5 Prosessing jaringan
No. Keterangan Gambar

Proses pembuatan blok paraffin.


6

7 Proses pendinginan blok paraffin

8 Proses pembuatan pita jaringan pemotongan


mikroskopis menggunakan mikrotom

9 Proses melekatkan atau memindahkan pita


jaringan pada objek gelas (proses affixing).

10 Proses deparafinisasi awal/kering (Hotplate).


No. Keterangan Gambar

11 Proses pengecatan Histologi.

12 Proses pemutaran bahan FNAB di centrifuge.

Proses pemutaran bahan yang jernih untuk


13
pemeriksaan Sitologi di citospin

14 Proses Pengecatan Diff Quick

15 Proses mounting dan pelabelan

Anda mungkin juga menyukai