Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tempat parkir merupakan fasilitas yang harus disediakan pengelola
gedung untuk menampung kendaraan bermotor. Pembangunan basement
untuk tempat parkir merupakan usaha untuk mengoptimalkan penggunaan
lahan. Udara di dalam basement merupakan udara tak bebas sehingga
tingkat polusi udara pada basemant yang berasal dari pembakaran mesin
kendaraan bermotor jauh lebih tinggi dari pada yang terjadi pada udara
ambien. (Dewanti, 2018)
Polusi udara pada tempat parkir di basemant sebagian besar berasal
dari asap knalpot. Asap kenalpot adalah akibat terjadinya proses
pembakaran yang tidak sempurna dari pembakaran mesin kendaraan
bermotor, yang mengandung timbal/timah hitam (Pb), suspended
particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SO2),
hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox).
(BPLH DKI Jakarta, 2013).
Sumber kontribusi terbesar CO dari kendaraan bermotor, yaitu
sekitar 50%. Adanya CO di udara yang melebihi ambang batas akan
berpotensi sebagai polutan.( Yazidah dkk, 2019)
Karbon monoksida merupakan salah satu polutan yang berbahaya bagi
manusia. Faktor penting yang menentukan pengaruh CO terhadap tubuh
manusia adalah konsentrasi COHb (karboksi haemoglobin). (Hidayahsti
dkk, 2016)
Kadar COHb ini diperoleh dari paparan gas CO yang berada di
udara yang terhirup melalui saluran pernapasan dan masuk ke dalam
darah. Ikatan antara CO dan heamoglobin membentuk COHb
(karboksihaemoglobin) yang jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan
dengan ikatan antara O2 dan haemoglobin. Gas CO akan mengalir ke
dalam jantung, otak, serta organ vital. (Pandhika, 2015)
Dampak yang ditimbulkan dari gas CO tersebut antara lain dapat
menimbulkan keracunan kronik, yaitu keracunan yang terjadi setelah
manusia terpapar berulang-ulang dengan CO yang berkadar rendah dan
sedang.( Suharto, 2011)
Efek paparan jangka panjang CO dengan level rendah dapat menyebakan
beberapa gejala yang menyerupai penyakit flu seperti sakit kepala,
kelelahan, nyeri otot, mual, muntah, dan perubahan sensitivitas terhadap
cahaya, bau, dan rasa. (Pandhika, 2015)
Petugas basement RSUD. Moewardi berpotensi terpapar gas CO
yang terperangkap dalam ruangan selama bekerja. Pada bulan Desember
2019 dalam sehari terdapat minimal 100 unit mobil dan 500 unut motor
yang berlalu lalang pada basement RSUD. Moewardi. Berdasarkan pada
permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
analisa faktor resiko masa kerja dengan kadar karboksihemoglobin dalam
darah pada pekerja basemant RSUD. Moewardi Surakarta.
B. Pembatasan Masalah
Karya tulis ini membahasa tentang analisa faktor resiko lama kerja
dengan kadar karboksihemoglobin dalam darah pada pekerja basemant
RSUD. Moewardi Surakarta.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana analisa tentang faktor resiko lama kerja dengan kadar
karboksihemoglobin dalam darah pada pekerja basemant RSUD.
Moewardi Surakarta.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui kadar karboksihemoglobin dalam darah pada
pekerja basemant RSUD. Moewardi Surakarta.
b. Untuk mengetahui faktor resiko lama kerja pada pekerja basemant
RSUD. Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui tentang faktor resiko lama kerja dengan kadar
karboksihemoglobin dalam darah pada pekerja basemant RSUD.
Moewardi Surakarta.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan tentang kadar karboksihemoglobin dalam
darah pada pekerja basemant RSUD. Moewardi Surakarta.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan,dan ketrampilan, serta pengalaman
dalam membuat karaya tulis ilmiah tentang faktor resiko lama
kerja dengan kadar karboksihemoglobin dalam darah pada pekerja
basemant RSUD. Moewardi Surakarta.
b. Bagi Akademik
Menambah sumber pustaka dan perbendaharaan karya tulis
ilmiah di STIKES Nasional Surakarta, Khususnya dalam bidang
toksikologi klinik.
c. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai faktor
resiko lama kerja dengan kadar karboksihemoglobin dalam darah
pada pekerja basemant RSUD. Moewardi Surakarta.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Karbon Monoksida (CO)
a. Pengertian Karbon monoksida (CO)
Karbon minoksida (CO) merupakan suatu komponen
berbentuk gas pada suhu 192° C yang tidak berwana, tidak berbau,
dan tidak memiliki rasa. Komponen ini tidak larut dalam air dan
mempunyai berat sebesar 96.5% dari berat air. CO yang berada di
udara dapat terbakar dan mengeluarkan asap biru dan menjadi
karbon dioksida (CO2). (Muhammad dkk, 2018)
CO sangat berbahaya bila terhirup dan membentuk ikatan
kuat dengan hemoglobin.
b. Sumber sumber penghasil karbon monoksida (CO)
Kegiatan manusia yang paling banyak menghasilkan CO
adalah pembakaran, peralatan berbahan bakar gas, minyak, kayu,
atau batu bara, dan pembuangan limbah padat.
Sumber sumber gas karboksihemoglobin dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Reverensi Level CO

Subjek/Sumber Level CO
Bukan perokok 0-1,5% COHb
Perokok Hingga Hingga 14% COHb
Lingkungan alam masyrakat 1-30 ppm
Dalam rumah 0,5-0,5 ppm
Rokok tembakau 20.000-60.000 ppm
Konsentrasi alveolar pada
300-400 ppm
perokok
Asap Knalpot tanpa Catalytic
30.000-60.000 ppm
Converter
Sumber : Pandhika, 2019.
Level terbesar dari emisi CO antropogenik dihasilkan
terutama dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan
berbahan bakar bensin akibat pembakaran yang tidak sempurna
dari material yang mengandung karbon dengan proses C + ½ O2
→ CO. Gas CO terbentuk karena kurangnya udara dalam proses
pembakaran. Dapat dikatakan bahwa semakin rendah perbandingan
antara udara dengan bahan bakar, maka semakin tinggi jumlah CO
yang dihasilkan. (Pandhika, 2019) (Muhammad dkk, 2018)
Batas pemaparan maksimal karbon monoksida pada
manusia yang direkomendasikan OSHA (Occupational Safety and
Health Administration) adalah 35 ppm dalam waktu 8 jam/hari
kerja.
c. Toksisitas Karbon Monoksida (CO)
Udara yang dihirup oleh manusia saat bernafas
mengandung okksigen, nitrogen, dan kemungkonan karbon
monoksida dan gas lainnya. Gas yang masuk dalam tubuh masuk
ke paru-paru dan terus ke alveoli, di dalam alveoli terjadi
perubahan angkutan dari udara kemudian ke sistem peredaran
darahkarena pada alveoli bertekanan lebih tinggi dari pembuluh
darah. hal ini sesuai hukum fisika yaitu gas bergerak dari tempat
bertekanan tinggike rendah.
Kadar monoksida dalam darah memiliki harga normal
sekitar <0,5%. Karena daya ikatnya jauh lebih kuat dari oksigen
dan menghalangi hemoglobin membawa oksigen keseluruh tubuh
sehingga dapat menjadi toksik atau racun. (Isnaini, 2012)
d. Dampak Karbon Monoksida (CO)
Keracunan gas CO timbul sebagai akibat terbentuknya
karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. CO yang lebih besar
dibandingkan oksigen (O2) terhadap hemoglobin menyebabkan
fungsi hemoglobin untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh
terganggu. Berkurangnya penyediaan oksigen keseluruh tubuh ini
akan membuat sesak nafas dan dapat menyebabkan kematian,
apabila tidak mendapat udara segar kembali.

Tabel 2.1

Konsentrasi Konsentrasi
Rerata COHb
Gejala
8 jam (ppm) di dalam Darah
(%)
25-50 2,5-5 Tidak ada gejala
sakit kepala ringan
50-100 5-10
sakit kepala, penglihatan
100-250 10-20
agak terganggu
Sakit kepala sedang,
berdenyut denyut dahi
(throbbing
250-450 20-30
temple), wajah merah, dan
mual

Sakit kepala berat, vertigo,


mual, muntah, lemas, mudah
450-650 30-40
terganggu, pingsan pada saat
bekerja
Seperti di atas, lebih berat,
650-1.000 40-50
mudah pingsan dan jatuh
Koma, hipotensi, kadang
1.000-1.500 50-60 disertai kejang, pernafasan
CheyneStokes
Koma dengan kejang
1.500-2.500 60-70
, mungkin terjadi kematian
2.500-4.000 70-80 Kematian
Sumber : (Anggraeni,2019)
2. Faktor Resiko Masa Kerja
Masa kerja seseorang yaitu lamanya seseorang terpapar gas CO di
tempat kerja. Seseorang yang terpapar gas CO secara terus menerus
dalam kurun waktu yang lama dapat juga menimbulkan efek samping.
Efek jangka pendek dari paparan CO berhubungan dengan konsentrasi
di udara, durasi paparan, status kesehatan, dan tingkat aktivitas
individu. Gejala akut yang muncul seperti sakit kepala, pusing,
kelelahan, palpitasi, mual, muntah, sulit untuk bernapas, gangguan
mental, gangguan penglihatan, dan kejang otot. Pada level CO yang
sangat tinggi, dapat menyebabkan ketidaksadaran dan pada akhirnya
kematian.
Efek paparan jangka panjang CO dengan level rendah dapat
menyebakan kumpulan gejala yang menyerupai penyakit flu seperti
sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, mual, muntah, dan perubahan
sensitivitas terhadap cahaya, bau, dan rasa. Karena gejala paparan
kronik berbeda dengan gejala paaran akut, maka sering dikaitkan
dengan penyebab umum lainnya seperti stres, infeksi, alergi, atau
tekanan psikologis sehingga sering salah dalam mendiagnosis.
(Pandika,2015)
3. Spektrofotometer UV-Vis
a. Pengertian
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa
yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan di serap
dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahayan
yang di serap sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam
kuvet (Neldawati, 2013)
b. Prinsip
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis, didasarkan pada
fenomena penyerapan sinar oleh bahan kimia tertentu di daerah
ultra lembayung (ultraviolet) dan sinar tampak (visible). Sinar
ultraviolet memiliki panjang gelombang antara 200 – 400 nm,
sedangkan sinar tampak memiliki panjang gelombang 400–
700 nm (Rohman, 2007). Secara sederhana instrument
spektrofotometeri yang disebut spektrofotometer terdiri dari :
Sumber cahaya – monokromatis – sel sampel – detector-
read out
Gambar 1 Spektrofotometer UV-Vis
c. Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer merupakan hukum yangdigunakan
agar mengetahui hubungan linier antara absorbansi dan
konsentrasi suat senyawa yang menyerap cahaya. Rumus
hukum Lambert-Beer yang di turunkan sebagai berikut :

A= a . b . c atau A = ε . b . c

dimana:
A = absorbansi
b / l = tebal larutan
c = konsentrasi larutan yang diukur 9
ε = tetapan absorptivitas molar
a = tetapan absorptivitas
B. Kerangka Berpikir

Paparan gas CO dari


asap kendaraan
Dipengaruhi oleh masa
kerja
Inhalasi

Kadar COHb meningkat

CO masuk ke darah melalui,


pernafasan dan menimbulkan
dampak kesehatan

C. Hipotesis

1. Kadar timbal COHb dalam darah pada pekerja basemant RSUD.


Moewardi Surakarta melebihi standar OSHA.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis metode penelitian yang digunakan adalah analitik yaitu
mengetahui bagaimana besarnya kontribusi dari faktor resiko terhadap
efek. Penelitian menggunakan pendekatan cross sectional yaitu peneliti
melakukan observasi atau pengukuran variabel subjek hanya diobservasi 1
kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaaan
tersebut (Sastroasmoro dkk, 2008).
B. Tempat dan Waktu Peneitian
1. Tempat Penelitian
Tempat pengambilan sampel darah dan pengisian kuesioner di
RSUD. Moewardi Surakarta, serta pemeriksaan sampel dilakukan di
laboratorium kimia di kampus STIKES Nasional Surakarta .
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan antara bulan
Maret sampai bulan April 2020.
C. Subjek dan Objek Penelitian.
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pegawai basemant RSUD. Moewardi
Surakarta.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah faktor resiko masa kerja dan kadar COHb
pegawai basement RSUD. Moewardi Surakarta.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang digunakan pada Karya Tulis Ilmiah ini adalah
seluruh pegawai basemant RSUD. Moewardi Surakarta.
2. Sampel
Sampel yang digunakan pada Karya Tulis Ilmiah ini merupakan 10
orang pegawai basemant RSUD. Moewardi Surakarta.
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Pegawai Basemant RSUD. Moewardi Surakarta.
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Kategori
Variabel : Bebas
2. Kadar Karboksihemoglobin (COHb)
Karboksihemoglobin merupakan ikatan antara gas CO dengan
hemoglobin dalam darah.
Alat ukur : Spektrofotometer UV-Visibel
Skala ukur : Numerik
Variabel : Terikat
F. Teknik Sampling
Teknik sampling yamg digunakan dalam penelitian Karya Tulis
Ilmiah ini yaitu dengan Quota Sampling yaitu peneliti mengambil
sejumlah sampel yang telah ditentukan jumlahnya dari kelompok subjek
yang sesuai kriteria dan ciri yang ditentukan.
G. Sumber Data
1. Data Primer
Sumber data primer penelitian ini didapat dari hasil pemeriksaan
kadar karboksihemoglobin dan masa kerja pegawai basemant RSUD.
Moewardi Surakarta.
2. Data Sekunder
Data sekunder penelitian ini diperoleh dari data petugas basemant
RSUD. Moewardi Surakarta.
H. Instrumen Penelitian
1. Kuisioner
2. Informed consent
3. Alat
a. Tourniquet
b. Vacum tube biru muda (antikoagulan heparin)
c. Holder
d. Kapas
e. Pipet ukur 5 ml
f. Mikropipet (10ul – 100ul)
g. Yellow tip
h. Beaker glass
i. Jarum
j. Spatula
k. Pushball
l. Tabung reaksi (10ml)
m. Rak tabung reaksi
n. Kuvet
o. Spektrofotometer UV-Visibel
p. stetoskop dan timbangan.
q. Ice box
r. APD (masker, dan Handscoon)
4. Bahan
a. Sampel darah
b. Alcohol 70%
c. Larutan heparin
d. Ammonia 0,1%
e. Sodium dithionite (Na2S2O4).
I. Alur Penelitian
1. Bagan

Populasi pegawai basemant RSUD.


Moewardi Surakarta.

Quota Sampling
Informed consent

Sampel 10 orang

pengambilan darah vena dengan vacum


tube.

Dilakukan perhitungan kadar


karboksihemoglobin (COHb) dengan
metode Hinsberg-Lang

Pengukuran absorbansi dengan


spektrofotometer UV-Vis

Hasil dan analisis data

Kesimpulan

2. Cara Kerja
a. Persiapan sampel
1) Pemilihan sampel berdasrkan kriteria yang dipilih.
2) Pengisian Informed consent pada responden yang bersedia
ikut serta dalam penelitian.
b. Pengambilan darah vena
1) Menyiapkan alat dan bahan.
2) Menentukan lokasi yang akan dilakukan penusukan.
3) Memasangkan torniquet pada lengan atas siku pada daerah
lengan yang akan dilakukan pengambilan darah dan
lakukan palpasi.
4) Melakukan desinfeksi daerah yang akan dilakukan
penusukan dengan alkohol 70% dan biarkan sampai kering.
5) Menegangkan kulit diatas vena agar tidak bergerak.
6) Menusuk bagian yang akan diambil darahnya dengan jarum
dan spuit dengan posisi jarum menghadap ke atas sampai
ujung jarum masuk ke dalam lumen vena.
7) Merenggangkan torniquet dan memasangkan tabung
vaccum sampai terisi darah sesuai volume.
8) Melepaskan pembendung (torniquet).
9) Melepaskan vaccum tube dari holder dan meletakkan kapas
di atas tempat tusukan, kemudian menarik jarum perlahan-
lahan.
10) Meminta probandus untuk menekan bekas tusukan dengan
kapas.
11) Tutup luka dengan plasterin.
12) Beri identitas sampel (nama, umur, jenis kelamin). (KMK
RI Nomor 1406/MENKES/SK/XI/2002)
13) Memasukan tabung sampel kedalam ice box yang diberi
termometer kemudian dibawa ke laboratorium untuk
dilakukan pengukuran kadar COHb.
c. Penentuan panjang gelombang maksimal
1) Pelarutan Larutan amonium 0,1% sebanyak 20 ml dengan
10 ul whole blood dan 25 mg Sodium dithionite.
2) Pembacaan absorbansi pada panjang gelombang (λ) 400 –
700 nm
3) Panjang gelombang maksimal diperoleh dari absorbansi
tertinggi pada kurva yang dihasilkan.
d. Penentuan Operating time
Larutan ammoniak 0,1% ditambahkan whole blood 10 ul
dan 25 mg sodium dithionite. Larutan uji tersebut diukur pada
detik ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,…..3600 hingga didapat kurva yang
konstan.
e. Cara pemeriksaan kadar
1) Menyiapkan tabung reaksi 5ml dan beri label R1 (reagen)
dan SPL(sampel).
2) Larutan amonium 0,1% diambil sebanyak 20 ml dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
3) Pipet whole blood sebanyak 10 μl dengan menggunakan
yellow tip dan masukkan pada erlenmayer lalu diamkan 10
menit.
4) Masukkan campuran pada masing-masing 4 ml pada tabung
reaksi (R1 dan SPL).
5) Pada tabung SPL beri 25 mg Sodium dithionite dan campur
hingga homogen.
6) Absorbansi R1 dan SPL dibaca dengan fotometer pada
panjang gelombang 414,2 nm.
7) Absorbansi R1 disebut (ΔA) dan absorbansi standar SPL
disebut (ΔArHb).
8) Hasil dihitung menggunakan rumus perhitungan seperti
dibawah ini:
HbCO = ΔA × 6,08%
ΔArHb
Keterangan:
HbCO : Kadar karboksihemoglobin
ΔA : Absorbansi reagen
ΔarHb : Absorbansi standar sampel
6,08% : faktor konversi persen saturasi CO di
dalam Hb
J. Teknis Analisis Data
Data hasil penelitian yang diperoleh dihitung menggunakan

persamaan regresi linier sederhana dengan Ms. Excell.

K. Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Tabel 3.1 Jadwal Rencana Penelitian

Maret 2020 – Juni 2020


No. Kegiatan Mare
April Mei Juni
t
1. Penyusunan dan konsultasi
proposal
2. Pengumpulan Proposal
3. Ujian proposal
4. Penelitian
5. Pengolahandata, konsultasi
dan penyesuaian hasil
penelitian
6. Pengumpulan Laporan
7. Ujian KTI
8. Perbaikan dan pengumpulan
KTI
9. Seminar hasil
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni NIS.2009. Pengaruh Lama Paparan Asap Knalpot Dengan Kadar CO


1800 ppm Terhadap Gambaran Histopatologi Jantung Pada Tikus Wistar.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, 2013. Zat – zat Pencemar
Udara. https://lingkunganhidup.jakarta.go.id/Docs/Lap_SLHD/Lap_2D.htm
Diakses tanggal 1 Maret 2020

Dewanti, IR. 2018. Identifikasi Paparan Co, Kebiasaan, dan Kadar Cohb dalam
Darah Serta Keluhan Kesehatan Di Basement Apartemen Waterplace,
Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 10, No.1: 59–69

Hidayahsti, K., Rahardjo, M& Setiani, O. 2016. Faktor-Faktor Risiko yang


Berhubungan dengan Konsentrasi CoHb dalam Darah pada Petugas Parkir
Mall Di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat ISSN: 2356-3346

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia . (2002). KMK RI No.


1406/MENKES/SK/XI/2002 : Standar Pemeriksaan Kadar Timah Hitam
Pada Spesimen Biomarker Manusia. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia

Muhammad, M., Amin,B& Sugiarto, T.2018. Pengaruh Penggunaan Katalis Plat


Tembaga pada Knalpot Sepeda Motor Terhadap Kandungan Emisi Karbon
Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC). E-jurnal.
http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/poto/article/view/3085 Diakses
pada 7 Maret 2020

Pandhika, I. 2015. Rhabdomyolisis dan Gagal Ginjal Akut pada Intoksikasi


Karbon Monoksida. Agromedicine Unila ,Volume 2 , No.3

Suharto, I. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air. ed.1.
Yogyakarta: penerbit Andi Yogyakarta

Yazidah, I., Handini, M& Andriani. 2019. Hubungan Lama Kerja dan Kadar
Karboksihemoglobin dalam darah Pekerja laki-laki pada Bengkel
Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak. Jurnal Kesehatan Khatulistiwa.
Volume 5. No.1

Anda mungkin juga menyukai