Anda di halaman 1dari 14

KELAINAN MORFOLOGI SEL DARAH

Eva Ayu Maharani

Tujuan Pembelajaran Praktikum :


Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu :
1. Melakukan tahapan pra-analitik yang meliputi : persiapan alat , sampel dan reagensia
yang dibutuhkan untuk pembuatan dan penilaian sediaan apus darah tepi.
2. Membuat sediaan apus darah tepi yang baik.
3. Mengetahui kualitas pewarnaan yang baik dan tidak..
4. Melakukan tahapan paska analitik yaitu : penulisan laporan hasil pemeriksaan.
5. Mengaplikasikan K3 selama praktikum.
6. Mengetahui faktor-faktor penyebab penyimpangan identifikasi kelainan morfologi sel
darah

Pendahuluan
Pemeriksaan terhadap kelainan sel darah merupakan pemeriksaan yang cukup penting.
Pemeriksaan ini biasa disebut dengan pemeriksaan morfologi darah tepi. Parameter ini berguna
untuk mendiagnosis jenis anemia dan kelainan terhadap lekosit maupun trombosit, selain itu,
juga dapat mencari adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria dan lain-lain.
Untuk dapat melakukan pemeriksaan, maka langkah yang harus dilakukan adalah
membuat dan mewarnai sediaan apus darah. Sediaan apus darah harus dibuat dan diwarnai
dengan baik supaya mendapatkan kualitas hasil yang baik. Jenis pewarnaan yang umum
digunakan adalah pewarnaan Wright, Giemsa.
Proses pembuatan sediaan dan pewarnaan mengacu pada bagian sebelumnya. Teknik
pemeriksaan yang akan dibahas pada bagian ini adalah pengamatan morfologi sel darah di
sediaan apus darah.

Teknik Pemeriksaan
• Sediaan apus darah dibuat dan diwarnai dengan pewarnaan Wright-Giemsa.

• Apusan darah yang telah dibuat, dilakukan pengamatan secara makroskopis/visual dan
mikroskopis. Pada pengamatan makroskopis dilihat bentuk sediaan apus yaitu apusan tidak
melampaui atau menyentuh pinggir kaca objek, sediaan tidak berlubang-lubang,
bergelombang atau terputus-putus. Panjang apusan sekitar 2/3 panjang kaca objek. Bagian
ekor sediaan merupakan bagian yang makin menipis dan mempunyai ujung yang membulat
dan halus, seperti terlihat pada Gambar 7 berikut ini.

Gambar 7. Sediaan apus darah


• Setelah sediaan kering, kemudian sediaan dilihat melalui mikroskop dengan perbesaran
objektif 10 X lebih dahulu. Pada perbesaran tersebut dilihat bagian yang baik untuk di
periksa, yaitu bagian yang cukup tipis dan rata dengan letak antar eritrosit cukup berdekatan
tanpa menggumpal.
• Kualitas pewarnaan juga diperhatikan secara mikroskopis,diperhatikan kualitas pewarnaan
baik, pucat atau warna terlalu tua. Apabila sediaan yang telah dipulas itu tidak baik, maka
dibuat yang baru.
• Pada pengamatan mikroskopis, sediaan apus dilihat pada perbesaran mikroskop 100 X ,
400 X dan 1000X.
• Pengamatan mikroskopis yang dilakukan meliputi penilaian kualitas pewarnaan, melihat
kemungkinan adanya sel mieloid yang berukuran besar, sel eritrosit berinti. Secara
keseluruhan, pemeriksaan meliputi penilaian terhadap eritrosit, lekosit dan trombosit.
• Pengamatan terhadap eritrosit meliputi pengamatan terhadap ukuran, bentuk, warna, ada
atau tidak adanya benda inklusi serta susunan sel antara satu dengan yang lain. Pengamatan
dilakukan pada lapang pandang eritrosit yang saling berdekatan dan tidak saling
menumpuk, akan tetapi, jangan menilai di lapang pandang yang letak eritrositnya jarang-
jarang.
• Pengamatan terhadap lekosit meliputi taksiran jumlah (menurun/meningkat), hitung jenis,
bentuk – bentuk abnormal, serta kemungkinan adanya sel muda. Taksiran jumlah sel lekosit
pada perbesaran 10 X yaitu antara 25 - 40/lapang pandang dan pada perbesaran 40 X
terdapat 10 – 15 sel/lapang pandang. Pada kondisi sediaan apus dengan adanya sel muda,
maka urutan hitung jenis lekosit harus disusun menurut urutan maturasi seri granulosit,
yaitu, blas, promielosit, mielosit, metamielosit, batang, segmen, basofil, eosinofil, limfosit
dan monosit.
• Pengamatan terhadap trombosit meliputi taksiran jumlah, distribusi penyebaran trombosit
dan kelainan ukuran.

GAMBARAN SEL DARAH


1. Sel eritrosit
Bentuk normal eritrosit adalah bikonkaf
dengan ukuran diameter 6 – 8 µm. Pada
sediaan apus darah tampak bulat dengan zona
pucat di bagian tengah. Zona pucat meliputi 1/3
bagian eritrosit dari bagian tengah. Istilah
untuk mendeskripsikan morfologi eritrosit
normal adalah normositik (ukuran normal) dan
normokrom (warna normal karena sel Gambar 8. Eritrosit normal
mengandung jumlah Hb yang normal), seperti
terlihat pada Gambar 8.
1.1 Kelainan terhadap ukuran eritrosit
Mikrositosis adalah berkurangnya ukuran
eritrosit, dengan diameter kurang dari 6 µm.
Mikrositosis dapat terjadi pada seluruh
populasi eritrosit atau hanya sebagian saja. Jika
seluruh populasi sel eritrosit mikrosit, maka
terdapat penurunan pada nilai MCV. Akan
tetapi, beberapa sel mikrosit juga dapat tidak
menurunkan nilai MCV. Eritrosit pada anak
normal mempunyai ukuran yang lebih kecil
dibandingkan dengan dewasa, sedangkan pada
neonatus , ukuran eritrosit cenderung lebih
besar, sehingga sebaiknya laporan ukuran sel
eritrosit harus juga disertai dengan keterangan Gambar 9. Mikrositosis

usia pasien.
Makrositosis adalah eritrosit dengan ukuran
diameter sel lebih dari normal. Biasanya terjadi
peningkatan nilai MCV. Makrosit dapat
terlihat sebagai sel yang bulat atau bisa juga
oval.
Gambar 10. Makrositosis

Anisositosis merupakan gambaran sel darah


dengan berbagai variasi ukuran. Kondisi ini
dapat meningkatkan nilai Red Cell
Distribution Width (RDW) pada alat
otomatisasi / hematology analyzer.

Gambar 11. Anisositosis

1.2 Kelainan terhadap warna eritrosit


Hipokrom adalah gambaran eritrosit dengan
warna yang lebih muda jika dibandingkan
dengan eritrosit normal. Hal ini ditunjukkan
dengan zona pucat di tengah sel yang melebar
lebih dari 1/3 diameter sel. Pada kondisi
hipokrom yang parah, dapat ditandai dengan
penurunan MCHC. Gambaran hipokrom
ditentukan dari ketebalan sel dan volume sel
yang diinterpretasikan dengan konsentrasi Hb.

Gambar 12.Eritrosit hipokrom


Polikromasia adalah eritrosit yang mempunyai
warna lebih biru dari eritrosit normal, dan
biasanya ukurannya lebih besar. Warna
tersebut merupakan hasil dari diserapnya dua
zat warna yaitu eosin oleh molekul Hb dan
basic dyes oleh ribosomal RNA. Sel eritrosit
polikrom merupakan sel imatur yang
dilepaskan dari sumsum tulang.

Gambar 13. Polikromasia

Anisokromasia adalah gambaran eritrosit


dengan derajat pewarnaan atau
hemoglobinisasi yang bervariasi. Warna
eritrosit yang tampak di sediaan berkisar dari
hipokrom sampai dengan normokrom. Kondisi
ini dapat dijumpai pada pasien yang
melakukan terapi anemia.
Dimorphism merupakan gambaran adanya dua
populasi sel eritrosit. Populasi tersebut
biasanya adalah eritrosit dengan mikrositik
hipokrom dan normositik normokrom atau
makrositik. Gambar 14. Dimorphism

1.3 Kelainan terhadap bentuk eritrosit


Poikilositosis adalah gambaran eritrosit
dengan variasi bentuk selain bentuk normal.
Umumnya, poikilositosis merupakan kelainan
yang bersifat non spesifik. Kondisi tersebut
dapat terjadi pada saat produksi eritrosit di
sumsum tulang atau bisa juga karena ada
Gambar 15. Poikilositosis
kerusakan pada eritrosit di dalam pembuluh
darah.

Sferosit merupakan gambaran eritrosit dengan


bentuk lebih bulat, kecil dan kompak
dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini
dikarenakan hilangnya membran sel tanpa
dibarengi dengan sitosol. Kondisi ini dapat
terjadi pada kelainan genetik membran dan
sitoskeleton eritrosit. Sferosit tidak dapat
membuat rouleaux. Sferosit juga dapat terjadi
karena rusaknya membran eritrosit secara
langsung seperti pada kondisi reaksi transfusi,
terpapar dengan toksin clostridium, seperti
pada Gambar 16.

Gambar 16..Sferosit
Eliptosit dan ovalosit merupakan eritrosit
dengan diameter yang lebih besar dengan
bentuk yang memanjang. Sel Elips lebih
panjang dengan bentuk seperti cerutu
dibandingkan sel ovalosit. Kondisi ini terjadi
karena adanya kelainan genetik pada
sitoskeleton sel.

Gambar 17. Eliptosit

Tear drop cell (dacrocytes) merupakan


gambaran sel eritrosit dengan bentuk seperti
tetesan air mata. Bentuk sel ini dapat terjadi
karena makrofag yang memfagositosis bagian
dari eritrosit karena adanya kelainan, seperti
presipitasi rantai globin di dalam sel.

Gambar 18. Tear drop cells


Ekinosit (echinocyte) adalah gambaran
eritrosit dengan pinggiran sel bergerigi tumpul
dan teratur dengan jumlah 10 – 30 spikula.
Kondisi ini dapat terjadi karena
ketidakseimbangan osmotik.

Gambar 19.Ekinosit
Akantosit merupakan gambaran eritrosit
dengan tonjolan seperti duri / spikula. Spikula
mempunyai panjang dan letak yang tidak
teratur. Kondisi ini dapat terjadi karena
kelainan metabolisme fosfolipid pada
membran eritrosit.

Gambar 20. Akantosit


Keratosit merupakan gambaran eritrosit
dengan sepasang spikula sehingga menyerupai
tanduk. Spikula ini terbentuk karena
penggabungan membran sel yang berlawanan
sehingga membentuk pseudovacuole dengan
sebagian membran sel yang rusak.

Gambar 21. Keratosit


Sel target / Target cells (leptosit) adalah
gambaran eritrosit yang mempunyai area
dengan warna yang lebih merah di bagian
tengahnya menyerupai sasaran. Kondisi ini
terjadi karena ketidakseimbangan rasio antara
membran sel dengan volume.

Gambar 22. Target cells


Stomatosit yaitu gambaran eritrosit dengan
zona lebih pucat di bagian tengah eritrosit yang
memanjang seperti celah mulut cangkir.
Kondisi ini terjadi karena membran sel tidak
dapat menjaga keseimbangan natrium dan
kalium.

Gambar 23. Stomatosit


Sel sabit (sickle cell) adalah bentuk eritrosit
panjang, tipis dan di bagian ujung terdapat
titik. Pada sediaan apus darah, eritrosit tampak
seperti huruf ”S”.

Gambar 24. Sel sabit


Sel helmet (helmet cell) merupakan gambaran
eritrosit yang menyerupai helm. Hal ini
dikarenakan sel kehilangan sebagian membran
pada saat terdesak melalui benang fibrin di
arteriola.

Gambar 25. Sel helmet

1.4 Kelainan terhadap ada tidaknya badan


inklusi di dalam sel eritrosit
Beberapa jenis inklusi dapat dilihat pada eritrosit
dengan pewarnaan Wright. Badan inklusi yang
dapat diamati meliputi parasit, seperti malaria, sisa
DNA atau RNA, agregat dari mitokondria, ribosom
dan partikel besi.
Howell-Jolly bodies adalah badan inklusi yang
mempunyai bentuk bulat, padat, berwarna biru
Gambar 26. Howell Jolly Bodies
gelap, berukuran 1-2 µm. Badan inklusi tersebut
merupakan pemecahan nukleus pada saat mitosis.
Basophilic stippling merupakan badan
inklusi yang berupa titik-titik biru yang
difus dalam eritrosit. Titik-titik tersebut
terdiri atas agregat ribosom, mitokondria.

Gambar 27. Basophilic stippling

Pappenheimer bodies (butiran siderotik)


merupakan badan inklusi yang berupa titik-
titik berwarna ungu. Butiran ini merupakan
partikel zat besi, agregat mitokondria dan
ribosom dalam eritrosit yang terlihat dengan
pewarnaan khusus yaitu biru prusia.

Gambar 28. Pappenheimer bodies

1.5. Kelainan susunan sel eritrosit


Rouleaux adalah susunan eritrosit yang
bertumpuk rapi membentuk susunan seperti
koin. Reaksi ini dapat meningkat ketika terjadi
peningkatan protein dengan berat molekul
besar di dalam plasma.
Gambar 29. Susunan eritrosit membentuk rouleaux
Autoaglutinasi merupakan kondisi eritrosit
yang menggumpal satu sama lain. Kondisi ini
disebabkan oleh adanya reaksi antibodi dengan
antigen di eritrosit.

Gambar 30. Autoaglutinasi


Eritrosit berinti merupakan eritrosit yang
belum matang. Hal tersebut ditandai dengan
adanya inti sel dan warna sel lebih biru dengan
ukuran yang sedikit lebih besar dari eritrosit
normal. Pada kondisi normal, jenis sel ini tidak
ada di darah tepi orang dewasa, melainkan sel
ini secara normal berada di peredaran darah
neonatus. Pada kondisi patologis tertentu atau
pemeriksaan darah dengan sampel dari
neonatus ditemukan eritrosit berinti, maka
harus dilakukan koreksi hitung sel lekosit. Gambar 31. Eritrosit berinti.
Contoh penghitungan koreksi hitung sel lekosit
:
Jika didapat jumlah sel lekosit 10.000 sel/μL
darah, hasil hitung jenis leukosit didapat tiap
100 sel leukosit ada 25 normoblas/eritrosit
berinti, maka jumlah sel lekosit yang
sebenarnya adalah :
25
10.000 −
100+25
𝑥 10.000 = 8.000 𝑠𝑒𝑙/

µ𝐿 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ

1. Sel lekosit
Penilaian lekosit di sediaan apus darah meliputi, perkiraan jumlah, kelainan morfologi sel
dan ada atau tidaknya sel muda. Jenis kelainan lekosit yang tampak pada sediaaan apus
darah yang diwarnai adalah kelainan sitoplasma dan inti sel.
2.1 Kelainan inti sel
Hipersegmentasi adalah gambaran lekosit jenis
netrofil segmen dengan jumlah inti netrofil
lebih dari 5-6 lobus.

Gambar 32. Hipersegmentasi


Hiposegmentasi (anomali Pelger Huet)
merupakan suatu kelainan pada granulosit.
Pada sebagian besar granulosit hanya
mempunyai satu inti seperti mielosit,
metamielosit dan batang. Kondisi ini dapat
disebabkan karena adanya mutasi pada gen
LBR yang mengkode reseptor lamin B.

Gambar. 33. Hiposegmentasi


Botryoid nukleus yaitu gambaran inti sel
lekosit netrofil yang mempunyai bentuk
menyerupai buah anggur dan membentuk
formasi bulat. Hal ini dikarenakan adanya
kontraksi mikrofilamen dari sentriol.

Gambar 34. Botryoid nukleus

2.2 Kelainan sitoplasma


Granulasitoksis merupakan suatu keadaan
ditemukannya granula kasar, berwarna biru
kehitaman pada sitoplasma netrofil. Hal ini
dikarenakan konsentrasi asam mucoid yang
cukup tinggi.

Gambar 35. Granulasitoksis


Vakuolisasi adalah adanya vakuol atau lubang
pada sitoplasma atau inti sel lekosit. Hal ini
terjadi karena penggabungan granula dan
vakuol fagosit dan hasil eksositosis dengan
lisosom.

Gambar 36. Vakuolisasi


Batang Auer / Auer Rods merupakan batang
kecil berwarna merah yang dapat ditemukan
pada sitoplasma monoblast atau mieloblast
pada kasus AML. Batang tersebut dibentuk
oleh penggabungan granula primer.

Gambar 37. Auer Rods


Limfosit plasma biru / Plasmacytocid
lymphocyte adalah limfosit yang
sitoplasmanya berwarna biru tua. Ditemukan
pada penderita demam berdarah Dengue,
influenza, hepatitis dan infeksi virus
Gambar 38. Limfosit plasma biru
sitomegalo.
Smudge cells merupakan lekosit yang rusak
pada saat pembuatan SAD. Ditemukan pada
Leukemia limfositik kronik yang berasal dari
limfosit yang rusak.

Gambar 39. Smudge cells


Badan Dohle / Dohle bodies merupakan
sitoplasma neutrofil mengandung massa biru
pucat yang besar dan bulat di bagian
perifer/tepi sitoplasma. Ukuran diameter 1-2
µm. Tda : Retikulo Endoplasma (RE) dgn
granul glikogen. Dijumpai pada infeksi,
intoksikasi dan luka bakar.
Gambar 40. Dohle bodies
2. Sel trombosit
Penilaian trombosit di sediaan apus darah meliputi jumlah dengan melibatkan perhitungan
eritrosit (cara fonio), penyebaran trombosit (agregasi atau membentuk formasi satelit),
ukuran dan morfologi.
3.1 Penyebaran trombosit
Satelitosis merupakan suatu kondisi trombosit
menempel pada membran lekosit, umumnya
pada netrofil. Hal ini dapat disebabkan karena
adanya faktor plasma (IgG / IgM).

Gambar 41. Satelitosis

3.2 Ukuran trombosit


Trombosit raksasa / Giant trombocyte. Ukuran
trombosit mendekati 7 um.

Gambar 42. Giant Trombocyte

Identitas sampel / sediaan apus darah :

Gambaran sediaan apus darah :


Diskusi :

• Faktor kesalahan yang dapat mempengaruhi interpretasi gambaran morfologi darah


tepi.
• Apakah gambaran darah tepi yang diperiksa sesuai dengan hasil pemeriksaan
pendukung lainnya?

Pembahasan :

Kesimpulan :

Daftar Pustaka

1. Bain BJ. Blood cells a practical guide. 4th ed. Australia: Blackwell publishing; 2006.

2. FKUI. Pemeriksaan laboratorium hematologi sederhana. Edisi ke-2. Jakarta: Balai


penerbit FKUI; 1996.
3. Bell A, Sallah S. The morphology of human blood cells. 7th ed. USA: Abbott; 2005.
Kiswari R. Hematologi & Transfusi. Ln: Carolina S, Astikawati R, editor. Jakarta:
Erlangga;

Anda mungkin juga menyukai