Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“ KEWAJIBAN BELAJAR ”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

HADIS TARBAWI

Disusun Oleh Kelompok I :

DEWI SELITA

NURHALIZA

Kelas : 5 B

Dosen Pengampu:

Dr. Sukmurdianto, S.Pd.I,MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH

SYEKH BURHANUDDIN

PARIAMAN
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah swt yang telah memberikan berkahnya
yang melimpah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kewajiban
Belajar’’. Atas dukungan moral dan materi dalam penyusunan makalah ini, maka kami
sebagai penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Dr. Sukmurdianto,
S.Pd.I,MA selaku dosen bidang studi.

Penyusun menyadari makalah ini belumlah sempurna. oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Harapan penyusun kiranya tugas ini bermanfaat bagi semua pihak pembaca.

Wassalamu’alaiku Warahmatullahi Wabarakatu

Pariaman, 30 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………………………………

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Wajib Belajar ………………………………………………………….

B. Kewajiban belajar dalam pesfektif Islam ………………………………………….

C. Hadits- hadits tentang kewajiban belajar…………………………………………..

D. Hadits tentang keutamaan menuntut Ilmu ………………………………………...

E. Definisi ilmu dan klasifikasinya……………………………………………………

F. Ayat Tentang Kewajiban dan Pentingnya Ilmu Pengetahuan dalam islam………..

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran ........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar atau menuntut ilmu merupakan hal yang sangat penting untuk mewujudkan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tanpa ilmu, manusia tidak dapat melakukan
segala hal. Untuk mencari nafkah perlu ilmu, beribadah perlu ilmu, bahkan makan dan
minumpun perlu ilmu. Dengan demikian belajar merupkan sebuah kemestian yang tidak
dapat ditolak apalagi terkait dengan kewajiban seorang sebagai hamba Allah swt. Jika
seorang tidak mengetahui kewajibannya sebagai hamba bagaimana bisa dia dapat
memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat.

Selanjutnya, amal menjadi ma`mum kepada ilmu. Tidak sah amal tanpa ilmu. Jadi
dalam makalah yang sederhana ini akan dibahas mengenai kewajiban menuntut ilmu atau
kewajiban belajar dari sudut pandang kajian hadis tematik. Oleh sebab itu dalam makalah
ini akan dijelaskan beberapa hadis tentang kewajiban menuntut ilmu. Ada 50 hadis yang
diriwayatkan dari Rasul saw terkait mengenai kewajiban menuntut ilmu. Namun, dalam
makalah ini akan dibahas bebera saja dari hadis tersebut karena pada dasarnya isi dan
pesannya sama.

Sebelum membahas mengenai kewajiban menuntut ilmu dalam hadis ini akan
dibahas pula mengenai pengertian wajib belajar setelah itu baru dibahas mengenai
kewajiban belajar sebagaimana tertuang dalam hadis-hadis Rasul saw. Untuk lebih
memperjelas topik ini dipaparkan selanjutnya mengenai definisi ilmu, klasifikasinya serta
keutamaannya. Dengan demikian jelaslah bagaimana kewajiban menuntut ilmu, apa itu
ilmu, pembagian ilmu dan keutamaan menuntut ilmu. Makalah ini dapat lebih memotivasi
untuk giat belajar dan mendalami ilmu terutama ilmu-ilmu agama.

Dewasa ini, semua bangsa-bangsa menyadari pentingnya ilmu. Sering didengar


slogan, “ilmu adalah kekuatan”. Juga diketahui bahwa bangsa yang maju adalah bangsa
yang menjunjung tinggi ilmu dan pengetahuan untuk dapat memajukan taraf hidupnya.
Bangsa yang mundur adalah bangsa yang mengabaikan ilmu dan meremehkan ilmuannya.
Di dalam sejarah, bagaimana Alexander The Great menguasai dunia dan mengukuhkan
hegemoninya dari Barat sampai ke Timur dengan mengandalkan tradisi keilmuan filsafat
Yunani dan menyebarkannya ke seluruh dunia. Begitu juga dengan bangsa-bangsa maju
lainnya. Dengan demikian makalah ini sangat penting untuk dikaji dan dibahas sehingga
dapat diketahui pentingnya ilmu dalam Islam dan keutamaan ilmu. Dengan harapan,
kiranya dapat menjadi motivasi dalam mempelajari dan mendalami ilmu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari wajib belajar?

2. Bagaimana kewajiban belajar dalam pesfektif islam?

3. Apa saja Hadits-hadits tentang kewajiban belajar?

4. Apa saja hadits keutamaan menuntut ilmu?

5. Apa Definisi ilmu dan klasifikasinya?

6. Apa ayat Kewajiban dan Pentingnya Ilmu Pengetahuan dalam islam?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wajib Belajar

Di dalam UUD 1945 Bab XIII Pasal 31 Ayat 1 disebutkan, ”setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan”. Mendapatkan pendidikan merupakan hak azasi
manusia dan menjadi hak dasar warga negara Indonesia. Namun kenyataannya banyak
penduduk Indonesia yang belum mendapatkan pendidikan disebabkan banyak hal, di
antaranya hidup di lingkungan yang terpencil. Hal ini berdampak pada kurangnya sumber
daya manusia untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan merata.

Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan hak pendidikan bagi


warga negaranya. Oleh sebab itu, program wajib belajar dilaksanakan sejak tahun 1984
(Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun) kemudian setelah 10 tahun diluncurkan
program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun sejak 1994, melalui Instruksi Presiden
Nomor 1 tahun 1994.

Wajib belajar merupakan program pendidikan nasional yang harus diikuti oleh
warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Wajib
belajar ini merupakan pendidikan minimal yang harus diikuti oleh setiap warga negara
Indonesia.

Adapun belajar ialah aktifitas yang dilakukan seseorang atau peserta didik secara
pribadi dan sepihak. Sedangkan pembelajaran itu melibatkan dua pihak, yaitu guru dan
peserta didik yang di dalamnya mengandung dua unsur sekaligus, yaitu mengajar dan
belajar (teaching and learning). Jadi perubahan istilah yang sebelumnya dikenal dengan
istilah proses belajar mengajar (PBM) atau kegiatan belajar mengajar (KBM).(Ismail
2008 7:9)

Berdasarkan hal di atas maka akan dijelaskan selanjutnya bagaimana pandangan


Islam mengenai kewajiban belajar sebagaimana yang tertuang dalam hadis-hadis Rasul
saw.

B. Kewajiban belajar dalam pesfektif Islam


Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan
hidup, baik didunia maupun akhirat. Sehubungan dengan itu, Allah mengajarkan kepada
Adam dan semua keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat
melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini, baik tugas khilafah maupun tugas ubudiah.
Oleh karena itu, Rasulullah menyuruh dan memotivasi umatnya agar menuntut ilmu
pengetahuan.

Perintah menuntut ilmu yang disampaikan Rasulullah Saw sejalan dengan perintah
Allah Swt. Dalam Alquran ditemukan ayat-ayat yang memerintahkan untuk menuntu
ilmu dan petunjuk-petunjuk dan urgensinya. Ayat-ayat yaitu surat Al Alaq ayat 1-5 dan
terjemahan:

َ ۚ َ‫اِ ْق َر ْأ بِاس ِْم َربِّكَ الَّ ِذيْ خَ ل‬


١-‫ق‬

ٍ ۚ َ‫ق ااْل ِ ْن َسانَ ِم ْن َعل‬


٢-‫ق‬ َ َ‫خَ ل‬

٣ - ‫اِ ْق َر ْأ َو َربُّكَ ااْل َ ْك َر ۙ ُم‬

٤ - ‫الَّ ِذيْ َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ۙ ِم‬

٥ – ‫َعلَّ َم ااْل ِ ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ۗ ْم‬

Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.1

Ayat ini dapat dijadikan sebagai alasan bahwa ilmu pengetahuan itu penting dalam
kehidupan manusa. Allah memeritahkan manusia agar membaca sebelum memerintahkan
dan melakukan pekerjan lain. Ayat ini juga menunjukkan karunia Allah Swt kepada
manusia, sebab dia dapat mememukan kemampuan belajar bahasa. Tambahan lagi,
manusia juga dapat mempelajari baca tulis, ilmu pengetahuan, keterampilan yang
beragam, petunjuk dan keimanan serta hal-hal yang tidak diketahui oleh manusia sebelum
diajarkan kepadanya.

Betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia tidak diragukan


lagi. Dalam melaksanakan pekerjaan dari yang sekeci-kecilnya sampai kepada yang

1
Al-Qur'an dan terjemahannya
sebesar-besaarnya, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan. Hal itu dimaksudkan agar
Adam mampu mengemban tugasnya sebagai khalifah.

Mengenai keutamaan mempelajari ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain,


dalam hal ini terdapat sebuah riwayat (atsar) berstatus marfu’dari Mu’adz bin Jabal ra.
Riwayata tersebut berbunyi, “pelajarilah ilmu sebab sesungguhnya mempelajari ilmu
karena Allah itu merupakan ungkapan rasa takut hamba kepada-Nya. Menuntut ilmu
adalah ibadah. Mengkajinnya adalah tasbih. Menelitinya adalah jihad. Mengajarkannya
adalah sedekah dan memberikannya kepada orang yang tepat merupakan amalyang dapat
mendekatkan diri hamba kepada Allah. Ilmu adalah penghibur hati di kala sendiri , teman
di kala sepi, petunjuk di kala suka maupun duka, pembantu saat dibutuhkan, pendamping
ketika tidak ada kawan, dan cahaya bagi jalan menuju surga-Nya.(Al-Ghazali 20008)

Dengan Ilmu Allah mengangkat derajat beberapa kaum.sehingga dalam hal


kebaikan, Allah menjadikan mereka sebagai pembimbing (yang dijadikan pedoman) juga
pelopor dalam hal kebaikan yang mana jejak mereka akan selalu diikuti dan yang
mendorong malaikat tertarik mengikuti sifat-sifat, sehingga berkenan untuk menaungi
mereka dengan sayap-sayapnya. Dengan ilmu seorang hamba dapat mencapai kedudukan
orang-orang yang berbakti dan derajat yang tinggi.

Ilmu adalah bekal untuk taat, menyembah, meng-ahadkan dan hanya takut kepada
Allah Ta’ala. Ilmu adalah alat untuk menyambung hubungan diantara keluarga. Ilmu
adalah imam dan amal sebagai makumnya. Orang-orang yang bahagia ialah mereka yang
diberikan ilmu dan orangorang yang celaka ialah mereka yang dihalangi dari
mencapainya.

Dari segi pemikiran keutamaan sangatlah jelas, sebab dengan ilmu seseorang bisa
sampai kepada Allah Ta’ala dan bisa pula berada disamping-Nya. Ilmu adalah
kebahagiaan yang tak lekang oleh waktu dan kenikmatan abadi yang tiada habisnya. Di
dalam ilmu terletak kebahagiaan dunia dan akhirat dan pada hakikatnya dunia itu ladang
akhirat.seorang yang berilmu, dengan ilmunya dia bisa menanam kebahagian yang kekal,
karena dengan ilmu yang dia miliki dia dapat mencotohkan akhlak mulia kepada sesama
manusia dan mengajak untuk melakukan amal-amal yang mendekatkan mereka kepada
Rabb semesta Alam.
C. Hadits- hadits tentang kewajiban belajar

‫عن ابن مسعود قال لي رسول هلال صلي هلال عليه وسلم تعلموالعلم وعلموه الناس‬

‫تعلموالفراءض وعلموه الناس فإني مرؤمقبوض والعلم سينتقص وتظهر الفتن حتى يختلف‬

‫الثن’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’ان في فريض’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’ة اليج’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’دان أحدآيفص’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’ل بينها‬


Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulllah Saw bersabda kepadaku, “Tuntutlah ilmu
pengetahuan dan ajarkanlah kepada orang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan
ajarkanlah kepada orang lain. Saya ini akan mati. Ilmu akan berkurang dan cobaan
akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara dua orang tentang
suatu kewajiban, mereka tidak menemukan seorang pun yang dapat menyelesaikannya.

‫عن حسين بن علي قال قال رسول هلال صلى هلال عليه وسلم طلب العلم فريضة على كل مسلم‬

itu wajib bagi setiap orang Islam”.

D. Hadits tentang keutamaan menuntut Ilmu

‫ عن أبي هريرة قال‬،‫ حدثنا أبو أسامة عن العمسي عن أبي صالح‬: ‫حدثنا محمود بن غيالن‬:

‫قال رسول هلال صلى هلال عليه وسلم ))من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل هلل له طريقا إلى‬

‫الجنة‬

‫ ه’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’ذا ح’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’ديث حسن‬:‫ق’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’ال أب’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’و عيس‬


Mahmud bin Ghailan menyampaikan kepada kami dari Abu Usamah, dari Al-‘Amasy,
dari abu Shalih, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda “siapa yang
menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, nisvaya Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju surga”

Abu Isa berkata “Hadits ini shahih”2

‫ عن الربيع بن‬, ‫ حدثنا خالد بن يزيد االتكي عن أبي جعفر الرازي‬: ‫حدثنا نصر بن علي‬

‫ قال رسول هلال صلي هلال عليه وسلم ))من خرج في طلب العلم‬:‫ عن انس بن مالك قال‬,‫أنس‬

‫((فهو في سبيل هلال حتى يرجع‬

2
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi,ensiklopedia Hadist Jami'At-Tirmidzi,jilid 6,No. Haditt 2646(Ttp:Almahira), Ttp,
h:876
‫ورواه بعضهم فلم يرفعه‬.‫ هذا حديث حسن غريب‬:‫قال ابوعيس‬

Nashr bin Ali menyampaikan kepada kami dari khalid bin Yazid al-Ataki, dari Abu
Ja’far ar-Razi, dari ar-Rabi’ bin Anas, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw
bersabda “siapa yang pergi mencari ilmu dia berada dalam jihad di jalan Allah sampai
dia pulang”

Abu Isa berkata: hadits ini hasan gharib, sebagian perawinya meriwayatkan dengan
tidak memarfu’kannya.3

E. Definisi ilmu dan klasifikasinya

Para ulama Islam menjelaskan defenisi ilmu di antaranya ilmu menurut Imam Râgib
dalam buku Mufardât Alquran: mengetahui sesuatu berdasarkan hakikatnya yang
sebenarnya. Ahli ilmu logika mengetakan bahwa ilmu adalah mengetahui zat atau hakikat
sesuatu atau yang dikenal dengan taşawwur. Kedua: menjustifikasi atas sesuatu dengan
keberadaan sesuatu atau menafikannya atau yang dikenal oleh ahli logika dengan istilah
taşdiq. ( al-Qarᶁawi, 1996: 71)

Dalam al-Quran kata `ilm dan kata jadiannya disebutkan kurang lebih mencapai 800
kali. Al-Qarᶁâwi dalam penelitiannya terhadap kitab AlMu`jam Al-Mufahras Li Al-
AfâᶎAl-Quran al-Karîm menjelaskan bahwa kata `ilm dalam al-Quran terdapat 80 kali,
sedangkan kata yang berkaitan dengan itu seperti kata `allama (mengajarkan) ya`lamu ( ia
mengetahui) `alim (tahu) dan seterusnya disebutkan beratus-ratus kali. ( Zainuddin, 2006:
42).

Sebagaimana imam Râgib membagi ilmu dari sisi lain ilmu dibagi menjadi dua
macam: teori dan praktis. Ilmu teoritis adalah ilmu yang menuntut lebih dari sekedar
mengetahuinya, jika ia mengetahuinya maka telah sempurnalah ilmunya. Seperti ilmu
mengenai berbagai yang ada di alam ini.

Ilmu praktis: adalah ilmu yang tidak sempurna kecuali jika diamalkan seperti
ibadah, akhlak dan seterusnya.

3
Ibid,No.Hadiat:2647
Ulama lain membagi ilmu menjadi dua: ilmu logika dan sam`i. ilmu logika adalah
ilmu yang diperoleh melalui logika dan percobaan. Ilmu sam`i: ilmu yang diperoleh
melalui kenabian dan wahyu. (Daudi, : 580)

Al-Manâwî dalam bukunya at-Taufiq bahwa ilmu adalah keyakinan yang mutlak
tetap yang sesuai dengan kenyataan. Dalam hal defenisi ilmu tidak ada perbedaan antara
Islam dan Barat bahwa ia merupakan kebenaran yang sesuai dengan realitas. Namun titik
perbedaannya mengenai sumber ilmu yang diakui.Dimana Barat hanya mengenai yang
berisifat empiris dan tidak mengakui wahyu.

Ilmu dalam agama Islam adalah pengetahuan akan kebenaran yang didasari atas
argument yang kuat dan dapat dipastikan (qaţ`i). Oleh sebab itu al-Quran adalah hujjah
yang qaţ`i begitu juga Hadis yang mutawâtir dan şahîh.Maka keduanya tergolong kepada
ilmu bahkan menjadi sumber dan ,neraca ilmu dalam agama Islam.Karena dalam Islam
kebenaran yang mutlak hanya bersumber dari Allah Swt. (Al-Qardhawi, 1997: 57).

Menurut imam al-Gazâli dalam bukunya Ihya `Ulŭmiddîn beliau menerangkan


secara khusus tentang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tatanan sosial
masyarakat. Ia mengklasifikasikan ilmu pengetahuan berdasarkan tiga kriteria, yaitu: (Al-
Ghazali, : 13-24).

1. Kasifikasi ilmu pengetahuan menurut tingkat kewajibannya

Berdasarkan tingkat kewajibannya ini imam al-Gazâli membagi kepada dua


kewajiban yaitu;

a. Ilmu pengetahuan yang farᶁu ain

Menurutnya ilmu pengetahuan yang termasuk dihukumi farᶁu ain ialah segala
macam ilmu pengetahuan yang dengan dapat digunakan untuk bertauhid
(pengabdian, peribadatan kepada Allah secara benar, untuk mengetahui Zat serta
Sifat-sifat-Nya.

b. Ilmu pengetahuan farᶁu kifâyah

Adapun yang termasuk farᶁu kifâyah menurutnya adalah setiap ilmu


pengetahuan yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakkan kesejahteraan
dunia. Al-Gazâli menyebutkan ilmu-ilmu yang termasuk farᶁu kifâyahadalah:
ilmu kedokteran, berhitung, ilmu bekam, politik dan lain sebagainya.

2. Klasifikasi ilmupengetahuan menutut sumbernya

Adapun klasifikasi ilmu pengetahuan menurut sumbernya. Al-Gazâli membagi


kepada dua sumber:

a. Sumber dari pengetahuan syari’ah

Ilmu ini adalah ilmu pengetahuan yang di peroleh dari para Nabi as. Bukan
dari penggunaan ilmu akal seperti berhitung atau dari eksperimen seperti ilmu
kedokteran atau dari pendengaran seperti ilmu bahas.

Kemudian dari pengetahuan syari’ah di klasifikasikan menjadi 4 bagian


yaitu;

1. Uşŭl yang terdiri dari, Alquran, as-Sunnah, Ijma’ dan Ăśâr sahabat.

2. Furŭ‟ yang terdiri dari ilmu fiqih, ilmu akhlak atau etika Islam.

3. Muqaddimah yakni ilmu yang merupakan alat seperti ilmu bahasa, dan nahu.

4. Mutammimah (penyempurnaan) yakni ilmu al-Qur’an hadits dan ilmu âśar


sahabat dan lainnya.

b. Pengetahuan gairi syari‟ah(`aqliyah)

Sumber-sumber primer dari pengetahuan gairu syari‟ah (`aqliah) adalah akal


pikiran, eksperimen dan akulturasi.Jadi, ilmu pengetahuan gairu syari‟ah yakni
sesuatu yang dapat diganti (dicari) dan tercapai oleh persepsi dan ilmu
pengetahuan ini ada yang terpuji, dan yang tercela dan ada yang mubah.

3. Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut fungsinya sosialnya.

Berdasarkan fungsi sosialnya, al-Gazâli membagi kepada 2 macam:

a. Ilmu pengetahuan yang terpuji, yakni pengetahuan yang bermanfaat dan tidak
dapat di kesampingkan. Contohnya ilmu kedokteran dan berhitung.
b. Ilmu pengetahuan yang terkutuk yaitu pengetahuan yang merugikan dan merusak
manusia. Contohnya ilmu magis (sihir), azimat-azimat (ţulasamat), ilmu tenung
(sya‟biżah) dan astrologi (talbisât).

F. Ayat Tentang Kewajiban dan Pentingnya Ilmu Pengetahuan dalam islam

1. Surat Taubah (9) ayat 122

‫’وا‬ َ ‫َو َما َكانَ ْال ُم ْؤ ِمنُوْ نَ لِيَ ْنفِرُوْ ا َك ۤافَّ ۗةً فَلَوْ اَل نَفَ َر ِم ْن ُك ِّل فِرْ قَ ٍة ِّم ْنهُ ْم‬
ْٓ ’‫ط ۤا ِٕٕىِ’فَةٌ لِّيَتَفَقَّهُ’’وْ ا فِى ال’ ِّدي ِْن َولِيُ ْن’ ِذرُوْ ا قَ’’وْ َمهُ ْم اِ َذا َر َج ُع‬
َ‫اِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُوْ ن‬

Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.4

Tafsir Ayat : Anjuran yang demikian gencar, pahala yang demikian besar bagi yang
berjihad, serta kecaman yang sebelumnya ditujukan kepada yang enggan, menjadikan
kaum beriman berduyun-duyun dan dengan penuh semangat maju ke medan juang. Ini
tidak pada tempatnya karena ada area perjuangan lain yang harus dipikul. Ulama yang
menyatakan bahwa ketika Rasul saw. tiba kembali di Madinah, beliau mengutus pasukan
yang terdiri dari beberapa orang ke beberapa daerah. Hal ini banyak sekali yang ingin
terlibat dalam pasukan kecil itu sehingga jika diperturutkan, tidak akan tinggal di
Madinah bersama Rasul kecuali beberapa gelintir orang saja. Maka dalam hal ini ayat ini
menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan menyatakan : Tidak sepatutnya
bagi orang-orang mukmin yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan
perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersedia lagi yang melaksanakan
tugas-tugas yang lain. Jika memang tidak ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum,
maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar, di antara mereka
beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguhsungguh memperdalam pengetahuan
tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk
orang lain dan juga untuk memberi peringataan kepada kaum mereka yang menjadikan
anggota pasukan yang ditugaskan oleh Rasul saw. itu apabila nanti setelah selesainya

4
Al-Qur'an dan terjemahannya
tugas, mereka, yakni anggota pasukan itu, telah kembali kepada mereka yang
memperdalam pengetahuan itu supaya mereka yang jauh dari Rasul saw. karena tugasnya
dapat berhati-hati dan menjaga diri mereka.5

Al-Qur’an telah memperingatkan manusia agar mencari ilmu pengetahuan,


sebagaimana dalam alQur’an surat at-Taubah ayat 122. Kata Liyatafaqqahu terambil dari
kata fiqh, yakni pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan
tersembunyi. Bukan sekedar pengetahuan.

Ayat diatas menjelaskan bahwa dalam situasi perangpun seorang muslim dapat
memperoleh ilmu, karena ilmu dapat kita di dapatkan dan kita ketahui dalam segala
keadaan. Sehingga orang yang pergi berperang akan mendapatkan pengetahuan yang
lebih yang nantinya dapat berbagi kepada sesamanya saat sudah kembali dari medan
perang. Sehingga ilmunya bukan untuk dirinya sendiri tapi dapat di tularkan kepada orang
lain yang nantinya juga akan berjuang di medan perang agar mereka ilmunya bertambah.

BAB III

5
Abudin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan. (Jakarta:2012), Hlm.187
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kiranya jelas bagi kita bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap
muslim dan muslimat. Meskipun hadis-hadis yang membicarakan mengenai hal ini lemah
namun karena banyaknya sanad yang meriwayatkannya maka hadis ini menjadi hasan
bahkan maknanya sahih. Ilmu yang wajib `ain dituntut terutama adalah ilmu-ilmu agama
kemudian ilmu-ilmu lainnya yang tidak bertentangan dengan agama dan membawa
maslahat bagi orang banyak maka fardhu kifayah menuntutnya.

Begitu banyak keutaman ilmu yang dijelaskan sebelumnya di antaranya; orang yang
berilmu adalah yang takut kepada Allah, orang yang berilmu adalah orang yang adil,
orang yang berilmu disamakan kesaksiannya dengan kesaksian Allah dan para
malaikatNya, orang yang berilmu memberikan sumbangsih yang besar dalam mentransfer
ilmu kepada generasi selanjutnya dan lain sebagainya.

B. Saran

Disadari banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini oleh sebab itu
penulis mengharapkan saran yang membangun untuk membenahinya. Semoga juga
makalah ini dapat memotivasi kita untuk lebih giat mendalami ilmu.

DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abudin. 2012. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

SM,Ismail,Strategi Pembelajaran Islam Berbasis PAIKEM, Semarang, Rasail Media Group,


2008

Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Cet ke 3, (Jakarta:Akbar Media), Tahun 2008

Al-Qarᶁâwi, Yusuf,Al-`Aqlu Wal `Ilmu Fil Quranil Karîm, Cairo, Maktabah AlWahbah,
1996

Al-Qarᶁâwi dalam M.Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, Jakarta, Lintas
Pustaka, 2006

Anda mungkin juga menyukai