Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Qada dan Qadar Menurut Muktazilah, Asy-Ariyah, dan Maturidiyah

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Tauhid Ilmu kalam

Disusun Oleh : Kelompok 13

Fitriani (1901048)

Dosen Pengampu:

M. Yusuf, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
SYEKH BURHANUDDIN
PARIAMAN
2020 M / 1441 H

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, karunia, serta hidayah Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Qada dan Qadar Menurut Muktazilah, Asy-
Ariyah, dan Maturidiyah Kami juga menyadari dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak M. Yusuf,
M.Si selaku Dosen mata kuliah Tauhid Ilmu Kalam yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Pariaman, Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..............................................................................................

Daftar Isi .......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................1


B.  Rumusan Masalah .....................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Apa pengertian dari Qadha dan Qadhar ..........................................2


B. Qada dan Qadar Menurut Muktazilah, Asy-Ariyah, dan Maturidiyah
..........................................................................................................4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 9
B. Saran................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah  bahwa


hakikat warna-warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah
ALLAH tuliskan (tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga
rahasianya dan tidak satupun makhluk ALLAH yang mengetahui isinya.

Semua kejadian yang telah terjadi adalah kehendak & kuasa


ALLAH Subhanahu wa Ta’ala. Begitu pula dengan bencana-bencana yang
akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah longsor,
banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa kita
adalah atas kehendak, hak, & kuasa ALLAH Subhanahu wa Ta’ala.

Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh


Allah Subhanahu wa Ta’ala, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata
frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang
telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Qadha dan Qadhar ?
2. Qada dan Qadar Menurut Muktazilah, Asy-Ariyah, dan Maturidiyah ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qadha dan Qadar

Qadha secara etimologi memiliki arti yang banyak. Dan semua


pengertian yang berkaitan dengan qadha kembali kepada makna
kesempurnaan  (An-Nihayat fii Ghariib al-Hadits, Ibnu al- Atsir 4/78).
Adapun qadar secara etimologi berasal dari kata qaddara-yuqaddiru-taqdiiran
yang berarti penentuan. Pengertian ini bisa kita lihat dalam ayat Allah berikut
ini.

        


      

Artinya : “Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh


di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya
kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa.
(Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang
bertanya.” (Fushshilat: 10)

Dari sudut terminologi, qadha adalah pengetahuan yang lampau,


yang telah ditetapkan oleh Allah pada zaman azali. Adapun qadar adalah
terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qadha). Ibnu Hajar
berkata, “Para ulama berpendapat bahwa qadha adalah hukum kulli (universal)
ijmali (secara global) pada zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-
bagian kecil dan perincian-perincian hukum tersebut.”(Fathul-Baari 11/477).
Ada juga dari kalangan ulama yang berpendapat sebaliknya, yaitu qadar
merupakan hukum kulli ijmali pada zaman azali, sedangkan qadha adalah
penciptaan yang terperinci.

2
Kata Qadha bermakna: sesuatu yang ditetapkan Allah pada mahluk-
Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan maupun perubahannya.

Sedangkan Qadar bermakna sesuatu yang telah ditentukan Allah


sejak zaman azali. Inilah perbedaan antara kedua istilah tersebut. Maka Qadar
ada lebih dahulu kemudian disusul dengan Qadha.

Kemudian yang dimaksud dengan iman kepada Qadar adalah  kita


mempercayai (sepenuhnya) bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu,
sebagaimana firman-Nya.

        


         


Artinya : “Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia


tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam
kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu,
dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-
rapinya”. (Al – Furqan : 2)

Kemudian ketetapan yang telah ditetapkan Allah selalu sesuai


dengan kebijakan-Nya dan tujuan mulia yang mengikutinya serta berbagai
akibat yang bermanfaat bagi hamba-Nya, baik untuk kehidupan (dunia)
maupun akhiratnya. 

B. Qada dan Qadar Menurut Muktazilah, Asy-Ariyah, dan Maturidiyah


1. Aliran Muktazilah (indeterminis)

Aliran Muktazilah membagi perbuatan manusia menjadi dua


bagian:

3
a. Perbuatan yang timbul dengan sendirinya,seperti gerakan refleksi dan
lain-n ini jelas bukan diadakan manusia atau terjadi  karena
kehendaknya.
b. Perbuatan-prbuatan bebas, di mana manusia biasa melakukan pilihan
antara mengerjakan dan tidak mengerjakan. Perbuatan semacam ini
lebih pantas dikatakan diciptakan (khalq) manusia dari pada dikatakan
diciptakan Tuhan, karena adanya alasan-alasan akal pikiran dan
syara’.1

Alasan – alasan akal pikiran :

a. Kalau perbuatan itu diciptakan oleh tuhan seluruhnya, sebagaimana


yang dikatakan aliran jabariyah, maka apa perlunya perintah pada
manusia ?
b. Pahala dan siksa tigdak ada artinya, karena manusia tidak dapat
mengerjakan baik atau yang timbul dari kehendaknya sendiri.

Alasan – alasan Syara’ :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada


pada suatu bangsa, sehingga mereka itu sndiri yang mengubah yang
ada pad dirinya.

           


           
   
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-
kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. ( Q.S. Ar –
Ra’du, 13:11 )

1
Syaikh Sholih Al Fauzan, 2006. Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqad. Penerbit Maktabah
Salsabiil . (Hal. 243 – 244).

4
        

Artinya : dan Barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar


dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula. ( Q.S.
Az – Zalzalah, 99:8 )

2. Aliran Asy’ariyah

Asy’ariyah membagi perbuatan manusia menjadi dua, yaitu


perbuatan yang timbul dengan sendirinyadan perbuatan yang timbul
karena kehendaknya. Dalam perbuatan macam kedua, manusia sanggup
mengerjakannya, suatu tanda bahwa ia mempunyai kekuasaan  yang dapat
dipergunakannya. Kekuasaan ini didahului denga kehendak. Dan dengan
kesanggupan inilah ia mendapatkan perbuatan. Mendapatkan pekerjaan
inilah yang dinamakan kasb.2

Bagaimana pengertian kasb yang sebenarnya ? Asy’riyah dan


pengikut – pengikutnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kasb
ialah “ Berbarengnya kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan ”.
Artinya apabila seseorang hendak mengadakan suatu perbuatan, maka
pada saat itu Tuhan juga mengdakan (menciptakan) kesanggupan
kesangguan manusia utuk mewujudkan perbuatan tersbut. Dengan
perbuatan inilah ia mendapatkan perbuatanya, tetapi tidak menciptaknnya.
Dengan kata lain, kekuasaan manusia bisa berpengaruh atas terwujudnya
perbuatan dengan syarat penggabungan kekuasaan Tuhan pada
kekuasaannya sebagai penolong. Meskipun manusia bisa mengerjakan
atau meninggalkan sesuatu perbuatan, Tuhanlah yang menciptakan
perbuatan tersebut, Pada akhirnya kekuasaan manusia tidak mempunyai
pengaruh sama sekali.

Akan tetapi pendapat Asy’ariyah tersebut tidak juga mengakhiri


persoalan Qada dan Qadar. Kelemahan pendapatnya ialah : “Sepintas lalu
2
Syaihk Hafidz bin Ahmad Hakami. 1424 H/2004 HR. Muslim, Ma’aarijul
Qobuul Penerbit Darul Kutub ‘Ilmiyah. (Hal. 503 – 509).

5
sudah jelas karena Asy’ariyah telah menetapkan adanya kekuasaan pada
manusia, sabagi syarat utama terwujudnya pekerjaan dan yang menjadi
dasar adanya pertanggungjawaban baginya. Akan tetapi bukankah
kekuasaan manusia tersebut Tuhan juga yang mengadakannya ? Kalau ada
sebilah pisau yang sanggup memotong, sebagai syarat enting
berlangsungnya pembunuhan, dipergunakan orang untuk membunuh,
apakah pisau itu yang harus bertanggungjawab atas pembunuhan tersebut,
ataukah orang yang mempergunakannya ?”.

Dengan demikian jelaslah bahwa pikiran Asy’ariyah dalam soal


qada dan qadar termasuk aliran jabariyah, bukan lagi sebagai aliran
ditengah – tengah antara jabariyah dan muktazilah. Dalam memperkuat
pendaptnya Asy’ariyah mmpergunakan ayat – ayat yang dipaki aliran
jabariyah sebelumnya. Seperti ayat – ayat :

         


           
  

Artinya : Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah


Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada
kamu dari langit dan bumi ? tidak ada Tuhan selain dia; Maka
Mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? (Q.S. Fatir,
35:3)

        

Artinya : Maka Apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang
tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?. Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran. (Q.S. An – Nahl, 16:17)

3. Maturidi

6
Awalnya maturidi menentang aliran muktazilah dan mengatakan
bahwa kekusaan manusia bisa digunakan untuk dua hal yang berlawanan,
seperti ketaatan dan manusia bebas menggunakan kekuasaannya tersebut.
Selama manusia dijadikan Tuhan maka perbuatan – perbuatannya juga
dijadikan Tuhan. Namun seiring berjalannya waktu maturidi sependapat
dengan aliran muktazilah tentang adanya kekuasaan manusia untuk dua hal
yang berlawanan, Dengan pendapatnya tersebut maturidi hendak
menguatkan prinsip yang dipegang oleh mktazilah yaitu pemberian taklif
dari Tuhan kepada manusia yang disesuiaka dengan kesanggupannya.3

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Qadha secara etimologi memiliki arti yang banyak. Dan semua


pengertian yang berkaitan dengan qadha kembali kepada makna
kesempurnaan  (An-Nihayat fii Ghariib al-Hadits, Ibnu al- Atsir 4/78).
Adapun qadar secara etimologi berasal dari kata qaddara-yuqaddiru-taqdiiran
yang berarti penentuan.

3
Dr. ‘Abdul Qodir as Shufi, 1428/2007, Al Mufiid fii Muhammaati at Tauhid. Penerbit
Daar Adwaus Salaf.( Hal 49 – 51).

7
Dari sudut terminologi, qadha adalah pengetahuan yang lampau,
yang telah ditetapkan oleh Allah pada zaman azali. Adapun qadar adalah
terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qadha).

Masalah qadha dan qadar menjadi ajang perselisian di kalangan


umat Islam, Umat Ialam dalam masalah qadar ini terpecah menjadi tiga
golongan. Pertama: mereka yang ekstrim dalam menetapkan qadar dan
menolak adanya kehendak dan kemampuan makhluk. Kedua: mereka yang
ekstrim dalam menetapkan kemampuan dan kehendak makhluk sehingga
mereka menolak bahwa apa yang diperbuat manusia adalah karena kehendak
dan keinginan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta diciptakan
olehNya. Ketiga : mereka yang beriman, sehingga diberi petunjuk eleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala untuk menemukan kebenaran yang telah
diperselisihkan.

B. Saran

Semoga kita termasuk orang-orang yang beriman kepada Qodho


dan Qodar  ALLAH Subhanahu wa Ta’ala serta mendapatkan perlindungan-
Nya dari adzab dan siksa-Nya. Aamiin….

DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Sholih Al Fauzan, 2006. Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqad. Penerbit


Maktabah Salsabiil . (Hal. 243 – 244).

Syaihk Hafidz bin Ahmad Hakami. 1424 H/2004 HR. Muslim, Ma’aarijul


Qobuul Penerbit Darul Kutub ‘Ilmiyah. (Hal. 503 – 509).

Dr.‘Abdul Qodir as Shufi, 1428/2007, Al Mufiid fii Muhammaati at


Tauhid. Penerbit Daar Adwaus Salaf.( Hal 49 – 51).

8
9

Anda mungkin juga menyukai