Anda di halaman 1dari 9

PENGERTIAN TARKIB HAL

(Makalah ini diajukan untuk memenuhi syarat tugas mata kuliah bahasa arab)
Dosen pengampu:DR.H.AHMAD ROJALI JAWAB.M.A

Disusun Oleh :

Najwa Kamelia 11210530000103


Farhan Adilah Fahrezi 11210530000096
M.Syarif Hidayatullah 11210530000120

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’la, yang atas
rahmat-Nya dan karunianya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wasallam yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah sejarah peradaban islam, dengan
judul: “PENGERTIAN TARKIB HAL” Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.

Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam mengerjakan pembuatan makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya waktu, pengalaman, pengetahuan, dan
kemampuan kami.

Demikian makalah ini kami hadirkan dengan segala kesungguhan dan kekurangan
kami. Oleh sebab itu kritik dan saran yang sifatnya membangun kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan
kepada pembacanya.

Ciputat, 7 November 2022

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………………………2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………………………….3

BAB II……………………………………………………………………………………………………………………………………………….4

ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………………………….4

1.1 PENGERTIAN TARKIB HAL………………………………………………...…………………………………………………...4


1.2 SYARAT-SYARAT HAL………………………………………………………………………….………………………………….6
1.3 MACAM-MACAM HAL…………………………………………………………….……….…………..………………………..9

BAB III……………………………………………………………………………………………………………………………………………12

PENUTUP……………………………………………………………………….………………………………………………………………12

2.1 KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………………………………12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………………………….13
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN TARKIB HAL.

ِ ِ
ْ ‫*م ْف ِه ُم يِف َحال َك َف ْرداً َأ ْذ َه‬
‫ب‬ ُ  ‫ب‬
ُ ‫ضلَةٌ ُمْنتَص‬
ْ َ‫ف ف‬
ٌ‫ص‬ْ ‫ال َو‬
ُ َ‫احْل‬
“Haal adalah washf (sifat) yang fadhlah (lebihan) lagi muntasabih (dinasabkan) dan
memberi keterangan keadaan seperi dalam contoh:  ُ‫ َفرْ داً َأ ْذ َهب‬ (aku akan pergi sendiri)”.
Dengan istilah lain:

‫ا‬%‫لٌّ ِمْن ُه َم‬%‫ك‬%َ ‫ل َومُسَّي‬%ِ %‫و ِع الْ ِف ْع‬%ْ %‫اع ِل َْأو امل ْفعُ ْو ِل بِِه ِحنْي َ ُو ُق‬
ِ ‫ال هو ِإسم مْنصوب يب هي ةَ اْل َف‬
‫اَحْلَ ُ ُ َ ْ ٌ َ ُ ْ ٌ َُ نْي ُ َ َْئ‬
.‫ب احلَ ِال‬ ِ
ُ ‫صاح‬
َ
“Haal adalah isim yang dibaca nasab, yang menerangkan perihal atau
perilaku  Fa’il atau Maf’ul bih ketika perbuatan itu terjadi, dan masing-masing fa’il dan
maf’ul bih tersebut dinamakan Shohibul Haal”.

 ·         Haal untuk menjelaskan Fa’il.
Contoh: ً ‫جا َء زَ ْي ٌد َرا ِكيْبا‬
َ  = zaid telah datang secara berkendaraan.Lafad ً ‫ َرا ِكيْبا‬ berkedudukaan
sebagai Haal dari lafazh ‫زَ ْي ٌد‬ yang menjelaskan keadaan Zaid waktu kedatanganya. Seperti
yang terdapat di dalam firman Allah Swt. Berikut: ‫ج ِم ْنهَا خَاِئفًا‬ َ َ‫ف‬ =  “Maka keluarlah Musa
َ ‫خر‬
dari kota itu”. (Al-Qashash: 21) . Lafad ‫خَاِئفًا‬ berkedudukan sebagai Haal fa’il
lafadz  ‫ج‬
َ ‫خر‬ 
َ yeng menjelaskan keadaan Musa waktu keluarnya.
 ·         Haal untuk menjelaskan Maf’ul bih
Contoh: ‫س[[[[[[[[[[[[[[ َّرجًا‬ َ ‫س ُم‬ َ ‫[[[[[[[[[[[[[[ر‬
َ َ‫ْت اَ ْلف‬
ُ ‫= َر ِكب‬ Aku berkendara dengan
berpelana. Lafadz [‫جا‬ ً ‫ ُم َس َّر‬berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan keadaan
kuda waktu digunakan angkutan diatasnya. Dan seperti yang terdapat didalam firman Allah
Swt. Berikut:  ‫س[وْ اًل‬ [َ ‫واَرْ َس ْلن‬ = 
ِ َّ‫َاك لِلن‬
ُ ‫اس َر‬ َ “kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap
manusia.” (An-Nisa: 79). Lafadz  ‫ َرسُوْ اًل‬menjadi haaldari maf’ul bih huruf kaf  yang terdapat
[َ ‫واَرْ َس ْلن‬.
pada lafadz  ‫َاك‬ َ
 ·         Haal untuk menjelaskan kedua-duanya (fa’il dan Maf’ul bih).
Contoh: ‫عبْ[[[[[ َد هَّللَا ِ َرا ِكبًا‬ ُ ِ‫لَق‬ = Aku
َ ‫يت‬ Bertemu Abdullah dengan berkendaraan. Yang
dimaksud dengan berkendaraan  itu bisa Aku atau Abdullah atau keduanya.
B.SYARAT-SYARAT HAL.

Ada beberapa syarat haal yang harus dipenuhi, diantaranya:

1.      Isim nakirah

Tidaklah terbentuk haal itu kecualiNakirah. Apabila ada haal dengan lafadz ma’rifat,


maka harus ditakwilkan dengan lafadz nakirah, seperti dalam contoh: ‫ت بِاهلل‬ ُ ‫اَ َم ْن‬   ‫( َوحْ َد ْه‬aku
beriman kepada Allah). Kalimah ‫ َوحْ َد ْه‬ adalah isim ma’rifah secara lafazh, tetapi ia ditakwil
oleh nakirah dengan perkiraan sebagai berikut: ً‫ردا‬ ِ َ‫ت بِاهلل ُم ْنف‬
ُ ‫اَ َم ْن‬.
Dalam hal ini Ibnu Malik mengungkapkan dalam Alfiyah-nya:

‫اجتَ ِه ْد‬ ِ ِ َ‫ف لَ ْفظاً ف‬


َ ‫ال ِإ ْن عُِّر‬
ْ ‫*َتْنكْيَرهُ َم ْعىًن َك َو ْح َد َك‬  ‫اعتَق ْد‬
ْ ُ َ‫َواحْل‬
“Haal jika ma’rifah secara lafazh maka yakinilah bahwa ia berbentu nakirah secara makna,
seperti conntoh: “wahdakajtahid” (lakukanlah ijtihad sendirian)”

Namun ulam’ bagdad dan Syaikh Yunus meyakini bahwa boleh membuat haal dari
َ ‫َجا َء َز ْي ٌد ال َرا ِكي‬
isim ma’rifah secara mutlak tanpa takwil, seperti contoh:‫ْب‬

2.      Sesudah kalimat yang sempurna

Tidaklah terbentuk haal itu kecuali harus sesudah sempurna kalamnya, yakni sesudah
jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan makna bahwa lafadz haal itu tidak termasuk salah
satu dari kedua bagian lafadz jumlah, tetapi tidak juga yang dimaksud bahwa keadaan kalam
itu cukup dari haal (tidak membutuhkan haal) dengan berlandasan firman Allah Swt.:  ‫ش‬ ِ ‫َواَل تَ ْم‬
ِ ْ‫فِ ْي اَألر‬ (dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi ini dengan sombong.  (Al-Isra’:
‫ض َم َرحًا‬
37). 

3.      Shahibul haal (pelaku haal) harus berupa ma’rifat.

Shahibul haal (pelaku haal) harus dalam bentuk ma’rifat, dan pada galibnya
(mayoritasnya) sekali-kali tidak dinakirahkan kecuali bila ada hal-hal yang
memperbolehkanya yaitu:

a.       Hendaknya haal mendahului nakirah.

Contoh:  ٌ‫(فِ ْيهَ[[[[[[ا قَاِئ ًم[[[[[[ا َرجُ[[[[[[ ل‬didalamnya terdapat seorang laki-laki sedang
berdiri).  lafadz ‫قَاِئ ًما‬ berkedudukan sebagai haal dari lafadz ٌ‫جل‬ ُ ‫ َر‬.
b.      Hendaknya nakirah ditakhshish oleh idhafah.

Contoh shahibul haal yang ditakhshish oleh idhafahialah seperti yang terdapat didalam


َ ‫فِ ْي اَرْ بَ َع ِة اَيَ ٍام‬ (dalam empat hari yang genap.(Fushsilat: 10).
firman Allah Swt. Berikut: ‫س َوا ًء‬
َ  berkedudkan sebagai haal dari lafadz  ‫اَرْ بَ َع ِة‬.
Lafadz  ‫س َوا ًء‬
c.       Hendaknya shahibul haal nakirah sesudah nafi.

Contoh shahibul haal  yang terletak sesudah nafi:

 ‫هلَ ْكنَا ِم ْن قَرْ يَ ٍة اِاَّل َ لَهَا ُم ْن ِذرُوْ َ[ن‬


ْ َ‫ َو َما ا‬ (dan kami tidak membinasakan sesuatu negri pun, melainkan
sesudah ada baginya orang-orang yang memberi pringatan. (As-Syu’ara: 208). Lafadz ‫لَهَا‬
َ‫ ُم ْن[[[[[[[[[ ِذرُوْ ن‬ adalah jumlah ismiyyah yang berkedudkan sebagai haal dari
lafadz  ‫قَرْ يَ[[ ٍة‬, Keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dianggap sah
karena ada huruf nafi yang mendahuluinya.

Demikian juga haal disyaratkan harus berupa mutanaqqil yang muystaq atau


bukanjamid. Ibnu Malik juga mengungkapkan dalam Alfiyah-nya:

ً‫س ُم ْستَ ِح ّقا‬ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫ن‬ ِ ‫ي ْغلِب‬  * ‫و َكونُه مْنتَ ِقالً م ْشَتقَّا‬
‫لك‬
َ ْ ْ ُ َ ُ ُُ ْ َ
“Keadaan haal ini dalam bentuk muntanqqil lagi musytaq adalah hal yang lumrah, tetapi hal
ini tidak pasti.”

Yang dimaksud muntanqqil lagi musytaq adalah bahwa hal ini bersifat mayoritas,


bukan bersifat lazim (tetap). Seperti dalam contoh: ً ‫جا َء َز ْي ٌد َرا ِكيْبا‬
َ  = zaid telah datang secara
berkendaraan. Lafadz ً ‫را ِكيْبا‬ 
َ adalah sifat yang mutanaqqil karena sifat ini dapat lepas dari
Zaid.

Namun, kadang haal itu dibentuk dari isim jamid yang ditakwil dengan sifat muystaq


dalam tiga keadaan:

a.       Menunjukkan makna taysbih (penyerupaan), seperti: ‫س [ ًدا‬ َ ‫ي َأ‬


ٌ ِ‫ َك[ َّر َعل‬ (Ali menyerang dengan
َ ‫ ُش َجاعَا َكا اَأل‬ :
berani seperti macan). Takwilanya‫س ِد‬

َ ‫بِ ْعتُ[[كَ ْالفَ [ َر‬ (aku telah menjual


b.      Menunjukkan makna  mufa’alah (interaksi), seperti: ‫س يَ [دًا بِيَ [ ٍد‬
kuda secara kontan). Takwilanya: ‫ْن‬ َ ِ‫ُمتَقَاب‬
ِ ‫ضي‬
c.       Menunjukkan makna tartib, seperti:  ‫جاًل‬ ُ ‫ َد َخ َل القَوْ ُم َر ُجاًل َر‬ (kaum itu telah masuk secara tertib
ِ ‫ ُمت ََرتِّبَي‬.
satu persatu). Takwilanya: ‫ْن‬
C.MACAM-MACAM HAL.

a.       Haal berupa isim mufrad.


Haal mufrod yaitu isim mansub yang disebutkan untuk menjelaskan keadaan fi’il atau maful
bih. Contoh: ‫ج[[[[ ا َء زَ يْ[[[[ ٌد َرا ِكبًا‬ 
َ (Telah datang zaid dalam keadaan berkendaraan).
lafadz  ‫ َرا ِكبًا‬adalah isim mufrad.
b.      Haal berupa jumlah ismiyah.
Contoh:  ٌ‫ضيْفُ غَاِئب‬ِ ‫ف َوال ُم‬ [ُ ْ‫ضيُو‬
ُ ‫ض َر ال‬
َ ‫ح‬ 
َ (para tamu datang, sedang tuan rumahnya tidak ada).
Lafadz   ٌ‫ض[[[يْفُ غَ[[[اِئب‬
ِ ‫ال ُم‬ adalah jumlah ismiyah yang berkedudukan sebagai haal dari
lafadz  ُ‫ضيُوْ ف‬
ُ ‫ال‬.

c.       Haal berupa jumlah fi’liyah.


Contoh: ‫جنُ[[[[وْ ُد‬ َ ‫ َذه‬  (penjahat itu pergi, ketika ia dijaga oleh
ُ ‫َب ال َج[[[[انِي تَحْ ر‬
ُ ‫ُس[[[[هُ ال‬
tentara). Lafadz  ‫جنُوْ ُد‬ ُ ‫تَحْ ُر ُسهُ ال‬ adalah jumlah fi’liyah yang berkedudukan sebagai haal dari
lafadz ‫جانِي‬َ ‫ال‬.
d.      Haal berupa zharaf.
Contoh:   ‫ب‬ ِ ‫الس[[[[[[[[[[ َحا‬ ُ ‫( َرَأي‬aku
َّ َ‫ْت ال ِهاَل َل بَ ْين‬ telah melihat bulan diantara
bulan). Lafadz  َ‫بَ ْين‬  adalah zharaf yang berkedudukan sebagai haaldari lafadz ‫ال ِهاَل َل‬.
e.       Haal berupa jar dan majrur.
Contoh: ‫ر ِه‬ ِ ‫ْت الثَّ َم َر َعلَي َش َج‬
ُ ‫بِع‬  (saya menjual buah yang masih ada di pohonya). Lafadz ‫َعلَي‬
‫ َش َج ِر ِه‬ adalah jar dan majrur yang berkedudukan sebagai haal dari lafadz ‫الثَّ َم َر‬
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dapat disimpulkan,dari penjelasan diatas sebagaiberikut:


1.      Haal ialah isim mansub yang menerangkan prihal atau perilaku fa’il atau maf’ul bih yang
masih samar.
2.      Shahibul haal adalah terdiri dari tarkib fa’il dan tarkib maf’ul bih.
3.      Syarat-syarat tarkib haal, yaitu:
a.       Harus dengan isim nakirah, tidak boleh isim ma’rifat.
b.      Harus sesudah kalam yang sempurna
c.       Shahibul haal harus terdiri dari isim ma’rifat.
4.      Macam-macam haal, yaitu:
a.       Haal berupa isim mufrad.
b.      Haal berupa jumlah ismiyyah.
c.       Haal berupa jumlah fi’liyah
d.      Haal berupa zharaf.
e.       Haal berupa jar dan majrur.
5.   Jika haal itu berupa jumlah, maka harus ada penghubung yang menyambungkan dengan
shahibul haal, dan dia itu adakalanya berupa wawu saja atau berupa dlamir saja atau kedua-
keduanya.

Demikialah makalah yang kami susun, kurang lebihnya kami minta maaf, kami merasa
bahwa di dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, bahkan masih jauh dari
sempurna, maka kami pemakalah berharap kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat
untuk para pemakalah begitu pula bagi teman-teman agar mewujudkan makalah yang lebih
baik dan sempurna. Besar harapan kami semoga makalah yang singkat ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan pemakalah sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Bahaud Din Abdullah ibnu ‘Aqil, Terj. Alfiyah Syarah Ibnu ‘Aqil Jilid 1, Bandung: Sinar Baru

Algennsido, 2009

Djawahir Djuha, Tata Bahasa Arab Ilmu Nahwu, Bandung: : Sinar Baru Algennsido, 1995

Syekh Syamsuddin Muhammad Araa’ini, Ilmu Nahwu, Bandung: Sinar Baru Algennsido, 2010

Iman Saiful Mu’minin, Kamus Ilmu Nahwu dan Shraf, Jakarta: Sinar Grafik Offset, 2008

Anda mungkin juga menyukai