PAPER
Oleh :
HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang........................................................................... 3
I. 2. Topik Bahasan............................................................................ 3
I. 3. Tujuan......................................................................................... 4
II. PEMBAHASAN
II. 1. Sejarah perkembangan psikologi Agama.................................. 5
II. 2.Hubungan psikologi agama dengan tasawuf.............................. 8
DAFTAR PUSTAKA
2
I
PENDAHULUAN
3
I.3. Tujuan
c. Untuk mengetahui Sejarah perkembangan Psikologi Agama
d. Untuk mengetahui keterkaitannya psikologi dengan tasawuf
4
II
PEMBAHASAN
5
Religion: An Empirical Study of Growth of Religion Consciousness karya E.D.
Starbuck diterbitkan tahun 1899, dinilai sebagai buku yang memang khusus
membahas masalah yang menyangkut psikologi agama. Setahun kemudian
(1900), William James (1985: 5), menerbitkan buku The Varieties of Religious
Experiencies. Buku yang berisi pengalaman keagamaan berbagai tokoh ini
kemudian dianggap sebagai buku yang menjadi perintis awal dari kelahiran
psikologi agama menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri.
Psikologi agama diakui sebagai disiplin ilmu, cabang dari psikologi,
seperti ilmu-ilmu cabang psikologi yang lainnya. Sebaliknya di dunia Timur,
khususnya di wilayah-wilayah kekuasaan Islam, tulisan-tulisan yang memuat
kajian tentang hal serupa belum sempat dimasukkan. Padahal, tulisan Muhammad
Ishaq ibn Yasardi abad ke-7 M, berjudul Al-Siyar wa al-Maghazi memuat
beberapa fragmen dari biografi Nabi Muhammad SAW, (Ensiklopedi Islam, 1992:
361), ataupun risalah Hayy ibnu Yaqzan fi asrar al-hikmat al-Masyrigyyat yang
ditulis oleh Abu Bakar Muhammad ibn Abd al-Malik ibn Tufail (1106-1188 M).
Jugamemuat masalah yang erat kaitannya dengan materi psikologi agama.
Ghazali (1059-1111 M) berjudul Ihya’‘Ulum al-Din, dan juga bukunya al-
Munqidz min al-Dhalal (penyelamat dari kesesatan) sebenarnya, kaya akan
muatan permasalahan yang berkaitan dengan materi kajian psikologi agama.
Diperkirakan masih banyak tulisan-tulisan ilmuwan Muslim yang berisi kajian
mengenai permasalahan serupa, namun sayangnya karya-karya tersebut tidak
dikembangkan menjadi disiplin ilmu tersendiri, yaitu psikologi agama seperti
halnya yang dilakukan oleh kalangan ilmuwan Barat. Ada beberapa alasan yang
barangkali dapat dijadikan penyebab.
Pertama, sejak masa kemunduran negara-negara Islam, perhatian para
ilmuwan terhadap kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan mulai menurun,
karena bagaimanapun pengembangan ini memerlukan biaya yang cukup banyak.
Seiring dengan kemunduran Islam di bidang politik, negaranegara Barat mulai
berkembang menjadi negara-negara modern. Dengan demikian, negara-negara
Islam yang berhadapan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan penjajahan Barat
disibukkan oleh permasalahan politik.
6
Kedua, sejak penyerangan bangsa Mongol ke pusat peradaban Islam
(Baghdad) dan kekalahan Islam di Andalusia, menjadi pemusnahan karya para
ilmuwan Muslim. Ketiga, sikap kurang terpuji dan para ilmuwan Barat sendiri
(terutama setelah zaman kemunduran Islam) yang umumnya kurang menghargai
karyakarya ilmuwan Muslim. Seperti tulisan Nurcholish Madjid (1984: 55), umat
Islam yang telah dikalahkan oleh bangsabangsa Eropa (Barat) adalah umat yang
dikagumi dan ditakuti, namun juga dibenci. Sikap seperti itu tampaknya juga
menjadi sikap para ilmuwan Barat terhadap karya-karya para ilmuwan Muslim.
Keempat, karya-karya ilmuwan Muslim di zaman klasik umumnya, ditulis
oleh para ilmuwan yang di zamannya dikenal dengan sebutan yang berkonotasi
keagamaan seperti mufassirin (ahli tafsir), muhaddisin (ahli hadits), fuqaha (ahli
fiqh), ataupun ahlul hikmah (filosof). Karya-karya mereka diidentikkan
denganilmu-ilmu yang murni agama (Islam) atau filsafat.
Buku-buku Zakiah Daradjat tersebut, hingga kini telah dilakukan beberapa
kali cetak ulang dan dijadikan buku pegangan di lingkungan Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) di Indonesia. Sebagai karya yang memuat
berbagai teori tentang kesehatan mental, tahun 1986, Hasan Langgulung juga
menulis buku Teori-teori Kesehatan Mental yang juga ikut memperkaya khazanah
bagi pengembangan psikologi agama di tanah air. Di dalam buku ini, termuat
pemikiran para ilmuwan Muslim zaman klasik tentang kesehatan mental menurut
pendekatan agama (Islam).
Sejak menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, perkembangan psikologi
agama dinilai cukup pesat, dibandingkan usianya yang masih tergolong muda. Hal
ini antara lain disebabkan, selain bidang kajian psikologi agama menyangkut
kehidupan manusia secara pribadi, maupun kelompok, bidang kajiannya juga
mencakup permasalahan yang menyangkut perkembangan usia manusia. Selain
itu, sesuai dengan bidang cakupannya, ternyata psikologi agama termasuk ilmu
terapan yang banyak manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan psikologi agama yang cukup pesat ini antara lain ditandai
dengan diterbitkannya berbagai karya tulis, baik berupa buku maupun artikel dan
jurnal yang memuat kajian tentang bagaimana peran agama dalam kehidupan
7
manusia. Dengan demikian, psikologi agama kini telah memasuki berbagai bidang
kehidupan manusia, sejak dari rumah tangga, sekolah, institusi keagamaan, dan
bahkan hingga ke lembaga kemasyarakatan. Tampaknya, para ilmuwan dan
agamawan, yang semula berselisih pendapat mengenai psikologi agama, kini
seakan menyatu dalam kesepakatan yang tak tertulis, bahwa dalamkehidupan
modern ini, peranan agama menjadi kian penting. Dan pendekatan psikologi
agama dapat digunakan dalammemecahkan berbagai problema kehidupan yang
dihadapi manusia sebagai makhluk yang memiliki nilai-nilai peradaban dan
moral.
8
sebagai muslim. Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat
antara spiritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental,
kajian tasawuf tidak dapat terlepas dari kajian tentang kejiwaan manusia itu
sendiri.
Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan
badan. Tujuan yang dikendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan
dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antar keduanya. Pembahasan tentang
jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana hubungan
prilaku yang diperaktekan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya
sehingga perbuatan itu terjadi, dari sini terlihatlah perbuatan itu berakhlak baik
atau sebaliknya.
(Tebba, 2003), Ditekankanya unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidak
berarti mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga penting karena rohani
sangat memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya dalam beribadah
kepada Allah. Seorang tidak mungkin sampai kepada Allah dan beramal dengan
baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat
merupakan jalan kepada kehidupan rohani yang baik. Pandangan mengenai jiwa
berhubungan erat dengan ilmu kesehatan mental yang merupakan bagian dari ilmu
jiwa (psikologi).
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu merasakan
kebahagiaan dalam hidup, dan pada mereka akan timbul perasaan tenang hatinya.
Namun, bagi orang yang kurang sehat mentalnya hatinya tidak tenang sehingga
menjauh dari Tuhannya. Ketidaktenangan itu menjelma menjadi prilaku yang
tidak baik dan menyeleweng dari norma-norma yang ada.
Harus diakui, jiwa manusia seringkali sakit, ia tidak akan sehat sempurna
tanpa melakukan perjalanan menuju Allah. Bagi orang yang dekat dengan
Tuhannya, kepribadiannya tampak tenang dan prilakunya pun terpuji. Pola
kedekatan manusia dengan Tuhannya inilah yang menjadi garapan dalam tasawuf,
dari sinilah tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dan ilmu jiwa.
9
DAFTAR PUSTAKA
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, cet. XIII, 1991)
Walter Houston Clark, The Psychology of Religion, (New York: The Mac
Yahya Jaya, Paranan Taubat dan Maaf dalam Kesehatan Mental, (Jakarta:
Budhy Munawar Rahman, Arah Baru dalam Psikologi, dalam jurnal Ulumul
10