Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“TAFSIR AYAT ALQUR’AN TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR-


MENGAJAR”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi

Dosen pengampu: Solikin,M.Pd.I

OLEH KELOMPOK 1

Nama : 1. Rukhaya Kholifatul Nikmah

2. Agustin Nur Fadhila

INSTITUT AGAMA ISLAM ( IAI ) KHOZINATUL ULUM


BLORA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul“Tafsir Ayat Alqur’an Tentang Kewajiban Belajar-Mengajar”.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan


dalam mata kuliah Tafsir Tarbawi di IAI Khozinatul Ulum Blora .

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima


kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.

Blora, 21 September 2023

PENULIS
DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar Dan Mengajar


B. Ayat-ayat Al-Quran yang mengandung tentang kewajiban belajar
mengajar dan penafsiran ayat tersebut oleh para ulama;
1. Q.S. Al-alaq ayat 1-5,
2. Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20,
3. Q.S At-taubah ayat 122

C. Implementasi konsep belajar dalam proses pembelajaran di kelas

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan peradaban manusia dewasa ini tak bisa dilepaskan dari


kemajuan ilmu pengetahuan yang menjadi warisan terbesar dari proses
pendidikan yang terjadi. Proses pendidikan itu dapat dikatakan
berlangsung dalam semua lingkungan pengalaman hidup manusia mulai
dari lingkup terkecil seperti keluarga, sekolah sampai kepada masyarakat
luas. Hal ini berlangsung dalam semua tahapan perkembangan seseorang
sepanjang hayatnya yang dikenal dengan istilah longlife education.

Dalam Islam pendidikan tidak dilaksanakan hanya dalam batasan


waktu tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (min al-
mahd ila> al-lahd). Islam juga memotivasi pemeluknya untuk selalu
membaca, menelaah dan meneliti segala sesuatu yang menjadi fenomena
dan gejala yang terjadi di jagad alam raya ini dalam rangka meningkatkan
kualitas keilmuan dan pengetahuan yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Dalam pandangan Islam
tua atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi yang
sama dalam menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang
terkait urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam, melainkan
pengetahuan yang terkait dengan urusan duniawi juga. Karena manusia
dapat mencapai kebahagiaan hari kelak dengan melalui jalan kehidupan
dunia ini.

Berbicara tentang pendidikan tidak bisa dilepaskan dari pembahasan


tentang kegiatan belajar mengajar yang merupakan bagian tak terpisahkan
dari dunia pendidikan itu sendiri. Belajar mengajar memiliki peran yang
sangat penting karena tanpa itu proses transformasi dan aktualisasi
pengetahuan moderen sulit untuk diwujudkan. Maka pada kesempatan ini
penulis akan membahas tentang kewajiban belajar mengajar dalam Q.S. Al-
alaq ayat 1-5, Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20, Q.S At-taubah ayat 122, Q.S Ali-
Imran ayat 191 Dan Q.S Al-Ankabut ayat 19-20.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Belajar Dan mengajar
2. Ayat-ayat Al-Quran yang mengandung tentang kewajiban belajar
mengajar Dan penafsiran ayat tersebut oleh para ulama
3. Implementasi konsep belajar dalam proses pembelajaran di kelas

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Pengertian Belajar Dan mengajar
2. Untuk mengetahui ayat-ayat Al-Quran yang mengandung tentang
kewajiban belajar mengajar Dan penafsiran ayat tersebut oleh para
ulama
3. Untuk mengetahui Implementasi konsep belajar dalam proses
pembelajaran di kelas
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar Mengajar

Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk belajar, karena “belajar”


telah dimulainya bahkan sebelum berbentuk sebagai manusia yaitu ketika
masih berbentuk spermatozoa yang belajar berusaha untuk
mempertahankan eksistensinya ditengah 200-600 juta spermatozoa
lainnya yang berjuang untuk survive menembus ovum untuk kemudian
menjadi cikal bakal manusia yang mendiami rahim. Banyak diantaranya
yang gugur ditengah jalan dan uniknya hanya satu atau dua sperma yang
berhasil finish mencapai ovum dan terjadi konsepsi, sementara yang lain
mati dan menjadi nutrisi bagi ovum yang telah dibuahi.

Secara sederhana, belajar berarti berusaha mengetahui sesuatu,


berusaha memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian,
keterampilan).Belajar adalah sesuatu yang menarik karena sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial manusia selalu berusaha mengetahui
sesuatu yang berada dalam lingkungannya untuk menunjukkan eksistensi
kemanusiaannya. Sedangkan mengajar adalah memberikan serta
menjelaskan kepada orang tentang suatu ilmu; memberi pelajaran. Dari
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar mengajar
merupakan suatu aktifitas yang dikerjakan dalam rangka memperoleh ilmu
pengetahuan, sedangkan dalam proses itu sendiri ada sipelajar yang
menerima ilmu dan ada guru yang memberikan pelajaran. Maka berbicara
tentang belajar mengajar, tidak bisa dilepaskan dari ilmu pengetahuan itu
sendiri sebagai objek dari kegiatan ini.

Sejak awal kehadirannya, islam telah memberikan perhatian yang


amat besar terhadap kegiatan belajar dalam arti yang seluas-luasnya. Hal
ini antara lain dapat dilihat pada apa yang ditegaskan dalam al-Qur’an, dan
pada yang secara empiris dapat dilihat dalam sejarah. Yang dimakud
dengan belajar mengajar (pendidikan) dalam arti yang seluas-luasnya disini
adalah pendidikan yang bukan hanya berarti formal seperti disekolah,
tetapi juga yang informal dan nonformal. Yaitu pendidikan dan pengajaran
yang dilakukan oleh siapa saja yang memiliki ilmu pengetahuan dan
keahlian, kepada siapa saja yang membutuhkan, dimana saja mereka
berada, menggunakan sarana apa saja, dengan cara-cara apa saja, sepanjang
hayat manusia itu.

B. Ayat-ayat Al-Quran yang mengandung tentang kewajiban belajar


mengajar dan penafsiran ayat tersebut oleh para ulama

1. Q.S. Al-alaq ayat 1-5,

‫َخ َلَق ٱَّلِذى َر ِّب َك ٱْس ٱْق َر ْأ‬


‫ِب ِم‬
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,

‫َع َلٍق ِم ْن ٱِإْل نَٰس َن َخ َلَق‬


Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
‫ٱَأْلْك َر ُم َو َر ُّبَك ٱْقَر ْأ‬

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,

‫ِبٱْلَقَلِم َع َّلَم ٱَّلِذ ى‬


Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,

‫َيْع َلْم َلْم َم ا ٱِإْل نَٰس َن َع َّلَم‬


Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dalam ayat ini kata iqra’ dapat berarti membaca atau mengkaji. Sebagai
aktivitas intelektual dalam arti yang luas, guna memperoleh berbagai
pemikiran dan pemahaman, tetapi segala pemikiran itu tidak boleh lepas
dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika.

Menurut Quraish Shihab,kata iqra’ terambil dari akar kata yang berarti
menghimpun, yang mana melahirkan makna lain seperti, menyampaikan,
menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik
teks yang tertulis maupun yang tidak. Wahyu pertama ini tidak
menjelaskan hal spesifik tentang apa yang harus dibaca, karena Al-Qur’an
menghendaki ummatnya membaca apa saja selama bacaan itu bismi
Rabbik, dalam artian bermanfaat bagi manusia.
Sementara kata al-qalam adalah simbol transformasi ilmu pengetahuan
dan teknologi, nilai dan keterampilan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Kata ini merupakan simbol abadi sejak manusia mengenal baca-
tulis hingga dewasa ini. Proses transfer budaya dan peradaban tidak akan
terjadi tanpa peran penting tradisi tulis–menulis yang dilambangkan
dengan al-qalam.

Selanjutnya, dapat diketahui pula bahwa ada dua cara perolehan


dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena sebagaimana
yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia
tanpa pena yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar
dengan alat atau atas dasar usaha manusia dan cara kedua adalah mengajar
tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Meskipun berbeda namun keduanya
bersumber dari satu sumber yaitu Allah SWT.

Wahyu pertama ini dimulai dengan kata ( ‫ = إقرأ‬membaca) yaitu


bentuk kata perintah atau ‫ فعل األمر‬yang merupakan perubahan dari kata
bentuk mudhari’ yang dibentuk dengan mengganti awalan katanya dengan
huruf alif.Menurut kaidah ushul al-fiqh,bahwa kata-kata dalam al-qur’an
yang dimulai dari kata perintah adalah merupakan kewajiban dari perintah
iu sendiri, al-ashl fi> al-amr lil wuju>b. Dari sini dapat dipahami bahwa
perintah belajar (membaca) merupakan sebuah kewajiban bagi ummat
islam.

Membaca (belajar) menjadi penting dan wajib karena dengan begitu


manusia dapat mengetahui hal-hal baru yang dapat memudahkannya dalam
menjalani kehidupannya. Masih menurut Nata,membaca ayat-ayat Allah
yang ada dalam al-Qur’an dapat menghasilkan ilmu-ilmu agama seperti
Fiqih, Tauhid, Akhlak dan sebagainya. Sedangkan membaca yang ada
dijagat raya dapat menghasilkan ilmu sains seperti fisika, biologi, kimia dan
sebagainya. Selanjutnya dengan membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam
diri manusia dari segi fisiknya menghasilkan sains seperti ilmu kedokteran
dan ilmu raga, sedangkan dari tingkah lakunya dapat menghasilkan ilmu
ekonomi, politik, sosiologi, antropologi dan lain sebagainya.

Dengan demikian, karena objek ontologi seluruh ilmu tersebut adalah


ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya ilmu itu pada hakekatnya adalah milik
Allah dan harus diabdikan untuk Allah. Manusia hanya menemukan dan
memanfaatkan ilmu-ilmu itu. Maka pemanfaatannya harus ditujukan untuk
mengenal, mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah SWT.
2. Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20,

‫ُخ ِلَقْت َك ْيَف اِإْلِبِل ِإَلى َينُظُروَن َأَفاَل‬


Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia
diciptakan?

‫ُر ِفَع ْت َك ْيَف الَّس َم اِء َو ِإَلى‬


Dan kepada langit, bagaimana ia ditinggikan?

‫ُنِص َبْت َك ْيَف اْلِج َباِل َو ِإَلى‬


Dan kepada gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?

‫ُس ِط َح ْت َك ْيَف اَأْلْر ِض ِإَلى َو‬


Dan kepada bumi bagaimana ia dihamparkan?

Al-Maraghi mengatakan bahwa pada ayat 17 dipaparkan dalam


bentuk istifham (bertanya) yang mengandung pengertian sanggahan
terhadap keyakinan kaum kuffar dan sekaligus merupakan celaan atas
sikap keingkaran mereka kepada hari kebangkitan.

Sesungguhnya jika mereka yang ingkar dan ragu mau menggunakan


akalnya untuk memikirkan bagaimana perihal penciptaan unta, bagaimana
langit ditinggikan, bagaimana gunung ditegakkan, dan bagaimana bumi
dihamparkan, niscaya mereka akan mengetahui bahwa semuanya
diciptakan dan dipelihara oleh Allah. Kemudian Allah mengatur dan
memelihara makhluknya dengan patokan yang serba rapi dan bijaksana.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada para


hambanya untuk memperhatikan kepada makhluk-makhluknya yang
menunjukkan kepada kekuasaan dan keagungan-Nya, “apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan?” Unta dikemukakan karena
dia merupakan ciptaan yang menakjubkan, susunan tubuhnya sungguh
memikat dan unta itu sendiri mempunyai kekuatan dan kekokohan yang
luar biasa. “Dan langit bagaimana ia ditinggikan?” yaitu Allah meninggikan
langit dari bumi ini merupakan peninggian yang sangat agung. “Dan
gunung-gunung bagaiman ia ditegakkan?” yaitu menjadikannya tertancap
sehingga menjadi kokoh dan teguh sehingga bumi tidak menjadi miring
bersama penghuninya. “Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” yaitu
bagaimana dia dibentangkan, dipanjangkan, dan dihamparkan.

Allah sengaja memaparkan semua ciptaan-Nya secara khusus, sebab bagi


orang yang berakal tentunya akan memikirkan apa yang ada disekitarnya.
Seseorang akan melihat unta yang dimilikinya. Pada saat ia mengangkat
pandangannya ke atas, ia melihat langit. Jika ia memalingkan pandangannya
ke kiri dan kanan, tampak di sekelilingnya gunung-gunung. Dan jika ia
meluruskan pandangannya atau menundukkannya, ia akan melihat bumi
terhampar.

3. Q.S At-taubah ayat 122

‫َك ۤا َّفًۗة ِلَيْنِفُرْو ا اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن َك اَن َو َم ا‬, ‫َطۤا ِٕىَفٌة ِّم ْنُهْم ِفْر َقٍة ُك ِّل ِم ْن َنَفَر َفَلْو اَل‬

,,‫َيْح َذ ُرْو َن َلَع َّلُهْم ِاَلْيِهْم َر َج ُع ْٓو ا ِاَذ ا َقْو َم ُهْم َو ِلُيْنِذ ُرْو ا الِّدْيِن ِفى ِّلَيَتَفَّقُهْو ا‬

122. Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke
medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka
tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar
mereka dapat menjaga dirinya.

Tafsir Mufradat

Berangkat perang= ‫ نفر – ينفر‬: ‫لينفروا‬

= ‫ لوال‬: ‫فلوال‬

Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang


disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila hal itu terjadi di masa yang
akan datang. Tapi laula juga berarti kecaman atas meninggalkan perbuatan
yang disebutkan sesudah kata itu, apabila merupakan hal yang telah lewat.
Apabila hal yang dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami,
maka bisa juga laula, itu berarti perintah mengerjakannya.

Kelompok besar = ‫ الفرق‬: ‫فرقة‬


Kelompok kecil = ‫ الطآئفة‬: ‫طآئفة‬

= ‫ تفقه – يتفقه‬: ‫ليتفقهوا‬

Berusaha keras untuk mendalami dan memahami suatu perkara dengan


susah payah untuk memperolehnya.

Menakut-nakuti = ‫ أنذر – ينذر‬: ‫لينذروا‬

Berhati-hati = ‫ حذر – يحذ‬: ‫يحذرون‬

Tafsir

Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang


menyangkut perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami
agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara
berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan
juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan
menegakkan sendi-sendi islam. Karena perjuangan yang menggunakan
pedang itu sendiri tidak disyari’atkan kecuali untuk menjadi benteng dan
pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan
ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.

Menurut riwayat Al Kalabi dari Ibnu Abbas, bahwa beliau mengatakan,


“Setelah Allah mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai
Rasul dalam peperangan, maka tidak seorang pun diantara kami yang
tinggal untuk tidak menyertai bala tentara atau utusan perang buat selama-
lamanya. Hal itu benar-benar mereka lakukan, sehingga tinggallah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sendirian”, maka turunlah wahyu, “
‫”وما كان المؤمنون‬

… ‫كآفة لينفروا المؤمنون كان وما‬

Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut


supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang
keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardhu
kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang
lain, bukan fardhu ‘ain, yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah
menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengerahkan kaum
mukmin menuju medan perang. (Al Maraghi, 1987:84-85)

Menurut Al-Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban


memperdalam ilmu agama serta menyiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah
didirikan serta mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang
diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan kepada mereka sehingga
tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang
pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman.

C. Implementasi Konsep Belajar Dalam Proses Pembelajaran Di Kelas

Berdasarkan penjelasan diatas, maka ada beberapa ayat al-qur’an yang


menyinggung tentang kewajiban belajar mengajar diantaranya adalah Q.S.
Al-alaq ayat 1-5, Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20, Q.S At-taubah ayat 122. Maka
sesuai dengan ayat al-qur’an yang telah kami jelaskan tersebut, maka
implementasinya dalam proses pembelajaran di kelas adalah :

1. Anak didik maupun pendidik haruslah mampu membaca atau


mengkaji. Guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman,
tetapi segala pemikiran itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam,
karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika. (Q.S. Al-alaq ayat 1-5)
2. Guru mengajak anak didik untuk melihat keagungan Dan kebesaran
ciptaan Allah SWT. Agar kita selalu bersyukur Dan tidak ingkar
kepada allah. (Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20)
3. Hendaknya Seorang guru Dan seorang anak didik memperdalam
ilmunya baik ilmu umum maupun ilmu agamanya. Seorang guru
mempersiapkan segala sesuatunya agar bisa mengajarkan ilmu
yang bermanfaat dan berguna bagi anak didiknya. (Q.S At-taubah
ayat 122).

BAB III

KESIMPULAN

Yang dimakud dengan belajar mengajar (pendidikan) dalam arti yang


seluas-luasnya disini adalah pendidikan yang bukan hanya berarti formal
seperti disekolah, tetapi juga yang informal dan nonformal. Yaitu
pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh siapa saja yang memiliki
ilmu pengetahuan dan keahlian, kepada siapa saja yang membutuhkan,
dimana saja mereka berada, menggunakan sarana apa saja, dengan cara-
cara apa saja, sepanjang hayat manusia itu.

Kegiatan Belajar mengajar adalah kewajiban bagi setiap muslim, al-


qur’an menjelaskan tentang kewajiban belajar mengajar yaitu :
1. Q.S. Al-alaq ayat 1-5, kewajiban untuk membaca Dan mengkaji ilmu.
2. Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20, kewajiban untuk mengkaji keagungan
Allah SWT.
3. Q.S At-taubah ayat 122, kewajiban memperdalam Dan menyebarkan
ilmu yang bermanfaat bagi kemaslahatan banyak orang.

DAFTAR PUSTAKA

Moh. Uzar Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Remaja RosdaKarya:


Bandung.
Taufiq Muhammad, Izzuddin. 2006. Dalil Anfus Alqur’an Dan Embriologi
(Ayat-ayat Tentang Penciptaan Manusia. Tiga Serangkai : Solo.
Tim Redaksi Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat
Bahasa : Jakarta.
Shihab, M Quraish. 2001. Wawasan Al-qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas
berbagai Persoalan Umat . Mizan : Bandung.
Nadwi, Abdullah Abbas. 1996. Learning The Language Of The Holy Al-
Qur’an (Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an). Mizan : Bandung.
Al-Ghazali, 2003. Mutiara Ih}ya>’ ’Ulu>muddi>n: Ringkasan Yang Ditulis
Sendiri Oleh Sang Hujjatul-Isla. Mizan: Bandung.
al-Maraghi, Ahmad Musthafa.tp th .Tafsir al-Maraghi, Jilid II, (Mesir: Dar al-
Fikr)
Shihab, M. Quraisy. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati : Jakarta.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz IV. Pustaka Panjimas: Jakarta.
Ar-Rifa’I, M. Nasib. 199. Tafsir Ibnu Katsir Jilid. I. Gema Insani Press:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai