Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TAFSIR HADIST
(Tafsir Ayat Al-Quran Dan Hadist Nabi Saw, Tentang Kewajiban
Belajar Mengajar)

Dosen pengampuh:
Choirul Anam, M.Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 3
Oktavia (1911210140)
Yovie Taloka(1911210198)

FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BENGKULU
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat seta salam semoga tercurahkan
kepada nabi kita, Muhammad SAW., keluarga serta sahabatnya dan akhirnya kepada kita
sebagai umat yang tunduk terhadap ajaran yang dibawanya.
Kami selaku penyusun makalah ini merasa lega dan bahagia karena bisa
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Kewajiban belajar dan mengajar dalam
pandangan al-Quran” sesuai dengan waktu yang direncanakan, dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi para mahasiswa atau pelajar, terutama bermanfaat bagi kelompok kami
yang sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, guna untuk
memenuhi tugas perkuliahan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini, terutama kepada Bapak Drs. Abdul Halim, M.Ag Beliau telah
mempercayakan kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
A. Pengertian Belajar Dan mengajar...................................................................................2
B. Ayat-ayat Al-Quran yang mengandung tentang kewajiban belajar mengajar
dan penafsiran ayat tersebut oleh para ulama......................................................................2
1. Q.S. Al-alaq ayat 1-5, .....................................................................................................2
2. Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20,........................................................................................... 4
3. Q.S At-taubah ayat 122, .................................................................................................5
4. Q.S Ali-Imran ayat 191 Dan............................................................................................ 6
5. Q.S Al-Ankabut ayat 19-20..............................................................................................7
C. Implementasi konsep belajar dalam proses pembelajaran di kelas.................................9
BAB III PENUTUP...........................................................................................................10
Kesimpulan .........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kemajuan peradaban manusia dewasa ini tak bisa dilepaskan dari kemajuan ilmu
pengetahuan yang menjadi warisan terbesar dari proses pendidikan yang terjadi. Proses
pendidikan itu dapat dikatakan berlangsung dalam semua lingkungan pengalaman hidup
manusia mulai dari lingkup terkecil seperti keluarga, sekolah sampai kepada masyarakat
luas. Hal ini berlangsung dalam semua tahapan perkembangan seseorang sepanjang
hayatnya yang dikenal dengan istilah longlife education.
Dalam Islam pendidikan tidak dilaksanakan hanya dalam batasan waktu tertentu saja,
melainkan dilakukan sepanjang usia (min al-mahd ila> al-lahd). Islam juga memotivasi
pemeluknya untuk selalu membaca, menelaah dan meneliti segala sesuatu yang menjadi
fenomena dan gejala yang terjadi di jagad alam raya ini dalam rangka meningkatkan
kualitas keilmuan dan pengetahuan yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas
hidup dan kehidupannya. Dalam pandangan Islam tua atau muda, pria atau wanita, miskin
atau kaya mendapatkan porsi yang sama dalam menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya
pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam, melainkan
pengetahuan yang terkait dengan urusan duniawi juga. Karena manusia dapat mencapai
kebahagiaan hari kelak dengan melalui jalan kehidupan dunia ini.
Berbicara tentang pendidikan tidak bisa dilepaskan dari pembahasan
tentang kegiatan belajar mengajar yang merupakan bagian tak terpisahkan dari dunia
pendidikan itu sendiri. Belajar mengajar memiliki peran yang sangat penting karena tanpa
itu proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan moderen sulit untuk diwujudkan.
Maka pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang kewajiban belajar
mengajar
dalam Q.S. Al-alaq ayat 1-5, Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20, Q.S At-taubah ayat 122, Q.S Ali-
Imran ayat 191 Dan Q.S Al-Ankabut ayat 19-20.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Belajar Dan mengajar
2. Ayat-ayat Al-Quran yang mengandung tentang kewajiban belajar mengajar Dan
3. penafsiran ayat tersebut oleh para ulama
4. Implementasi konsep belajar dalam proses pembelajaran di kelas

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui Pengertian Belajar Dan mengajar
2. Untuk mengetahui ayat-ayat Al-Quran yang mengandung tentang kewajiban
3. belajar mengajar Dan penafsiran ayat tersebut oleh para ulama
4. Untuk mengetahui Implementasi konsep belajar dalam proses pembelajaran di Kelas

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BELAJAR MENGAJAR


Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk belajar, karena “belajar” telah dimulainya
bahkan sebelum berbentuk sebagai manusia yaitu ketika masih berbentuk
spermatozoa yang belajar berusaha untuk mempertahankan eksistensinya ditengah 200-
600 juta spermatozoa lainnya yang berjuang untuk survive menembus ovum untuk
kemudian menjadi cikal bakal manusia yang mendiami rahim. Banyak diantaranya yang
gugur ditengah jalan dan uniknya hanya satu atau dua sperma yang berhasil finish
mencapai ovum dan terjadi konsepsi, sementara yang lain mati dan menjadi nutrisi bagi
ovum yang telah dibuahi.1
Secara sederhana, belajar berarti berusaha mengetahui sesuatu, berusaha memperoleh
ilmu pengetahuan (kepandaian, keterampilan).2 Belajar adalah sesuatu yang menarik
karena sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia selalu berusaha
mengetahui sesuatu yang berada dalam lingkungannya untuk menunjukkan eksistensi
kemanusiaannya. Sedangkan mengajar adalah memberikan serta menjelaskan kepada
orang tentang suatu ilmu; memberi pelajaran. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktifitas yang dikerjakan dalam
rangka memperoleh ilmu pengetahuan, sedangkan dalam proses itu sendiri ada sipelajar
yang menerima ilmu dan ada guru yang memberikan pelajaran. Maka berbicara tentang
belajar mengajar, tidak bisa dilepaskan dari ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai objek
dari kegiatan ini.
Sejak awal kehadirannya, islam telah memberikan perhatian yang amat besar terhadap
kegiatan belajar dalam arti yang seluas-luasnya. Hal ini antara lain dapat dilihat pada apa
yang ditegaskan dalam al-Qur’an, dan pada yang secara empiris dapat dilihat dalam
sejarah. Yang dimakud dengan belajar mengajar (pendidikan) dalam arti yang seluasluasnya
disini adalah pendidikan yang bukan hanya berarti formal seperti disekolah, tetapi
juga yang informal dan nonformal. Yaitu pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh
siapa saja yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian, kepada siapa saja yang
membutuhkan, dimana saja mereka berada, menggunakan sarana apa saja, dengan caracara
apa saja, sepanjang hayat manusia itu.3

B. AYAT-AYAT AL-QUR’AN YANG BERKAITAN DENGAN KEWAJIBAN


BELAJAR MENGAJAR

 Q.S. Al-alaq ayat 1-5,

ãt=n,@ BÏ`ô #$}MS¡|»`z {y=n,t ÈÊÇ {y=n,t #$!©%Ï“ ‘u/nÎ7y /Î$$™óOÉ #$%ø􀀀t&ù
ÈÍÇ /Î$$9ø)s=nOÉ æt=¯Oz #$!©%Ï“ ÈÌÇ #${F.ø􀀀tPã ru‘u/š7y #$%ø􀀀t&ù ÈËÇ
ÈÎÇ ƒtè÷>sL÷ 9sOó Bt$ #$}MS¡|»`z æt=¯Oz
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
1
Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil Anfus Alqur’an Dan Embriologi (Ayat-ayat
Tentang Penciptaan Manusia) (Solo: Tiga Serangkai, 2006), 42.
2
Tim Redaksi Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), 28.
3
] Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, 35.

2
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
Dalam ayat ini kata iqra’ dapat berarti membaca atau mengkaji. Sebagai aktivitas
intelektual dalam arti yang luas, guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman,
tetapi segala pemikiran itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah
dengan bismi rabbika.
Menurut Quraish Shihab,4 kata iqra’ terambil dari akar kata yang berarti
menghimpun, yang mana melahirkan makna lain seperti, menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks yang tertulis
maupun yang tidak. Wahyu pertama ini tidak menjelaskan hal spesifik tentang apa yang
harus dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki ummatnya membaca apa saja selama bacaan
itu bismi Rabbik, dalam artian bermanfaat bagi manusia.
Sementara kata al-qalam adalah simbol transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
nilai dan keterampilan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kata ini merupakan
simbol abadi sejak manusia mengenal baca-tulis hingga dewasa ini. Proses transfer budaya
dan peradaban tidak akan terjadi tanpa peran penting tradisi tulis–menulis yang
dilambangkan dengan al-qalam.
Selanjutnya, dapat diketahui pula bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan
ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena sebagaimana yang telah diketahui manusia lain
sebelumnya, dan mengajar manusia tanpa pena yang belum diketahuinya. Cara pertama
adalah mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia dan cara kedua adalah
mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Meskipun berbeda namun keduanya
bersumber dari satu sumber yaitu Allah SWT.5
Wahyu pertama ini dimulai dengan kata ( ‫ = إقرأ‬membaca) yaitu bentuk kata perintah
atau ‫ فعل األمر‬yang merupakan perubahan dari kata bentuk mudhari’ yang dibentuk dengan
mengganti awalan katanya dengan huruf alif.6 Menurut kaidah ushul al-fiqh,bahwa katakata
dalam al-qur’an yang dimulai dari kata perintah adalah merupakan kewajiban dari
perintah iu sendiri, al-ashl fi> al-amr lil wuju>b. Dari sini dapat dipahami bahwa perintah
belajar (membaca) merupakan sebuah kewajiban bagi ummat islam. Hal ini sesuai dengan
sabda Nabi Muhammad SAW:
‫ضةٌ َعلَى ُك‬
َ ‫ب ْا ِلع ْل ِم فَ ِر ْي‬ َ _ ‫سلِ َم ٍة‬
ُ َ‫طل‬ ْ ‫سلِ ٍم َو ُم‬
ْ ‫ل ُم‬
Menuntut ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim dan muslimat.7
Menurut Al-Ghazali,8 hadith ini menerangkan bahwa sekurang-kurangnya yang
wajib bagi seorang muslim setelah mencapai akil baligh dan keislamannya adalah
mengetahui dua kalimat syahadat dan memaknai maknanya, tidak wajib baginya untuk
menyempurnakannya dengan penjelasan-penjelasan terperinci.
Selain itu, menurut Abuddin Nata,9 wahyu pertama ini juga mengandung perintah
agar manusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap adanya kekuasaan
dan kehendak Allah, yang juga mengandung pesan ontologis tentang sumber dari ilmu
pengetahuan. Pesan membaca itu dipahami dalam objek yang bermacam-macam, yaitu
berupa apa yang tertulis seperti dalam surah Al-‘Alaq itu sendiri dan yang tidak tertulis
sperti yang terdapat pada alam jagat raya dengan segala hukum kausalitas yang ada
4
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan
Umat (Bandung: Mizan, 2001), 433.
5
Ibid, 434.
6
Abdullah Abbas Nadwi, Learning The Language Of The Holy Al-Qur’an (Belajar
Mudah Bahasa Al-Qur’an) (Bandung: Mizan, 1996), 186.
7
Al-Ghazali, Mutiara Ih}ya>’ ’Ulu>muddi>n: Ringkasan Yang Ditulis Sendiri Oleh Sang
Hujjatul-Islam (Bandung: Mizan, 2003), 26.
8
Ibid, 27
9
Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, 43.

3
didalamnya, dan dalam diri manusia.
Membaca (belajar) menjadi penting dan wajib karena dengan begitu manusia dapat
mengetahui hal-hal baru yang dapat memudahkannya dalam menjalani kehidupannya.
Masih menurut Nata,10 membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam al-Qur’an dapat
menghasilkan ilmu-ilmu agama seperti Fiqih, Tauhid, Akhlak dan sebagainya. Sedangkan
membaca yang ada dijagat raya dapat menghasilkan ilmu sains seperti fisika, biologi, kimia
dan sebagainya. Selanjutnya dengan membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam diri
manusia dari segi fisiknya menghasilkan sains seperti ilmu kedokteran dan ilmu raga,
sedangkan dari tingkah lakunya dapat menghasilkan ilmu ekonomi, politik, sosiologi,
antropologi dan lain sebagainya.
Dengan demikian, karena objek ontologi seluruh ilmu tersebut adalah ayat-ayat Allah,
maka sesungguhnya ilmu itu pada hakekatnya adalah milik Allah dan harus diabdikan
untuk Allah. Manusia hanya menemukan dan memanfaatkan ilmu-ilmu itu. Maka
pemanfaatannya harus ditujukan untuk mengenal, mendekatkan diri dan beribadah
kepada Allah SWT.

 Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20,

#$9¡¡Ku$!äÏ ru)Î<n’ ÈÐÊÇ zä=Î)sMô 2Ÿ‹ø#y #$}M/Î@È )Î<n’ ƒtYàÝ􀀀ãrbt &rùsxŸ


ru)Î<n’ ÈÒÊÇ RçÁÅ6tMô .x‹ø#y #$:øgÅ6t$AÉ ru)Î<n’ ÈÑÊÇ ‘âùÏèyMô 2Ÿ‹ø#y
ÈÉËÇ ™ßÜÏsyMô .x‹ø#y #${F‘öÚÇ
17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,?
18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan?

Al-Maraghi mengatakan bahwa pada ayat 17 dipaparkan dalam


bentuk istifham (bertanya) yang mengandung pengertian sanggahan terhadap keyakinan
kaum kuffar dan sekaligus merupakan celaan atas sikap keingkaran mereka kepada hari
kebangkitan.
Sesungguhnya jika mereka yang ingkar dan ragu mau menggunakan akalnya untuk
memikirkan bagaimana perihal penciptaan unta, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana
gunung ditegakkan, dan bagaimana bumi dihamparkan, niscaya mereka akan mengetahui
bahwa semuanya diciptakan dan dipelihara oleh Allah. Kemudian Allah mengatur dan
memelihara makhluknya dengan patokan yang serba rapi dan bijaksana.11
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada para hambanya untuk
memperhatikan kepada makhluk-makhluknya yang menunjukkan kepada kekuasaan dan
keagungan-Nya, “apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia
diciptakan?” Unta dikemukakan karena dia merupakan ciptaan yang menakjubkan,
susunan tubuhnya sungguh memikat dan unta itu sendiri mempunyai kekuatan dan
kekokohan yang luar biasa. “Dan langit bagaimana ia ditinggikan?” yaitu Allah
meninggikan langit dari bumi ini merupakan peninggian yang sangat agung. “Dan
gununggunung
bagaiman ia ditegakkan?” yaitu menjadikannya tertancap sehingga menjadi kokoh
dan teguh sehingga bumi tidak menjadi miring bersama penghuninya. “Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan?” yaitu bagaimana dia dibentangkan, dipanjangkan, dan
dihamparkan.
Allah sengaja memaparkan semua ciptaan-Nya secara khusus, sebab bagi orang yang
10
Ibid, 44.
11
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid II, (Mesir: Dar al-Fikr, tp.th.), hal.162.

4
berakal tentunya akan memikirkan apa yang ada disekitarnya. Seseorang akan melihat
unta yang dimilikinya. Pada saat ia mengangkat pandangannya ke atas, ia melihat langit.
Jika ia memalingkan pandangannya ke kiri dan kanan, tampak di sekelilingnya
gununggunung.
Dan jika ia meluruskan pandangannya atau menundukkannya, ia akan melihat
bumi terhampar.

 Q.S At-taubah ayat 122,

BÏ` Rtÿx􀀀t ùs=nqöwŸ 4 2Ÿ$!ù©pZ 9ÏŠuYÿÏ􀀀ãr#( #$9øJßs÷BÏZãqbt .x%cš ruBt$ *


#$!$eσ`Ç ûÎ’ 9jÏŠuGtÿx)¤gßq#( Ûs$!¬Íÿxp× BiÏ]÷kåNö ùÏ􀀀ö%sp7 .ä@eÈ
9sèy=¯gßOó )Î9sŽökÍNö ‘u_yèãqþ#( )ÎOEs# %sqöBtgßOó ru9ÏŠãY‹É‘âr#(
ÈËËÊÇ †stø‹x‘ârcš
122. tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

a. Tafsir Mufradat

Berangkat perang = ‫ نفر – ينفر‬: ‫لينفروا‬


‫ لوال‬: ‫=فلوال‬
Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang disebutkan
sesudah
kata-kata tersebut, apabila hal itu terjadi di masa yang akan datang. Tapi laula juga berarti
kecaman atas meninggalkan perbuatan yang disebutkan sesudah kata itu, apabila
merupakan hal yang telah lewat. Apabila hal yang dimaksud merupakan perkara yang
mungkin dialami, maka bisa juga laula, itu berarti perintah mengerjakannya.
Kelompok besar = ‫ الفرقة‬: ‫فرقة‬
Kelompok kecil = ‫ الطآئفة‬: ‫طآئفة‬
‫ تفقه – يتفقه‬: ‫=ليتفقهوا‬
Berusaha keras untuk mendalami dan memahami suatu perkara dengan susah payah
untuk memperolehnya.
Menakut-nakuti = ‫ أنذر – ينذر‬: ‫لينذروا‬
Berhati-hati = ‫ حذر – يحذر‬: ‫يحذرون‬

b. Tafsir

Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut


perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa
pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan
penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada
iman dan menegakkan sendi-sendi islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang
itu sendiri tidak disyari’atkan kecuali untuk menjadi benteng dan pagar dari dakwah
tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir
dan munafik.
Menurut riwayat Al Kalabi dari Ibnu Abbas, bahwa beliau mengatakan, “Setelah
Allah
mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rasul dalam peperangan,

5
maka tidak seorang pun diantara kami yang tinggal untuk tidak menyertai bala tentara
atau utusan perang buat selama-lamanya. Hal itu benar-benar mereka lakukan, sehingga
tinggallah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sendirian”, maka turunlah wahyu, “ ‫وما‬
”‫كان المؤمنون‬
‫…وما كان المؤمنون لينفروا كآفة‬
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka
seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan
perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardhu kifayah, yang apabila telah
dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardhu ‘ain, yang wajib
dilakukan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan
mengerahkan kaum mukmin menuju medan perang. (Al Maraghi, 1987:84-85)
Menurut Al-Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban memperdalam
ilmu agama serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya di
dalam suatu negeri yang telah didirikan serta mengajarkannya kepada manusia
berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan kepada mereka
sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada
umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman.

 Q.S Ali-Imran ayat 191

_ãZãq/ÎgÎNö ruãt?n’4 ru%èèãqŠY# %ÏŠu»JV$ #$!© ƒt‹õ.ä􀀀ãrbt #$!©%Ïïût


zy=n)øM| Bt$ ‘u/Zu$ ru#${F‘öÚÇ #$9¡¡Ku»quºNÏ zy=ù,È ûÎ’ ruƒtGtÿx6¤􀀀ãrbt
ÈÊÒÊÇ #$9Z¨$‘Í ãt‹x#>z ùs)ÉYo$ ™ß6ösy»Yo7y /t»ÜÏxW dy»‹x#
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci
Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

a. Tafsir Mufradat

_َ_ ‫ = ل ِذينَ يَ ْذ ُكرُونَ ا _ ا‬orang-orang yang mengingat Allah


‫ = قِيَا ًما‬berdiri
‫ = َوقُعُودًا‬duduk
‫ = َو َعلَى ُجنُوبِ ِه ْم‬berbaring
‫ = رُونَ _ َويَتَفَك‬dan mengingat
‫ق‬
ِ ‫خَل‬ ْ ‫ = فِي‬penciptaan
‫ت _ ال‬ ِ ‫ = س َما َوا‬langit
‫ض _ْ َوا‬ ِ ْ‫ = الر‬dan bumi
‫ = بنَا _ َر‬ya tuhan kami
َ‫ = َما خَ لَ ْقت‬tiada engkau menciptakan
‫ = هَ َذا بَا ِطاًل‬ini dengan sia-sia
َ‫ = ُسب َْحانَك‬Maha Suci Engkau
‫ = فَقِنَا‬maka peliharalah kami
‫اب ال‬ َ ‫ = نار _ َع َذ‬siksa api neraka

b. Tafsir

Pada ayat 191 mendefinisikan orang-orang yang mendalam pemahamannya dan


berpikir tajam (Ulul Albab), yaitu orang yang berakal, orang-orang yang mau
menggunakan pikirannya, mengambil faedah, hidayah, dan menggambarkan keagungan

6
Allah. Ia selalu mengingat Allah (berdzikir) di setiap waktu dan keadaan, baik di waktu ia
beridiri, duduk atau berbaring. Jadi dijelaskan dalam ayat ini bahwa ulul albab yaitu
orang-orang baik lelaki maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah dengan
ucapan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi.12
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa objek dzikir adalah Allah, sedangkan
objek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti pengenalan
kepada Allah lebih banyak didasarkan kepada kalbu, Sedang pengenalan alam raya oleh
penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk
memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat
Allah, karena itu dapat dipahami sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu
Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas,
‫تفكرافى اخلق والتتفكروافى اخا لق‬
“Pikirkan dan renungkanlah segala sesuatu yang mengenai makhluk Allah jangan
sekali-kali
kamu memikirkan dan merenungkan tentang zat dan hakikat Penciptanya, karena
bagaimanapun juga kamu tidak akan sampai dan tidak akan dapat mencapai hakikat
Zat
Nya.”

Orang-orang yang berdzikir lagi berfikir mengatakan: "Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan makhluk ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala isinya dengan
sia-sia, tidak mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan yang tertentu yang akan
membahagiakan kami di dunia dan di akhirat, sebagaimana disebar luaskan oleh
sementara orang-orang yang ingin melihat dan menyaksikan akidah dan tauhid kaum
muslimin runtuh dan hancur. Maha Suci Engkau Ya Allah dari segala sangkaan yang bukan
bukan yang ditujukan kepada Engkau. Karenanya, maka peliharalah kami dari siksa api
neraka yang telah disediakan bagi orang-rang yang tidak beriman.13
Ucapan ini adalah lanjutan perasaan sesudah dzikir dan pikir, yaitu tawakkal dan
ridha, berserah dan mengakui kelemahan diri. Sebab itu bertambah tinggi ilmu seseorang,
seyogyanya bertambah pula dia mengingat Allah. Sebagai tanda pengakuan atas kelemahan
diri itu, dihadapan kebesaran Tuhan.14
Pada ujung ayat ini ( “Maha suci Engkau ! maka peliharalah kiranya kami dari azab
neraka” ) kita memohon ampun kepada Tuhan dan memohon agar dihindarkan dari siksa
neraka dengan upaya dan kekuatan-Mu serta mudahkanlah kami dalam melakukan amal
yang diridhai Engkau juga lindungilah kami dari azab-Mu yang pedih.15

 Q.S Al-Ankabut ayat 19-20.

)Îb¨ 4 ƒãèÏ‹‰ßnç¼ÿ OèO¢ #$9ø‚y=ù,t #$!ª ƒã7ö‰Ï—ä 2Ÿ‹ø#y ƒt􀀀tr÷#( &rru9sNö


ùs$$RàÝ􀀀ãr#( #${F‘öÚÇ ûÎ † ™Å􀀀Žçr#( %è@ö ÈÒÊÇ „o¡Å􀀀Ž× #$!« ãt?n’ OEsº9Ï􀀀š
)Îb¨ 4 #$yFzÅ􀀀ton #$9Y¨±ô'ron ƒãY´Å×à #$!ª OèO¢ 4 #$9øÜy=ù,t /t‰y&r 2Ÿ‹ø#y
ÈÉËÇ %s‰Ïƒ􀀀Ö «xÓóä& 2à@eÈ ãt?n’4 #$!©
19. dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan
(manusia) dari
permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu
adalah
12
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 308
13
Ibid hlm.309
14
Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz IV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 251
15
M. Nasib Ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir Jilid. I, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 635

7
mudah bagi Allah.
20. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali
lagi[1147]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[1147] Maksudnya: Allah membangkitkan manusia sesudah mati kelak di akhirat

a. Makna Mufradat

Dalam makna mufradat pada surat Al-Ankabut ayat 19 Kata ( ‫ ) يَ َروْ ا‬yarau terambil
darikata ra’a yang adapat berarti melihat dengan mata kepala atau mata hati atau memikirkan
atau memperhatikan.Kata ( ‫ئ‬ ُ ‫ ) يُ ْب ِد‬yubdi’u terambil dari kata bada’a. kata yang terdiri dari
huruf-hurufba’,dal’ dan hamzah, berkisar maknanya pada memulai sesuatu. Sementara ulama
membatasi kata ( ‫ق‬ َ ‫ ) ْال َخ ْل‬al-khalq pada ayat ini dalam pengertian manusia. Ini karena mereka
memaknai kata ( ُ‫ ) ي ُِعي ُده‬yu’iduhu atau mengulanginya yakni mengembalikan manusia hidup
kembali diakhirat setelah kematiannya didunia ini. 16
Sedangkan makna mufradat surat Al-Ankabut ayat 20 kata ( ‫ ) اةَ_ نشْ _ ال‬an-nasy’ yaitu
kejadian. akhirat yang digunakan dalam ayat ini menunjukkan terjadinya sekali kejadian.
Penyebutan kata Allah pada firman-Nya: kemudian Allah menjadikannya di kali
lainwalaupun
telah disebut nama agung itu ketika berbicara tentang penciptaan pertama kali,
untuk menegaskan bahwa yang memulai penciptaan yaitu Allah, Dia juga melakukan
kejadian pengulangannya.
Perintah berjalan yang dirangkaikan dengan perintah melihat seperti firmannya
‫ض فَا ْنظُرُوا) _ْ ِسيرُوا فِي ا‬
ِ ْ‫ ) الر‬stru fi al-ardhi fanzhuru, ditemukan sebanyak tujuh kali dalam Al-
Qur’an. Ini mengisyaratkan perlunya melakukan apa yang diistilahkan dengan wisata
ziarah.17

b. Tafsir

Dalam tafsir pada surat Al-Ankabut ayat 19 adalah Sebenarnya menciptakan pertama
kali, sama saja bagi Allah dengan menghidupkan kembali. Keduanya adalah memberi
wujud terhadap sesuatu, kalau pada penciptaan pertama yang wujud belum pernah ada,
dan ternyata dapat wujud maka penciptaan kedua juga memberi wujud dan ini dalam
logika manusia tertentu lebih mudah serta lebih logis daripada penciptaan pertama itu.
Dikali pertama Allah mampu menciptakan manusia tanpa contoh terlebih dahulu.
Maka kini setelah kalian menjadi tulang atau bahkan natu atau besi pun Allah akan
mampu. Bukankah menurut logika kalian lebih mudah menciptakan sesuatu yang telah
ada bahannya dan ada juga pengalaman melakukannya, daripada menciptakan pertama
kali dan tanpa contoh terlebih dahulu.18
Kemudian tafsir surat Al-Ankabut ayat 20 adalah pengarahan Allah swt untuk
melakukan riset tentang asal-usul kehidupan lalu kemudian menjadikannya bukti ketika
mengetahuinya tentang keniscayaan kehidupan akhirat. Dalam Al-Qur’an surat ini
memberi arahan-arahannya sesuai dengan kehidupan manusia dalam berbagai generasi,
serta tingkat, konteks, dan sarana yang meraka miliki. Masing-masing menerapkan sesuai
dengan kondisi kehidupan dan kemampuannya dan dalam saat yang sama terbuka
peluang bagi peningkatan guna kemaslahatan hidup manusia dan perkembangannya

16
M. Quraish Shihab, Volume. 10, Op. Cit, hlm. 464-465
17
Ibid, hlm. 464-468
18
Ibid, hlm. 466

8
tanpa henti.19

C. IMPLEMENTASI KONSEP BELAJAR DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI


KELAS
Berdasarkan penjelasan diatas, maka ada beberapa ayat al-qur’an yang menyinggung
tentang kewajiban belajar mengajar diantaranya adalah Q.S. Al-alaq ayat 1-5, Q.S Al-
Ghasiyah ayat 17-20, Q.S At-taubah ayat 122, Q.S Ali-Imran ayat 191 Dan Q.S Al-Ankabut
ayat
19-20. Maka sesuai dengan ayat al-qur’an yang telah kami jelaskan tersebut, maka
implementasinya dalam proses pembelajaran di kelas adalah :
1. Anak didik maupun pendidik haruslah mampu membaca atau mengkaji. Guna memperoleh
berbagai pemikiran dan pemahaman, tetapi segala pemikiran itu tidak boleh lepas dari
Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika. (Q.S. Alalaq ayat 1-5)
2. Guru mengajak anak didik untuk melihat keagungan Dan kebesaran ciptaan Allah SWT.
Agar kita selalu bersyukur Dan tidak ingkar kepada allah. (Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20)
3. Hendaknya Seorang guru Dan seorang anak didik memperdalam ilmunya baik ilmu umum
maupun ilmu agamanya. Seorang guru mempersiapkan segala sesuatunya agar bisa
mengajarkan ilmu yang bermanfaat dan berguna bagi anak didiknya. (Q.S Attaubah ayat
122)
4. Hendaknya pendidik mengajarkan dan mengingatkan anak didik untuk selalu dzikir dan
pikir, yaitu tawakkal dan ridha, berserah dan mengakui kelemahan diri. Menghindarkan
diri dari sombong. agar pembelajaran berjalan terarah hendaklah tetap mengingat
kebesaran Allah SWT. Allah SWT lah yang berhak sombong karna Dia lah yang memiliki
ilmu. (Q.S Ali-Imran ayat 191)
5. Guru Dan anak didik melakukan riset atau observasi lapangan guna untuk mendapatkan
bukti-bukti yang konkret yang mendukung pembelajaran. (Q.S Al- Ankabut ayat 19-20).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dimakud dengan belajar mengajar (pendidikan) dalam arti yang seluas-luasnya
disini adalah pendidikan yang bukan hanya berarti formal seperti disekolah, tetapi juga
19
Ibid, hlm. 469-470

9
yang informal dan nonformal. Yaitu pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh siapa
saja yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian, kepada siapa saja yang membutuhkan,
dimana saja mereka berada, menggunakan sarana apa saja, dengan cara-cara apa saja,
sepanjang hayat manusia itu.
Kegiatan Belajar mengajar adalah kewajiban bagi setiap muslim, al-qur’an
menjelaskan tentang kewajiban belajar mengajar yaitu :

Q.S. Al-alaq ayat 1-5, kewajiban untuk membaca Dan mengkaji ilmu.
Q.S Al-Ghasiyah ayat 17-20, kewajiban untuk mengkaji keagungan Allah SWT.
Q.S At-taubah ayat 122, kewajiban memperdalam Dan menyebarkan ilmu yang
bermanfaat bagi kemaslahatan banyak orang.
Q.S Ali-Imran ayat 191, kewajiban untuk dzikir dan pikir, tawakkal dan ridha, berserah
dan mengakui kelemahan diri.
Q.S Al-Ankabut ayat 19-20. Kewajiban untuk melakukan perjalanan Dan observasi
lapangan guna mendapatkan bukti-bukti yang mendudkung pembelajaran.

B. Saran
Kami menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber -
sumber yang benar. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan. Untuk
bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan
tentang daftar pustaka makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Moh. Uzar Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Remaja RosdaKarya: Bandung.
Taufiq Muhammad, Izzuddin. 2006. Dalil Anfus Alqur’an Dan Embriologi (Ayat-ayat
Tentang

10
Penciptaan Manusia. Tiga Serangkai : Solo.
Tim Redaksi Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa :
Jakarta.
Shihab, M Quraish. 2001. Wawasan Al-qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas berbagai Persoalan
Umat . Mizan : Bandung.
Nadwi, Abdullah Abbas. 1996. Learning The Language Of The Holy Al-Qur’an (Belajar
Mudah Bahasa Al-Qur’an). Mizan : Bandung.
Al-Ghazali, 2003. Mutiara Ih}ya>’ ’Ulu>muddi>n: Ringkasan Yang Ditulis Sendiri Oleh
Sang Hujjatul-Isla. Mizan: Bandung.
al-Maraghi, Ahmad Musthafa.tp th .Tafsir al-Maraghi, Jilid II, (Mesir: Dar al-Fikr)
Shihab, M. Quraisy. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati : Jakarta.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz IV. Pustaka Panjimas: Jakarta.
Ar-Rifa’I, M. Nasib. 199. Tafsir Ibnu Katsir Jilid. I. Gema Insani Press: Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai