Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

SUBJEK PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADIST

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hafalan Al-Qur’an dan Hadist

Dosen Pengampu: Mukarromah Sag., Mpdi.

Disusun Oleh:

E.Rony Putra (211965)


Fikri Haikal (211809)
Mayang Sari (211955)
Nabila Indriani (211787)
Rizki Adewiska Amanda (211963)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAIN SULTAN ABDURRAHMAN KEPRI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang mana sudah melimpahkan
rahmat, dan ridho-nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
“Subjek Pendidikan Dalam Perspektif Al-Quran Dan Hadist” dengan baik serta tepat waktu.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah hafalan Al-
Qur’an dan Hadist pilihan dari ibu Mukarromah Sag., Mpdi.

Makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan serta wawasan kepada para
pembaca dan penulis tentang subjek pendidikan menurut Al-Qur’an dan Hadist. Yang dimana
subjek pendidikan ini sangat erat kaitannya dengan ayat-ayat Al-Quran dan juga Hadist. Seperti
pada surah Ar-Rahman 1-4, An-Najm 5-6, An-Nahl 43-44, Al-Kahfi 66 dan An-Najm 7-8. Oleh
karena itu penulis mengangkat tema ini agar bisa membantu menaikkan penggetahuan kita
semua agar lebih luas lagi.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwasanya
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Atas perhatian serta
waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.

Bintan, 25 Februari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
A. Pengertian Subjek Pendidikan..........................................................................................2
B. Subjek Pendidikan Perespektif Al-Qur’an......................................................................2
1. Q.S. Ar-Rahman 1-4.........................................................................................................2
2. Q.S. al-Kahfi ayat: 66.....................................................................................................14
3. Q.S. An-Najm 5-6...........................................................................................................19
4. Surah An-Nahl 43-44.........................................................................................................24
5. Surah An-Najm 7-8............................................................................................................29
C. Subjek Pendidikan Persepektif Hadist..........................................................................32
1. Hadits tentang orang tua mendidik anak untuk mencintai nabi dan keluarganya...........32
2. Hadist tentang Orang tua harus mengajarkan keberanian kepada anaknya....................33
3. Hadis tentang pentingnya pendidik.................................................................................33
4. Hadis tentang pendidik hendaknya memberikan kemudahan pada peserta didiknya.....34
5. Hadis tentang sifat dan sikap pendidik...........................................................................34
BAB III.........................................................................................................................................36
PENUTUP....................................................................................................................................36
A. KESIMPULAN....................................................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-qur’an dan hadits sebagai sumber pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam
islam antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Al qur’an sebagai sumber pertama
dan utama yang banyak memuat ajaran-ajaran yang umum. Oleh karena itu, kehadiran hadits
sebagai sumber ajaran kedua berfugsi untuk menjelaskan keumuman Alqur’an. Fungsi
tersebut diantaranya untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajaran yang
masih bersifat umum kepada manusia. Al-qur’an mengandung beberapa aspek yang terkait
dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia ke jalan yang benar dan menuju
kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari beberapa aspek tersebut, secara global
terkandung materi tentang kegiatan belajar-mengajar atau pendidikan yang tentunya
membutuhkan komponen- komponen pendidikan, diantaranya yaitu pendidik dan peserta
didik.

Pendidik dalam proses pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk
mencapai tujuan pendidikan. Selain pendidik, peserta didik juga mempunyai peran penting
dalam proses pendidikan, tanpa adanya peserta didik, maka pendidik tidak akan bisa
menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran tidak akan terjadi
dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan antara pendidik dan peserta didik harus
sejalan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari subjek pendidikan?
2. Bagaimana subjek pendidikan menurut persepektif Al-Qur’an?
3. Bagaimana subjek pendidikan menurut persepektif Hadist?

C. Tujuan
1. Memahami apa itu subjek pendidikan
2. Mengetahui bagaimana subjek pendidikan menurut Al-Qur’an
3. Mengetahui bagaimana subjek pendidikan menurut Hadist
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Subjek Pendidikan


Subjek pendidikan atau seorang pendidik ialah orang yang bertanggung jawab untuk
memberikan satu pengajaran atau pendidikan sehingga materi yang disampaikan bisa
difahami oleh peserta didik atau objek pendidikan. Adapun subjek pendidikan yang difahami
oleh kebanyakan orang ialah orang tua, uru-guru di sekolah (dalam lingkup formal) maupun
dalam masyarakat. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pendidikan pertama bagi seorang
anak ialah lingkungan keluarga (orang tua).

Selain itu, subjek pendidikan juga bisa dikatakan ia adalah orang yang mempunyai
kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan yang dapat dikembang sesuai dengan potensinya
masing-masing. Contohnya seperti guru karena guru mempunyai kemampuan sebagai
seorang pemimpin sejati. Sebagai pemimbing dan pengarah yang bijaksana pencetak para
tokoh dan pemimpin bangsa. Subjek Pendidikan sangat berpengaruh sebagai keberhasilan
atau gagalnya Pendidikan. Karena materi yang di ajarkan harus dapat di pahami oleh objek.
Pendidikan yang berperan di subjek bukan hanya guru akan tetapi juga terdapat orang tua.

B. Subjek Pendidikan Perespektif Al-Qur’an


Didalam Al-Qur’an sudah jelas akan tenatang segala hal dalam mengatur hidup kita atau
umat nabi Muhammad SAW. Termasuk masalah Pendidikan, didalam Pendidikan terdapat
subjek Pendidikan pembahasaan akan di uraikan beberapa dalil mengenai subjek Pendidikan
di dalam al qur’an sebagai berikut:

1. Q.S. Ar-Rahman 1-4

a) Subjek Pendidikan (Allah)

ۙ ‫س‬
َ‫ – َعلَّ َمهُ ا ْلبَيَان‬٤ َ‫ان‬ َ َ‫ – َخل‬٣ َ‫ – َعلَّ َم ا ْلقُ ْر ٰا ۗن‬٢ ُ‫ – اَل َّر ْحمٰ ۙن‬١
َ ‫ق ااْل ِ ْن‬
1) (Tuhan) yang Maha pemurah
2) Yang telah mengajarkan Al Quran
3) Dia menciptakan manusia
4) Mengajarnya pandai berbicara
b) Asbabun Nuzul
Pada permulaan ayat ini turun sebagai bantahan bagi penduduk Mekkah
yang meyakini bahwa Al-Qur’an diajarkan oleh seorang manusia kepada Nabi
Muhammad SAW. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan ialah
menggunakan bahasa azam, sedangkan Al-Quran ialah menggunakan bahasa
Arab. Kemudian pada permulaan ayat ii juga dikatakan bahwa untuk
memberikan bantahan lain bagi kaum kafir. Tepatnya bagi mereka yang tidak
mengenal sosok Rahman, kecuali Rahman dari Yamamah. Maka ayat ini
menegaskan bahwa Al-Rahman yang dimaksud bukanlah seseorang ataupun
manusia, akan tetapi Allah Yang Maha Rahman atau biasa disebut dengan
dengan Maha Penyayang dan dialah yang telah menciptakan manusia.

c) Munasabah Ayat
Munasabah ialah sebuahb Ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara
ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, atau antara surah yang satu dengan
surah yang lainnya.
Pada ayat terakhir surah al-Qamar dinyatakan bahwa orang yang bertakwa
akan hidup didalam surga di sisi Allah yang Maha Kuasa. Pada ayat yang
berikut dijelaskan tentang Allah yang maha pengasihi hamba-hambanya
dengan berbagai nikmat. Yang pertama Allah menyebutkn hal yang harus
dipelajari yakni Al-Quran, yang dengan itulah diperoleh kebahagiaan.
Kemudian disebutkan pula tentang belajar, dilanjutkan dengan menyebutkan
cara belajar, seterusnya barulah menyebutkan benda-benda langit yang
bermanfaat oleh manusia dalam penghidupan mereka.

d) Tafsir Surah Ar-Rahman ayat 1-4


1) Tafsir ayat 1
a) Tafsir Al- Misbah
Menurut M. Quraish Shihab surah ini dimulai dengan menyebut
sifat rahmat-Nya. Allah yang menyeluruh yaitu Ar-Rahman, yaknni
Allah yang mencurahkan rahmat kepada seluruh makhluk dalam
kehidupan dunia ini, baik manusia ataupun jin, yang taat dan durhaka,
malaikat, bintang, maupun tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain.
Dalam konteks ayat ini mengandung arti bahwa kaum musyrikin
Mekkah tidak mengenal siapa Ar-Rahman dan dimulainya surah ini
dengan kata tersebut bertujuan untuk mengundang asa kaingin tahuan
mereka, dengan harapan akan tergugah untuk mengakui nikmat-nikmat
dan beriman kepada-Nya. Disisi lain juga penggunaan kata tersebut
disini sambal menguraikan nikmat-nikmat-Nya, merupakan juga
bantahan terhadap mereka yang enggan mengakui-Nya itu.
b) Tafsir Al-Maragi
Menurut Ahmad Mustafa Al-Maragi dalam kitab tafsir Al-Maraghi
menyebutkan bahwa Ar-Rahman merupakan salah satu dianntara
nama-nama Allah yang indah (Asma’ul Husna)
c) Tafsir Al-Azhar
Menurut Hamka dalam kitab tafsirnya yakni Tafsir al-Azhar ia
berpendapat bahwa apabila kita perhatikan Al-Quran dengan seksama,
kita akan bertemu hampir tiap-tiap halaman, kalimat-kalimat Rahman,
Rahim,Rahmat, Rahmati, yang semua itu mengandung akan arti Kasih,
Sayang, pemurah, kesetiaan dan lain sebagainya. Artinya pada sifat-
sifat yang lain, seperti sifat santun, sifat pemaaf, sifat pengampun. Di
dalamnya jika kita renungkan, akan bertemu kasih sayang Tuhan,
kemurahan Tuhan, dermawan Tuhan. Jika kita ingin memulai
membaca suatu surah, mmaka hendaklah dimulai dengan bismillahir
rahmanir rahim. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha
Penyayang. Maka didalam ayat yang satu ini dikhususkan untuk
menyebut nama Allah beserta sifat-sifat-Nya yang sangat meminta
pehatiann kita. Jika Allah bersifat Rahman, hendaknya kita sebagai
insan atau hamba Allah kira meniru pula sifat Tuhan itu.
d) Tafsir fi Zhilalil Quran
Sayyid Quthab berpendapat bahwa surah ini merupakan
pemberitahuan ihwal hamparan alam semesta dan pemberitahuan
aneka nikmat Allah SWT. Yang cemerlang lagi nyata, keajaiban
makhluk-Nya, limpah nikmat-Nya, pengaturan-Nya atas alam nyata ini
serta segala isinya, dan pada pengarahan semua makhluk agar menuju
dzat-Nya Yang Mulia. Surah ini merupakan pembutian umum ihwal
seluruh alam nyata kepada dua maklu yakni jin dan juga manusia,
yang telah disapa didalam surah secara sama. Kedua makhluk ini
tinggal dipelantaran alam dan disaksikan oleh segala maujud. Di surah
ini juga menentang keduanya secara berulang-ulang, yang dimana jika
keduanya mampu mendustakan segala nikmat yang telah diberikan
oleh Allah setelah nikmat itu diterangkan secara rinci. Dia telah
menjadikan seluruh alam seemesta ini sebagai pelantaran nikmat dan
hamparan akhirat.
Pada ayat pertama surah ini telah menjelaskan tentag sifat Ar-
Rahmannya Allah, yang dimana Allah telah memberikan nikmat yang
begitu banyak kepada kita, segala sesuatu yang ada dimuka bumi iini
merupakan salah satu nikmat Allah yang harus kita syukkuri, baik itu
nikmat sehat, nikmat penglihatan, dan pendengaran, karena itu semua
adalah nikmat dari Allah yang telah diberikan kepaa kita semua.
Sangat banyak sekali ayat yang menyebutkan tentang Ar-Rahmannya
Allah. Oleh karena itu handaklah kita sebagai hambanya meniru sifat
tersebut.
2) Tafsir ayat 2
a) Tafsir Al-Misbah
Menurut M. Quraish Shihab ayat yang kedua ini ialah dari surah
Ar-Rahman yang terdiri dari dua kata yang pertama
‘Allama/mengajarkan memerlukan dua objek. Banyak ulama yang
menyebutkan objeknya adalah kata al-insan/manusia yang
diisyaratkan oleh ayat berikut. Thabathaba‟i menambahkan bahwa jin
juga termasuk, karena surah ini ditunjukkan kepada Manusia dan Jin.
M. Quraish Shihab berpendapat bahwa bisa saja objeknya mencakup
selain kedua jenis tersebut. Malaikat Jibril yang menerima dari Allah
wahyu-wahyu Al-Qur’an untuk disampaikan kepada Rasul SAW.
Termasuk juga yang diajarkan-Nya karena bagaimana mungkin
malaikat itu dapat menyampaikan bahkan mengajarkannya kepada
Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana yang dinyatakan dalam QS. An-
Najm: 5 Bagaimana mungkin malaikat Jibril mampu mengajarkan
firman Allah itu kepada Nabi Muhammad saw kalau malaikat itu
sendiri tidak memperoleh pengajaran dari Allah SWT di sisi lain tidak
disebutkannya objek kedua dari kata tersebut, mengisyaratkan bahwa
ia bersifat umum dan mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau
oleh pengajaran-Nya.
Kedua Al-Qur‟an adalah firman-firman Allah SWT yang
disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW
dengan lafal dan maknanya yang beribadah siapa yang membacanya,
dan menjadi bukti kebenaran mukjizat Nabi Muhammad SAW kata
Al-Qur‟an juga dapat dipahami sebagai keseluruhan ayat-ayatnya
yang enam ribu lebih itu, dan dapat juga digunakan untuk menunjuk
walau satu ayat saja atau bagian dari satu ayat.
b) Tafsir Al-Maraghi
Menurut Ahmad Mustafa Al-Maragi dalam kitab tafsir Al-Maragi
ia menafsirkan ayat kedua ini ‘Allamal Qur’an bahwa Allah telah
mengajari Nabi Muhammad SAW Al-Qur’an dan Nabi Muhammad
SAW mengajarkan kepada Umatnya. Ayat ini turun sebagai jawaban
kepada penduduk Mekah ketika mereka mengatakan:
َ َ‫إِنَّ َما يُ َعلِّ ُمهۥُ ب‬
‫ش ٌر‬
Artinya:
“Sesungguhnya Al-Quran itu diajarkan oleh seorang manusia
kepadanya (Muhammad).” (QS. An-Nahl ayat 103)
Karena surat ini menyebut-nyebut tentang nikmat-nikmat yang
telah Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya, maka terlebih
dahulu Allah menyebut nikmat terbesar kedudukannya dan terbanyak
manfaatnya, bahkan paling sempurna faidahnya, yakni nikmat di
ajarkannya Al-Qur’anul karim, maka diperolehlah kebahagiaan di
dunia dan di akhirat dan dengan menempu jalannya. Lalu diperoleh
segala keinginan di dunnia dan di akhirat, karena Al-Qur’anlah puncak
dari segala kitab Samawi, yang telah diturunkan pada makhluk Allah
yang terbaik.
c) Tafsir Al-Azhar
Hamka menjelaskan bahwa ayat ini merupakan salah satu dari
Rahman, atau kasih sayang Tuhan kepada manusia, yaitu diajarkan
kepada manusia kitab suci Al-Qur’an, yaitu wahyu Illahi yang
diwahyukan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW. yang dengan sebab
Al-Quran itu manusia dikeluarkan dari pada gelap gulita kepada terang
benderang, serta dibawa kepada jalan yang lurus. Maka disebutkan
pula didalam QS. Al-Qiyamah:36 yang memiliki arti: “Apakah
manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertanggung jawaban)?”.
Maka datangnya pelajaran Al-Qur’an kepada manusia, adalah sebagai
menggenapkan kasih Tuhan kepada manusia, sesuai pula dengan
firman-Nya di dalam quran surah al-Anbiya ayat:107 yang memiliki
arti: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”.
Yang dimana sudah jelas bahwa Rahmat Ilahi yang utama ialah
ilmu pengetahuan yang dianugerahkan Allah kepada hambanya
(manusia). Mengetahui itu adalah suatu kebahagiaan, apalagi yang
diketahui itu Al-Qur’an.
d) Tafsir Fi Zilalil Quran
Sayyid Quthb berpendapat bahwa inilah nikmat yang besar. Pada
nikmat ini terlihat jelas kasih sayang Ar-Rahman kepada manusia.
Itulah nikmat Al-Qur’an sebagai terjemahan yang benar dan sempurna
atas berbagai kaidah alam semesta ini. Nikmat Al-Qur’an sebagai
manhaj langit bagi bumi yang mengantarkan penghuninya kepada
aturan-aturan alam semesta, yang meluruskan aqidah mereka,
konsepsinya, pertimbangannya, nilai-nilainya, sistemnya, bahkan
segala perilakunya di atas landasan yang kokoh dimana alam semesta
tertumpu. Lalu Al-Qur’an menganugerahi mereka kemudahan,
kepuasan, dan kepahaman serta dapat merespon hukum-hukum alam
tersebut.
Dari berbagai pendapat diatas, jelas terlihat bahwa yang dimana
penurunan Al-Quran benar-benar merupakan nikmat terbesar bagi umat
manusia. Selain sebagai Mukjizat Rasul yang paling besar, Al-Qur’an juga
berfungsi sebagai pengokoh hati Nabi Muhammad SAW dalam
menghadapi kaum musyrikin, di dalamnya juga terdapat aturan yang
mengatur hidup manusia menuju kesempurnaan di sepanjang zaman.
3) Tafsir ayat 3
a) Tafsir Al-Misbah
Quraish Shihab berpendapat bahwa Allah Ar-Rahman yang
mengajarkan Al-Qur’an. Dialah yang menciptakan manusia sebagai
makhluk yang paling membutuhkan tuntunan-Nya, sekaligus yang
paling berpotensi memanfaatkan tuntunan itu dan mengajarinya
ekspresi yakni kemampuan menjelaskan apa yang ada dalam
benaknya, dengan berbagai cara utamanya adalah berbicara dengan
baik dan benar. Kata Al-Insan pada ayat ini mencakup semua jenis
manusia, sejak Adam as hingga akhir zaman.
b) Tafsir Al-Maraghi
Ahmad Mustafa Al-Maragi berpendapat bahwasannya Allah lah
yang telah menciptakan umat manusia ini dan mengajarinya
mengungkapkan apa yang terlintas dalam hatinya dan terbetik dalam
sanubarinya. Sekiranya tidak demikian, maka Nabi Muhammad SAW
takkan dapat mengajarkan Al-Qur’an kepada umatnya.
c) Tafsir Al-Azhar
Hamka berpendapat bahwa penciptaan manusia pun adalah satu
diantara tanda Rahman Tuhan kepada alam ini. Sebab diantara banyak
makhluk Ilahi di dalam alam, manusialah satu-satunya makhluk yang
paling mulia. Kemuliaan itulah salah satu Rahman Ilahi sebagaimana
didalam QS. al-Israa‟ ayat 70: yang memiliki arti: “Dan
Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Dengan begitu maka terbentanglah alam luas ini dan berdiamlah
manusia di atasnya. Maka dengan rahmat Allah yang ada pada
manusia tadi, yaitu akalnya dan juga pikirannya dapatlah manusia itu
menyesuaikan dirinya dengan alam. Hujan turun dan air mengalir, lalu
manusia membuat sawah. Jarak diantara satu bagian dunia dengan
bagian yang lain amat jauh. Bahkan seperlima dunia adalah tanah
daratan, sedang empat perlima lautan yang luas. Manusia dengan akal
budinya menembus jarak dan perpisahan yang jauh, mereka membuat
bahtera dan kapal untuk menghubungkannya satu dengan yang lain.
Diantara begitu banyak makhluk Tuhan di dalam dunia ini, manusialah
yang dikaruniai perkembangan akal dan pikiran, sehingga timbullah
pepatah yang terkenal, bahwasanya tabiat manusia itu ialah hidup yang
lebih maju. Hal tersebut lah yang menjadikan manusia lebih baik dari
pada makhluk ciptaan Allah yang lain, karena memiliki akal pikiran
yang dapat digunakan untuk mengetahui keagungan Tuhannya.
d) Tafsir Fi Zilalil Qur’an
Ayat ke tiga ini, Allah menciptakan manusia meliputi aspek
jasmani dan rohani secara sempurna. Dari aspek jasmani, manusia
merupakan makhluk yang diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya
dari ciptaan Allah yang lain. Sedangkan dari aspek rohaninya, Allah
melengkapinya dengan hati nurani dan akal sebagai alat untuk
mengetahui keagungan-Nya bagi mereka yang memikirkan.
Sayyid Quthb menjelaskan penciptaan manusia sebagai berikut:
Awal mula penciptaan manusia adalah sebuah sel yang mengawali
kehidupannya di dalam rahim, sebuah sel yang sederhana, kecil, hina,
dan tidak bernilai. Ia hanya dapat dilihat melalui kaca pembesar
dengan tidak terlampau jelas. Tidak berselang lama, sel ini pun
menjadi janin, yaitu janin yang terdiri dari jutaan sel yang bervariasi,
penting, memiliki tulang rawan, otot, syaraf, dan kulit. Dari sel itulah
tercipta organ tubuh, indra, dan aneka fungsinya yang menakjubkan
seperti pendengaran, penglihatan, perasaan, penciuman, perabaan dan
selainnya. Kemudian tercipta pula suatu hal yang sangat luar biasa dan
rahasia yang agung, yaitu kemampuan memahami, menerangkan,
merasa dan intuisi. Semua itu berasal dari sebuah sel yang sederhana,
kecil tidak berarti dan hina yang tidak jelas dan tidak tampak nyata.
Pada ayat ini Allah menyebutkan nikmat-Nya yang lain yaitu
penciptaan manusia. Nikmat itu merupakan landasan nikmat-nikmat yang
lain. Sesudah Allah menyatakan nikmat mengajarkan Al-Qur’an pada ayat
yang lalu, maka pada ayat ini Dia menciptakan jenis makhluk-Nya yang
terbaik yaitu manusia dan diajari-Nya pandai mengutarakan apa yang
tergores dalam hatinya dan apa yang terpikir dalam otaknya, karena
kemampuan berPikir dan berbicara itulah Al-Qur’an bisa diajarkan kepada
umat manusia.
4) Tafsir Ayat 4
a) Tafsir Al-Misbah
M. Quraish Shihab berpendapat bahwa Kata Al-bayan pada
mulanya berarti jelas. Kata tersebut disini dipahami oleh thabathaba‟i
dalam arti “Potensi Mengungkap”, yakni kalam/ucapan yanng
dengannya dapat terungkap apa yang terdapat dalam benak. Lebih
lanjut, ulama ini menyatakan bahwa kalam bukan sekadar
mewujudkan suara, dengan menggunakan rongga dada, tali suara dan
kerongkongan. Bukan juga hanya dalam keanekaragaman suara yanng
keluar dari kerongkongan akibat perbedaan Makharij al-huruf (tempat-
tempat keluarnya huruf) dari mulud, tetapi juga Allah Yang Maha Esa
menjadikan manusia dengan mengilhaminya, mampu memaknai suara
yang keluar itu, yang dengannya dia bisa menghadirkan sesuatu dari
alam nyata ini, betapapun besar atau kecilnya, yang wujud atau tidak
wujud, yang berkaitan dengan masa lampau atau datang, juga
menghadirkan dalam benaknya hal-hal yang bersifat abstrak yanng
dapat dijangkau oleh indranya. Itu semua dihadirkan oleh manusia
kepada pendengar dan ditampilkan ke indranya seakan-akan
pendengar itu melihatnya dengan mata kepala.
Pengajaran Al-Bayan itu tidak hanya terbatas pada ucapan, tetapi
juga mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni dan raut muka.
Bahkan, menurut Al-Biqa’i, kata Al-Bayan adalah potensi berpikir,
yakni mengetahui persoalan kulli dan juz’i, menilai yang tampak dan
juga yang gaib dan menganalogikannya dengan yang tampak. Sekali
dengan tanda-tanda, di kali lain dengan perhitungan, kali ketiga
dengan ramalan dan di kali selanjutnya dengan memandang ke alam
raya serta cara-cara yang lain, sambil membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk atau semacamnya. Itu semua disertai dengan
potensi untuk menguraikan sesuatu yang tersembunyi serta
menjelaskan dan mengajarkannya kepada pihak lain. Sekali dengan
kata-kata, dikali lain dengan perbuatan, dengan ucapan, tulisan,
isyarat, dan lain-lain. Dengan demikian, manusia tadi mampu untuk
menyempurnakan dirinya sekaligus menyempurnakan selainnya.
Disisi lain, kita tidak perlu menyatakan bahwa pengajaran Allah
melalui ilhamnya itu adalah pengajaran bahasa. Ia adalah penciptaan
potensi pada diri manusia dengan jalan menjadikannya tidak dapat
hidup sendiri, atau dengan kata lain menciptakannya sebagai mahluk
sosial. Itulah yang mendorong manusia untuk saling berhubungan dan
ini pada gilirannya melahirkan aneka suara yang disepakati bersama
maknanya oleh satu komunitas, dan aneka suara itulah yang
merupakan bahasa mereka.
b) Tafsir Al-Maraghi
Ahmad Mustafa Al-Maragi berpendapat bahwa manusia itu ialah
makhluk sosial menurut tabiatnya, yang tak bisa hidup kecuali
bermasyarakat dengan sesamanya, maka haruslah ada bahasa yang
digunakan untuk saling memahamkan sesamanya, dan untuk menulis
kepada sesamanya yang berada di tempat-tempat jauh dan negeri-
negeri seberang, disamping untuk memelihara ilmu-ilmu orang
terdahulu, agar dapat diambil manfaatnya oleh generasi berikut, dan
supaya ilmu-ilmu itu juga dapat ditambah oleh generasi mendatang
atas hasil usaha yang diperoleh oleh generasi yang lalu. Ini adalah
nikmat ruhani terbesar yang takbisa ditandingi dengan nikmat lainnya
dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, Allah SWT, Mendahulukan
penyebutan atas nikmat-nikmat lain yang akan disebutkan nanti.
c) Tafsir Al-Misbah
Hamka menjelaskan pada ayat ini bahwa Rahman Allah SWT.
kepada manusia tadi lebih sempurna lagi, karena manusia pun diajar
oleh Tuhan menyatakan perasaan hatinya dengan kata-kata yang di
dalam bahasa arab disebut dengan “Al-Bayan”, yaitu menjelaskan,
menerangkan apa yang terasa di hati, sehingga timbullah bahasa-
bahasa. Kita pun sudah sama maklum bagaimana pentingnya
kemajuan bahasa karena kemajuan ilmu pengetahuan. Suatu bangsa
yang lebih maju, terutama dilihat orang dalam kesanggupannya
memakai bahasa, memakai bicara. Alangkah malang yang tidak
sanggup memakai lidahnya untuk menyatakan perasaan hatinya,
“bagai orang bisu bermimpi” ke mana dan bagaimana dia akan
menerangkan mimpinya? Oleh sebab itu jelaslah bahwa pemakaian
bahasa adalah salah satu diantara Rahman Allah juga di muka bumi
ini. Beribu-ribu sampai berjuta-juta buku-buku yang dikarang, dalam
beratus ragam bahasa, semuanya menyatakan apa yang terasa di hati
sebagai hasil penyelidikan, pengalaman serta kemajuan hidup.
d) Tafsir Fi Zilalil Qur’an
Sayyid Quthb berpendapat bahwa lidah, dua bibir, langit-langit,
tenggorokan, saluran udara, filter, dan paru-paru, semuanya itu terlibat
dalam proses menghasilkan suara yang mekanistis. Ia merupakan
sebuah lingkaran dalam rangkaian Al-Bayan. Karena lingkaran itu
demikian besar, maka ia tidak dapat digambarkan kecuali aspek
mekanistik instrumentalnya dalam proses yang kompleks ini, yang
juga berkaitan dengan pendengaran, otak dan syaraf. Kemudian
berkaitan dengan akal yang kita pahami sebatas istilahnya saja tanpa
kita ketahui sedikit pun substansi dan hakikat akal. Bahkan kita nyaris
tidak mengetahui apa pun fungsi dan cara kerjanya.
Untuk dapat mengeluarkan bunyi, menyalurkan ekspresi, dan
berinteraksi dengan orang lain diperlukan kekompakan cara kerja
serangkaian organ tertentu yang dapat menyalurkan segala maksud
yang diinginkan. Adapun proses tersebut dimulai dengan adanya rasa
perlu untuk menuturkan kata, guna menyampaikan tujuan tertentu.
Rasa tersebut berpindah dari pemahaman atau akal, atau ruh ke
pelaksanaan perbuatan konkret. Dari perbuatan tersebut otaklah yang
memberikan perintah melalui urat-urat syaraf agar menuturkan kata
yang dikehendaki. Kata itu sendiri merupakan sesuatu yang diajarkan
Allah SWT. Kepada manusia dan yang maknanya diajarkan pula oleh-
Nya.
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh
Allah SWT, manusia yanng terdiri dari berbagai macam suku dan
budaya, yang tinggal dari berbagai macam desa, kota, negara dan
benua. Yang mana antara Individu yang satu dengan yang lain harus
saling berkomunikasi, saling membantu karena manusia merupakan
Makhluk Sosial tentunya ada suatu alat yang menyambungkan
komunikasi mereka yang dinamakan dengan bahasa melaui perkataan
mereka, atas rahmannya Allah dan kekuasaan Allah meskipun didunia
sangat begitu banyak perbedaan bahasa antara yang satu dengan yanng
lainnya manusia bisa memahami bahasa mereka sendiri dan
memahami bahasa orang lain. Karena itu semua Allah SWT yang
mengajarkan kepada manusia itu sendiri.
Oleh sebab itu sebagai manusia yang pandai berbicara merupakan
nikmat yang paling besar yang harus kita syukuri karena jika manusia
tidak bisa berbicara (Bisu) maka ia akan kesulitan berkomunikasi
dengan orang lain.

e) Hubungan antara subjek pendidikan dengan Ar-Rahman 1-4


Jelas terlihat bahwa hubungan antara subjek pendidikan dengan ayat
tersebut sangat erat kaitannya, yang dimana pada aurah Al-Rahman ini
menjelaskan bahwa Allah adalah subjek pendidikan yang mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada umat manusia. Ayat ini mengajarkan kita untuk menjadi
seorang pendidik yang professional, yakni mentransfer semua ilmu yang ada
hingga objek pendidikan (murid) paham dan pandai.

2. Q.S. al-Kahfi ayat: 66

a) Terjemahan Ayat
“Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
Allah kepadamu untuk saya jadikan pedoman dalamurusanku ini, yaitu ilmu yang
bermanfaat dan amalsaleh? (Q.S. alKahfi ayat: 66)".

b) Tafsiran Ayat
Disaat pertemuan kedua tokoh itu, musa berkata kepadanya, yakni kepada hamba
Allah yang memeroleh ilmu khusus itu, “apakah boleh musa mengikutinya. Dengan
niat dari hati yang penuh dengan tekad supaya beliau mengajarkan kepada musa
sebagian dari apa, yakni ilmu-ilmu, yang telah diajarkan Allah kepadanya. untuk
menjadi petunjuk bagiku menuju kebenaran?” Dia menjawab, “sesungguhnya kamu,
hai musa, sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.” Yakni, bermacam
peristiwa yang akan kamu alami saat sedang bersamaku akan membuatmu tidak
sabar. Dan, yakni padahal, bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu
belum jangkau secara menyeluruh hakikat beritanya. kamu tidak memiliki
pengetahuan batiniah yang cukup mengenai apa yang kamu lihat dan alami
bersamaku di saat itu.
Kata (‫ ) اتبعك‬attabi‟uka asalnya adalah ( ‫ ) اتبعك‬atbi‟uka dari kata (‫ )تبع‬tabi‟a
yakni mengikuti. Penambahan huruf ( َ ‫ ) ت‬ta‟ pada kata attabi‟uka mengandung
makna yang penuh dengan kesungguhan dalam upaya mengikuti itu. seharusnya
seorang pelajar, harus mempunyai tekad yang sangat kuat untuk mengapai tujuan
salah satunya cita-cita ataupun masa depan yang positif.
Nabi Musa as mempunyai ucapan yang amat halus. Karena beliau tidak menuntut
untuk diajarkan akan tetapi niat belajarnya tadi bersifat dalam bentuk pertanyaan.
Contohnya “Bolehkah aku mengikutimu?”. Selanjutnya beliau menamai pengajaran
yang diharapkannya itu sebagai ikutan yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai
pengikut dan pelajar. Beliau juga menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu untuk
dirinya secara pribadi yakni untuk menjadi petunjuk baginya. Di sisi lain, beliau
mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang saleh itu sehingga Nabi Musa as, hanya
mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah diajarkan
kepadanyai. Dalam konteks ini, Nabi Musa a.s. tidak menyatakan “apa yang engkau
ketahui wahai hamba Allah swt” karena beliau sepenuhnya sadar bahwa ilmu pastilah
bersumber dari satu sumber, yakni dari Allah Yang Maha Mengetahui. Memang,
Nabi Musa a.s. dalam perbincangan itu tidak menyebut nama Allah sebagai salah satu
sumber pengajaran karena hal tersebut telah merupakan aksioma bagi manusia
beriman. Di sisi lain, di sini kita menemukan hamba yang sholeh itu juga penuh
dengan tata krama. Beliau tidak langsung menolak permintaan Nabi Musa, tetapi
menyampaikan penilaiannya bahwa nabi agung itu tidak akan bersabar mengikutinya
sambil menyampaikan alasan yang sungguh logis dan tidak menyinggung perasaan
tentang sebab ketidak sabaran itu. Dapat penulis simpulkan bahwa dalam menuntut
ilmu tidak boleh setengah-setengah, karena jika kita melakukannya dengan setengah
hati, maka hasil yang diperoleh pun tidak maksimal. Dalam Buku Tafsir Al Qurthubi
yang diterbitkan oleh Pustaka Azzam, ayat ini memuat 2 masalah, yaitu:
Pertama: Firman Allah SWT, “َT‫ظً هم َاتبعك‬TTT‫ه َمى‬TTT‫ال“ ن‬TTT‫ َ ق‬musa berkata Khidhir,
„Bolehkah aku mengikutimu?’.” Ini termasuk pernyataan permintaan yang sangat
lembut dan halus namun mengandung arti yang sangat dalam lagi beretika luhur.
Maknanya: (Apakah engkau rela dan tidak keberatan).
Kedua: Ayat ini menunjukkan, bahwa seorang murid mengikuti guru walaupun
tingkatnya terpaut jauh, dan dalam kasus belajarnya Musa kepada Khidhir tidak ada
hal yang menunjukkan bahwa Khidhir lebih mulia daripada Musa, karena adakalanya
orang yang lebih mulia tidak mengetahui hal yang diketahui oleh orang yang tidak
lebih mulia, sebab kemuliaan itu adalah bagi yang dimuliakan Allah.
Pembahasan ini menerangkan kepada kita bahwa orang yang berilmu belum tentu
lebih mulia atau belum tentu akhlaknya baik daripada orang yang ilmunya masih
kurang. Tetapi kita tetap diwajibkan untuk menuntut ilmu, walaupun orang itu belum
tentu lebih mulia dari kita, karena sebenarnya tidak ada yang mengetahui kemuliaan
seseorang selain Allah SWT.
dapat kita simpulkan dari 2 sumber di atas bahwa Nabi Musa as. Adalah nabi
yang sangat halus dan sopan. Ia tidak memaksakan kehendaknya begitu saja kepada
hamba Allah itu, tetapi ia memintanya dengan sopan dan bertanya “Bolehkah aku
mengikutimu?”.

c) Nilai Pendidikan
Pada surat al-Kahfi ayat 66 ini, kita dapat mengambil beberapa nilai-nilai pendidikan,
yaitu antara lain:
1. Pendidikan bukan hanya dari orang tua, tetapi juga dari orang lain, seperti guru,
dosen, teman dan masyarakat. Seperti dalam surat al-Kahfi tersebut yang telah
mencontohkan bagaimana Nabi Musa belajar kepada Khidir.
2. Saat berbicara atau berlaku terhadap seorang pendidik haruslah menghormati dan
bersikap sopan santun kepadanya.
3. Menganggap bahwa pendidik lebih tahu dari pada diri kita.
4. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, maka kita akan berhasil.

d) Asbabun Nuzul surah Al kahfi


Seperti yang kita ketahui asababun nuzul adalah sebab-sebab turunnya ayat.
Setiap ayat al qur’an yang di turun kan Allah SWT pasti memiliki maksud dan tujuan,
dan bagimana sebab musabab kejadian turunya ayat tersebut. Menurut Ibnu
Taimiyah, mengetahui asbabun nuzul suatu ayat Al qur’an dapat membantu kita
memahami pesan-pesan yang terkandung dalam ayat tersebut.
Dalam tafsir Jalalain menyebutkan bahwa, asbabun nuzul surah al kahfi ialah
pengujian kenabian Muhammad oleh orang Yahudi. Nabi Muhammad dites
kenabiannya dengan tiga perkara. Terdapat Tiga perkara yang ditanyakan kepada
Nabi Muhammad antara lain tentang para pemuda (ashabul kahfi) di masa silam yang
pergi mengasingkan diri dari kaumnya; tentang seorang laki-laki yang menjelajah
Minangkori hingga sampai ke ujung timur dan ujung barat; dan tentang masalah roh.
Jika Nabi Muhammad SAW mampu menjelaskan tentang ketiga hal tersebut, maka ia
benar-benar diakui sebagai nabi. Sebaliknya, jika tidak mampu menjelaskan maka ia
bukan seorang Nabi.
Menurut Ibn Katsir, asbabun nuzul surah al kahfi adalah kaum Quraiys bertanya
tentang Nabi Muhammad kepada pendeta Yahudi. Dan pendeta Yahudi itu pun
menyuruh utusan Kaum Quraiys untuk menanyakan tiga hal kepada Nabi. Jika
Muhammad mampu menjawab ketiga hal itu maka ia benar-benar Nabi yang diutus,
tapi jika tidak maka dia hanya orang yang mengada-ada saja. Ketiga hal itu meliputi:
tentang sekelompok pemuda yang pergi pada masa terdahulu, tentang seorang laki-
laki penjelajah sehingga mencapai belahan bumi sebelah timur dan barat, serta
tentang ruh dan penjelasannya.
Setelah ketiga hal itu ditanyakan kepada Nabi, beliau menjanjikan akan
menjawabnya esok hari. Namun sampai lima belas malam, Nabi belum mendapat
wahyu lagi dari Allah SWT. Kaum Quraiys pun menunggu dan keadaan itu sempat
menjadikan geger kota Mekkah. Nabi sangat sedih karena sampai saat itu Jibril tidak
lagi datang menyampaikan wahyu Allah SWT. Kesedihan Nabi bertambah ketika
mendengar gunjingan para penduduk Mekkah. Akhirnya, datanglah Jibril membawa
surah Al Kahfi dari sisi Allah Azza wa Jalla. Surah itu mengandung teguran kepada
Nabi karena kesedihannya terhadap kaum Quraisy dan jawaban atas persoalan
pemuda, seorang penjelajah dan firman Allah ta’ala tentang ruh, yang ditanyakan
kaum Quraiys. Demikian merupakan asbabun nuzul surah Al Kahfi secara global atau
umum. Sedangkan khusus untuk surah Al Kahfi:66, para ulama’ juga telah memiliki
pandangan tentang asbabun nuzulnya.
Surah Al Kahfi: 66 turun disebabkan rasa kebanggaan berlebihan atau
kesombongan Nabi Musa. Suatu waktu, usai berkhotbah di depan umatnya, tiba-tiba
Nabi Musa ditanya oleh seorang pemuda tentang orang yang paling pandai di muka
bumi. Sontak Nabi Musa menjawab bahwa, dirinyalah satu-satunya orang yang paling
pandai di bumi. Mengetahui hal itu, Allah SWT menegur Nabi Musa dengan
memberitahukan bahwa ada manusia yang lebih pandai darinya. Nabi Musa tentu saja
merasa penasaran dan sangat ingin menemui orang tersebut. Akhirnya Allah SWT
pun memberi petunjuk agar Nabi Musa pergi ke sebuah tempat, tempat pertemuan
antara dua lautan. Di tempat itu Nabi Musa akan menemukan orang yang lebih pandai
darinya. Setelah bertemu dengan orang tersebut maka Nabi Musa harus menimba
ilmu dari orang tersebut, hingga akhirnya kemudian terjadilah pertemuan keilmuan
serta interaksi edukatif antara Nabi Musa dan orang yang lebih pandai darinya, orang
sholeh, yakni Khidir.

Menurut suatu riwayat, suatu saat Nabi Musa A.S –ketika baru saja menerima
kitab dan berkata-kata dengan Allah— bertanya kepada Tuhannya; “Siapakah kira-
kira yang paling utama dan berilmu didunia ini selain aku?.” Maka dijawab: “Ada,
yaitu hamba Allah yang berdiam di pinggir lautan, namanya Khidir”. Di dalam hadits
riwayat Imam Bukhori dan Muslim, dari Abi bin Ka’ab ra. telah mendengar
Rosulullah bersabda: Ketika suatu saat Nabi Musa berdiri berkhotbah di hadapan
kaumnya, Bani Isra’il, salah seorang bertanya: “Siapa orang yang paling tinggi
ilmunya”, Nabi Musa as. menjawab: “Saya”. Kemudian Allah menegur Musa dan
berfirman kepadanya, supaya Musa tidak mengulangi statemannya itu; “Aku
mempunyai seorang hamba yang tinggal di pertemuan antara dua samudra, adalah
seorang yang lebih tinggi ilmunya daripada kamu”. Nabi Musa as berkata: “Ya
Tuhanku, bagaimana aku bisa menemuinya”. Tuhannya berfirman: “Bawalah ikan
sebagai bekal perjalanan, apabila di suatu tempat ikan itu hidup lagi, maka di situlah
tempatnya. (Kalimat Hadits dari Imam Bukhori).
Di dalam riwayat yang lain disebutkan, di saat Nabi Musa as. bermunajat kepada
Tuhannya, beliau berkata: “Ya Tuhanku, sekiranya ada di antara hambaMu yang
ilmunya lebih tinggi dari ilmuku maka tunjukkanlah padaku”. Tuhannya berkata:
“Yang lebih tinggi ilmunya dari kamu adalah Khidhir”, Nabi Musa as. bertanya lagi:
“Kemana saya harus mencarinya?”, Tuhannya menjawab: “Di pantai dekat batu
besar”, Musa as. bertanya lagi: “Ya Tuhanku, aku harus berbuat apa agar aku dapat
menemuinya?”, maka dijawab: “Bawalah ikan untuk perbekalan di dalam keranjang,
apabila di suatu tempat, ikan itu hidup lagi, berarti Khidir itu berada disana”.
Berdasarkan apa yang disebutkan Ibn Abbas RA, yang diriwayatkan dari Ubay
Ibn Ka’ab. Beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya pada suatu
hari, Nabi Musa berdiri di khalayak Bani Israil, lalu beliau ditanya, “Siapakah orang
yang paling berilmu?” jawab Nabi Musa, “Aku”, ketika ditanya, “Adakah orang yang
lebih berilmu dari anda?”. Nabi Musa menjawab, “Tidak ada.” Lalu Allah menegur
Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya, di sisi-Ku ada seorang hamba yang
berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu dari kamu.” Lantas, Nabi Musa
pun bertanya, “Ya, Allah dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah berfirman,
“Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan dalam keranjang. Sekiranya ikan itu
hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu. ”Sesungguhnya teguran
Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui
hamba yang sholih itu. Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu darinya. Nabi
Musa kemudian bermaksud menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan
dalam wadah dan berangkat bersama dengan muridnya, Yusya’b.

3. Q.S. An-Najm 5-6

a. Subjek Pendidikan (Malaikat)


‫ش ِدي ُد ٱ ْلقُ َو ٰى‬
َ ُ‫َعلَّ َمهۥ‬

"yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat."

ْ ‫ُذو ِم َّر ٍة فَٱ‬


‫ست ََو ٰى‬

"yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan
rupa yang asli."

b. Asbabun Nuzul Surah An-Najm ayat 5-6


Ayat ini merupakan jawaban dari perkataan mereka yang mengatakan bahwa
Muhammad itu hanyalah tukang dongeng yang menceritakan dongengan orang-
orang terdahulu. Jelaslah bahwa Muhammad itu bukan diajari oleh seorang
manusai, tapi ia diajari oleh jibril as yang sangat kuat. Allah swt menerangkan
lagi dalam ayat ini bahwa jibril itu mempunyai kecerdasan dan kekuatan yang luar
biasa. Seperti dalam riwayat bahw ia pernah membalikan perkampungan nabi luth
kemudian mereka diangkat kelangit lalu dijatuhkan ke bumi juga iapernah
menghembus kaum samud hingga berterbanganlah mereka. Dan apabila ia turun
kebumi hanya dibutuhkan waktu kebumi hanya dibutuhkan waktu sekejap mata.
Lagi pula ia dapat merubah bentuk dengan berbagai rupa.

c. Tafsir Surah An-Najm ayat 5-6


1) Tafsir Al-Mishbah

Kata (‫ )علمه‬bukan berarti bahwa wahyu tersebut bersumber dari malaikat


Jibril. Seorang yang mengajar tidak mutlak mengajarkan sesuatu yang
bersumber dari sang pengajar. Bukankah kita mengajar anak kita membaca,
padahal sering kali bacaan yang diajarkan itu bukan karya kita.
Menyampaikan atau menjelaskan sesuatu secara baik dan benar adalah salah
satu bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahyu dari Allah dengan tugas
menyampaikan secara baik dan benar kepada Nabi saw., dan itulah yang
dimaksud dengan pengajaran disini.
Kata ( ّ‫ )ةمر‬terambil dari kalimat ( ‫ ْال َح ْب َل‬ ‫ت‬
ُ   ْ‫ ْم َرر‬ َ‫ )ا‬yang berarti melilitkan tali
guna menguatkan sesuatu. Kata (‫رة‬TT‫م‬ ‫ )ذو‬digunakan untuk menggambarkan
kekuatan nalar dan tingginya kemampuan seseorang. Al-Biqa’i memahaminya
dalam arti ketegasan dan kekuatan yang luar biasa untuk melaksanakan tugas
yang dibebankan kepadanya tanpa sedikitpun mengarah kepada tugas
selainnya disertai dengan keikhlasan penuh. Ada juga ynag memahminya
dalam arti kekuatan fisik, akal, dan nalar.
Ada lagi ulama yang memahami ayat ini sebagai berbicara tentang Nabi
Muhammad saw., yakni Nabi agung itu adalah seorang tokoh yang kuat
kepribadiannya serta matang pikiran dan akalnya lagi sangat tegas dalam
membela agama Allah.
2) Tafsir Al-Azhar
“Yang memberinya ajaran ialah yang sangat kuat.” (ayat 5)
Inilah jaminan selanjutnya tentang wahyu yang diterima oleh Nabi
Muhammad saw., itu. Bahwasannya yang mengajarkan wahyu itu kepada
beliau ialah makhluk yang sangat kuat. Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa
yang dimaksud dengan yang sangat kuat ialah Malaikat Jibril.
“Yang mempunyai keteguhan.” (pangkal ayat 6). Mujahid, al-Hasan dan
Ibnu Zaid member arti: “Yang mempunyai keteguhan.” Ibnu Abbas member
arti: “Yang mempunyai rupa yang elok.”  Qatadah member arti: “Ynag
mempunyai bentuk badan yang tinggi bagus.” Ibnu Katsir ketika member arti
berkata: “Tidak ada perbedaan dalam memberi arti yang dikemukakan itu.”
Karena Malaikat Jibril itu memang bagus dipandang mata dan mempunyai
kekuatan luar biasa. Lanjutan ayat ialah (‫ى‬ ‫تو‬TTT‫س‬ ‫ا‬TTT‫ )ف‬artinya: “yang
menampakkan diri yang asli.”
Menurut riwayat dari Ibnu Abi Haitam yang diterimanya dari Abdullah
bin Mas’ud, bahwasannya Rosululloh saw. melihat rupanya yang asli itu dua
kali. Kali yang pertama ialah ketika Rosul saw. meminta kepada Jibril supaya
sudi memperlihatkan diri menurut rupanya yang asli. Permintaan itu dia
kabulkan, lalu kelihatanlah dia dalam keasliannya itu memenuhi ufuk. Kali
yang kedua ialah ketika ia memperlihatkan dalam keadaannya yang asli itu,
ketika Jibril akan menemani beliau pergi Isra’ Mi’raj. Dalam pernyataan diri
dari keasliannya itu, Nabi melihatnya dengan sayap yang sangat banyak, 600
(enam ratus) sayap.
3) Tafsir Al-Maragi
Nabi saw., tak pernah diajari oleh seorang manusia pun. Akan tetapi ia
diajari oleh Jibril yang berkekuatan hebat. Sedang manusia itu diciptakan
sebagai makhluk yang daif. Ia tidak mendapatkan ilmu kecuali sedikit saja. Di
samping itu, Jibril adalah terpercaya perkataannya. Sebab, kecerdasan yang
kuat merupakan syarat kepercayaan orang terhadap perkataan orang lain.
Begitu pula ia terpercaya hafalan maupun amanatnya. Artinya dia tidak lupa
dan tak mungkin merubah.
Jibril memiliki kekuatan-kekuatan pikiran dan kekuatan-kekuatan tubuh.
Sebagaimana diriwayatkan bahwa ia pernah mencukil negeri kaum Lut dari
laut Hitam yang waktu itu berada dibawah tanah. Lalu memanggulnya pada
kedua sayapnya dan diangkatnya negeri itu ke langit, kemudian dibalikkan.
Pernah pula ia berteriak terhadap Kaum Samud, sehingga mereka mati semua.
Jibril pernah menampakkan diri dalam rupa yang asli, sebagaimana Allah
menciptakan dia dalam rupa tersebut, yaitu ketika Rosululloh saw. ingin
melihatnya sedemikian rupa. Yakni bahwa Jibril itu menampakkan diri kepada
Rosulullah saw. pada ufuk yang tertinggi, yaitu ufuk matahari.

d. Kaitan Surah An-Najm ayat 5-6 dengan "Subjek Pendidikan"

Ayat 5, dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa nabi Muhammad
SAW diajari oleh malaikat jibril. malaikat jibril itu sangat kuat, baik ilmunya
maupun amalnya.  Dari sinilah jelas bahwa nabi Muhammad itu bukan diajari
oleh manusia, tapi beliau diajari oleh malaikat yang sangat kuat.

Ayat 6, Allah SWT menerangkan, bahwa malaikat jibril memiliki


kekuatan yang luar biasa. Seperti dalam suatu riwayat yang menjelaskan
bahwa malaikat jibril pernah membalikan perkampungan nabi Lut kemudian
mereka diangkat ke langit lalu dijatuhkan ke bumi. Ia juga pernah
menghembuskan kaum nabi samud hingga berterbangan. Dan apabila ia turun
ke bumi hanya dibutuhkan waktu sekejap mata. Ia juga dapat berubah bentuk
seperti manusia.
Kaitannya dengan judul makalah kami yakni subyek pendidikan, yang
dimaksud pengajar atau yang menjadi subyek disini adalah Malaikat Jibril,
bukan berarti bahwa wahyu tersebut bersumber dari Malaikat Jibril. Seseorang
yang mengajar tidak mutlak mengajarkan sesuatu yang bersumber dari sang
pengajar. Bukankah kita mengajar seorang anak membaca, padahal bacaan itu
juga bukan merupakan karya kita? Menyampaikan sesuatu secara baik dan
benar adalah satu bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahu dari Allah
dengan tugas menyampaikannya secara baik dan benar kepada Nabi
Muhammad Saw., dan itulah yang dimaksud pengajaran disini.

Sedangkan jika dikaitkan dengan pengajar atau pendidik yakni seorang


guru, maka dapat di ambil beberapa kriteria guru yakni diantaranya adalah
seorang guru itu harus mempunyai kekuatan, baik kekuatan secara jasmani
maupun rohani. Kekuatan jasmani yakni berupa totalitas dalam mengajar,
penampilan dan perilaku yang baik, karena perilaku kita akan dijadikan
cerminan oleh murid-murid kita.

Sedangkan yang dimaksud dengan kekuatan rohani yakni cerdas aqliyah


maupun fi’liyah, kesungguhan dalam menyampaikan mata pelajaran kepada
anak didik, serta kesabaran dalam mendidik dan menanamkan akhlakul
karimah kepada peserta didik.
Melihat ayat diatas, bahwasannya subyek dari pada pendidikan adalah:
1) Allah SWT
Secara tidak langsung, bahwasannya Allah SWT sebagai Subyek pendidik
yang paling utama, dengan alasan, bahwasannya malaikat jibril tidaklah akan
mempunyai jiwa dan fisik yang kuat serta akal yang cerdas tanpa ada yang
memberi kemampuan. Sifat seperti itu hanya dimiliki oleh Dzat yang maha
sempurna yaitu Allah SWT. Menurut hemat kami, bahwasannya tidaklah
mungkin jibril memiliki hal tersebut, sebelum mendapatkan pengajaran
terlebih dahulu dari Allah SWT.
2) Malaikat Jibril
Dengan jelas ayat diatas menyatakan bahwa, malaikat jibril merupakan
subyek (perantara) dalam menyampaikan wahyu yang dibawanya dari Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW, dengan dibekali jiwa yang kuat serta
akal yang cerdas, sehingga mampu bukan hanya menyampaikan wahyu, tetapi
juga mengajarkannya kepada Nabi SAW.
3) Manusia (Nabi Muhammad)
Rasullullah sebagai subyek pendidik, karena dalam hal ini Rasulullah
bertindak sebagai penerima wahyu (Al-Qur’an), sekaligus bertugas untuk
menyampaikan petunjuk-petunjuk tersebut, menyucikan dan mengajarkan
manusia menuju arah yang benar sesuai dengan Syari’at yang dibawanya,
yaitu Islam.
4) Surah An-Nahl 43-44

a. Subjek Pendidikan Surah An-Nahl/ : 43-44.

ِّ ‫سَألُوا َأ ْه َل‬
)43( َ‫الذ ْك ِر ِإنْ ُك ْنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُمون‬ ْ ‫وحي ِإلَ ْي ِه ْم فَا‬ َ ‫َو َما َأ ْر‬
ِ ُ‫س ْلنَا ِمنْ قَ ْبلِ َك ِإال ِر َجاال ن‬

"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki


yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, keterangan-
keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. "

‫س َما نز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم‬ ِّ َ‫الزبُ ِر َوَأنز ْلنَا ِإلَ ْيك‬
ِ ‫الذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلنَّا‬ ِ ‫بِا ْلبَيِّنَا‬
ُّ ‫ت َو‬

( 44( َ‫يَتَفَ َّكرُون‬

"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan


kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan."

b. Munasabah Surah An-Nahl/:43-44


Surat al-Nahl ayat 43-44 memiliki munasabah (korelasi) dengan ayat
sebelum dan sesudahnya, yaitu surat al-Nahl ayat 42 dan 45 sebagai
berikut:

۟ ‫صبَ ُر‬
َ‫وا َو َعلَ ٰى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُون‬ َ َ‫ٱلَّ ِذين‬

“(Yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka
bertawakkal.”

Sementara itu, dalam surat al-Nahl ayat 45 Allah SWT. Berfirman


sebagai berikut:

َ‫ش ُعرُون‬ ُ ‫ض َأ ْو يَْأتِيَ ُه ُم ٱ ْل َع َذ‬


ُ ‫اب ِمنْ َح ْي‬
ْ ‫ث اَل َي‬ َ ‫سفَ ٱهَّلل ُ ِب ِه ُم ٱَأْل ْر‬
ِ ‫ت َأن َي ْخ‬
ِ ‫سيِّـَٔا‬ ۟ ‫َأفََأ ِمنَ ٱلَّ ِذينَ َم َك ُر‬
َّ ‫وا ٱل‬

“Maka apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa
aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama
mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak
mereka sadari”.
Munasabah yang ada di antara ayat 42 dengan ayat 43, ayat 43
dengan ayat 44 dan 44 dengan ayat 45, bahwa di antara ayat tersebut
masih ada kesesuaiannya dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Sebelum
ayat 43, Allah SWT. 1) Menjelaskan bahwa kaum musyrikin
mengingkari kerasulan Muhammad saw, dan mereka menganiaya Nabi
dan pengikutnya, sehingga kitab mereka itu bahwa Allah pernah
rangkaian yang utuh dan integral; 2) Mempermudah pemahaman al-
Qur‟an; 3) Memperkuat keyakinan atas kebenaran sebagai wahyu Allah;
4) Menolak tuduhan, bahwa susunan al-Qur‟an kacau.
Umat Islam berhijrah menyelamatkan diri dari penganiayaan orang-
orang musyrik. Dari keterangan tersebut menunjukkan, bahwa kaum
musyrik tidak memerlukan Nabi dan mereka menyangkal kerisalahan
Muhammad saw dengan mengatakan bahwa kalau Allah akan
mengirimkan utusan tentulah Ia akan mengutus malaikat. Akan tetapi
alasan mereka (kaum musyrikin) itu tidak dapat dibenarkan menurut
kenyataan sejarah, karena Allah SWT., mengutus utusan hanyalah orang
laki-laki (manusia) yang diberi wahyu. Hal ini dibantah oleh orang-orang
musyrik, kenapa Allah tidak mengutus Rasul dari malaikat?, kemudian
Allah menjawab kesalahpahaman ini bahwa sesungguhnya sudah
menjadi kebiasaan (sunnah) Allah mengutus Rasul dari kalangan
manusia itu sendiri.
Kemudian Allah memerintahkan kepada orang-orang musyrik agar
bertanya kepada orang-orang ahli kitab sebelum kedatangan Muhammad
saw baik kepada orang-orang Yahudi ataupun orang-orang Nasrani.
Apakah di dalam kitab-kitab mereka itu disebut kan suatu keterangan,
bahwa Allah pernah mengutus malaikat kepada mereka, maka kalau
disebutkan di dalam menurunkan malaikat sebagai utusan Allah, maka
bolehlah mereka itu mengingkari kerisalahan Muhammad. Akan tetapi,
apabila yang disebutkan di dalam kitab mereka, Allah hanya mengirim
utusan kepada mereka manusia yang sejenis dengan mereka, maka tidak
benar apabila orang-orang musyrik itu mengingkari kerisalahan
Muhammad saw.15 Sesudah itu Allah menjelaskan bahwa rasul-rasul itu
diutus dengan membawa keterangan-keterangan yang membuktikan
kebenarannya, yaitu mukjizat dan kitab-kitab yang dijadikan pedoman
untuk memberikan penjelasan kepada manusia dan supaya manusia mau
memikirkannya.
Ayat selanjutnya menjelaskan, bahwa Allah memberi peringatan dan
mengancam terhadap orang-orang musyrik (orang yang tidak percaya
kepada kerisalahan Muhammad saw).16
Bentuk munasabah yang ada dalam surat al-Nahl ayat 43-44 adalah
berupa munasabah antara ayat, yaitu munasabah atau persambungan
antara ayat yang satu dengan ayat yang lain yang dalam kajian ini
munasabah terjadi dengan ayat sebelumnya, yakni ayat 42 dan 45.
Munasabah ini berbentuk jawaban dari ayat sebelumnya dengan ditandai
(¹ϣَ )-nya ayat 43 dengan ayat 42 dan ayat 44 sebagai persambungan
dengan surat al-Nahl ayat 43.
Disamping itu, kesesuaian ayat tersebut dapat dilihat dari
kandungannya, sebab surat al-Nahl ayat 42, 43, 44, dan 45 sama-
sama menjelaskan mengenai orang-orang musyrik yang tidak percaya
pada kerisalahan nabi Muhammad saw dan ancaman Allah SWT
terhadap mereka.

c. Tafsir Surah An-Nahl/ : 43-44


1) Surah An-Nahl ayat 43
a) Tafsir Jalalain

َ ‫ َو َما َأ ْر‬ 
ِ ُّ‫س ْلنَا ِمن قَ ْبلِ َك ِإاَّل ِر َجااًل ن‬
‫وحي ِإلَ ْي ِه ْم‬

(Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu kecuali orang-orang


lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka) bukannya para
malaikat. ‫اس ـَألُوا َأ ْهـ َل الـ ِّـذ ْكر‬
ْ َ‫( ف‬maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan) yakni para ulama yang ahli dalam kitab
Taurat dan kitab Injil. َ‫إن ُكنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُمون‬ (jika kalian tidak mengetahui)
hal tersebut, mereka pasti mengetahuinya karena kepercayaan
kalian kepada mereka lebih dekat daripada kepercayaan kalian
terhadap Nabi Muhammad saw.

b) Tafsir Ibnu Katsir

ِّ ‫سَألُوا َأ ْه َل‬
‫الذ ْك ِر ِإن ُكنتُ ْم اَل‬ ْ ‫وحي ِإلَ ْي ِه ْم فَا‬ َ ‫َو َما َأ ْر‬
ِ ُّ‫س ْلنَا ِمن قَ ْبلِ َك ِإاَّل ِر َجااًل ن‬

(Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang


laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak
mengetahui.) Maksudnya, bertanyalah kepada orang-orang Ahli
Kitab terdahulu, apakah para Rasul yang di utus kepada mereka
berupa manusia atau Malaikat? Jika para Rasul itu berupa
Malaikat, berarti boleh kalian mengingkari dan jika dari manusia,
maka janganlah kalian mengingkari kalau Muhammad adalah
seorang Rasul.

c) Tafsir Kemenag

Allah menyatakan bahwa Dia tidak mengutus seorang rasul


pun sebelum Nabi Muhammad kecuali manusia yang diberi-Nya
wahyu. Ayat ini menggambarkan bahwa rasul-rasul yang diutus itu
hanyalah laki-laki dari keturunan Adam a.s. sampai Nabi
Muhammad saw yang bertugas mem-bimbing umatnya agar
mereka beragama tauhid dan mengikuti bimbingan wahyu.

Oleh karena itu, yang pantas diutus untuk melakukan tugas itu
adalah rasul-rasul dari jenis mereka dan berbahasa mereka. Pada
waktu Nabi Muhammad saw diutus, orang-orang Arab menyangkal
bahwa Allah tidak mungkin mengutus utusan yang berjenis
manusia seperti mereka. Mereka menginginkan agar yang diutus
itu haruslah seorang malaikat,

2) Surah An-Nahl ayat 44


‫س َما نُ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم يَتَفَ َّك ُرون‬ ِّ َ‫الزبُ ِر َوَأنزَ ْلنَا ِإلَ ْيك‬
ِ ‫الذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلنَّا‬ ِ ‫بِا ْلبَيِّنَا‬
ُّ ‫ت َو‬

a) Tafsir Jalalain

‫بِا ْلبَيِّنَـــات‬ (Dengan membawa keterangan-keterangan) lafal ini


berta’alluq kepada fi’il yang tidak disebutkan; artinya Kami utus
mereka dengan membawa hujah-hujah yang jelas. ‫الزبُ ِر‬ ُّ ‫و‬ (dan
َ kitab-
kitab) yakni kitab-kitab suci. ‫وَأن َز ْلنَا ِإلَ ْي َك الـ ِّـذ ْكر‬ (Dan
َ Kami turunkan
kepadamu Adz-Dzikr) yakni Alquran. ‫س َمــا نُ ـ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم‬
ِ ‫لِتُبَيِّنَ لِلنَّا‬ (agar
kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang diturunkan
kepada mereka) yang di dalamnya dibedakan antara halal dan
haram, َ‫ َولَ َعلَّ ُه ْم يَتَفَ َّكرُون‬ (dan supaya mereka memikirkan) tentang hal
tersebut kemudian mereka mengambil pelajaran daripadanya.

b) Tafsir Ibnu Katsir

ِّ ‫ َوَأن َز ْلنَــا ِإلَ ْيــ َك‬ (Dan Kami


Kemudian Allah Ta’ala berfirman: ‫الــذ ْك َر‬
turunkan kepadamu adz-Dzikr) maksudnya al-Qur’an; ‫س َما‬ ِ ‫لِتُبَيِّنَ لِلنَّا‬
‫ِإلَ ْي ِه ْم‬ ‫نُ ِّز َل‬ (Agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka).maksudnya dari Rabb mereka,
karena pengetahuanmu dengan arti apa yang telah Allah turunkan
kepadamu, karena pemeliharaanmu terhadapnya, karena kamu
mengikutinya, dan karena pengetahuan Kami bahwa sesungguhnya
kamu adalah orang yang paling mulia di antara para makhluk dan
pemimpin anak Adam.Maka dari itu engkau (ya, Muhammad!)
harus merinci untuk mereka apa yang mujmal (gobal) dan
menerangkan apa yang sulit untuk mereka. ‫ َولَ َعلَّ ُه ْم يَتَفَ َّك ُرون‬ (Dan
supaya mereka memikirkan) maksudnya, supaya mereka melihat
diri mereka sendiri agar mendapat petunjuk dan beruntung dengan
keselamatan di dunia dan akhirat.

c) Tafsir Kemenag
Sesudah itu Allah swt menjelaskan bahwa para rasul itu diutus
dengan membawa bukti-bukti nyata tentang kebenaran mereka.
Yang dimaksud dengan bukti-bukti yang nyata dalam ayat ini ialah
mukjizat-mukjizat yang membuktikan kebenaran kerasulan
mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan az-zubur ialah kitab
yang mengandung tuntunan hidup dan tata hukum yang diberikan
oleh Allah kepada manusia.

d. Kaitan Surah An-Nahl ayat 43-44 dengan "Subjek Pendidikan"

Pelajaran yang terkandung dalam dua ayat di atas, antara lain :

1) Wajib bertanya kepada orang yang berilmu bagi orang yang tidak tahu
tentang urusan agamanya, baik itu masalah akidah, ibadah, maupun
hukum.

2) As-Sunnah merupakan kebutuhan mutlak, karena as-Sunnah


menjelaskan secara rinci kandungan al-Qur’an yang bersifat global dan
menjelaskan makna-maknanya.

Kaitannya dengan subyek pendidikan adalah bahwa orang-orang yang berilmu


dan Rasulullah saw adalah sebagai pelaku pendidikan. Orang-orang yang berilmu
harus menjawab pertanyaan orang-orang yang bertanya tentang urusan agamanya,
baik dalam masalah akidah, ibadah maupun masalah hukum. Juga Rasulullah saw
menjelaskan secara rinci kandungan al-Qur’an yang bersifat global, dan
menerangkan makna-maknanya.

4. Surah An-Najm 7-8

a. Subjek Pendidikan Surah An-Najm ayat 7-8 (Malaikat Sebagai Pendidik)

ِ ُ‫َوه َُو بِٱُأْلف‬


ٰ‫ق ٱَأْل ْعلَى‬

“Sedang dia berada di ufuk yang tinggi”.


ٰ‫ثُ َّم َدنَا فَتَ َدلَّى‬

“Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi”.

b. Asbabun Nuzul Surah An-Najm ayat 7-8


Surat An-Najm ayat; 7-8, Allah mengabarkan bahwa yang mengajarkan Al
Qur’an ini kepada Muhammad adalah Jibril yang di antara sifatnya adalah sangat
kuat, yang memiliki pandangan yang baik, dan yang nampak dan berada di atas (ufuk
langit) dalam bentuk yang hakiki (asli), sebagaimana betuk asli yang Allah ciptakan.
Dia di atas langit, dan langit penuh karena besarnya dirinya, ini adalah ru’yah awal
dari Nabi ‫ﷺ‬. Kemudian Jibril mendekat kepada Nabi ‫ﷺ‬ di gua hira, dan semakin
mendekat hingga berjarak dua busur panah atau lebih dekat daripada itu kepada Nabi
‫ﷺ‬, akan tetapi dalam bentuk manusia; Sebab ketika dalam bentuk (asli) di ufuk
langit, tidak terbayang bisa masuk ke dalam gua hira. Dan malaikat memiliki
kemampuan merubah dirinya dalam bentuk manusia, sebagaimana dilakukan oleh
para malaikat yang diberikan tugas untuk membinasakan kaum Luth, ketika Nabi
Ibrahim berziarah (menuju kaum Luth) bersama para malaikat.

c. Tafsir Surah An-Najm ayat 7-8


1. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Yang mengajari Muhammad adalah malaikat yang mempunyai kekuatan
besar, pemilik penampilan yang baik, yaitu Jibril, yang duduk dan Nampak
terlihat oleh Rasulullah dalam wujud aslinya di ufuk tertinggi, yaitu ufuk matahari
saat ia terbit, kemudian Jibril mendekat kepada Rasulullah, dia semakin mendekat,
sehingga kedekatannya sedekat dua busur panah atau lebih dekat lagi. Lalu Allah
mewahyukan kepada hambaNya, Muhammad apa yang Dia wahyukan melalui
Jibril. Hati Muhammad tidak mendustakan apa yang dia lihat dan saksikan.

2. Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI/Surat An-Najm Ayat 7


Sedang dia, yaitu jibril, pada saat itu berada di ufuk langit yang tinggi.
Kemudian dia mendekat ke arah nabi Muhammad, lalu turun sehingga bertambah
dekat lagi.
3. Tafsir Al-Wajiz/Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri
Suriah.
Jibril berada di sudut langit yang tinggi. Maknanya yaitu sudut yang sangat
tinggi untuk dilihat di langit.

c. Kaitan Surah An-Najm ayat 7-8 dengan "Subjek Pendidikan"


Guru memegang peranan penting dalam dunia pendidikan, kepribadian guru
merupakan modal utama dalam memberikan pengajaran. Dari pribadi guru yang
ideal akan terlahir didikan yang sesuai. Di sinilah pentingnya setiap guru memahami
sebuah karakteristik ideal. Surah An-Najm ayat 1-10 merupakan kelompok ayat yang
membahas tentang masalah penyampaian wahyu oleh malaikat Jibril a.s. sebagai
pendidik kepada Nabi Muhammad saw., dalam menerima wahyu sebagai teladan
yang ideal. Perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini mengenai apa saja
isi kadungan surah an-Najm ayat 1-10, dan bagaimana hasil analisis karakteristik
guru ideal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui isi kandungan surah an-Najm
mengenai karakteristik guru ideal dalam dunia pendidikan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis library research
(penelitian kepustakaan) dengan teknik analisis deskritif kualitatif, dengan cara
mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan
permasalahanya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian dianalisis
dengan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat al-
Qur’an dari seluruh aspeknya. Sumber data utama yang penulis gunakan dalam
penelitian ini antara lain Tafsir Al-Misbah, Tafsir Al-Maraghi, dan Tafsir Ibnu katsir.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam surah An-Najm ayat 1-10 terkandung
beberapa karakteristik ideal bagi seorang guru, diantaranya ialah: Pribadi guru yang
kuat, cerdas/pintar, berbakat, peduli dan memahami, mendidik dengan hati, serta
kompeten di bidangnya. Kata Kunci: Tafsir Surah An-Najm, Karakteristik Guru
Ideal.

1. Allah SWT.
Sudah kita ketahui di pada penafsiran di atas ahwa allah swt sebagai subyek
utama, kejadian di ini mungkin tidak akan terjadi kalau memang allah swt tidak
menghendakinya, karena itu lah kejadian ini bisa terjadi, pada hakikatnya,
kepintaran, kekuatan, akal yang meleihi kemampuan itu atas kehendaknya.
2. Malaikat Jibril
Pada penjekasan ayat di atas malaikat jibril ini sebagai subyek(perantara),
pada halnya malaikat jibril adalah malaykat yang tugasnya mengantarkan wahyu,
maka itu lah malaikat jibril di utus oleh allah swt untuk menyampaikan wahyunya
kepada nabi muhammad saw.

3. Nabi Muhammad SAW


Pada ayat ini telah kita dapat bahwa rasulullah saw adalah sebagai subyek
pendidik, pada keterangan ayat ini rasulullah saw sebagai pendidik yang
menerima wahyu dan untuk di ajarkan ke pada manusia lainya menurut petunjuk
agama islam.

C. Subjek Pendidikan Persepektif Hadist


Al-qur’an adalah sumber pertama yang kita ketahui namun juga ada sumber kedua
yaitu adalah hadis. Al-qur’an dan hadis tidak bisa dipisahkan. Hadis yang muncul di
nisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Pada hakikatnya suatu perwujudan dan juga
penjelasan dari wahyu al-qur’an yang beliau terima. dalam hadis dijelaskan masing-
masing mengenai tentang Pendidikan. didalam proses mendidik. Guru adalah faktor
pertama dalam Pendidikan. Berikut ini macam-macam hadits mengenai subjek
Pendidikan menurut prespektif hadits:

1. Hadits tentang orang tua mendidik anak untuk mencintai nabi dan keluarganya

“ Rasulullah bersabda, didiklah anak kalian atas 3 perkara: mencinati nabi, mencintai
keluarga nabi, dan mencintai membaca Al-Qur’an”. ( H.R al-Tabrani ).
Jadi alasan hadits ini di turunkan karena Rasulullah SAW, berpendapat pentingnya
Pendidikan orang tua terhadap anaknya. Mengapa anak harus di didik mencintai
Rasulullah, keluargannya dan mencintai al-qur’an, karena anak harus siap untuk menjadi
pemimpin yang beriman dalam bidang apapun itu.
2. Hadist tentang Orang tua harus mengajarkan keberanian kepada anaknya
‫يل َوثبًا )البيهقي‬ َ ‫احةَ َوال ّر َمايَةَ و ُم ُر ْو ُه ْم فَليثيبُ ْوا عَل َى ظُ ُه ْو ِر‬
ِ ‫الخ‬ ِّ ‫ َعلِّ ُم ْوا َأ ْوالَ َد ُك ْم ال‬:‫قال عمر ابن الخطاب‬
َ َ ‫سب‬

“Umar bin Khatab berkata “Ajarkanlah anak-anak kalian berenang, memanah,


dan perintahlah mereka agar pandai menunggang kuda” (H.R Baihaqi) 

Anak adalah amanat dari Allah swt. Konsekuensinya bahwa amanat itu mesti di jaga.
Salahsatu bentuk menjaga dan memelihara anak sebagai amanat Allah adalah
mendidiknya. Dalam islam, orang tua tidak bisa berlepas tangan dari tanggungjawab
mendidik anaknya. Orang tua adalah pendidik pertama. Hal ini dicontohkan ketika anak
dalam kandungan islam mengajarkan agar banyak membacakan surat Yusuf misalnya,
atau ketika lahir diadzani dan diqomati. Bagaimana masa depan seorang anak akan terkait
dengan pendidikan yang diberikan orang tuanya. Anak bisa menjadi orang yang saleh
atau salah tergantung perhatian orang tua terhadap pendidikan yang diberikan kepada
anaknya. .

3. Hadis tentang pentingnya pendidik


ِ ُ‫ فَِإ َّن تَس ِْويَةَ الصُّ ف‬،‫صفُوفَ ُك ْم‬
. ))‫وف ِم ْن ِإقَا َم ِة الصَّال ِة‬ ُ ‫ (( َس ُّووا‬: ‫ قا َل‬، - ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ عن النبي‬، ‫عن أنس بن مالك‬ 
)‫(البخاري‬
Dari Anas bin Malik, dari Nabi saw bersabda: “Luruskan dan rapatkan (barisan shalat
kalian), karena ketertiban barisan dalam shalat merupakan bagian dari mendirikan
(kesesmpurnaan) salat”. (H.R Bukhari) .
Pendidik atau guru merupakan komponen terpenting pendidikan. Tanpa adanya
pendidik, maka ilmu yang akan disampaikan tidak mungkin pernah sampai kepada
peserta didik. Menurut Muhammad Ali (1992:4-6) Pentingnya peranan seorang pendidik
dalam proses pengajaran terangkup dalam tiga tugas pokoknya, yaitu merencanakan dan
mengatur dalam proses pendidikan, melaksanakan proses pendidikan, dan mengealuasi
hasil pembelajran sebagai umpan balik (stimulus) perbaikan.

Dalam perencanaan dan pengaturan (manajamen) pendidikan, Rasulullah saw


mencontohkan bahwa ketika akan melakukan kegiatan pembelajaran harus ditata
sedemikian rupa, agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan tertib. Rasul
mencontohkan perlunya tertib dan manajamen yang baik dalam pendidikan dalam
praktek salat berjama’ah.
4. Hadis tentang pendidik hendaknya memberikan kemudahan pada peserta didiknya
‫ رواه‬.‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَتَ َخ َّولُنَا بِ ْال َموْ ِعظَ ِة فِي اَأْلي َِّام َك َراهَةَ السَّآ َم ِة َعلَ ْينَا‬
َ ‫ال َكانَ النَّبِ ُّي‬
َ َ‫ع َْن اب ِْن َم ْسعُو ٍد ق‬
‫البخارى‬

Artinya : ”Dari Ibnu Mas'ud, Nabi SAW. selalu menyelingi hari-hari belajar untuk kami
untuk menghindari kebosanan kami.”

Hadits tersebut menjelaskan bahwa seorang pendidik hendaknya mengetahui dan


mengerti kondisi dan keadaan peserta didiknya. Manusia pada dasarnya memiliki rasa
bosan. Untuk menghindari kebosanan pada diri peserta didik, pendidik dapat menyelingi
waktu belajar dan memberikan waktu istirahat. Pembagian waktu belajar perlu dilakukan
agar apa yag disampaikan pendidik dapat diterima dengan baik oleh peserta didik tanpa
ada rasa lelah dan bosan.

5. Hadis tentang sifat dan sikap pendidik


ِ ‫يرنَا َويَْأ ُمرْ بِ ْال َم ْعر‬
َ‫ُوف َويَ ْنه‬ َ ِ‫يرنَا َوي َُوقِّرْ َكب‬ َ ‫« لَي‬ -‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫س قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
َ ‫ْس ِمنَّا َم ْن لَ ْم يَرْ َح ْم‬
َ ‫ص ِغ‬ ٍ ‫ع َِن ا ْب ِن َعبَّا‬
‫ رواه الترمذى‬.‫ع َِن ْال ُم ْن َك ِر‬
Artinya ”Ibn Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Bukanlah termasuk
golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil, tidak memuliakan yang
lebih besar, tidak menyuruh berbuat makruf, dan tidak mencegah perbuatan
munkar.” (HR. Tirmidzi)
     hadits diatas menjelaskan bahwa sebagai manusia termasuk pendidik harus memiliki
kasih sayang. Rasulullah Saw memberikan contoh dengan memperlakukan para sahabat
dengan penuh santun dan kasih sayang. Jika Rasulullah menyampaikan ajaran islam
kepada sahabat dan umatnya dengan bersikap kasar dan tanpa kasih sayang, maka tidak
akan ada yang mengikutinya.
     Sifat kasih sayang memiliki peran penting dalam pendidikan. Dengan adanya kasih
sayang dapat membangun hubungan dan interaksi yang baik antara pendidik dan peserta
didik. Seorang pendidik dalam memberikan pembelajaran dan pendidikan harus
dilakukan dengan penuh kasih sayang agar peserta didik dapat menerima apa yang
disampaikan dengan hati yang tenang dan nyaman.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kita dapat menyimpulkan dari pembahasan di depan bahwa di dalam Al-Qur'an
terdapat ayat-ayat yang mengandung makna pendidikan, terutama subjek pendidikan.

Beberapa simpulan yang dapat kita ambil, yaitu :

 Q.S Ar-Rahman : 1-4 menjelaskan bahwa Allah adalah subjek pendidikan yang
mengajarkan ilmu pengetahuan kepada umat manusia. Ayat ini mengajarkan kita untuk
menjadi seorang pendidik yang profesional, yaitu mentransfer semua ilmu yang ada
hingga objek pendidikan paham dan pandai.
 Q.S An-Najm : 5-6 menjelaskan bahwa malaikat jibril adalah subjek pendidikan. Ayat
tersebut menjelaskan ciri-ciri seorang pendidik yang berkompeten, tidak hanya baik
dalam hal penguasaan materi tapi juga sikap dan penampilan.
 Q.S An-Nahl : 41-43 memerintah kita untuk bertanya kepada orang yang lebih tahu, kita
juga di ajarkan untuk bersabar dalam pendidikan, baik dalam proses menuntut ilmu
maupun mengajarkan ilmu kita.
 Q.S Al-Kahfi : 66 menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Khidir adalah subjek pendidikan.
Kita dianjurkan untuk berlaku sopan kepada guru. Kita juga diperintahkan untuk mencari
ilmu hanya disekolah, tapi dimanapun.
 Q.S An-Najm : 7-8 menjelaskan bahwa malaikat jibril adalah subjek pendidikan. Ayat
tersebut menjelaskan ciri-ciri seorang pendidik yang berkompeten, tidak hanya baik
dalam hal penguasaan materi tapi juga sikap dan penampilan.
 Hadis tentang orang tua mendidik anak untuk mencintai nabi dan keluarganya(H.R al-
Tabrani)
Dapat disimpulkan bahwa hadist ini menegaskan tentang pentingnya pendidikan orang
tua/guru terhadap anaknya/anak didiknya. Jika di kaitkan dengan subjek pendidikan yang
dimana mengisahkan tentang nabi Musa yang ingin belajar ilmu lebih dalam lagi kepada
khidir yang dimana khidir termasuk subjek pendidikan didalam hal ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://tafsirweb.com/10121-surat-an-najm-ayat-7.html

https://ibnothman.com/quran/surat-an-najm-dengan-terjemahan-dan-tafsir/1

Harun, Salman. 2019. Tafsir Tarbawi: Nilai-nilai Pendidikan dalam Al-Qur'an. Tangerang
Selatan: Lentera Hati.

http://achitanet-goedankkoe.blogspot.com/2009/04/analisis-hadis-tentang-pendidik-dan.html

http://ahmadfauzi-makalah-karyailmiyah.blogspot.com/2014/02/subyek-pendidikan-surat-nahl-
ayat-43.html?m=1

http://failamahfiroh.blogspot.com/2015/04/hadits-tentang-subyek-pendidikan.html?m=1

http://alfauziah17.blogspot.com/2017/02/tafsir-tarbawi-subyek-pendidikan.html

https://nailalizzah2015.blogspot.com/2018/10/subjek-pendidikan-hakiki-qs-najm-5-6.html

Wati, Tri. 2016. Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Rahman Ayat 1-4 Dalam Persepektif Pendidikan
Islam.

Anda mungkin juga menyukai