Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hafalan Al-Qur’an dan Hadist
Disusun Oleh:
Puji syukur kami ucapkan Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang mana sudah melimpahkan
rahmat, dan ridho-nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
“Subjek Pendidikan Dalam Perspektif Al-Quran Dan Hadist” dengan baik serta tepat waktu.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah hafalan Al-
Qur’an dan Hadist pilihan dari ibu Mukarromah Sag., Mpdi.
Makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan serta wawasan kepada para
pembaca dan penulis tentang subjek pendidikan menurut Al-Qur’an dan Hadist. Yang dimana
subjek pendidikan ini sangat erat kaitannya dengan ayat-ayat Al-Quran dan juga Hadist. Seperti
pada surah Ar-Rahman 1-4, An-Najm 5-6, An-Nahl 43-44, Al-Kahfi 66 dan An-Najm 7-8. Oleh
karena itu penulis mengangkat tema ini agar bisa membantu menaikkan penggetahuan kita
semua agar lebih luas lagi.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwasanya
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Atas perhatian serta
waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
A. Pengertian Subjek Pendidikan..........................................................................................2
B. Subjek Pendidikan Perespektif Al-Qur’an......................................................................2
1. Q.S. Ar-Rahman 1-4.........................................................................................................2
2. Q.S. al-Kahfi ayat: 66.....................................................................................................14
3. Q.S. An-Najm 5-6...........................................................................................................19
4. Surah An-Nahl 43-44.........................................................................................................24
5. Surah An-Najm 7-8............................................................................................................29
C. Subjek Pendidikan Persepektif Hadist..........................................................................32
1. Hadits tentang orang tua mendidik anak untuk mencintai nabi dan keluarganya...........32
2. Hadist tentang Orang tua harus mengajarkan keberanian kepada anaknya....................33
3. Hadis tentang pentingnya pendidik.................................................................................33
4. Hadis tentang pendidik hendaknya memberikan kemudahan pada peserta didiknya.....34
5. Hadis tentang sifat dan sikap pendidik...........................................................................34
BAB III.........................................................................................................................................36
PENUTUP....................................................................................................................................36
A. KESIMPULAN....................................................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-qur’an dan hadits sebagai sumber pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam
islam antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Al qur’an sebagai sumber pertama
dan utama yang banyak memuat ajaran-ajaran yang umum. Oleh karena itu, kehadiran hadits
sebagai sumber ajaran kedua berfugsi untuk menjelaskan keumuman Alqur’an. Fungsi
tersebut diantaranya untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajaran yang
masih bersifat umum kepada manusia. Al-qur’an mengandung beberapa aspek yang terkait
dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia ke jalan yang benar dan menuju
kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari beberapa aspek tersebut, secara global
terkandung materi tentang kegiatan belajar-mengajar atau pendidikan yang tentunya
membutuhkan komponen- komponen pendidikan, diantaranya yaitu pendidik dan peserta
didik.
Pendidik dalam proses pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk
mencapai tujuan pendidikan. Selain pendidik, peserta didik juga mempunyai peran penting
dalam proses pendidikan, tanpa adanya peserta didik, maka pendidik tidak akan bisa
menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran tidak akan terjadi
dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan antara pendidik dan peserta didik harus
sejalan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari subjek pendidikan?
2. Bagaimana subjek pendidikan menurut persepektif Al-Qur’an?
3. Bagaimana subjek pendidikan menurut persepektif Hadist?
C. Tujuan
1. Memahami apa itu subjek pendidikan
2. Mengetahui bagaimana subjek pendidikan menurut Al-Qur’an
3. Mengetahui bagaimana subjek pendidikan menurut Hadist
BAB II
PEMBAHASAN
Selain itu, subjek pendidikan juga bisa dikatakan ia adalah orang yang mempunyai
kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan yang dapat dikembang sesuai dengan potensinya
masing-masing. Contohnya seperti guru karena guru mempunyai kemampuan sebagai
seorang pemimpin sejati. Sebagai pemimbing dan pengarah yang bijaksana pencetak para
tokoh dan pemimpin bangsa. Subjek Pendidikan sangat berpengaruh sebagai keberhasilan
atau gagalnya Pendidikan. Karena materi yang di ajarkan harus dapat di pahami oleh objek.
Pendidikan yang berperan di subjek bukan hanya guru akan tetapi juga terdapat orang tua.
ۙ س
َ – َعلَّ َمهُ ا ْلبَيَان٤ َان َ َ – َخل٣ َ – َعلَّ َم ا ْلقُ ْر ٰا ۗن٢ ُ – اَل َّر ْحمٰ ۙن١
َ ق ااْل ِ ْن
1) (Tuhan) yang Maha pemurah
2) Yang telah mengajarkan Al Quran
3) Dia menciptakan manusia
4) Mengajarnya pandai berbicara
b) Asbabun Nuzul
Pada permulaan ayat ini turun sebagai bantahan bagi penduduk Mekkah
yang meyakini bahwa Al-Qur’an diajarkan oleh seorang manusia kepada Nabi
Muhammad SAW. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan ialah
menggunakan bahasa azam, sedangkan Al-Quran ialah menggunakan bahasa
Arab. Kemudian pada permulaan ayat ii juga dikatakan bahwa untuk
memberikan bantahan lain bagi kaum kafir. Tepatnya bagi mereka yang tidak
mengenal sosok Rahman, kecuali Rahman dari Yamamah. Maka ayat ini
menegaskan bahwa Al-Rahman yang dimaksud bukanlah seseorang ataupun
manusia, akan tetapi Allah Yang Maha Rahman atau biasa disebut dengan
dengan Maha Penyayang dan dialah yang telah menciptakan manusia.
c) Munasabah Ayat
Munasabah ialah sebuahb Ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara
ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, atau antara surah yang satu dengan
surah yang lainnya.
Pada ayat terakhir surah al-Qamar dinyatakan bahwa orang yang bertakwa
akan hidup didalam surga di sisi Allah yang Maha Kuasa. Pada ayat yang
berikut dijelaskan tentang Allah yang maha pengasihi hamba-hambanya
dengan berbagai nikmat. Yang pertama Allah menyebutkn hal yang harus
dipelajari yakni Al-Quran, yang dengan itulah diperoleh kebahagiaan.
Kemudian disebutkan pula tentang belajar, dilanjutkan dengan menyebutkan
cara belajar, seterusnya barulah menyebutkan benda-benda langit yang
bermanfaat oleh manusia dalam penghidupan mereka.
a) Terjemahan Ayat
“Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
Allah kepadamu untuk saya jadikan pedoman dalamurusanku ini, yaitu ilmu yang
bermanfaat dan amalsaleh? (Q.S. alKahfi ayat: 66)".
b) Tafsiran Ayat
Disaat pertemuan kedua tokoh itu, musa berkata kepadanya, yakni kepada hamba
Allah yang memeroleh ilmu khusus itu, “apakah boleh musa mengikutinya. Dengan
niat dari hati yang penuh dengan tekad supaya beliau mengajarkan kepada musa
sebagian dari apa, yakni ilmu-ilmu, yang telah diajarkan Allah kepadanya. untuk
menjadi petunjuk bagiku menuju kebenaran?” Dia menjawab, “sesungguhnya kamu,
hai musa, sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.” Yakni, bermacam
peristiwa yang akan kamu alami saat sedang bersamaku akan membuatmu tidak
sabar. Dan, yakni padahal, bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu
belum jangkau secara menyeluruh hakikat beritanya. kamu tidak memiliki
pengetahuan batiniah yang cukup mengenai apa yang kamu lihat dan alami
bersamaku di saat itu.
Kata ( ) اتبعكattabi‟uka asalnya adalah ( ) اتبعكatbi‟uka dari kata ( )تبعtabi‟a
yakni mengikuti. Penambahan huruf ( َ ) تta‟ pada kata attabi‟uka mengandung
makna yang penuh dengan kesungguhan dalam upaya mengikuti itu. seharusnya
seorang pelajar, harus mempunyai tekad yang sangat kuat untuk mengapai tujuan
salah satunya cita-cita ataupun masa depan yang positif.
Nabi Musa as mempunyai ucapan yang amat halus. Karena beliau tidak menuntut
untuk diajarkan akan tetapi niat belajarnya tadi bersifat dalam bentuk pertanyaan.
Contohnya “Bolehkah aku mengikutimu?”. Selanjutnya beliau menamai pengajaran
yang diharapkannya itu sebagai ikutan yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai
pengikut dan pelajar. Beliau juga menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu untuk
dirinya secara pribadi yakni untuk menjadi petunjuk baginya. Di sisi lain, beliau
mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang saleh itu sehingga Nabi Musa as, hanya
mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah diajarkan
kepadanyai. Dalam konteks ini, Nabi Musa a.s. tidak menyatakan “apa yang engkau
ketahui wahai hamba Allah swt” karena beliau sepenuhnya sadar bahwa ilmu pastilah
bersumber dari satu sumber, yakni dari Allah Yang Maha Mengetahui. Memang,
Nabi Musa a.s. dalam perbincangan itu tidak menyebut nama Allah sebagai salah satu
sumber pengajaran karena hal tersebut telah merupakan aksioma bagi manusia
beriman. Di sisi lain, di sini kita menemukan hamba yang sholeh itu juga penuh
dengan tata krama. Beliau tidak langsung menolak permintaan Nabi Musa, tetapi
menyampaikan penilaiannya bahwa nabi agung itu tidak akan bersabar mengikutinya
sambil menyampaikan alasan yang sungguh logis dan tidak menyinggung perasaan
tentang sebab ketidak sabaran itu. Dapat penulis simpulkan bahwa dalam menuntut
ilmu tidak boleh setengah-setengah, karena jika kita melakukannya dengan setengah
hati, maka hasil yang diperoleh pun tidak maksimal. Dalam Buku Tafsir Al Qurthubi
yang diterbitkan oleh Pustaka Azzam, ayat ini memuat 2 masalah, yaitu:
Pertama: Firman Allah SWT, “َTظً هم َاتبعكTTTه َمىTTTال“ نTTT َ قmusa berkata Khidhir,
„Bolehkah aku mengikutimu?’.” Ini termasuk pernyataan permintaan yang sangat
lembut dan halus namun mengandung arti yang sangat dalam lagi beretika luhur.
Maknanya: (Apakah engkau rela dan tidak keberatan).
Kedua: Ayat ini menunjukkan, bahwa seorang murid mengikuti guru walaupun
tingkatnya terpaut jauh, dan dalam kasus belajarnya Musa kepada Khidhir tidak ada
hal yang menunjukkan bahwa Khidhir lebih mulia daripada Musa, karena adakalanya
orang yang lebih mulia tidak mengetahui hal yang diketahui oleh orang yang tidak
lebih mulia, sebab kemuliaan itu adalah bagi yang dimuliakan Allah.
Pembahasan ini menerangkan kepada kita bahwa orang yang berilmu belum tentu
lebih mulia atau belum tentu akhlaknya baik daripada orang yang ilmunya masih
kurang. Tetapi kita tetap diwajibkan untuk menuntut ilmu, walaupun orang itu belum
tentu lebih mulia dari kita, karena sebenarnya tidak ada yang mengetahui kemuliaan
seseorang selain Allah SWT.
dapat kita simpulkan dari 2 sumber di atas bahwa Nabi Musa as. Adalah nabi
yang sangat halus dan sopan. Ia tidak memaksakan kehendaknya begitu saja kepada
hamba Allah itu, tetapi ia memintanya dengan sopan dan bertanya “Bolehkah aku
mengikutimu?”.
c) Nilai Pendidikan
Pada surat al-Kahfi ayat 66 ini, kita dapat mengambil beberapa nilai-nilai pendidikan,
yaitu antara lain:
1. Pendidikan bukan hanya dari orang tua, tetapi juga dari orang lain, seperti guru,
dosen, teman dan masyarakat. Seperti dalam surat al-Kahfi tersebut yang telah
mencontohkan bagaimana Nabi Musa belajar kepada Khidir.
2. Saat berbicara atau berlaku terhadap seorang pendidik haruslah menghormati dan
bersikap sopan santun kepadanya.
3. Menganggap bahwa pendidik lebih tahu dari pada diri kita.
4. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, maka kita akan berhasil.
Menurut suatu riwayat, suatu saat Nabi Musa A.S –ketika baru saja menerima
kitab dan berkata-kata dengan Allah— bertanya kepada Tuhannya; “Siapakah kira-
kira yang paling utama dan berilmu didunia ini selain aku?.” Maka dijawab: “Ada,
yaitu hamba Allah yang berdiam di pinggir lautan, namanya Khidir”. Di dalam hadits
riwayat Imam Bukhori dan Muslim, dari Abi bin Ka’ab ra. telah mendengar
Rosulullah bersabda: Ketika suatu saat Nabi Musa berdiri berkhotbah di hadapan
kaumnya, Bani Isra’il, salah seorang bertanya: “Siapa orang yang paling tinggi
ilmunya”, Nabi Musa as. menjawab: “Saya”. Kemudian Allah menegur Musa dan
berfirman kepadanya, supaya Musa tidak mengulangi statemannya itu; “Aku
mempunyai seorang hamba yang tinggal di pertemuan antara dua samudra, adalah
seorang yang lebih tinggi ilmunya daripada kamu”. Nabi Musa as berkata: “Ya
Tuhanku, bagaimana aku bisa menemuinya”. Tuhannya berfirman: “Bawalah ikan
sebagai bekal perjalanan, apabila di suatu tempat ikan itu hidup lagi, maka di situlah
tempatnya. (Kalimat Hadits dari Imam Bukhori).
Di dalam riwayat yang lain disebutkan, di saat Nabi Musa as. bermunajat kepada
Tuhannya, beliau berkata: “Ya Tuhanku, sekiranya ada di antara hambaMu yang
ilmunya lebih tinggi dari ilmuku maka tunjukkanlah padaku”. Tuhannya berkata:
“Yang lebih tinggi ilmunya dari kamu adalah Khidhir”, Nabi Musa as. bertanya lagi:
“Kemana saya harus mencarinya?”, Tuhannya menjawab: “Di pantai dekat batu
besar”, Musa as. bertanya lagi: “Ya Tuhanku, aku harus berbuat apa agar aku dapat
menemuinya?”, maka dijawab: “Bawalah ikan untuk perbekalan di dalam keranjang,
apabila di suatu tempat, ikan itu hidup lagi, berarti Khidir itu berada disana”.
Berdasarkan apa yang disebutkan Ibn Abbas RA, yang diriwayatkan dari Ubay
Ibn Ka’ab. Beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya pada suatu
hari, Nabi Musa berdiri di khalayak Bani Israil, lalu beliau ditanya, “Siapakah orang
yang paling berilmu?” jawab Nabi Musa, “Aku”, ketika ditanya, “Adakah orang yang
lebih berilmu dari anda?”. Nabi Musa menjawab, “Tidak ada.” Lalu Allah menegur
Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya, di sisi-Ku ada seorang hamba yang
berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu dari kamu.” Lantas, Nabi Musa
pun bertanya, “Ya, Allah dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah berfirman,
“Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan dalam keranjang. Sekiranya ikan itu
hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu. ”Sesungguhnya teguran
Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui
hamba yang sholih itu. Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu darinya. Nabi
Musa kemudian bermaksud menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan
dalam wadah dan berangkat bersama dengan muridnya, Yusya’b.
"yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan
rupa yang asli."
Ayat 5, dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa nabi Muhammad
SAW diajari oleh malaikat jibril. malaikat jibril itu sangat kuat, baik ilmunya
maupun amalnya. Dari sinilah jelas bahwa nabi Muhammad itu bukan diajari
oleh manusia, tapi beliau diajari oleh malaikat yang sangat kuat.
ِّ سَألُوا َأ ْه َل
)43( َالذ ْك ِر ِإنْ ُك ْنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُمون ْ وحي ِإلَ ْي ِه ْم فَا َ َو َما َأ ْر
ِ ُس ْلنَا ِمنْ قَ ْبلِ َك ِإال ِر َجاال ن
س َما نز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم ِّ َالزبُ ِر َوَأنز ْلنَا ِإلَ ْيك
ِ الذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلنَّا ِ بِا ْلبَيِّنَا
ُّ ت َو
۟ صبَ ُر
َوا َو َعلَ ٰى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُون َ َٱلَّ ِذين
“(Yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka
bertawakkal.”
“Maka apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa
aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama
mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak
mereka sadari”.
Munasabah yang ada di antara ayat 42 dengan ayat 43, ayat 43
dengan ayat 44 dan 44 dengan ayat 45, bahwa di antara ayat tersebut
masih ada kesesuaiannya dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Sebelum
ayat 43, Allah SWT. 1) Menjelaskan bahwa kaum musyrikin
mengingkari kerasulan Muhammad saw, dan mereka menganiaya Nabi
dan pengikutnya, sehingga kitab mereka itu bahwa Allah pernah
rangkaian yang utuh dan integral; 2) Mempermudah pemahaman al-
Qur‟an; 3) Memperkuat keyakinan atas kebenaran sebagai wahyu Allah;
4) Menolak tuduhan, bahwa susunan al-Qur‟an kacau.
Umat Islam berhijrah menyelamatkan diri dari penganiayaan orang-
orang musyrik. Dari keterangan tersebut menunjukkan, bahwa kaum
musyrik tidak memerlukan Nabi dan mereka menyangkal kerisalahan
Muhammad saw dengan mengatakan bahwa kalau Allah akan
mengirimkan utusan tentulah Ia akan mengutus malaikat. Akan tetapi
alasan mereka (kaum musyrikin) itu tidak dapat dibenarkan menurut
kenyataan sejarah, karena Allah SWT., mengutus utusan hanyalah orang
laki-laki (manusia) yang diberi wahyu. Hal ini dibantah oleh orang-orang
musyrik, kenapa Allah tidak mengutus Rasul dari malaikat?, kemudian
Allah menjawab kesalahpahaman ini bahwa sesungguhnya sudah
menjadi kebiasaan (sunnah) Allah mengutus Rasul dari kalangan
manusia itu sendiri.
Kemudian Allah memerintahkan kepada orang-orang musyrik agar
bertanya kepada orang-orang ahli kitab sebelum kedatangan Muhammad
saw baik kepada orang-orang Yahudi ataupun orang-orang Nasrani.
Apakah di dalam kitab-kitab mereka itu disebut kan suatu keterangan,
bahwa Allah pernah mengutus malaikat kepada mereka, maka kalau
disebutkan di dalam menurunkan malaikat sebagai utusan Allah, maka
bolehlah mereka itu mengingkari kerisalahan Muhammad. Akan tetapi,
apabila yang disebutkan di dalam kitab mereka, Allah hanya mengirim
utusan kepada mereka manusia yang sejenis dengan mereka, maka tidak
benar apabila orang-orang musyrik itu mengingkari kerisalahan
Muhammad saw.15 Sesudah itu Allah menjelaskan bahwa rasul-rasul itu
diutus dengan membawa keterangan-keterangan yang membuktikan
kebenarannya, yaitu mukjizat dan kitab-kitab yang dijadikan pedoman
untuk memberikan penjelasan kepada manusia dan supaya manusia mau
memikirkannya.
Ayat selanjutnya menjelaskan, bahwa Allah memberi peringatan dan
mengancam terhadap orang-orang musyrik (orang yang tidak percaya
kepada kerisalahan Muhammad saw).16
Bentuk munasabah yang ada dalam surat al-Nahl ayat 43-44 adalah
berupa munasabah antara ayat, yaitu munasabah atau persambungan
antara ayat yang satu dengan ayat yang lain yang dalam kajian ini
munasabah terjadi dengan ayat sebelumnya, yakni ayat 42 dan 45.
Munasabah ini berbentuk jawaban dari ayat sebelumnya dengan ditandai
(¹ϣَ )-nya ayat 43 dengan ayat 42 dan ayat 44 sebagai persambungan
dengan surat al-Nahl ayat 43.
Disamping itu, kesesuaian ayat tersebut dapat dilihat dari
kandungannya, sebab surat al-Nahl ayat 42, 43, 44, dan 45 sama-
sama menjelaskan mengenai orang-orang musyrik yang tidak percaya
pada kerisalahan nabi Muhammad saw dan ancaman Allah SWT
terhadap mereka.
َ َو َما َأ ْر
ِ ُّس ْلنَا ِمن قَ ْبلِ َك ِإاَّل ِر َجااًل ن
وحي ِإلَ ْي ِه ْم
ِّ سَألُوا َأ ْه َل
الذ ْك ِر ِإن ُكنتُ ْم اَل ْ وحي ِإلَ ْي ِه ْم فَا َ َو َما َأ ْر
ِ ُّس ْلنَا ِمن قَ ْبلِ َك ِإاَّل ِر َجااًل ن
c) Tafsir Kemenag
Oleh karena itu, yang pantas diutus untuk melakukan tugas itu
adalah rasul-rasul dari jenis mereka dan berbahasa mereka. Pada
waktu Nabi Muhammad saw diutus, orang-orang Arab menyangkal
bahwa Allah tidak mungkin mengutus utusan yang berjenis
manusia seperti mereka. Mereka menginginkan agar yang diutus
itu haruslah seorang malaikat,
a) Tafsir Jalalain
c) Tafsir Kemenag
Sesudah itu Allah swt menjelaskan bahwa para rasul itu diutus
dengan membawa bukti-bukti nyata tentang kebenaran mereka.
Yang dimaksud dengan bukti-bukti yang nyata dalam ayat ini ialah
mukjizat-mukjizat yang membuktikan kebenaran kerasulan
mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan az-zubur ialah kitab
yang mengandung tuntunan hidup dan tata hukum yang diberikan
oleh Allah kepada manusia.
1) Wajib bertanya kepada orang yang berilmu bagi orang yang tidak tahu
tentang urusan agamanya, baik itu masalah akidah, ibadah, maupun
hukum.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis library research
(penelitian kepustakaan) dengan teknik analisis deskritif kualitatif, dengan cara
mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan
permasalahanya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian dianalisis
dengan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat al-
Qur’an dari seluruh aspeknya. Sumber data utama yang penulis gunakan dalam
penelitian ini antara lain Tafsir Al-Misbah, Tafsir Al-Maraghi, dan Tafsir Ibnu katsir.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam surah An-Najm ayat 1-10 terkandung
beberapa karakteristik ideal bagi seorang guru, diantaranya ialah: Pribadi guru yang
kuat, cerdas/pintar, berbakat, peduli dan memahami, mendidik dengan hati, serta
kompeten di bidangnya. Kata Kunci: Tafsir Surah An-Najm, Karakteristik Guru
Ideal.
1. Allah SWT.
Sudah kita ketahui di pada penafsiran di atas ahwa allah swt sebagai subyek
utama, kejadian di ini mungkin tidak akan terjadi kalau memang allah swt tidak
menghendakinya, karena itu lah kejadian ini bisa terjadi, pada hakikatnya,
kepintaran, kekuatan, akal yang meleihi kemampuan itu atas kehendaknya.
2. Malaikat Jibril
Pada penjekasan ayat di atas malaikat jibril ini sebagai subyek(perantara),
pada halnya malaikat jibril adalah malaykat yang tugasnya mengantarkan wahyu,
maka itu lah malaikat jibril di utus oleh allah swt untuk menyampaikan wahyunya
kepada nabi muhammad saw.
1. Hadits tentang orang tua mendidik anak untuk mencintai nabi dan keluarganya
“ Rasulullah bersabda, didiklah anak kalian atas 3 perkara: mencinati nabi, mencintai
keluarga nabi, dan mencintai membaca Al-Qur’an”. ( H.R al-Tabrani ).
Jadi alasan hadits ini di turunkan karena Rasulullah SAW, berpendapat pentingnya
Pendidikan orang tua terhadap anaknya. Mengapa anak harus di didik mencintai
Rasulullah, keluargannya dan mencintai al-qur’an, karena anak harus siap untuk menjadi
pemimpin yang beriman dalam bidang apapun itu.
2. Hadist tentang Orang tua harus mengajarkan keberanian kepada anaknya
يل َوثبًا )البيهقي َ احةَ َوال ّر َمايَةَ و ُم ُر ْو ُه ْم فَليثيبُ ْوا عَل َى ظُ ُه ْو ِر
ِ الخ ِّ َعلِّ ُم ْوا َأ ْوالَ َد ُك ْم ال:قال عمر ابن الخطاب
َ َ سب
Anak adalah amanat dari Allah swt. Konsekuensinya bahwa amanat itu mesti di jaga.
Salahsatu bentuk menjaga dan memelihara anak sebagai amanat Allah adalah
mendidiknya. Dalam islam, orang tua tidak bisa berlepas tangan dari tanggungjawab
mendidik anaknya. Orang tua adalah pendidik pertama. Hal ini dicontohkan ketika anak
dalam kandungan islam mengajarkan agar banyak membacakan surat Yusuf misalnya,
atau ketika lahir diadzani dan diqomati. Bagaimana masa depan seorang anak akan terkait
dengan pendidikan yang diberikan orang tuanya. Anak bisa menjadi orang yang saleh
atau salah tergantung perhatian orang tua terhadap pendidikan yang diberikan kepada
anaknya. .
Artinya : ”Dari Ibnu Mas'ud, Nabi SAW. selalu menyelingi hari-hari belajar untuk kami
untuk menghindari kebosanan kami.”
A. KESIMPULAN
Kita dapat menyimpulkan dari pembahasan di depan bahwa di dalam Al-Qur'an
terdapat ayat-ayat yang mengandung makna pendidikan, terutama subjek pendidikan.
Q.S Ar-Rahman : 1-4 menjelaskan bahwa Allah adalah subjek pendidikan yang
mengajarkan ilmu pengetahuan kepada umat manusia. Ayat ini mengajarkan kita untuk
menjadi seorang pendidik yang profesional, yaitu mentransfer semua ilmu yang ada
hingga objek pendidikan paham dan pandai.
Q.S An-Najm : 5-6 menjelaskan bahwa malaikat jibril adalah subjek pendidikan. Ayat
tersebut menjelaskan ciri-ciri seorang pendidik yang berkompeten, tidak hanya baik
dalam hal penguasaan materi tapi juga sikap dan penampilan.
Q.S An-Nahl : 41-43 memerintah kita untuk bertanya kepada orang yang lebih tahu, kita
juga di ajarkan untuk bersabar dalam pendidikan, baik dalam proses menuntut ilmu
maupun mengajarkan ilmu kita.
Q.S Al-Kahfi : 66 menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Khidir adalah subjek pendidikan.
Kita dianjurkan untuk berlaku sopan kepada guru. Kita juga diperintahkan untuk mencari
ilmu hanya disekolah, tapi dimanapun.
Q.S An-Najm : 7-8 menjelaskan bahwa malaikat jibril adalah subjek pendidikan. Ayat
tersebut menjelaskan ciri-ciri seorang pendidik yang berkompeten, tidak hanya baik
dalam hal penguasaan materi tapi juga sikap dan penampilan.
Hadis tentang orang tua mendidik anak untuk mencintai nabi dan keluarganya(H.R al-
Tabrani)
Dapat disimpulkan bahwa hadist ini menegaskan tentang pentingnya pendidikan orang
tua/guru terhadap anaknya/anak didiknya. Jika di kaitkan dengan subjek pendidikan yang
dimana mengisahkan tentang nabi Musa yang ingin belajar ilmu lebih dalam lagi kepada
khidir yang dimana khidir termasuk subjek pendidikan didalam hal ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://tafsirweb.com/10121-surat-an-najm-ayat-7.html
https://ibnothman.com/quran/surat-an-najm-dengan-terjemahan-dan-tafsir/1
Harun, Salman. 2019. Tafsir Tarbawi: Nilai-nilai Pendidikan dalam Al-Qur'an. Tangerang
Selatan: Lentera Hati.
http://achitanet-goedankkoe.blogspot.com/2009/04/analisis-hadis-tentang-pendidik-dan.html
http://ahmadfauzi-makalah-karyailmiyah.blogspot.com/2014/02/subyek-pendidikan-surat-nahl-
ayat-43.html?m=1
http://failamahfiroh.blogspot.com/2015/04/hadits-tentang-subyek-pendidikan.html?m=1
http://alfauziah17.blogspot.com/2017/02/tafsir-tarbawi-subyek-pendidikan.html
https://nailalizzah2015.blogspot.com/2018/10/subjek-pendidikan-hakiki-qs-najm-5-6.html
Wati, Tri. 2016. Tafsir Al-Qur’an Surah Ar-Rahman Ayat 1-4 Dalam Persepektif Pendidikan
Islam.