Anda di halaman 1dari 20

SUBYEK PENDIDIKAN

(Qur’an surat an-Nahl (16): 43-44 dan surat al-Kahfi (18): 65-66)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah : Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu : Drs. Rofi’i, M.Ag.

Disusun Oleh
Kelompok 8:

1 Holifit 1901110019
2 Ayu Windarsih 1901110110

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
1441 H/2020 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat limpahan
Rahmat, Taufik, serta Hidayah-Nya jualah saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Subyek Pendidikan ” ini. Sholawat serta salam tak lupa
dihaturkan kepada junjungan kita, yakni Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Rofi’i, M.Ag.
dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi yang telah memberikan bimbingan
dan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Serta semua
pihak yang memberikan inspirasi dan motivasi kepada kami dalam menulis
karya ilmiah ini.

Makalah ini tentunya masih sangat jauh dari kesempurnaan yang


semestinya. Masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisannya mengingat
kemampuan penulis yang sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini
serta sebagai acuan untuk dalam pembuatan karya ilmiah selanjutnya.

i
Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Palangka Raya, Oktober 2020

Penulis

Kelompok 8

                                                                                  

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ........................................................................................................i

Daftar Isi ................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................................1

ii
B. Rumusan Masalah .........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Subyek Pendidikan.......................................................................3


B. Tafsir surat an-Nahl ayat 43-44......................................................................4
C. Tafsir surat al-Kahfi ayat 65-66.....................................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………14

B.Saran…………………………………………………………………………15

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...16

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu unsur pendukung dan menjadi tolak ukur
maju dan mundurnya suatu bangsa, baik dan buruknya suatu peradaban. Maka
jika suatu pendidikan itu baik maka, akan baik pula peradabanya begitupun
sebaliknya. Maka dari itu, keilmuan seharusnya di tangani secara serius, lewat
sekolah-sekolah formal yang di jadikan sebagai tempat untuk mendidik
generasi-generasi bangsa supaya, menjadi manusia-manusia yang berguna
bagidirinya, orang lain, lebih-lebih untuk agamanya.
Tentunya ilmu yang tidak di ragukan lagi keshahihan yaitu isi
kandungan firman Allah, atau yang sering kita sebut dengan mushaf usmani
(Al-Qur’an). Dimana al-qur’an ini adalah kitab umat islam yang di jadikan
sebagai pedoman hidup nya, yang dimana di dalam Al-Qur’an tersebut
terkandung ayat-ayat Al-Quran yang membahas berbagai macam hal dan salah
satunya membahas tentang ayat-ayat subyek pendidikan.
Di zaman ini, banyak pendidik yang belum tau porsi dan peran murni
seorang pendidik itu sendiri, padahal sebagai seorang pendidik tentu perlu
tahu mengenai tanggung jawabnya yang begitu besar dalam mendidik siswa
untuk menjadi lebih baik dan menjadi generasi muda Islam yang terbaik. Dan
hal tersebut sudah dipaparkan dalam al-Qur’an untuk dijadikan pedoman
seorang pendidik dalam menghadapi siswa-siswanya. Diantara Surah-surah
dalam Al-Qur’an yang mengkaji tentang Pendidik adalah An-Nahl ayat 43-44,
dan Al-Kahfi ayat 65-66. Untuk memahami ayat-ayat tersebut diperlukan
adanya penafsiran, sebab dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an tidak dapat
dipahami secara tekstual normatif saja, namun dengan kontekstual aplikatif
agar apa yang kita kaji sesuai dengan pesan yang disampaikan didalam Al-
Qur’an. Ayat-ayat tersebut akan kita kaji didalam pembahasan makalah ini
dan disesuaikan dengan fenomena-fenomena pendidik dalam dunia pendidikan
islam.

1
Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama
dalam pendidikan. Pendidik adalah pembimbing, pengarah yang biasa
disebut dengan guru. Berkaitan dengan hal tersebut, maka peran guru
sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pelaksanaan proses
belajar mengajar. Oleh karena itu seorang guru atau pendidik memiliki
peranan penting dalam meningkatkan minat belajar siswa serta membantu
memecahkan kesulitan siswa terutama dalam kegiatan pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Subyek Pendidikan?
2. Bagaimana Tafsir Tarbawi Surah An-nahl 43-44 ?
3. Bagaimana Tafsir Tarbawi Surah Al-kahfi 65-66 ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Subyek Pendidikan
2. Untuk Mengetahui Tafsir Tarbawi Surah An-nahl 43-44
3. Untul Mengetahui Tafsir Tarbawi Surah Al-kahfi 65-66
1.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Subyek Pendidikan


Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang
bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang
diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan.
Subjek pendidikan juga berarti orang yang bertanggung jawab
memberipertolongan pada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan
memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah dan mampu
melakukan tugas sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu
yang mandiri1. Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli
pendidikan adalah orang tua, guru-guru di institusi formal (disekolah)
maupun non formal dan lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan
pertama (tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah
tangga (orang tua).Sebagai seorang muslim kita harus menyatakan bahwa
pendidik pertama manusia adalah Allah dan yang kedua adalah
Rasulullah2.
Menurut Sanusi et al di dalam buku Model-model pembelajaran
mengembangkan profesionalisme guru karya Rusman disebutkan bahwa
subyek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan,
emosi, dan perasaan dan dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya;
sementara itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang
menghargai martabat manusia3. Sedangkan di dalam buku Zakiyah Drajat
yang berjudul Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam disebutkan
bahwa Subyek pendidikan atau yang biasa disebut dengan guru adalah
1
.Suryoso B., Beberapa Aspek Dasar Kependidika,(Jakarta: Bina Aksara,1983),h.26.
2
http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/2011/makalah-subyek-pendidikan-tafsir-
qsarrahman.html
3
Rusman, Model-model pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru.(Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013), hlm 20

3
seorang pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijaksana,
pencetak para tokoh dan pemimpin umat. Oleh karena itu, seorang guru
dituntut harus memiliki berbagai sifat dan sikap antara lain:4
1. Seorang guru harus manusia pilihan

2. Seorang guru hendaklah mampu mempersiapkan dirinya sesempurna


mungkin.

3. Seorang guru juga hendaknya tidak pernah tamak dan bathil dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari

4. Seorang guru hendaknya dapat menyakini Islam sebagai konsep Ilahi


dimana dia hidup dengan konsep itu

5. Seorang guru harus memiliki sikap yang terpuji

6. Penampilan seorang guru hendaknya selalu sopan dan rapi

7. Serorang guru seyogyanya juga mampu menjadi pemimpin yang shalih

8. Seruan dan ajaran seorang guru hendaknya tercermin pula dalam sikap
keluarganya dan atau para sahabatnya

9. Seorang guru harus menyukai dan mencintai muridnya

B. Tafsir Surah An-Nahl 43-44


Lafal dan Terjemah Surah An-Nahl 43-44

43َ‫لُ ٓو ۟ا أَ ْه َل ٱل ِّذ ْك ِر إِن ُكنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُمون‬cََٔ‫وح ٓى إِلَ ْي ِه ْم ۚ فَسْٔـ‬


ِ ُّ‫َو َمٓا أَرْ َس ْلنَا ِمن قَ ْبلِكَ إِاَّل ِر َجااًل ن‬

ِ َّ‫ٱلزب ُِر ۗ َوأَنزَ ْلنَٓا إِلَ ْيكَ ٱل ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬


44َ‫اس َما نُ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُون‬ ِ َ‫بِ ْٱلبَيِّ ٰن‬
ُّ ‫ت َو‬

“Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan


orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahuinya,
4
Zakiah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 2001), h.

264

4
(mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan
kitab-kitab. Dan kami turunkan Al-Dzikr (Al-Qur’an) kepadam, agar engkau
menerangkan kepada manusiaapa yang telah di turunkan kepada mereka dan
agar mereka memikirkan,” (Q.S. An-Nahl [16]: 43-44)

Asbabun Nuzul

Surah An-Nahl adalah surah yang ke-16 dalam Al-Quran. Surah ini
terdiri dari 128 ayat dan termasuk surah Makiyah. Surah ini dinamakan An-
Nahl yang berarti lebah, kare2na didalamnya terdapat firman Allah yaitu pada
ayat 68 yang artinya, “Dan tuhanmu mewahyukan kepada lebah”. Lebah
adalah makhluk Allah yang memberikan manfaat dan kenikmatan kepada
manusia. Ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Al-
Quran Al-Karim. Madu berasal dari bermacam-macam sari bunga dan dia
menjadi obat bagi bermacam-macam penyakit manusia. Sedang Al-Quran
mengandung inti sari dari kita-kitab yang telahditurunkan kepada nabi-nabi
zaman dahulu ditambah dengan ajara-ajaran yang diperlukan oleh semua
bangsa sepanjang untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Surah ini
dinamakan pada An-Ni’am artinya nikmat-nikmat, karena didalamnya Allah
menyebutkan berbagai macam kenikmatan yang diperuntukan hamba-hamba-
Nya.

Isi kandungan dalam surah ini meliputi keimanan, hukum, dan kisah.
Dalam aspek keimanan ayat ini menjelaskan tentang ke-Maha Esaan Allah,
kekuasaan-Nya, kesempurnaan ilmu-Nya, kepastian akan adanya hari akhir,
pertanggung jawaban manusia kepada Allah terhadap segala apa yang telah di
kerjakannya. Pada aspek hukum surah ini berbicara tentang halal haramnya
suatu makanan dan minuman, di perbolehkannya memakai perhiasan-
perhiasan yang berasal dari dalam laut seperti merjan dan mutiara, dibolehkan
memakan makanan yang diharamkan dalam keadaan terpaksa, kulit dan bulu
binatang dari hewan yang halal dimakan, kewajiban memenuhi perjanjian dan
larangan mempermainkan sumpah, larangan membuat-buat hukum yang tidak
ada dasarnya, perintah membaca isti’aadzah(a’uudzubillahi

5
minasyaithaanirrajiim yang artinya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan
setan yang terkutuk), larangan membalas siksa melebihi siksaan yang
diterima.

Diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas bercerita tentang


ayat ini, bahwa tatkala Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul, banyak di
antara orang-orang Arab yang tidak mau menerima kenyataan itu, maka
turunlah ayat:

َ َّ‫اس ع ََجبا ً أَ ْن أَوْ َح ْينَا إِلَى َرج ٍُل ِّم ْنهُ ْم أَ ْن أَن ِذ ِر الن‬
‫اس‬ ِ َّ‫أَ َكانَ لِلن‬
“Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan
kepada seorang laki-laki di antara mereka: untuk memberi peringatan
kepada manusia” QS. Yunus : 2).
Dan dalam ayat di atas Allah berfirman, “Dan kami tidak mengutus
sebelum kamu melainkan orang-orang laki yang Kami beri wahyu kepadanya
sebagai Rasul, maka jika kamu tidak mengetahui tanyalah kepada orang-orang
yang mengetahui yaitu ahli-ahli kitab, apakah yang Kami utus kepada mereka
itu malaikat atau manusia biasa? Jika Rasul-rasul yang Kami utus sebelum
kamu itu malaikat, maka patut kamu mengingkari kenabian Muhammad, tetapi
jika mereka itu terdiri dari manusia-manusia biasa, maka tidaklah patut kamu
saksikan bahwa Muhammad adalah benar-benar seorang Rasul yang kami utus.
Allah berfirman:

٩٣- ً‫نت إَالَّ بَ َشراً َّرسُوال‬


ُ ‫قُلْ ُسب َْحانَ َربِّي هَلْ ُك‬- 
Katakanlah wahai Muhammad: "Maha suci Tuhanku, Bukankah aku ini
hanya seorang manusia yang diutus menjadi rasul?"(QS. Al-Isra : 93).
Dan dalam ayat yang lain:

َّ َ‫قُلْ إِنَّ َما أَنَا بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم يُو َحى إِل‬- 


١١٠-  ‫ي‬

6
Katakanlah wahai Muhammad : “Sesungguhnya aku ini manusia biasa
seperti kamu, yang kepadaku diberikan wahyu”.(QS. Al-Kahfi : 110).5

Para ulama menjadikan kata(


‫ )رجال‬rijal sebagai alasan untuk menyatakan bahwa semua
manusia yang diangkat oleh Allah sebagai rasul adalah pria, dan tidak satu pun
yang wanita dan dari segi bahasa kata rijal yang merupakan bentuk jamak dari
kata (‫ )رجل‬rajul sering kali dipahami dalam arti lelaki.6.

Kata ‫ اهاللذكر‬ahl dzikr pada ayat di atas dipahami oleh para ulama sebagai
pemuka Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi
informasi tentang kemanusiaan para Rasul yang diutus Allah. Mereka wajar
ditanyai karena mereka tidak dapat dituduh berpihak pada informasi Al-Qur’an
sebab mereka juga termasuk yang tidak mempercayainya, dengan demikian
persoalan kemanusian para Rasul, mereka akui. Kata ahl dzikr pada ayat diatas
dipahami sebagai sejarawan, baik Muslim ataupun non Muslim. Walaupun
penggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni objjek pertanyaan, serta
siapa yang ditanya tertentu pula, namun karena redaksinya yang bersifat umum,
maka ia dapat dipahamipula sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak
diketahui atau diragukan kebenarannya kepada siapapun yang tau dan tidak
tertuduh objektifitasnya.

Penyebutan anugerah Allah kepada Nabi Muhammad secara khusus dan


bahwa yang di anugerahkan-Na itu adalah adz dzikr mengesanjan perbedaan
kedudukan beliau dengan para Nabi dan Rasul sebelumnya. Dalam konteks ini
nabi Muhammad bersabda:

Tidak seorang nabipun kecuali telah dianugerahkan Allah apa (bukti-


bukti indrawi )yang menjadikan manusia percaya kepadanya. Dan
sesungguhnya aku di anugerahi wahyu (Al-Qur’an) yang bersifat
5
H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, (Cet, I;
Surabaya: PT Bina Ilmu, 1988), h. 563-564.

Para ulama menjadikan kata (

7
immaterial dan kekal sepanjang masa, maka aku mengharap menjadi
yang paling banyak pengikutnya di hari kemudian’. (H.R. Bukhari).
Ayat ini juga menugaskan Nabi Muhammad untuk menjelaskan Al-
Qur’an. Bayan atau penjelasan Nabi Muhammad itu bermacam-macam dan
bertingkat-tingkat. Memang As-Sunnah mempunyai fungsi yang berhubungan
dengan Al-Qur’an dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara’. Ada
dua fungsi penjelasan Nabi penjelasan Nabi Muhammad dalam kaitannyadengan
Al-Qur’an yaitu bayan. Ta’kid dan bayan tafsir. Yang pertama sekadar
menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang terdapat dalam Al-Qur’an,
sedangkan yang kedua memperjelas, merinci, bahkan membatasi pengertian lahir
dari ayat-ayat Al-Qur’an.
Adapun dalam Tafsir Jalalain di jelaskan bahwa kata ‫ اهاللذكر‬ditafsirkan
sebagai ‫( العلهاء بالتوراة واال نجيل‬para ulama yang memahami kitab Taurat dan Injil).
Ibnu katsir menjelaskan hal yang senada bahwa yang dimaksud dengan ahludz
dzikr adalah ahli kitab sebelum Muhammad. Dalam tafsir departemen agama kata
ahludz dzikri ditafsirkan dengan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan
kitab-kitab. Orang-orang yang mempunyai pengetahuan tersebut adalah
Rasulullahdan para ulama dari berbagai kurun waktu. Dalam konteks pendidikan
Islam seorang pendidik harus memiliki kompetensi yang memadai dalam bidang
ilmu Al-Qur’an yang menjadi sumber ajaran Islam. Hal ini bisa dipahami selaras
dengan isyarat yang terdapat pada ayat berikunya (ayat 44). Selain itu, ayat 44
juga mengandung makna bahwa seorang pendidik berfungsi menjelaskan hukum-
hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an yang didalamnya dibedakan antara
halal dan haram serta agar peserta didik dapat mengambil pelajaran darinya.
Fungsi ini menjadi penting dimiliki oleh seorang pendidik karena pada dasarnya
manusia terlahir ke dunia dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan apapun.
Seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi yang dianugerahkan
Allah kepada peserta didik.
Sementara itu, kaitannya dengan subyek pendidikan pada ayat tersebut
adalah bahwa seorang guru dalam perannya ahli al-dzikr selain berfungsi sebagai
orang yang mengingatkan para peserta didik dari berbuat yang melanggar

8
larangan Allah dan Rasul-Nya, juga sebagai seorang yang mendalami ajaran-
ajaran yang berasal dari Tuhan yang terdapat dalam berbagai kitab yang pernah di
turunkan-Nya kepada para Nabi dan Rasul-Nya dari sejak dahulu kala hingga
sekarang. Sebagai ahlial-dzikr ia dapat mencari titik persamaan antara ajaran yang
terdapat di dalam berbagai kitab tersebut untuk diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari.7

C. Tafsir Surah al-Kahfi 65-66


Lafal dan terjemah surah al-Kahfi 65-66

65 ‫َف َو َج َدا َع ْب ًدا مِّنْ عِ َبا ِد َنٓا ٰا َتي ْٰن ُه َرحْ َم ًة مِّنْ عِ ْن ِد َنا َو َعلَّمْ ٰن ُه ِمنْ لَّ ُد َّنا عِ ْلمًا‬

66 َ ‫ك َع ٰ ٓلى اَنْ ُت َعلِّ َم ِن ِممَّا عُلِّم‬


‫ْت ُر ْش ًدا‬ ٰ ‫َقا َل َل ٗه م‬
َ ‫ُوسى َه ْل اَ َّت ِب ُع‬

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba


Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami (65). Musa
berkata kepada Khidhr, "Bolehkah aku mengikutimu agar kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?”(66).

Asbabun Nuzul

Turunnya ayat ini disebabkan rasa kebanggaan berlebihan atau


kesombongan Nabi Musa. Suatu waktu, usai berkhotbah di depan
umatnya, tiba-tiba Nabi Musa ditanya oleh seorang pemuda tentang orang

7
Ahmad, Izzani, Saehudin, Tafsir Pendidikan, Jakarta:Pustaka Aufa Media, 2012, h.204-207.

9
yang paling pandai di muka bumi. Sontak Nabi Musa menjawab bahwa,
dirinyalah satu-satunya orang yang paling pandai di bumi.

Mengetahui hal itu, Allah SWT menegur Nabi Musa dengan


memberitahukan bahwa ada manusia yang lebih pandai darinya. Nabi
Musa tentu saja merasa penasaran dan sangat ingin menemui orang
tersebut. Akhirnya Allah SWT pun memberi petunjuk agar Nabi Musa
pergi ke sebuah tempat, tempat pertemuan antara dua lautan. Di tempat itu
Nabi Musa akan menemukan orang yang lebih pandai darinya. Setelah
bertemu dengan orang tersebut maka Nabi Musa harus menimba ilmu dari
orang tersebut, hingga akhirnya kemudian terjadilah pertemuan keilmuan
serta interaksi edukatif antara Nabi Musa dan orang yang lebih pandai
darinya, orang sholeh, yakni Khidir.

Menurut suatu riwayat, suatu saat Nabi Musa A.S –ketika baru saja
menerima kitab dan berkata-kata dengan Allah— bertanya kepada
Tuhannya; “Siapakah kira-kira yang paling utama dan berilmu didunia ini
selain aku?.” Maka dijawab: “Ada, yaitu hamba Allah yang berdiam di
pinggir lautan, namanya Khidir”.

Di dalam hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim, dari Abi bin Ka’ab ra.
telah mendengar Rosulullah bersabda: Ketika suatu saat Nabi Musa berdiri
berkhotbah di hadapan kaumnya, Bani Isra’il, salah seorang bertanya:
“Siapa orang yang paling tinggi ilmunya”, Nabi Musa as. menjawab:
“Saya”. Kemudian Allah menegur Musa dan berfirman kepadanya, supaya
Musa tidak mengulangi statemannya itu; “Aku mempunyai seorang hamba
yang tinggal di pertemuan antara dua samudra, adalah seorang yang lebih
tinggi ilmunya daripada kamu”. Nabi Musa as berkata: “Ya Tuhanku,
bagaimana aku bisa menemuinya”. Tuhannya berfirman: “Bawalah ikan
sebagai bekal perjalanan, apabila di suatu tempat ikan itu hidup lagi, maka
di situlah tempatnya. (Kalimat Hadits dari Imam Bukhori).8
8
http://ulashoim.blogspot.com/2013/06/asbabun-nuzul-surah-al-kahfi-telaah-qs.html?
m=1

10
Tafsir ayat 65 :

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia 65. ‫فَ َو َجدَا‬


‫َع ْبدًا ِّم ْن ِعبَا ِدنَآ‬ (Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba-hamba Kami) Hamba itu adalah Khidhir, dan banyak hadits shahih

yang membuktikan akan hal ini. ‫( َءاتَ ْي ٰنهُ َرحْ َمةً ِّم ْن ِعن ِدنَا‬yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami) Terdapat pendapat mengatakan

yang dimaksud dengan rahmat pada ayat ini adalah kenabian. ‫َوعَلَّ ْم ٰنهُ ِمن‬
‫(لَّ ُدنَّا ِع ْل ًما‬dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami)
Yakni Allah mengajarkan kepadanya banyak hal tentang ilmu ghaib yang
hanya diketahui Allah. Nabi Musa tetap menuntut ilmu dan berkelana
untuk mencarinya padahal beliau termasuk Nabi yang paling mulia, hal ini
menjadi dalil bahwa tidak selayaknya seseorang meninggalkan kegiatan
menuntut ilmu meski ia telah mencapai puncak keilmuannya, serta
seseorang harus rendah hati di hadapan orang yang lebih tinggi ilmunya.

Dalam pertemuan kedua tokoh itu, musa berkata kepadanya, yakni


kepada hamba Allah yang memeroleh ilmu khusus itu, “Bolehkah aku
mengikutimu secara bersungguh-sungguh supaya engkau mengajarkan
kepadaku sebagian dari apa, yakni ilmu-ilmu, yang telah diajarkan Allah
kepadamu untuk menjadi petunjuk bagiku menuju kebenaran?” Dia
menjawab, “sesungguhnya engkau, hai musa, sekali-kali tidak akan
sanggup sabar bersamaku.” Yakni, peristiwa-peristiwa yang engkau akan
alami bersamaku akan membuatmu tidak sabar. Dan, yakni padahal,
bagaimana engkau dapat sabar atas sesuatu, yang engkau belum jangkau
secara menyeluruh hakikat beritanya?” Engkau tidak memiliki
pengetahuan batiniah yang cukup tentang apa yang engkau lihat dan alami
bersamaku itu.9

9
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta :
Lentera Hati, 2011), hlm 343

11
Tafsir ayat 66
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia 66.
Setelah Musa mengucapkan salam dan berkenalan dengan Khadhir, Musa
berkata: “Apakah kamu mengizinkanku untuk menyertaimu, agar kamu dapat
mengajariku ilmu yang telah Allah ajarkan kepadamu sehingga dapat
menunjukkanku kepada kebenaran?” Khadhir menjawab: “Kamu tidak akan
mampu bersabar melihat apa yang aku lakukan.” Dan dia menegaskan lagi:
“Dan bagaimana kamu dapat bersabar atas sesuatu yang tidak kamu ketahui
hakikatnya?” Musa menjawab dengan mantap: “Dengan kehendak Allah, kamu
akan mendapatiku sebagai orang yang sabar dan taat terhadap perintahmu.”
Maka Khadhir menyetujuinya dengan syarat Musa tidak bertanya atas apa yang
dia perbuat hingga dia sendiri yang menjelaskan hakikat dan sebab perbuatan
itu.10

Kata (‫ َ) اتبعك‬attabi‟uka asalnya adalahَ (‫ َ) اتبعك‬atba‟uka dari kata ( ‫) تبع‬


tabi‟a yakni mengikuti. Penambahan huruf ( َ‫ )ت‬ta‟ pada kata attabi‟uka
mengandung makna kesungguhan dalam upaya mengikuti itu. Memang
demikianlah seharusnya seorang pelajar, harus bertekad untuk bersungguh-
sungguh mencurahkan perhatian bahkan tenaganya, terhadap apa yang akan
dipelajarinya.
Bahwa ucapan Nabi Musa as. ini sungguh sangat halus. Beliau tidak
menuntut untuk diajar tetapi permintaannya diajukan dalam bentuk
pertanyaan, “Bolehkah aku mengikutimu?”. Selanjutnya beliau menamai
pengajaran yang diharapkannya itu sebagai ikutan yakni beliau
menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Beliau juga
menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu untuk dirinya secara pribadi
yakni untuk menjadi petunjuk baginya. Di sisi lain, beliau mengisyaratkan
keluasan ilmu hamba yang saleh itu ssehngga Nabi Musa as. hanya

10
https://tafsirweb.com/4892-quran-surat-al-kahfi-ayat-66.html

12
mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah
diajarkan kepadanyai. Dalam konteks itu, Nabi Musa a.s. tidak
menyatakan “apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah swt” karena
beliau sepenuhnya sadr bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber,
yakni dari Allah Yang Maha Mengetahui. Memang, Nabi Musa a.s. dalam
ucapannya itu tiak menyebut nama Allah sebagai sumber pengajaran
karena hal tersebut telah merupakan aksioma bagi manusia beriman. Di
sisi lain, di sini kita menemukan hamba yang sholeh itu juga penuh dengan
tata krama. Beliau tidak langsung menolak permintaan Nabi Musa, tetapi
menyampaikan penilaiannya bahwa nabi abung itu tidak akan bersabar
mengikutinya sambil menyampaikan alasan yang sungguh logis dan tidak
menyinggung perasaan tentang sebab ketidak sabaran itu.

Adapun hubungan ayat ini dengan subyek pendidikan yaitu bahwa dalam
ayat ini mengandung hubungan antara guru dan murid, Murid harus mempunyai
semangat yang tinggi dan tidak putus asa dalam mencari ilmu, meski jarak yang
ditempuh jauh dan membutuhkan waktu yang lama, dan seorang murid harus
bersikap sopan kepada gurunya. Berbaik-sangka dan meyakini bahwa guru lebih
pandai dari murid. Murid tidak selayaknya mudah merasa tersinggung, tatkala
guru melemahkannya dengan perkataannya. Tidak mudah merasa tersinggung,
tatkala guru melemahkannya dengan perkataannya.11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
subjek pendidikan adalah seseorang atau sesuatu yang telah
mengajarkan kita ilmu. Seseorang ini bukan hanya seorang guru tapi
siapapun atau apapun yang dapat mengajari kita. Pendidikan yang pertama
kali terjadi dalam ruang lingkup yang sangat sederhana yaitu keluarga.
Subjek pendidikannya adalah orang tua, terutama ibu. Kita dapat
11
Mutaqin al-Zamzami, ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM QS. AL-KAHFI AYAT 60-82
REINTERPRETASI KISAH NABI MUSA DALAM UPAYAMENGHADAPI
DEKADENSI MORAL PELAJAR, Volume XI, No. 1, 2018, hlm 228-229

13
memperoleh ilmu dari mana saja, seperti lingkungan, masyarakat, alam,
dan semua ciptaan Allah SWT.
Nilai pendidikan yang dapat kita ambil dari surat An-Nahl ayat : 43 dan 44
antara lain:
1. Menganjurkan kita untuk bertanya apabila kita tidak tahu.
2. Apabila kita mempunyai ilmu sebaiknya ajarkan kepada yang belum
tahu.
3. Dalam mendidik sebaiknya menyesuaikan dengan tingkat kecerdasan
dan pemahaman peserta didik
4. Pendidik sebaiknya menggunakan bahasa yang jelas dan mudah
dipahani.
5. Pendidikan dilakukan secara bertahab.
6. Pendidik atau guru sebaiknya menguasai bahan ajar.
Nilai pendidikan yang dapat diambil dari surah al-Kahfi ayat 65-66 adalah:
1. Murid harus mempunyai semangat yang tinggi dan tidak putus asa
dalam mencari ilmu, meski jarak yang ditempuh jauh dan
membutuhkan waktu yang lama.
2. Seorang murid harus bersikap sopan kepada gurunya.
3. Meminta arahan dalam menuntut ilmu, terutama terkait ilmu-ilmu
yang belum dipelajari.
4. Berbaik-sangka dan meyakini bahwa guru lebih pandai dari murid.
Murid tidak selayaknya mudah merasa tersinggung, tatkala guru
melemahkannya dengan perkataannya.
5. Tidak mudah merasa tersinggung, tatkala guru melemahkannya dengan
perkataannya.
6. Mempunyai komitmen untuk menjalankan perintah guru atau bersikap
taat.
7. Bertanya kepada guru sesuai dengan izin dan kondisi dari seorang
guru.
8. Adanya penyesalan dan permintaan maaf kepada guru, ketika murid
melakukan kesalahan.

14
9. Seorang murid harus siap menerima konsekuensi atas pelanggaran
yang dilakukan.

B. SARAN
Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan sarannya yang
membangun supaya tim penulis bisa memperbaiki makalah ini untuk
kedepannya agar bisa bermanfaat bagi siapa yang membacanya.

DAFTAR PUSTAKA
Suryoso B., Beberapa Aspek Dasar Kependidika,(Jakarta:Bina
Aksara,1983),h.26.
http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/2011/makalah-subyek-pendidikan-
tafsir-qsarrahman.html
Rusman, Model-model pembelajaran mengembangkan profesionalisme
guru.(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm 20
Zakiah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta; Bumi

Aksara, 2001), h. 264

H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu


Katsier, (Cet, I; Surabaya: PT Bina Ilmu, 1988), h. 563-564.
Ahmad, Izzani, Saehudin, Tafsir Pendidikan, Jakarta:Pustaka Aufa Media,

2012, h.204-207.

15
Mutaqin al-Zamzami, ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM QS. AL-
KAHFI AYAT 60-82 REINTERPRETASI KISAH NABI MUSA DALAM
UPAYAMENGHADAPI
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-
Quran, (Jakarta : Lentera Hati, 2011), hlm 343
https://tafsirweb.com/4892-quran-surat-al-kahfi-ayat-66.html

16

Anda mungkin juga menyukai