Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KENAPA KITA WAJIB MENUNTUT ILMU


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Tafsir Tarbawy
Dosen Pengampuh: H.Hakkul Yakin,M.Pd.I

Disusun oleh : kelompok 3 (IVG)

MUHAMAD NURJANI
RABIATUL AINI
MUH.ARIF NUR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW LOMBOK TIMUR
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita sampaikan kehadirat Allah SWT sehingga makalah ini bisa
terselesaikan dengan benar, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi
Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu
dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Tafsir Tarbawy pada Program
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW
ANJANI LOMBOK TIMUR dengan ini kami akan mengerjakan tugas makalah yg
berjudul “KENAPA KITA WAJIB MENUNTUT ILMU “
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.

Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini,sehingga kita sama sama mendapatkan manfaat
serta memberikan inspirasi terhadap mahasiswa-mahasiswa yang membaca.

Anjani,23,mei,2023

I
DAFTAR IS

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR IS...............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1. Latar Belakang....................................................................................................................1

2. Rumusan Masalah..............................................................................................................1

3. Tujuan Pembahasan............................................................................................................1

BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
A.Alasan Menuntut Ilmu (Belajar) Wajib..............................................................................2

B.Ayat-ayat Yang Menjelaskan Kewajiban Menuntut Ilmu..................................................2

C. Hadits-Hadits yang menjelaskan tentang kewajiban ilmu.................................................7

BAB III.....................................................................................................................................12
PENUTUP................................................................................................................................12
A. Kesimpulan......................................................................................................................12

2.Saran..................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah dengan berbagai potensi yang dimilikinya, tentu dengan
alasan yang sangat tepat potensi itu harus ada pada diri manusia, sebagaimana sudah
diketahui manusia diciptakan untuk menjadi khalifatullah fil ardh.
Potensi yang dimiliki manusia tidak ada artinya kalau bukan karena bimbingan dan
hidayah Allah yang terhidang di alam ini. Namun manusia tidak pula begitu saja
mampu menelan mentah-mentah apa yang dia lihat, kecuali belajar dengan megerahkan
segala tenaga yang dia miliki untuk dapat memahami tanda-tanda yang ada dalam
kehidupannya. Tidak hanya itu, manusia setelah mengetahui wajib mengajarkan
ilmunya agar fungsi kekhalifahan manusia tidak terhenti pada satu masa saja, Dan
semua itu sudah diatur oleh Allah SWT.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu manusia
akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan mampu merubah
suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih
baik.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini, yaitu :
1. Mengapa menuntut ilmu (belajar) sebagai kewajiban ?
2. Apa ayat yang mewajibkan kewajiban belajar dan mengajar ?
3. Bagaiamana kaitan hadis dengan kewajiban belajar mengajar ?

3. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa tujuan dalam penulisan makalah
ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui alasan menuntut ilmu (belajar) sebagai kewajiban.
2. Untuk mengetahui ayat-ayat Al-Qur’an yang mewajibkan kewajiban belajar dan
mengajar.
3. Untuk mengetahui hadis yang mewajibkan belajar mengajar.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.Alasan Menuntut Ilmu (Belajar) Wajib

Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa


ilmu manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak
akan mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi
lebih baik. Karena menuntut ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dan
merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dari urian tadi sudah menjadi
keseharusan dalam menuntut ilmu.
1.Awal Perintah Membaca
Mengingat hal diatas sangat tepat jika wahyu pertama turun kepada
nabi SAW mengisyaratkan tentang perintah membaca (menuntut ilmu).
Yakni Surat A-alaq

‫ِاْقَر ْأ اِب ِمْس َر ِّبَك اِذَّل ْي َخ َلَق‬

Artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang


menciptakan.”
Kata Iqra’ terambil dari kata kerja kara’a yang pada mulanya
berarti menghimpun. Apabila kita merangkai huruf kemudian mengucapkan
rangkaian tersebut maka kita sudah menghimpunnya yakni membacanya.
Dengan demikinan, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya
suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga
terdengar oleh orang lain. Karena dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam
arti dari kata tersebut adalah bisa menyampaikan, menela’ah, membaca,
meneliti, mendalami.

B.Ayat-ayat Yang Menjelaskan Kewajiban Menuntut Ilmu


1. Tafsiran surat Al-Alaq 1- 5
‫َعَمَّل‬#‫ ِاْقَر ْأ َو َر ُّبَك اَاْلْك َر ُۙم‬# ‫ِا ْقَر ْأ َو َر ُّبَك اَاْلْك َر ُۙم‬# ‫َخ َلَق اِاْلْنَس اَن ِم ْن َعَلٍۚق‬# ‫اِْقَر ْأ اِب ِمْس َر ِّبَك اِذَّل ْي َخ َلَۚق‬
‫اِاْلْنَس اَن َم ا َلْم َيْعْمَل‬

2
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.(Al-Alaq:1-5)

Bahwa Nabi Muhammad saw. mendatangi gua Hira’ untuk tujuan beribadah
beberapa hari, beliau kembali kepada istrinya (Siti Khadijah) untuk
mengambil bekal secukupnya. Hingga pada suatu hari di dalam gua, beliau
dikejutkan oleh malaikat pembawa wahyu Ilahi. Malaikat berkata kepadanya,
“Bacalah!” beliau menjawab “saya tidak bisa membaca”. Perawi mengatakan
bahwa untuk kedua kalinya malaikat memegang Nabi dan menekan-nekannya
hingga Nabi kepayahan dan setelah itu dilepaskan. Malaikat berkata lagi
kepadanya, “Bacalah!” kemudian Nabi menjawab dengan jawaban yang sama.

Kemudian Nabi kembali ke rumah Khadijah dengan keadaan gemetar seraya


mengatakan “Selimutilah aku, Selimutilah aku”. Khadijah menyelimuti beliau hingga
rasa takutnya hilang, lalu beliau berkata “Aku merasa khawatir terhadap diriku”.
Khadijah menjawab”Jangan, gembiralah! Demi Allah, Sesungguhnya engkau adalah
orang yang menyambungkan silaturahim, benar dalam berkata, menanggung beban,
gemar menyuguhi tamu dan gemar menolong orang yang tertimpa bencana.
Kemudian Khadijah mengajak Nabi untuk menemui Waraqh ibnu Naufal ibnu
‘Abdill-‘Uzza (anak paman Khadijah) dan menceritakannya.1

Sesungguhnya Zat Yang Menciptakan makhluk mampu membuatmu membaca,


sekalipun engkau tidak pernah belajar membaca sebelumnya. Allah menciptakan
manusia dari segumpal darah, kemudian membekalinya dengan kemampuan berfikir,
sehingga bisa menguasai seluruh makhluk di bumi. Perintah membaca diulang-ulang,
sebab membaca tidak bisa meresap kedalam jiwa, melainkan setelah berulang-ulang
dan dibiasakan. Hal ini agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan dari
sesuatu yang hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan
pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu. Surat Al-Alaq tema utamanya adalah
pengajaran kepada Nabi Muhammad SAW. serta penjelasan tentang Allah dalam
sifat dan perbuatan-Nya, dan bahwa Dia adalah sumber ilmu pengetahuan. Menurut
1
Ghoffar, M. ‘Abdul,2008. Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i

3
Al-Baiqa’i tujuan utamanya adalah perintah kepada manusia untuk menyembah
Allah SWT. sang pencipta Yang Maha Kuasa, sebagai tanda syukur kepada-Nya.

Kata iqra’ terambil dari kata kerja qara’a yang pada mulanya berarti
menghimpun. Iqra’ digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan
dan sebagainya. Dan karena objeknya bersifat umum, objek kata tersebut
mencakup segala yang dapat terjangkau, baik itu merupakan bacaan suci yang
bersumber dari Tuhan maupun bukan, baik ia menyangkut ayat-ayat tertulis
maupun yang tidak tertulis. Perintah iqra’ mencakup telaah terhadap alam
raya, masyarakat dan diri sendiri, serta bacaan tertulis maupun tidak. Jika
dikaitkan dengan kewajiban belajar mengajar, maka terdapat beberapa titik
temu sebagai berikut:

1. Dalam surat ini, Muhammad SAW berperan sebagai seorang murid sebab
beliau adalah orang yang mencari suatu petunjuk dengan jalan kontemplasi
dengan semangat yang tinggi. Kesimpulannya sebagai seorang murid harus
mempunyai semangat mencari ilmu dan mengawalinya dengan upaya
penyucian jiwa, sehingga muncul dalam dirinya sikap tawadhu yang akan
memudahkan dirinya dalam pembelajaran.

2. Malaikat dalam surat ini berperan sebagai guru yang bertugas mengajar nabi
Muhammad SAW, jibril AS tidak begitu saja memberikan pengajaran

kepada Rasulullah, tetapi ia memberi pertanyaan dengan tujuan agar beliau


betul-betul menyadari bahasa dirinya dalam keadaan terjaga. Sehingga ketika
Muhammad menerima pengajaran tersebut beliau akan merasa yakin bahwa
apa yang diterimanya merupakan kebenaran. Jika dikaitkan dengan pendidikan
disini terlihat bahwa inti dari peristiwa tersebut adalah menuntut agar seorang
guru tidak langsung memberikan pengajaran kepada murid. Terlebih dahuli
guru harus mencairkan suasana sehingga memudahkan murid dalam mencerna
pelajaran yang disampaikan oleh seorang guru.

2.Tafsiran surat Al-Ghaasyiyah ayat 17-20

4
‫ َو ىَل اَأْلْر ِض‬١٩ ‫ َو ىَل اْلِج َباِل َكْي َف ُنِص َبْت‬١٨ ‫ َو ىَل الَّس َم اِء َكْي َف ُر ِف َع ْت‬١٧ ‫َأَفاَل َينُظ ُر وَن ىَل ا ِبِل َكْي َف ُخ ِلَقْت‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ ِإْل‬
٢٠ ‫َكْي َف ُس ِط َح ْت‬

Artinya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia


diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?.”(Al-
Gaasyiyah:17-20)

Allah berfirman guna memperintahkan kepada para abdinya untuk


memperhatikan makhluk-makhluknya yang menunjukkan kepada kekuasaan
dan keagungannya: maka apakah mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana dia diciptakan? Unta dikemukakan karena dia merupakan ciptaan
yang menakjubkan, susunan tubuhnya sungguh memikat. Dan unta itu sendiri
mempunyai kekuatan dan kekokohan yang luar biasa. Dia ditundukkan untuk
menanggung beban yang berat dan menuntun kusir yang payah, dapat
dimakan, bulunya dapat digunakan, dan susunya dapat diminum. Dan langit,
bagaimana dia di tinggikan? Yaitu bagaimana Allah Ta’ala meninggikan
langit dari bumi, ini merupakan peninggian yang sangat agung. Dan gunung-
gunung bagaimana dia di tegakkan? Yaitu dengan menjadikannya tertancap
sehingga menjadi kokoh. Dan teguh sehingga bumi menjadi tidak miring
bersama penghuninya: dan telah menjadikan berbagai macam manfaat dan
barang-barang tambang padanya.

3. Tafsiran surat At-Taubah ayat 122

‫َو َم ا اَك َن اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن ِلَيْنِفُر ْو ا ۤاَكَّفًۗة َفَلْو اَل َنَفَر ِم ْن ِّلُك ِف ْر َقٍة ِّم ُهْنْم َط ۤا َفٌة ِّلَيَتَفَّقُهْو ا ىِف اِّدل ْيِن َو ِلُيْنِذ ُر ْو ا َقْو َم ُهْم ِا َذ ا َر َجُع ْٓوا‬
‫ِٕى‬
‫ِا َلِهْي ْم َلَع َّلُهْم ْحَي َذ ُر ْو َن‬

Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Pemahaman terhadap ayat ini hubungannya dengan pengembangan ilmu

5
pengetahuan tersebut amat erat dengan pendidikan, khususnya untuk
memperdalam ilmu pengetahuan. “Mengapa tidak pergi dari setiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang
agama”. Artinya, menganjurkan dengan gencarnya, untuk memperdalam
pengetahuan agama, sehingga manusia dapat memperoleh manfaat untuk
dirinya sendiri dan orang lain.

Disebutkan dalam tafsir al-mishbah ayat ini menuntun kaum muslim untuk
membagi tugas dengan menegaskan bahwa tidak sepatutnya bagi orang-orang
mukmin yang selama ini dihancurkan agar bergegas menuju medan perang.
Mereka pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi yang
melaksanakan tugas-tigas lain. Jika memang tidak ada panggilan yang bersifat
mobilisasi umum. Maka mereka tidak pergi dari setiap golongan, yakni
kelompok besar diantara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk
bersungguh- sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga
mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain
dan juga untuk memberi peringatan kepada kaum mereka yang menjadi
anggota pasukan yang

ditugaskan Rasulullah SAW itu apabila nanti telah selesainya tugas mereka
yakni anggota pasukan itu telah kembali kepada mereka yang ,memperdalam
pengetahuan itu, supaya mereka yang jauh dari Rasulullah SAW karena
tugasnya dapat berhati-hati dan menjaga diri mereka.

4. Tafsir Surat Al-Ankabut ayat 19-20

‫ ُقۡل ِس ُرۡي ۡو ا ىِف اَاۡلۡر ِض َفاْنُظ ُر ۡو ا َكۡي َف‬١٩ ‫َاَو َلۡم َيَر ۡو ا َكۡي َف ُيۡب ِد ُئ اُهّٰلل اۡلَخ ـۡلَق َّمُث ُيِع ۡيُد ٗه ؕ ِا َّن ٰذ َكِل َعىَل اِهّٰلل َيِس ٌرۡي‬
ۚ ‫َبَد َا اۡلَخ ـۡلَق َّمُث اُهّٰلل ُيۡنِش ُئ الَّنۡش َاَة اٰاۡلِخ َر َةؕ ِا َّن اَهّٰلل َعىٰل ِّلُك ۡىَش ٍء َقِد ۡيٌر‬

Artinya : dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah


menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya
(kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana

6
Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah
menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.

Surat al-Ankabut ayat 19-20, menjelaskan tentang kewajiban yang seharusnya


dijalankan umat Islam untuk mengadakan perjalanan, dalam arti penelitian di
muka bumi ini. Sehingga umat Islam dapat menemukan suatu kesimpulan
dengan cara mengambil I'tibar baik atas penciptaan alam, hingga sejarah
perjalanan manusia dan alam di masa lampau. Apa yang diperoleh dari
penelaahan itu, kemudian akan dijadikan bahan refleksi dalam meniti
kehidupan di dunia yang akan mengantarkannya selamat dalam kehidupan di
akhirat kelak.

Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW untuk menerangkan kepada


kaumnya yang kafir agar kiranya mereka berjalan di atas bumi ini sambil
merenungkan bagaimana bumi ini diciptakan pada awalnya dan kemudian
dikembalikan lagi sebagaimana pada awal kejadiannya; dari ada kemudian
tidak ada, kemudian manusia dibangkitkan kembali; dari tidak ada menjadi
ada dan dari ada dikembalikan lagi kepada ada, yaitu pada hari kebangkitan
yang dikenal dengan yaumu al Ba’tsi. Semua itu harus di yakini bahwa tak
seorangpun dapat melakukannya, kecuali Allah SAW Yang Maha Kuasa.

C. Hadits-Hadits yang menjelaskan tentang kewajiban ilmu

Ilmu merupakan kunci untuk menyelesaikan segala persoalan, baik persoalan


yang berhubungan dengan kehidupan beragama maupun persoalan yang
berhubungan dengan kehidupan duniawi. Ilmu diibaratkan dengan cahaya,
karena ilmu memiliki pungsi sebagai petunjuk kehidupan manusia, pemberi
cahaya bagi orang yang ada dalam kegelapan. Selain itu banyak hadits Nabi
Saw yang mendorong agar umat Islam bersungguh-sungguh dalam menuntut
ilmu. Di bawah ini terdapat hadits Nabi Saw yang berkenaan dengan
kewajiban menuntut ilmu diantaranya:

a. Hadits tentang keharusan meniru orang yang banyak ilmu

7
، ‫ َو َر ُج ٌل آاَت ُه اُهَّلل اْلِح َمْكَة‬، ‫َّال ىِف اْثَنَتِنْي َر ُج ٌل آاَت ُه اُهَّلل َم اًال َفُس ِّلَط َعىَل َه َلَكِتِه ىِف اْلَحِّق‬ ‫َال َح َس َد‬
‫ِإ‬
‫َهِبا َو ُيَع ِّلُم َها‬ ‫َفْهَو َيْقىِض‬

Artinya :

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah
ingin seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang
diberi Allah kekayaan berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar,
kedua orang yang diberi Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya
dan mengajarkannya kepada orang lain (HR Bukhari)

Hadits di atas mengandung pokok materi yaitu seorang muslim harus merasa
iri dalam beberapa hal. Memang iri atau perbuatan hasud adalah perbuatan
yang dilarang dalam ajaran Islam, tetapi ada dua hasud yang harus ada pada
diri seorang muslim, yaitu pertama menginginkan banyak harta dan harta itu
dibelanjakan di jalan Allah seperti dengan berinfaq, shadaqah dan lainnya.
Harta ini tidak digunakan untuk berbuat dosa dan maksiat kepada Allah, kedua
menginginkan ilmu seperti yang dimiliki orang lain, kemudian ilmu itu
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, juga diajarkan kepada orang lain
dengan ikhlash.

Hukum mencari ilmu itu wajib, dengan rincian, pertama hukumnya menjadi
fardhu ‘ain untuk mempelajari ilmu agama seperti aqidah, fiqih, akhlak serta
Al-Qur’an. Ilmu-ilmu ini bersipat praktis, artinya setiap muslim wajib
memahami dan mempraktekkan dalam pengabdiannya kepada Allah. Fardu
‘ain artinya setiap orang muslim wajib mempelajarinya, tidak boleh tidak. Dan
kedua hukumnya menjadi fardu kifayah untuk mempelajari ilmu pengetahuan
umum seperti : ilmu sosial, kedokteran, ekonomi serta teknologi. Fardu
Kifayah artinya tidak semua orang dituntut untuk memahami serta
mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut, boleh hanya sebagian orang saja.
Kewajiban menuntut ilmu ini ditegaskan dalam hadits nabi, yaitu :

‫َط َلُب اْلِع ِمْل َفِر ْيَض ٌة َعىَل ِّلُك ُم ْس ٍمِل‬

8
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”

(HR. Ibnu Abdil Bari)

Secara jelas dan tegas hadits di atas menyebutkan bahwa menuntut ilmu itu
diwajibkan bukan saja kepada laki-laki, juga kepada perempuan. Tidak ada
perbedaan bagi laki-laki ataupun perempuan dalam mencari ilmu, semuanya
wajib. Hanya saja bahwa dalam mencari ilmu itu harus tetap sesuai dengan
ketentuan Islam.

Kewajiban menuntut ilmu waktunya tidak ditentukan sebagimana dalam


shalat, tetapi setiap ada kesempatan untuk menuntutnya, maka kita harus
menuntut ilmu. Menuntut ilmu tidak saja dapat dilaksanakan di lembaga-
lembaga formal, tetapi juga dapat dilakukan lembaga non formal. Bahkan,
pengalaman kehidupanpun merupakan guru bagi kita semua, di mana kita bisa
mengambil pelajaran dari setiap kejadian yang terjadi di sekeliling kita. Begitu
juga masalah tempat, kita dianjurkan untuk menuntut ilmu dimana saja, baik
di tempat yang dekat maupun di tempat yang jauh, asalkan ilmu tersebut
bermanfaat bagi kita. Nabi pernah memerintahkan kepada umatnya untuk
menuntut ilmu walaupun sampai di tempat yang jauh seperti negeri China.

Selain itu menuntut ilmu itu tidak mengenal batas usia, sejak kita terlahir
sampai kita masuk kuburpun kita senentiasa mengambil pelajaran dalam
kehidupan, dengan kata lain Islam mengajarkan untuk menuntut ilmu
sepanjang hayat dikandung badan. Sebagaimana tercantum dalam hadits nabi

‫ُأْط ُلِب اْلِع َمْل ِم َن اْلَم ْهِد ىَل الَّلْح ِد‬


‫ِإ‬
“Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat”(HR. Muslim)

b.Hadits yang menjelaskan keutamaan orang yang menuntut ilmu

Rasulullah bersabda tentang keutamaan menuntut ilmu sebagai berikut :

‫َو َمْن َس َكَل َط ِر يًقا َيْلَتِم ُس ِف يِه ِعْلًم ا َس َّهَل اُهَّلل ُهَل ِبِه َط ِر يًقا ىَل اْلَجَّنِة‬
‫ِإ‬
Artinya : Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu,
Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga (HR Muslim)

9
Hadits di atas memberi gambaran bahwa dengan ilmulah surga itu akan
didapat. Karena dengan ilmu orang dapat beribadah dengan benar kepada
Allah Swt dan dengan ilmu pula seorang muslim dapat berbuat kebaikan. Oleh
karena itu orang yang menuntut ilmu adalah orang yang sedang menuju surga
Allah.

Mencari ilmu itu wajib, tidak mengenal batas tempat, dan juga tidak mengenal
batas usia, baik anak-anak maupun orang tua. Kewajiban menuntut ilmu dapat
dilaksanakan di sekolah, pesantren, majlis ta’lim, pengajian anak-anak, belajar
sendiri, penelitian atau diskusi yang diselenggrakan oleh para remaja mesjid.

Ilmu merupakan cahaya kehidupan bagi umat manusia. Dengan ilmu,


kehidupan di dunia terasa lebih indah, yang susah akan terasa mudah, yang
kasar akan terasa lebih halus. Dalam menjalankan ibadah kepada Allah, harus
dengan ilmu pula. Sebab beribadah tanpa didasarkan ilmu yang benar adalah
sisa-sia belaka. Oleh karena itu dengan mengamalkan ilmu di jalan Allah
merupakan ladang amal (pahala) dalam kehidupan dan dapat memudahkan
seseorang untuk masuk ke dalam surga Allah.

Allah sangat mencintai orang-orang yang berilmu, sehingga orang yang


berilmu yang didasarkan atas iman akan diangkat derajatnya oleh Allah,
sebagaimana firman-Nya di atas dalam Q.S Al-Mujadallah : 11

Keutamaan lainnya dari ilmu adalah dapat mencapai kebahagiaan baik di


dunia ataupun di akhirat. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi :

‫ َو َمْن َأَر اَد َمُها َفَع َلْي ِه اِب ْلِع ِمْل‬, ‫ َو َمْن َأَر اَد اَألِخ َر َة َفَع َلْي ِه اِب ْلِع ِمْل‬, ‫َمْن َأَر اَد اُّدل ْنَيا َفَع َلْي ِه اِب ْلِع ِمْل‬
Artinya ; Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, mak ia harus
memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka
itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya
maka itupun harus dengan ilmu (HR. Thabrani)

Kebahagian di dunia dan akhirat akan dapat diraih dengan syarat memiliki
ilmu yang dimanfa’tkan. Manfa’at ilmu pengetahun bagi kehidupan manusia,
antara lain :

10
1.Ilmu merupakan cahaya kehidupan dalam kegelapan, yang
akan membimbimg manusia kepada jalan yang benar

2.Orang yang berilmu dijanjikan Allah akan ditinggikan derajatnya menjadi


orang yang mulia beserta orang-orang yang beriman

3.Ilmu dapat membantu manusia untuk meningkatkan taraf hidup menuju


kesejahteraan, baik rohani maupun jasmani

4.Ilmu merupakan alat untuk membuka rahasia alam, rahasia kesuksesan


hidup baik di dunia maupun di akhirat.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

a.Belajar merupakan suatu proses kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengiat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni
mengalami perubahan perilaku dari pengalaman.

b.Mengajar lebih identik kepada proses mengarahkan seseorang agar lebih


baik

c.Seorang muslim dibolehkan merasa iri dalam hal pertama melihat orang
yang mempunyai harta kemudian menafkahkan hartanya di jalan Allah, dan
kedua, orang yang mempunyai ilmu kemudian diamalkan dan diajarkan
kepada orang lain.

d.Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki dan
perempuan, dari mulai sejak lahir sampai sebelum masuk kubur

e.Ilmu yang harus dicari adalah ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum yang
bermanfaat

f.Kewajiban orang yang memiliki ilmu adalah mengamalkannya dalam


kehidupan sehari-hari dan mengajarkannya kepada orang lain

2.Saran

Demikianlah makalah dari kami, pembahasan tentang Kewajiban

Belajar dan Mengajar. Dan kami merasa bahwasanya masih terdapat


kekurangan dalam penyajian makalah kami ini. Untuk itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. 2002. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta : PT. Raja


Grafindo Persada.

Al-Qur’an karim

Ar Rifa’i, Muhammad Nasib, 2000. Tafsir Ibnu Katsir Gema Insani Press:
Jakarta Azami, Muhammad Mustofa. Metodologi Kritik Hadits. Terj. A.
Yamin. Jakarta:

Pustaka Hidayah. 1992.

Departemen Agama RI, 1996 Al Qur’an Al Karim Dan Terjemahnya, PT.


Karya Toha Putra : Semarang

Departemen Agama RI,2010. Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi


Djamarah, Syaiful Bahri, 2008. Rahasia Sukses Belajar, Jakarta: RT. Rineka

Cipta.

Ghoffar, M. ‘Abdul,2008. Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Pustaka Imam As-


Syafi’i Mustafa, Ahmad, 1993. Al-Maraghi. Semarang: PT. Karya Toha Putra
Nashiruddin al-Albani, Muhammad. 2003. Ringkasan Shahih Muslim Jakarta :

Pustaka Azzam.

Nata, Abuddin, 2002. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan.Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Shihab, M. Quraish,2002. Tafsir Al Misbah. Jakarta: Lentera Hati

Solahudin, Muhammad; Agus Suyadi. 2009 Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka


Setia.

Umar, Bukhari. 2012. Hadis Tarbawi Pendidikan dalam Perspektif Hadis.

Jakarta : AMZAH Bumi Aksara.

Yusuf al-Qardawi, 2001.Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad


Badruzzaman, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

13

Anda mungkin juga menyukai