Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ALQURAN”

Dosen pengampu :
Taufiq Prihatin Marpaung, MA

Disusun Oleh :

ROSANA MINARUL AFIFA Nim 21.11.06.383

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


AL-AZHAR PEKANBARU

RIAU
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyusun

makalah ini tepat pada waktunya. I.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapat tantangan

dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa

teratasi. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah

ini, semoga bantuannya mendapat balas dari ALLAH SWT.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dari

bentuk penyusunan maupun materinya. Karena kesempurnaan hanya milik Allah

SWT Semata. Namun, kritik konstruktif dari pembaca sangat penyusun harapkan

untuk penyempurnaan makalah selanjutnya agar makalah ini bisa lebih baik lagi.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Karena sebaik-baiknya manusia ialah yang bisa memberi manfaat bagi orang lain.

Pekanbaru, 10 Maret 2022

Penyusun
3

DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Makalah.................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Wawasan Alquran Tentang Tujuan Pendidikan ................................... 3


1. Terwujudnya hamba yang mengabdi pada Allah („abd) ............... 5
2. Mempersiapkan individu untuk menjadi khalifah (pemimpin) ..... 8
3. Untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat.................................. 11
4. Mempersiapkan manusia yang kuat secara fisik .......................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 18
B. Saran.............................................................................................. 18

Daftar Pustaka ................................................................................................ 20


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau
kegiatan selesai dilakukan. Dengan kata lain tujuan adalah cita, atau suasana ideal
yang ingin diwujudkan. Dalam suatu adagium disebutkan ”al-umur
bimaqoshidiha” yaitu setiap tindakan atau aktivitas harus berorientasi pada
tujuan. Dengan berorientasi pada tujuan maka dapat disusun segala
rencana kegiatan yang pada akhirnya kegiatan tersebut akan mengacu dan
terfokos pada apa yang telah dicita-citakan.
Manusia merupakan homo educandum atau hayawanun naathiq, yaitu
makhluk yang dapat dididik atau hewan yang bertutur kata (berpikir). Untuk
dapat mewujudkan hewan yang mampu berpikir diperlukan adanya pendidikan.
Dengan demikian maka pendidikan selalu dimaknai sebagai proses memanusiakan
manusia..
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek
tujuan. Hal ini dikarenakan tujuan pendidikan merupakan faktor yang mewarnai
hitam putihnya suatu pendidikan, dan menentukan ke arah mana anak didik akan
dibawa. Karena itu perlu adanya perumusan tujuan pendidikan yang maksimal,
tegas, jelas, sebelum semua kegiatan pendidikan dilaksanakan. Oleh sebab itu,
tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai
harapan ataupun keinginan manusia. Lantas, apakah yang ingin diperoleh dari
suatu proses pendidikan?, bagaimanakah tujuan pendidikan menurut Alquran?
Dalam Alquran secara eksplisit memang tidak ditemukan term tujuan
pendidikan, Akan tetapi, tujuan pendidikan ini dapat disari dan
diinterpretasikan dari beberapa ayat yang ada, yang meliputi beberapa aspek,
diantaranya aspek tujuan, tugas hidup manusia, dan aspek sifat-sifat dasar
manusia.

Dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan


pendidikan secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang ada dalam
2

Alquran, juga memadukannya dengan hadis Rasul dan pendapat para pakar
pendidikan Islam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan Islam dapat
diaplikasikan pada wacana dan realitas kekinian.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan dalam makalah ini adalah bagaimana Tujuan Pendidikan
dalam Al-Qur‟an ?

C. Tujuan Makalah
Adapun Tujuan dalam makalah ini adalah bagaimana memahami dan
Tujuan Pendidikan dalam Al-Qur‟an
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Wawasan Alquran Tentang Tujuan Pendidikan


1. Terwujudnya hamba yang mengabdi pada Allah („abd)
Rumusan terwujudnya hamba yang mengabdi kepada Allah („abd), sebagai
salah satu tujuan pendidikan Islam, sepintas seperti rumusan tujuan hidup
manusia. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa merumuskan tujuan
pendidikan harus berorientasi pada tujuan hidup ini. Diantara ayat yang berkenaan
dengan tujuan ini adalah:
a. Alquran Surat al-Dzariyat (51) ayat 56
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.”
b. Alquran Surat al-Anbiya‟ (21) ayat 251.
Artinya: … Tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah
olehmu sekalian akan Aku".
Ibadah berasal dari kata ‫ عبادة‬- ‫ عبد‬- ‫يعبد‬ yang berarti mengesakan,
2
melayani, mematuhi. Ibadah yang merupakan kata serapan dari al-ibadah (‫)العبادة‬
mempunyai arti yang sama dengan kata al-ubudiyah (‫ )العبىديت‬yaitu menundukkan
atau merendahkan diri. Yang melakukan ibadah atau menjalankan ibadah
disebut )‫ (العابد‬atau hamba.
Kedua ayat di atas menggunakan dhamir mutakallim wahdah/kata ganti
orang pertama tunggal (aku). Ini bukan saja bertujuan menekankan pesan yang
dikandungnya tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perbuatan Allah dalam

1 Ayat lain yang membahas tentang mengabdi/ beribadah kepada Allah antara
lain: kata ‫ اعبُدْوِى‬Q.S. Taha: 14, Kata ُ ‫عبُدْي‬
ْ ‫ أ‬Q.S. Hud: 123, Maryam: 65, Kata ‫ ا ْعبُد ُْووِى‬Q.S. Yasin:
61, al-Anbiya’: 92, al-‘Ankabut: 56, kata ُ ‫عبُد ُْوي‬ ْ ‫ أ‬Q.S. Ali Imran: 51, Maryam: 36, al-Zukhruf: 64,
al-An’am: 102, Yunus: 3, al-‘Ankabut: 17, kata ْ‫عبُد‬ ْ ‫ ا‬Q.S.al-Hijr: 99, al-Zumar: 2,
66, kata ‫عبُدُوا‬
ْ ‫ أ‬Q.S. al-Baqarah: 21, al-Nisa’: 36, al-Maidah: 72, 117, al-A’raf: 59, 65, 72, 85,
Hud: 50, 61, 84, al-Mu’minun: 23, al-‘Ankabut: 36, al-Nahl: 36, al-Hajj: 77, al-Mu’minun: 32, al-
Naml: 45, al-‘Ankabut: 16, Nuh:3, al-Najm: 62. Lihat Ilmi Zadah Faidhullah al-Hasani, Fathur
Rahman li Thalabi Ayat al-Qur’an, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t., h. 287

2 Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986, h. 483
4

3
menciptakan manusia tidak melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya.
Sehingga ibadah yang dilakukan oleh jin dan manusia hanya ditujukan kepada
Allah semata. Hal ini berbeda misalnya dengan penurunan wahyu, pemberian
rezeki, atau turunnya siksa yang melibatkan malaikat, sehingga Allah sering kali
menggunakan bentuk jamak (kami). Sekali lagi di sini penekanannya adalah
beribadah kepada-Nya semata-mata, maka redaksi yang digunakan berbentuk
tunggal dan semata-mata tertuju kepada-Nya tanpa memberi kesan adanya
keterlibatan selain Allah swt. Sehingga al-Qurtubi pun menafsirkan
kata ‫ ِليَ ْعبُد ُْو ِن‬dengan ‫ ِلي َُى َّحد ُْو ِن‬yaitu untuk mengesakan-Ku4
Ayat di atas dengan sangat tegas menjelaskan bahwa untuk beribadahlah
tujuan jin dan manusia diciptakan.5 Ibadah pada ayat di atas bukan sekedar
aktivitas ritual keagamaan seperti salat, haji, zakat atau ibadah mahdhah lainnya,
tetapi segala aktivitas yang yang dilakukan dalam rangka ibtigha‟ mardhatillah/
mencari ridha Allah. Perbuatan ibadah mahdhah seperti salat, puasa, zakat dan
haji belum memenuhi prinsip ibadah jika dilakukan tanpa kesadaran total yang
tersimbolkan dalam niat serta sikap penghambaan dan ketundukan kepada
perintah Allah.
Bila demikian halnya, maka sesungguhnya ibadah itu bukan bentuk
lahirnya, banyak perkara dunia yang berubah menjadi amal dunia karena niat.
Sebaliknya boleh jadi suatu ritual agama tidak bernilai ibadah bila
dilakukan bukan karena Allah, tetapi untuk riya misalnya. Dengan demiki
an niat sebagai simbol kesadaran dan ketundukan merupakan standar prosedur
perbuatan yang menentukan apakah suatu perbuatan bernilai ibadah atau tidak,
sebagaimana sabda Rasulullah saw:

Artinya: Dari Umar bin Khattab ra. dari Nabi saw. ia telah berkata:
”Sesungguhnya amal perbuatan tergantung kepada niatnya, dan bagi seseorang
tergantung apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah
dan Rasulnya maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rosulnya [keridhoannya].

3 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 13, Jakarta: Lentera Hati, 2009, h. 107
4 Al-Qurtubi, Tafsir al-Jami’ li Ahkam Alquran, Juz 17, Riyad: ‘alam al-Kutub, 2003, h. 55
5 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Madjid an-Nur, Jilid. 4, Jakarta: Cakrawala
Publishing, 2011, h. 181
5

Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk menikahi
wanita maka hijrahnya itu tertuju kepada yang dihijrahkan.”6
Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan hidup seorang hamba
adalah untuk mengabdi kepada Allah. Karenanya pendidikan diharapkan dapat
mewujudkan tujuan tersebut. Dengan kata lain bahwa tujuan pendidikan Islam
harus selaras dengan pandangan hidup seorang muslim yaitu “merealisasikan
pengabdian pada Allah swt. dalam kehidupan manusia, baik secara individu
ataupun kelompok”.7
Zamakhsari ketika menjelaskan surah al-Zariyat: 56 menyatakan bahwa
ibadah itu merupakan pilihan bagi manusia. Seandainya Allah ingin agar
semua hambanya beribadah kepada-Nya tentu ini tidak sulit bagi Allah, akan
tetapi Allah ingin melihat siapa dari hamba-Nya yang benar-benar memilih untuk
beribadah tanpa keterpaksaan.

2. Mempersiapkan individu untuk menjadi khalifah (pemimpin)


Sebagaimana tujuan yang pertama yaitu terwujudnya hamba yang mengabdi
kepada Allah, maka rumusan tujuan yang kedua ini yaitu mempersiapkan
individu untuk menjadi khalifah berorientasi pada tugas manusia secara
horizontal di muka bumi, yaitu menjadi pemimpin (khalifatullah fil ardh). Ayat
yang membahas tentang hal ini antara lain8:
a. Alquran Surat al-Baqarah ayat 30
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui".
b. Alquran Surat shaad ayat 26

6 Imam al-Nasa’i, al-Sunan al-Kubra, juz 8, Beirut: Dar Kutub Ilmiyyah, 1991, h. 361
7 Hamid Mahmud Ismail, Min Ushul Tarbiyah fi al- Islam Shan’a ttp., Wizarah Atbiyah wa At-
Ta’lim, l986, h. 98
8 Al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, juz 6, Riyadh-Arab Saudi: Maktabah Al-'Abikan, 1998, h. 425
6

Artinya: Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah


(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil
c. Alquran Surat al-Fathir ayat 39
Artinya: Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.
Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya
sendiri.
d. Alquran Surat Yunus ayat 14
Artinya: Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di
muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu
berbuat.
e. Alquran Surat Yunus ayat 73
Artinya: Dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami
tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.
f. Alquran Surat al-An‟am ayat 165
Artinya: Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi
dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu.
g. Alquran Surat al-A‟raf ayat 69.[10]
Artinya: Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu
sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya
kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu
(daripada Kaum Nuh itu).

Khalifah secara etimologi berarti yang menggantikan, yaitu menggantikan


orang lain, dan mengambil tempatnya. Khalifah, dimaksudkan untuk
menggantikan peran Allah dalam menegakka kehendak - Nya dan
menerapkan ketetapan – ketetapan - Nya. Kata khalifah juga mengacu
kepada pengertian penerima otoritas yang bersumber dari Tuhan. Selain itu kata
khalifah juga selalu diartikan sebagai pemimpin atau imam.
7

Khalifah adalah pengganti. Karena itu maka manusia berfungsi sebagai


pengganti Allah di muka bumi. Konsekuensi logisnya bahwa manusia harus bisa
berfungsi sebagai “perpanjangan tangan-Nya”.9 Hal ini bukan karena Allah tidak
mampu, atau menjadikan manusia berkedudukan sebagai Tuhan, namun Allah
bermaksud menguji dan memberikan penghormatan kepada manusia.
Esensi makna khalifah juga sebagai orang yang diberi amanah oleh Allah
untuk memimpin, mengelola, memelihara dan memanfaatkan alam guna
mendatangkan kemaslahatan bagi manusia. Menurut al-Maraghi dipilihnya
manusia sebagai khalifah karena manusia sudah dibekali alat untuk bisa meraih
kematangan secara sempurna di bidang ilmu pengetahuan.
Khalifah pada ayat-ayat di atas tidak hanya ditujukan untuk Nabi Adam as.
atau nabi-nabi tertentu sebagaimana dalam teks ayat. Namun kata
khalifah juga untuk kaum-kaum sesudah mereka yang sebagian
menggantikan sebagian lainnya di kurun waktu dan generasi yang berbeda. Ini
berarti bahwa kekhalifahan merupakan wewenang yang dilimpahkan Allah
kepada Adam as. dan seluruh manusia. Agar manusia dapat melaksanakan
amanah, dan fungsinya sebagai khalifah secara maksimal, maka manusiapun
dibekali dengan potensi yang menopang untuk terwujudnya peran sebagai
khalifah tersebut. Melalui pendidikan, setiap potensi yang dianugerahkan oleh
Allah swt.
dikembangkan secara maksimal sehingga pendidikan merupakan suatu
proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasan,
namun juga untuk membawa manusia pada tingkat manusiawi dan peradaban,
terutama pada zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan, pendidikan Islam bukan sekedar
bertujuan mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, lebih dari itu
pendidikan juga berusaha menggembleng manusia menjadi imam/pemimpin bagi
orang beriman dan bertaqwa (waj‟alna li al-muttaqina imaama). Sebagaimana
dalam surat al-Furqan ayat: 74

9 Al-Rasyidin, Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Ciputat Press, 2005, h. 35
8

Artinya: Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah


kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam


adalah terwujudnya khalifah-khalifah yang memiliki kemampuan manajerial
untuk mengelola alam raya ini.

3. Membina dan memupuk akhlakul karimah


Dalam pendidikan Islam, akhlak merupakan ruh. Artinya akhlaklah yang
menjadi ukuran keberhasilan dan ketercapaian tujuan pendidikan. Berhasil
tidaknya suatu pendidikan ditentukan dari akhlak peserta didiknya. Oleh karena
tidak heran bila mayoritas para pakar pendidikan Islam juga menyatakan bahwa
membina akhlak yang mulia merupakan salah satu tujuan utama pendidikan
Islam.10
Pembinaan kepribadian (akhlak) sebagai tujuan pendidikan Islam juga dapat
dilihat dari hasil Kongres Pendidikan Islam sedunia di Islamabad tahun 1980 yang
merumuskan sebagai berikut:
 Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang
dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia
yang rasional, perasaan dan indra. Karena itu, pendidikan hendaknya
mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek
spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara
individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut
berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir
pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna
kepada Allah SWT, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat
manusia.

10 Lihat juga Q.S. al-A’raf: 84, Q.S. an-Naml: 62. Selain kata khalifah, Khalaif dan Khulafa,
Alquran juga menyebutkan kata khalifah dalam bentuk fi’il Mudhari’ , di
antaranya: yastaklifanna: Q.S. al.Nur:55, yastaklif: al-An’am: 133, yastakhlifu: Huud:57,
yastakhlifa: al-A’raf:129 dan dalam bentuk fi’il amar, ukhlufniy: al-A’raf:142
9

UU RI NO 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS bab 2 pasal 3 menyatakan


bahwa:
 Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.11
Di antara ayat Alquran yang membahas tentang akhlak adalah:
a. Alquran Surah al-Qalam ayat 4
Artinya: Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
b. Alquran Surah al-Syu‟ara‟ ayat 137
Artinya: Ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.
Secara bahasa (etimologi), akhlak )‫ (األخالق‬adalah bentuk jamak dari
kata khuluqun )‫ ( ُخلُق‬atau khulqun )‫ ( ُخ ْلق‬yang berarti agama, tabiat dan
perangai. Ibnu Mandzur menjelaskan bahwa hakikat makna "khuluq" adalah
gambaran batin manusia yaitu jiwa dan sifat-sifatnya.
Secara istilah akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang
yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Al-Ghazali
dalam ihya‟ ‟Ulum al-Din mengatakan

Artinya: "Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan."
Senada dengan al-Ghazali Ibnu Miskawaih, mendefinisikan akhlak sebagai
berikut:
Artinya: Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang
berbuat dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan
(kebiasaan sehari-hari)"

11 Luwis Ma’luf, h. 192


10

Jadi pada hakekatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi
atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini
timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan
tanpa memerlukan pikiran.
Term al-Khulq )‫ (الخلق‬dengan makna akhlak memang hanya terdapat pada
dua tempat, yaitu pada surat al-Qalam ayat 4 dan surah al-Syu‟ara ayat
137, namun Alquran menjelaskan nilai-nilai akhlak dalam berbagai surah dan
ayat. Hal ini disebabkan karena akhlak merupakan pilar yang sangat penting
dalam Islam, bahkan akhlak yang mulia merupakan indikasi dari kematangan
iman seseorang.
Di antara ayat yang berkaitan dengan akhlak antara lain adalah surat Ali
Imran:
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.”
Ayat ini diturunkan kepada Rasulullah saw. dengan tujuan membentuk
kepribadian sahabat serta pengikutnya yang terdiri dari berbagai karakter dan
sikap. Dengan berpedoman pada ayat ini semua perjuangan Rasul membuahkan
hasil membanggakan dalam waktu singkat, terbukti hanya dalam tempo 23 tahun
Rasulullah berhasil membentuk sebuah masyarakat Arab jahiliah sebagai
masyarakat yang memiliki peradaban dan keimanan serta dimensi kecemerlangan
dalam segenap aspek kehidupan.
Banyak lagi ayat-ayat Alquran yang menjadi penyeru kepada akhlak yang
baik, yang meliputi akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya, akhlak terhadap
manusia, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, akhlak terhadap
masyarakat dan akhlak terhadap alam sekitar.
11

Tidak hanya Alquran yang banyak menyinggung tentang akhlak. Rasul


dalam hadisnya juga mengingatkan manusia akan pentingnya akhlak dalam
kehidupan manusia, seperti terdapat dalam hadis-hadis berikut ini:
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Umar dari Abi
Salamah dari Abu Hurairah ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw. mukmin
yang paling sempurna imannya adalah mereka yang baik akhlaknya,dan sebaik
baik kamu adalah yang paling baik kepada istri-istrinya
‫ع‬
Artinya: Dari Sa‟d Ibn Hisam Ibn Amir, ia berkata aku menemui Aisyah, lalu aku
berkata wahai Ummul Mukminin, ceritakan kepadaku tentang akhlak Rasulullah
saw. Lalu ia (Aisyah) berkata Akhlak Rasul itu adalah Alquran, dan beliau
membaca firman Allah }‫{وإوك لعلي خلق عظيم‬
Hadis lain adalah:
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw.
Sesungguhnya aku diutus untuk menempurnakan akhlak
Paparan di atas, jelaslah bahwa akhlak merupakan hal yang sangat penting
karena merupakan asas yang dilakukan oleh Rasulullah saw ketika memulai
pembentukan masyarakat Islam. Akhlak atau budi pekerti yang mulia merupakan
asas yang paling kuat untuk melahirkan manusia yang berhati bersih, ikhlas dalam
hidup, amanah dalam tugas, cinta kepada kebaikan dan benci kepada kejahatan.
Selain itu akhlak juga dalam pelaksanaannya tidak hanya mengatur hubungan
horizontal antara sesama manusia, akan tetapi juga mengatur hubungan vertikal
antara manusia dengan Allah.

4. Untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat


Tujuan pendidikan dirancang agar dapat merangkum
tujuan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yaitu keselamatan dan
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagaimana Al-Ghazali mengatakan
agar setiap orang mempelajari ilmu, karena ilmu itu sebagai perantara ke
perkampungan akhirat. Tujuan ini hanya akan mungkin dicapai setelah tahap
sebelumnya diterapkan, yaitu menempatkan manusia dalam
kehidupannya sebagai pengabdi („abd) Allah yang setia melalui tahap
12

penempatan diri sebagai khalifah Allah di bumi sesuai dengan fitrah


kejadiaannya. Di antara ayat yang menyatakan tentang hal ini adalah:
a. Alquran Surah al-Baqarah ayat 200
‫اس َم ْه يَقُى ُل َربَّىَا آتِىَا فِي الدُّ ْويَا َو َما لًَُ فِي ْال ِخ َزةِ ِم ْه خ ََالق‬
ِ َّ‫فَ ِمهَ الى‬
Artinya: Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami,
berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang
menyenangkan) di akhirat.
b. Alquran Surah al-Baqarah ayat 201
َ َ‫َو ِم ْى ُه ْم َم ْه يَقُى ُل َربَّىَا آتِىَا فِي الدُّ ْويَا َح َسىَتً َوفِي ْال ِخ َزةِ َح َسىَتً َوقِىَا َعذ‬
‫اب الىَّار‬
Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka."
Doa yang selalu dimohonkan oleh setiap muslim pada ayat di
atas, bukanlah segala kesenangan dunia, tetapi segala yang bersifat hasanah,
yaitu yang baik, bahkan bukan hanya kebaikan di dunia akan tetapi juga
memohon kebaikan di akhirat.12 Kebaikan pada ayat di atas menurut Quraish
Shihab bukan hanya dalam arti iman yang kukuh, kesehatan, rezeki yang
memuaskan, pasangan yang ideal dan anak-anak yang saleh, tetapi segala yang
menyenangkan di dunia dan berakibat menyenangkan di akhirat.13
Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan Islam tidak
hanya berorientasi untuk akhirat akan tetapi untuk kedua-
duanya yaitu untuk kehidupan dunia akhirat.14 Firman Allah dalam Alquran
surat al-Qashas ayat 77 yang berbunyi
Artinya: Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu di
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

12 M. Quraish Shihab, volume 1, h. 173


13 Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992, h. 542
14 Luwis Ma’luf, h. 192
13

5. Mempersiapkan manusia yang kuat secara fisik


Di antara tujuan pendidikan Islam itu adalah mempersiapkan diri manusia
sebagai pengemban tugas kholifah dibumi. Sebagian besar tugas kekhalifahan ini
harus dilaksanakan melalui ketrampilan-keterampilan fisik. Artinya fisik yang
sehat dan kuat merupakan kunci keberhasilan manusia sebagai khalifah. Tidak
hanya sebagai khalifah, sebagai hamba yang tugasnya mengabdikan diri kepada
Allah sekalipun dibutuhkan fisik yang kuat.
Ibadah dalam Islam tidak hanya merupakan aktivitas ruh, namun ibadah
merupakan aktivitas ruh dan juga fisik. Bahkan sebagian ibadah dalam Islam
tidak dapat dilakukan tanpa kekuatan fisik. Ibadah haji misalnya, hampir semua
ibadah haji dilakukan dengan fisik, tawaf, sa‟I, melempar jumrah, wukuf dan lain
sebagainya memerlukan fisik yang prima untuk dapat melakukan secara
sempurna. Oleh karena itu mempersiapkan peserta didik yang kuat secara fisik
merupakan tujuan pendidikan Islam. Di antara ayat yang membahas tentang hal
ini adalah:
a. Alquran Surat al-Nisa ayat 9
Artinya: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya
mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka,
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan), oleh sebab itu,
hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka
berbicara dengan tutur kata yang benar.
b. Alquran Surat al-Baqarah ayat 247
Artinya: Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah
Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” mereka menjawab:
“Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak
mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi
kekayaan yang cukup banyak?” nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya
Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan
tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi
Maha Mengetahui.
14

Kata jism yang hanya disebut sekali dalam Alquran (Surat al-
Baqarah: 247), dipandang sebagai dasar bagi konsep pendidikan jasmani.
Mayoritas mufassir berpendapat bahwa ayat ini berkaiatan dengan
pemimpin. Pemilihan seorang pemimpin harus didasarkan pada
pengetahuan dan kesehatan jasmani, bukan pada pada keturunan.
Ayat ini menerangkan mengenai kisah pengangkatan Thalut sebagai
raja Bani Israil. Allah menceritakan kisah ini dengan sangat indah, dimana
orang yang berpendidikan dan mempunyai fisik kuatlah yang pantas
menjadi pemimpin dan melaksanakan titah sebagai khalifah.
Nabi Syamuil mengatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah SWT telah
mengangkat Thalut sebagai raja. Orang-orang Bani Israil tidak mau
menerima Thalut sebagai raja dengan alasan, bahwa menurut tradisi, yang
boleh dijadikan raja itu hanyalah dari kabilah Yahudi, sedangkan Thalut
sendiri adalah dari kabilah Bunyamin bin Ya‟qub. Lagi pula disyaratkan
yang boleh menjadi raja itu harus seorang hartawan, sedang Thalut sendiri
bukan seorang hartawan. Oleh karena itu secara spontan mereka
membantah, “Bagaimana Thalut akan memerintah kami, padahal kami lebih
berhak untuk mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun
tidak diberi kekayaan yang cukup untuk menjadi raja?” Nabi
Syamuil menjawab bahwa Thalut diangkat menjadi raja atas pilihan
Allah swt. karena itu Allah menganugerahkan kepadanya ilmu yang luas
dan tubuh yang perkasa sehingga ia mampu untuk memimpin Bani Israil.
Dari ayat ini diambil pengertian bahwa seorang yang akan dijadikan
raja ataupun pemimpin itu hendaklah memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Memiliki kekuatan fisik sehingga mampu untuk melaksanakan tugasnya
sebagai pemimpin.
2) Memiliki ilmu pengetahuan yang luas, sehingga dapat memimpinnya
dengan penuh kebijaksanaan.
c. Alquran Surat al-Qashas ayat 26
Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena sesungguhnya
15

orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
Ayat di atas mengisahkan mengenai pelarian Nabi Musa dari kejaran
tentara Fir‟aun untuk dibunuh hingga akhirnya bertemu dengan dua putri
dari Nabi Syuaib dan membantunya mengambilkan air minum untuk
ternaknya. Nabi Syuaib adalah seorang pemuka agama dan masyarakat di
negeri Madyan. Nabi Musa adalah seorang yang gagah perkasa, kuat, pandai
memimpin dan jujur lagi dapat dipercaya. Karena sifat-sifat terpuji itulah
yang membuat anak gadis Nabi Syuaib terkesima dan Nabi Syuaib juga
berencana menikahkan salah satu diantara anak gadisnya dengan Nabi
Musa.
Ibnu Taimiyah dalam bukunya al-Siyasah al-
Syar‟iyyah, sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab merujuk pada ayat di
atas, demikian juga ucapan penguasa Mesir ketika memilih dan mengangkat
Nabi Yusuf as. sebagai kepala badan logistik negeri itu“15 Maka tatkala
raja telah bercakap-cakap dengan dia (Yusuf), dia berkata: “Sesungguhnya
kamu kini di sisi kami menjadi seorang yang kuat lagi
terpercaya” (Surat Yusuf : 54). Hal ini menegaskan bahwa pentingnya kedua
sifat tersebut, yaitu kuat dan dipercaya, untuk dimiliki oleh orang yang
diberi amanat.
Pengertian kuat di sini adalah kekuatan dalam berbagai aspek dan
bidang. Oleh karena itu terlebih dahulu harus dilihat bidang apa
yang akan ditugaskan kepada yang
dipilih.16 Sedangkan kepercayaan tersebut di atas yang dimaksud adalah
integritas pribadi dari orang yang diberi amanat.
Qowiyyul jismi atau kekuatan jasmani merupakan salah satu sisi
pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim
memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam
secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Salat, puasa, zakat dan haji

15 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid 1, terj. Oleh K. Anshori Umar Sitanggal,
dkk. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1992, h. 139
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, ttp., Daar Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999, h. 216
16 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, ttp., Daar Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999, h. 216
16

merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik


yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk
perjuangan lainnya. Karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian
seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada
pengobatan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting,
maka sebuah atsar sahabar Umar bin Khattab saat memerintahkan
penduduk Syam agar mengajari anak mereka memanah, berenang dan
mengendarai kuda.
Artinya: Umar bin Khattab menulis untuk rakyat Syam (Suriah)
ia mengatakan kepada mereka: (Ajarkan anak-anak
Anda berenang, menembak dan berkuda). Atsar ini enunjukkan pentingnya
olahraga dan keterampilan jasmani.
Artinya: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah
daripada mukmin yang lemah. Namun masing-masing ada kebaikan.
Semangatlah meraih apa yang manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan
kepada Allah, dan jangan bersikap lemah. Jika engkau tertimpa suatu
musibah janganlah mengatakan, "Seandainya aku berbuat begini dan
begitu, niscaya hasilnya akan lain." Akan tetapi katakanlah, "Allah telah
mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat." Sebab,
mengandai-andai itu membuka pintu setan." (HR. Muslim)
Dari ayat dan hadis di atas dapat dipahami bahwa kekuatan fisik juga
merupakan hal yang penting dan mendapat perhatian khusus dalam
Islam. Dalam kehidupannya, seorang muslim dituntut untuk dapat menjaga
kekuatan jasmani, agar ia mampu menjalankan tugas baik
sebagai „abd (hamba) atau sebagai khalifah.17 Mobilitas dari satu tempat
ke tempat yang lain, beban pekerjaan dalam pemenuhan nafkah,

17 Hal ini dapat dipahami diantaranya: surah al-Baqarah ayat: 233, yaitu tentang perintah untuk
memberikan ASI kepada anak. Tidak diragukan lagi bahwa secara medis, tidak ada
satupun pruduk susu formula yang dapat menandingi khasiat ASI. Penelitian-penelitianv
ilmiah, telah banyak dilakukan dan terbukti bahwa ASI sangat bermanfaat untuk kekuatan
dan ketahanan tubuh anak. Demikian juga Q.S. al-Baqarah: 172, al-Nahl: 11, al-Maidah 88,
al-Anfal: 69, yaitu tentang perintah untuk memakan makanan yang halal lagi baik. Kata halal
dan baik bemakna bahwa seyogyanya kita tidak hanya memperhatikan persoalan halal-
haram, akan tetapi ketika memilih makanan hendaknya kita juga mempertimbangkan vitamin,
gizi, protein, dan unsur-unsur lain dalam makanan yang dibutuhkan oleh tubuh, agar kita
memiliki ketahanan dan kekuatan fisik.
17

pengelolaan pikiran untuk mengatur strategi, hanya bisa dilaksanakan


dengan optimal tatkala badan jasad dalam kondisi sehat dan bugar.
Demikian pentingnya kekuatan dan kesehatan jasmani dalam Islam,
sehingga mewujudkan pribadi yang sehat dan kuat juga merupakan tujuan
pendidikan Islam. Peserta didik diberikan pendidikan bahkan
pelatihan agar mereka memperhatikan dan sekaligus menerapkan teori-
teori kesehatan, yang pada akhirnya akan lahirlah generasi-
generasi yang sehat dan kuat yang dapat menjalankan tugas sehari-
hari sesuai dengan posisi dan kedudukan masing-masing.
18

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Benar bahwa Alquran secara eksplisit tidak menjelaskan tujuan
pendidikan. Akan tetapi dari ayat-ayat yang telah penulis paparkan di atas dapat
disimpukan bahwa:
1) Tujuan utama pendidikan Islam adalah selaras dengan tujuan hidup
seorang muslim yaitu membentuk pribadi yang sadar akan tujuan
penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba). Ini dapat dilihat dalam Alquran
surah: al-Zariyat: 56, al-Anbiya‟: 25, Taha: 14, Hud: 123, Maryam:
65, Yasin: 61, al-Anbiya‟: 92, al-„Ankabut: 56, Ali Imran: 51, Maryam:
36, al-Zukhruf: 64, al-An‟am: 102, Yunus: 3, al-„Ankabut: 17, al-Hijr:
99, al-Zumar: 2, 66, al-Baqarah: 21, al-Nisa‟: 36, al-Maidah: 72, 117, al-
A‟raf: 59, 65, 72, 85, Hud: 50, 61, 84, al-Mu‟minun: 23, al-„Ankabut:
36, al-Nahl: 36, al-Hajj: 77, al-Mu‟minun: 32, al-Naml: 45, al-„Ankabut:
16, Nuh:3, al-Najm: 62.
2) Pendidikan Islam bertujuan membentuk kader-kader khalifah fil ardl yang
memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Ini dapat dilihat dalam
Alquran surah al-Baqarah: 30, shaad: 26, al-Fatir: 39, Yunus: 14, 73, al-
An‟am: 165, al-A‟raf: 69, 84, an-Naml: 62. al-Nur: 55, al-An‟am:
133, Huud: 57, al-A‟raf: 129, 142.
3) Membina dan memupuk akhlakul karimah sebagai tujuan pendidikan Islam
dapat dilihat dalam Alquran surah al-Qalam: 4, al-Syu‟ara‟ 137 al-
Syu‟ara‟: 137, Ali Imran: 159, al-Nisa‟: 36, al-Hajj: 77, al-Insan: 26, al-
Tahrim: 8, al-Ahqaf: 31, al-Isra‟: 23-24, al-Ahqaf: 15, al-Baqarah: 83, al-
Nisa‟: 36, al-An‟am:151, al-Nisa‟: 36-37, Ali Imran: 110, al-Dhuha: 9-
10, al-Balad: 13-16, al-Insan: 8-9, al-Naba‟: 9, al-Qashas: 77, al-Nasa‟:
4, Ali Imran: 32, al-Maidah: 92, al-Tahrim: 6, al-Isra‟: 31, al-
Baqarah:233
19

4) Pendidikan yang bertujuan untuk menghantarkan setiap muslim untuk


meraih kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ini tercantum
dalam Alquran surah al-Baqarah: 200, 201, al-Qashas: 77.
5) Pribadi yang memiliki fisik yang kuat dan tangguh merupakan sosok ideal
yang diharapkan lahir dari sebuah proses pendidikan. Hal ini dapat dipahami
dari Alquran surah al-Nisa: 9, al-Baqarah: 172, 233, 247, al-Qashas:
26, al-Nahl: 11, al-Maidah 88, al-Anfal: 69.
20

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, terjemahan Herry Noer Ali,
Bandung: Diponegoro, 1988

Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyah, cet. III. t.t.

Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, juz 6, Mesir: Muassasah
Qurtubah, t.t.

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid 1, terj. Oleh K. Anshori


Umar Sitanggal, dkk. Semarang, PT. Karya Toha Putra, 1992

Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,


2006

Al-Ghazali, Ihya‟ „Ulum al-Din, juz 3, Mesir: Dar al-Hadits, 1992

Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993

Al-Qurtubi, Tafsir al-Jami‟ li Ahkam Alquran, Juz 17, Riyad, „alam al-Kutub,
2003

Al-Rasyidin, Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis,


Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press.

Al-Thabari, Tafsir al-Thabari, Juz 5, ttp., Muassasah al-Risalah, 2000

Al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, juz 6, Riyadh-Arab Saudi, Maktabah Al-


'Abikan, 1998

Hamid Mahmud Ismail, Min Ushul Tarbiyah fi al- Islam, Shan‟a Wizarah
Atbiyah wa At-Ta‟lim, l986)

Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan


Pendidikan, Jakata: PT. Al-Husna Zikra, 1995

Ibn Hibban, Shahih Ibnu Hibban, Juz 9, Beirut, Muassasah al-Risalah, t.t.

Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, juz 10, Kairo: Dar al-Ma‟arif, 1992, h. 85

Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al A'raq, juz 1, Beirut, Mansyurat


Dar Maktabah al-Hayat, t.t
21

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, ttp., Daar Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi‟,
1999

Ilmi Zadah Faidhullah al-Hasani, Fathur Rahman li Thalabi Ayat al-


Qur‟an, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t.

Imam al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, juz 10, Mekah, Maktabah dar al-Baz, 1994

Imam al-Nasa‟i, al-Sunan al-Kubra, juz 8, Beirut: Dar Kutub Ilmiyyah, 1991

Luwis Ma‟luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‟lam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 13, Jakarta: Lentera Hati, 2009

Muhammad „Atiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyyah wa Falasafatuha,


Beirut: Dar al-Fikr, t.t.

Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Madjid an-Nur, Jilid. 4,


Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011

Muhammad Ibn Futuh al-Hamidi, al-Jam‟u Baina al-Shahihaini al-Bukhari wa


Muslim, juz 9, ttp., Dar al-Nashr, 2002

UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang SISDIKNAS, Bandung: Citra Umbara, 2003

Anda mungkin juga menyukai