Dosen pengampu :
Taufiq Prihatin Marpaung, MA
Disusun Oleh :
RIAU
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dari
SWT Semata. Namun, kritik konstruktif dari pembaca sangat penyusun harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya agar makalah ini bisa lebih baik lagi.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Karena sebaik-baiknya manusia ialah yang bisa memberi manfaat bagi orang lain.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
Cover
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 18
B. Saran.............................................................................................. 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau
kegiatan selesai dilakukan. Dengan kata lain tujuan adalah cita, atau suasana ideal
yang ingin diwujudkan. Dalam suatu adagium disebutkan ”al-umur
bimaqoshidiha” yaitu setiap tindakan atau aktivitas harus berorientasi pada
tujuan. Dengan berorientasi pada tujuan maka dapat disusun segala
rencana kegiatan yang pada akhirnya kegiatan tersebut akan mengacu dan
terfokos pada apa yang telah dicita-citakan.
Manusia merupakan homo educandum atau hayawanun naathiq, yaitu
makhluk yang dapat dididik atau hewan yang bertutur kata (berpikir). Untuk
dapat mewujudkan hewan yang mampu berpikir diperlukan adanya pendidikan.
Dengan demikian maka pendidikan selalu dimaknai sebagai proses memanusiakan
manusia..
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek
tujuan. Hal ini dikarenakan tujuan pendidikan merupakan faktor yang mewarnai
hitam putihnya suatu pendidikan, dan menentukan ke arah mana anak didik akan
dibawa. Karena itu perlu adanya perumusan tujuan pendidikan yang maksimal,
tegas, jelas, sebelum semua kegiatan pendidikan dilaksanakan. Oleh sebab itu,
tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai
harapan ataupun keinginan manusia. Lantas, apakah yang ingin diperoleh dari
suatu proses pendidikan?, bagaimanakah tujuan pendidikan menurut Alquran?
Dalam Alquran secara eksplisit memang tidak ditemukan term tujuan
pendidikan, Akan tetapi, tujuan pendidikan ini dapat disari dan
diinterpretasikan dari beberapa ayat yang ada, yang meliputi beberapa aspek,
diantaranya aspek tujuan, tugas hidup manusia, dan aspek sifat-sifat dasar
manusia.
Alquran, juga memadukannya dengan hadis Rasul dan pendapat para pakar
pendidikan Islam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan Islam dapat
diaplikasikan pada wacana dan realitas kekinian.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan dalam makalah ini adalah bagaimana Tujuan Pendidikan
dalam Al-Qur‟an ?
C. Tujuan Makalah
Adapun Tujuan dalam makalah ini adalah bagaimana memahami dan
Tujuan Pendidikan dalam Al-Qur‟an
3
BAB II
PEMBAHASAN
1 Ayat lain yang membahas tentang mengabdi/ beribadah kepada Allah antara
lain: kata اعبُدْوِىQ.S. Taha: 14, Kata ُ عبُدْي
ْ أQ.S. Hud: 123, Maryam: 65, Kata ا ْعبُد ُْووِىQ.S. Yasin:
61, al-Anbiya’: 92, al-‘Ankabut: 56, kata ُ عبُد ُْوي ْ أQ.S. Ali Imran: 51, Maryam: 36, al-Zukhruf: 64,
al-An’am: 102, Yunus: 3, al-‘Ankabut: 17, kata ْعبُد ْ اQ.S.al-Hijr: 99, al-Zumar: 2,
66, kata عبُدُوا
ْ أQ.S. al-Baqarah: 21, al-Nisa’: 36, al-Maidah: 72, 117, al-A’raf: 59, 65, 72, 85,
Hud: 50, 61, 84, al-Mu’minun: 23, al-‘Ankabut: 36, al-Nahl: 36, al-Hajj: 77, al-Mu’minun: 32, al-
Naml: 45, al-‘Ankabut: 16, Nuh:3, al-Najm: 62. Lihat Ilmi Zadah Faidhullah al-Hasani, Fathur
Rahman li Thalabi Ayat al-Qur’an, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t., h. 287
2 Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986, h. 483
4
3
menciptakan manusia tidak melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya.
Sehingga ibadah yang dilakukan oleh jin dan manusia hanya ditujukan kepada
Allah semata. Hal ini berbeda misalnya dengan penurunan wahyu, pemberian
rezeki, atau turunnya siksa yang melibatkan malaikat, sehingga Allah sering kali
menggunakan bentuk jamak (kami). Sekali lagi di sini penekanannya adalah
beribadah kepada-Nya semata-mata, maka redaksi yang digunakan berbentuk
tunggal dan semata-mata tertuju kepada-Nya tanpa memberi kesan adanya
keterlibatan selain Allah swt. Sehingga al-Qurtubi pun menafsirkan
kata ِليَ ْعبُد ُْو ِنdengan ِلي َُى َّحد ُْو ِنyaitu untuk mengesakan-Ku4
Ayat di atas dengan sangat tegas menjelaskan bahwa untuk beribadahlah
tujuan jin dan manusia diciptakan.5 Ibadah pada ayat di atas bukan sekedar
aktivitas ritual keagamaan seperti salat, haji, zakat atau ibadah mahdhah lainnya,
tetapi segala aktivitas yang yang dilakukan dalam rangka ibtigha‟ mardhatillah/
mencari ridha Allah. Perbuatan ibadah mahdhah seperti salat, puasa, zakat dan
haji belum memenuhi prinsip ibadah jika dilakukan tanpa kesadaran total yang
tersimbolkan dalam niat serta sikap penghambaan dan ketundukan kepada
perintah Allah.
Bila demikian halnya, maka sesungguhnya ibadah itu bukan bentuk
lahirnya, banyak perkara dunia yang berubah menjadi amal dunia karena niat.
Sebaliknya boleh jadi suatu ritual agama tidak bernilai ibadah bila
dilakukan bukan karena Allah, tetapi untuk riya misalnya. Dengan demiki
an niat sebagai simbol kesadaran dan ketundukan merupakan standar prosedur
perbuatan yang menentukan apakah suatu perbuatan bernilai ibadah atau tidak,
sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Artinya: Dari Umar bin Khattab ra. dari Nabi saw. ia telah berkata:
”Sesungguhnya amal perbuatan tergantung kepada niatnya, dan bagi seseorang
tergantung apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah
dan Rasulnya maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rosulnya [keridhoannya].
3 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 13, Jakarta: Lentera Hati, 2009, h. 107
4 Al-Qurtubi, Tafsir al-Jami’ li Ahkam Alquran, Juz 17, Riyad: ‘alam al-Kutub, 2003, h. 55
5 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Madjid an-Nur, Jilid. 4, Jakarta: Cakrawala
Publishing, 2011, h. 181
5
Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk menikahi
wanita maka hijrahnya itu tertuju kepada yang dihijrahkan.”6
Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan hidup seorang hamba
adalah untuk mengabdi kepada Allah. Karenanya pendidikan diharapkan dapat
mewujudkan tujuan tersebut. Dengan kata lain bahwa tujuan pendidikan Islam
harus selaras dengan pandangan hidup seorang muslim yaitu “merealisasikan
pengabdian pada Allah swt. dalam kehidupan manusia, baik secara individu
ataupun kelompok”.7
Zamakhsari ketika menjelaskan surah al-Zariyat: 56 menyatakan bahwa
ibadah itu merupakan pilihan bagi manusia. Seandainya Allah ingin agar
semua hambanya beribadah kepada-Nya tentu ini tidak sulit bagi Allah, akan
tetapi Allah ingin melihat siapa dari hamba-Nya yang benar-benar memilih untuk
beribadah tanpa keterpaksaan.
6 Imam al-Nasa’i, al-Sunan al-Kubra, juz 8, Beirut: Dar Kutub Ilmiyyah, 1991, h. 361
7 Hamid Mahmud Ismail, Min Ushul Tarbiyah fi al- Islam Shan’a ttp., Wizarah Atbiyah wa At-
Ta’lim, l986, h. 98
8 Al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, juz 6, Riyadh-Arab Saudi: Maktabah Al-'Abikan, 1998, h. 425
6
9 Al-Rasyidin, Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Ciputat Press, 2005, h. 35
8
10 Lihat juga Q.S. al-A’raf: 84, Q.S. an-Naml: 62. Selain kata khalifah, Khalaif dan Khulafa,
Alquran juga menyebutkan kata khalifah dalam bentuk fi’il Mudhari’ , di
antaranya: yastaklifanna: Q.S. al.Nur:55, yastaklif: al-An’am: 133, yastakhlifu: Huud:57,
yastakhlifa: al-A’raf:129 dan dalam bentuk fi’il amar, ukhlufniy: al-A’raf:142
9
Artinya: "Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan."
Senada dengan al-Ghazali Ibnu Miskawaih, mendefinisikan akhlak sebagai
berikut:
Artinya: Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang
berbuat dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan
(kebiasaan sehari-hari)"
Jadi pada hakekatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi
atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini
timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan
tanpa memerlukan pikiran.
Term al-Khulq ) (الخلقdengan makna akhlak memang hanya terdapat pada
dua tempat, yaitu pada surat al-Qalam ayat 4 dan surah al-Syu‟ara ayat
137, namun Alquran menjelaskan nilai-nilai akhlak dalam berbagai surah dan
ayat. Hal ini disebabkan karena akhlak merupakan pilar yang sangat penting
dalam Islam, bahkan akhlak yang mulia merupakan indikasi dari kematangan
iman seseorang.
Di antara ayat yang berkaitan dengan akhlak antara lain adalah surat Ali
Imran:
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.”
Ayat ini diturunkan kepada Rasulullah saw. dengan tujuan membentuk
kepribadian sahabat serta pengikutnya yang terdiri dari berbagai karakter dan
sikap. Dengan berpedoman pada ayat ini semua perjuangan Rasul membuahkan
hasil membanggakan dalam waktu singkat, terbukti hanya dalam tempo 23 tahun
Rasulullah berhasil membentuk sebuah masyarakat Arab jahiliah sebagai
masyarakat yang memiliki peradaban dan keimanan serta dimensi kecemerlangan
dalam segenap aspek kehidupan.
Banyak lagi ayat-ayat Alquran yang menjadi penyeru kepada akhlak yang
baik, yang meliputi akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya, akhlak terhadap
manusia, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, akhlak terhadap
masyarakat dan akhlak terhadap alam sekitar.
11
Kata jism yang hanya disebut sekali dalam Alquran (Surat al-
Baqarah: 247), dipandang sebagai dasar bagi konsep pendidikan jasmani.
Mayoritas mufassir berpendapat bahwa ayat ini berkaiatan dengan
pemimpin. Pemilihan seorang pemimpin harus didasarkan pada
pengetahuan dan kesehatan jasmani, bukan pada pada keturunan.
Ayat ini menerangkan mengenai kisah pengangkatan Thalut sebagai
raja Bani Israil. Allah menceritakan kisah ini dengan sangat indah, dimana
orang yang berpendidikan dan mempunyai fisik kuatlah yang pantas
menjadi pemimpin dan melaksanakan titah sebagai khalifah.
Nabi Syamuil mengatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah SWT telah
mengangkat Thalut sebagai raja. Orang-orang Bani Israil tidak mau
menerima Thalut sebagai raja dengan alasan, bahwa menurut tradisi, yang
boleh dijadikan raja itu hanyalah dari kabilah Yahudi, sedangkan Thalut
sendiri adalah dari kabilah Bunyamin bin Ya‟qub. Lagi pula disyaratkan
yang boleh menjadi raja itu harus seorang hartawan, sedang Thalut sendiri
bukan seorang hartawan. Oleh karena itu secara spontan mereka
membantah, “Bagaimana Thalut akan memerintah kami, padahal kami lebih
berhak untuk mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun
tidak diberi kekayaan yang cukup untuk menjadi raja?” Nabi
Syamuil menjawab bahwa Thalut diangkat menjadi raja atas pilihan
Allah swt. karena itu Allah menganugerahkan kepadanya ilmu yang luas
dan tubuh yang perkasa sehingga ia mampu untuk memimpin Bani Israil.
Dari ayat ini diambil pengertian bahwa seorang yang akan dijadikan
raja ataupun pemimpin itu hendaklah memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Memiliki kekuatan fisik sehingga mampu untuk melaksanakan tugasnya
sebagai pemimpin.
2) Memiliki ilmu pengetahuan yang luas, sehingga dapat memimpinnya
dengan penuh kebijaksanaan.
c. Alquran Surat al-Qashas ayat 26
Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena sesungguhnya
15
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
Ayat di atas mengisahkan mengenai pelarian Nabi Musa dari kejaran
tentara Fir‟aun untuk dibunuh hingga akhirnya bertemu dengan dua putri
dari Nabi Syuaib dan membantunya mengambilkan air minum untuk
ternaknya. Nabi Syuaib adalah seorang pemuka agama dan masyarakat di
negeri Madyan. Nabi Musa adalah seorang yang gagah perkasa, kuat, pandai
memimpin dan jujur lagi dapat dipercaya. Karena sifat-sifat terpuji itulah
yang membuat anak gadis Nabi Syuaib terkesima dan Nabi Syuaib juga
berencana menikahkan salah satu diantara anak gadisnya dengan Nabi
Musa.
Ibnu Taimiyah dalam bukunya al-Siyasah al-
Syar‟iyyah, sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab merujuk pada ayat di
atas, demikian juga ucapan penguasa Mesir ketika memilih dan mengangkat
Nabi Yusuf as. sebagai kepala badan logistik negeri itu“15 Maka tatkala
raja telah bercakap-cakap dengan dia (Yusuf), dia berkata: “Sesungguhnya
kamu kini di sisi kami menjadi seorang yang kuat lagi
terpercaya” (Surat Yusuf : 54). Hal ini menegaskan bahwa pentingnya kedua
sifat tersebut, yaitu kuat dan dipercaya, untuk dimiliki oleh orang yang
diberi amanat.
Pengertian kuat di sini adalah kekuatan dalam berbagai aspek dan
bidang. Oleh karena itu terlebih dahulu harus dilihat bidang apa
yang akan ditugaskan kepada yang
dipilih.16 Sedangkan kepercayaan tersebut di atas yang dimaksud adalah
integritas pribadi dari orang yang diberi amanat.
Qowiyyul jismi atau kekuatan jasmani merupakan salah satu sisi
pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim
memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam
secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Salat, puasa, zakat dan haji
15 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid 1, terj. Oleh K. Anshori Umar Sitanggal,
dkk. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1992, h. 139
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, ttp., Daar Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999, h. 216
16 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, ttp., Daar Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999, h. 216
16
17 Hal ini dapat dipahami diantaranya: surah al-Baqarah ayat: 233, yaitu tentang perintah untuk
memberikan ASI kepada anak. Tidak diragukan lagi bahwa secara medis, tidak ada
satupun pruduk susu formula yang dapat menandingi khasiat ASI. Penelitian-penelitianv
ilmiah, telah banyak dilakukan dan terbukti bahwa ASI sangat bermanfaat untuk kekuatan
dan ketahanan tubuh anak. Demikian juga Q.S. al-Baqarah: 172, al-Nahl: 11, al-Maidah 88,
al-Anfal: 69, yaitu tentang perintah untuk memakan makanan yang halal lagi baik. Kata halal
dan baik bemakna bahwa seyogyanya kita tidak hanya memperhatikan persoalan halal-
haram, akan tetapi ketika memilih makanan hendaknya kita juga mempertimbangkan vitamin,
gizi, protein, dan unsur-unsur lain dalam makanan yang dibutuhkan oleh tubuh, agar kita
memiliki ketahanan dan kekuatan fisik.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Benar bahwa Alquran secara eksplisit tidak menjelaskan tujuan
pendidikan. Akan tetapi dari ayat-ayat yang telah penulis paparkan di atas dapat
disimpukan bahwa:
1) Tujuan utama pendidikan Islam adalah selaras dengan tujuan hidup
seorang muslim yaitu membentuk pribadi yang sadar akan tujuan
penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba). Ini dapat dilihat dalam Alquran
surah: al-Zariyat: 56, al-Anbiya‟: 25, Taha: 14, Hud: 123, Maryam:
65, Yasin: 61, al-Anbiya‟: 92, al-„Ankabut: 56, Ali Imran: 51, Maryam:
36, al-Zukhruf: 64, al-An‟am: 102, Yunus: 3, al-„Ankabut: 17, al-Hijr:
99, al-Zumar: 2, 66, al-Baqarah: 21, al-Nisa‟: 36, al-Maidah: 72, 117, al-
A‟raf: 59, 65, 72, 85, Hud: 50, 61, 84, al-Mu‟minun: 23, al-„Ankabut:
36, al-Nahl: 36, al-Hajj: 77, al-Mu‟minun: 32, al-Naml: 45, al-„Ankabut:
16, Nuh:3, al-Najm: 62.
2) Pendidikan Islam bertujuan membentuk kader-kader khalifah fil ardl yang
memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Ini dapat dilihat dalam
Alquran surah al-Baqarah: 30, shaad: 26, al-Fatir: 39, Yunus: 14, 73, al-
An‟am: 165, al-A‟raf: 69, 84, an-Naml: 62. al-Nur: 55, al-An‟am:
133, Huud: 57, al-A‟raf: 129, 142.
3) Membina dan memupuk akhlakul karimah sebagai tujuan pendidikan Islam
dapat dilihat dalam Alquran surah al-Qalam: 4, al-Syu‟ara‟ 137 al-
Syu‟ara‟: 137, Ali Imran: 159, al-Nisa‟: 36, al-Hajj: 77, al-Insan: 26, al-
Tahrim: 8, al-Ahqaf: 31, al-Isra‟: 23-24, al-Ahqaf: 15, al-Baqarah: 83, al-
Nisa‟: 36, al-An‟am:151, al-Nisa‟: 36-37, Ali Imran: 110, al-Dhuha: 9-
10, al-Balad: 13-16, al-Insan: 8-9, al-Naba‟: 9, al-Qashas: 77, al-Nasa‟:
4, Ali Imran: 32, al-Maidah: 92, al-Tahrim: 6, al-Isra‟: 31, al-
Baqarah:233
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, terjemahan Herry Noer Ali,
Bandung: Diponegoro, 1988
Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyah, cet. III. t.t.
Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, juz 6, Mesir: Muassasah
Qurtubah, t.t.
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993
Al-Qurtubi, Tafsir al-Jami‟ li Ahkam Alquran, Juz 17, Riyad, „alam al-Kutub,
2003
Hamid Mahmud Ismail, Min Ushul Tarbiyah fi al- Islam, Shan‟a Wizarah
Atbiyah wa At-Ta‟lim, l986)
Ibn Hibban, Shahih Ibnu Hibban, Juz 9, Beirut, Muassasah al-Risalah, t.t.
Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, juz 10, Kairo: Dar al-Ma‟arif, 1992, h. 85
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, ttp., Daar Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi‟,
1999
Imam al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, juz 10, Mekah, Maktabah dar al-Baz, 1994
Imam al-Nasa‟i, al-Sunan al-Kubra, juz 8, Beirut: Dar Kutub Ilmiyyah, 1991
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 13, Jakarta: Lentera Hati, 2009