PIAUD - A
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2022
KATA PENGANTAR
Kami menyadari dalam hal pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya kemampuan berpikir yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan segala bentuk masukan hingga kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Pada akhirnya kami berharap bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pendidikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................................... 2
D. Manfaat ............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 11
B. Kritik dan Saran ................................................................................................ 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut al-Qur‟an, manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah swt.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dan dilengkapi dengan
berbagai potensi fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini
dimaksudkan agar manusia dapat mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai
khalifatullah di muka bumi dan juga abdi Allah untuk beribadah kepadanya. Sebagaimana
firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah (2): 30:
ٰۤ
ض َخلِْي َفة ِ ك لِلْمل ِٕى َك ِةِ ِاّن ج
ِ اع ٌل ِِف ْاْلَْر ِ
َ ّْ َ َ َُّوا ْذ قَ َال َرب
Terjemahnya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi... (Kementerian Agama RI, 2007: 6).
Kemudian dilanjutkan dengan ayat tentang tugas manusia sebagai hamba, Allah
berfirman dalam Q.S Az-Zariyat (51): 56:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”. (Kementerian Agama RI, 2007:520).
1
dibangun dari generasi ke generasi, maka terciptalah peradaban dan kebudayaan yang
dalam kenyataan, berpotensi menciptakan kemakmuran2, dan sebaliknya juga berpotensi
menciptakan kehancuran hidup di bumi Allah, oleh karena kemampuan manusia melalui
potensi akalnya
B. Rumusan Masalah
Penjelasan tentang akal merupakan bagian yang mendasar dan penting dalam dunia
pendidikan khususnya dalam Pendidikan Agama Islam. Pokok permasalahan sebagai berikut:
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penulisan makalah ini adalah:
D. Manfaat
Nilai guna yang dapat diambil dari makalah ini adalah Dengan mengetahui kedudukan
akal dalam Alquran maka dapat memberikan pemahaman yang lebih luas tentang dunia dan
alam semesta. Manusia akan mengetahui bagaimana cara memelihara akal yang terkandung
dalam Al-Bahwa sebenarnya akal sangat berperan penting dan berpotensi dalam kehidupan
manusia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Akal merupakan keistimewaan yang Allah SWT berikan hanya kepada manusia.
Sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk
Allah yang lainnya. Akal sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk Allah lainya.
Akal adalah berkah besar yang Allah swt memasukkannya ke dalam tubuh manusia. Akal
adalah satu kekayaan yang sangat berharga bagi diri manusia. Akal juga merupakan alat yang
dapat menyampaikan pesan kebenaran sekaligus sebagai pembuktian dan pembeda antara
yang benar dan yang salah, dan apa yang dia temukan dapat memastikan kebenarannya,
selama persyaratan fungsional pekerjaan diperhatikan dan tidak diabaikan. Melalui pikiran
manusia dapat memiliki kecerdasan. Kecerdasan dimaksudkan sebagai potensi untuk
mengartikulasikan dan mengembangkan semuanya dari yang tidak diketahui menjadi
diketahui, dari yang salah bisa menjadi benar, dari yang tidak ada menjadi ada, dan dari sulit
menjadi mudah, dan sebagainya. Itu adalah bentuk sederhana dari kesempurnaan pikiran
manusia. kecerdasan dan ketajaman Manusia mampu dibiasakan untuk berpikir, memahami,
dan menjelaskan semua aspek baik yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata.1
Makna akal dalam Al-Qur‟an secaraa etimologis, akal berasal dari akar kata yang
asalnya bermakna mencegah. Akal juga memiliki makna yang lain, diantrnya : berarti
mencegah, berarti melarang, dan berarti tebusan. Dalam bahasa Arab, al-'aql dapat diartikan
sebagai menahan, dan isim fiil-nya (al-'aqil) yang berarti orang yang menahan diri dan
menahan nafsunya. Al-'aql juga dapat berarti kebijaksanaan (al-nuha) kebalikan dari pikiran
yang lemah (al-humq). Di samping itu, al-'aql juga dapat diartikan sebagai qalb, dengan kata
kerja, 'aqala yang artinya pengertian.2
Di samping itu, ada kata akal yang berarti alat berfikir yang terletak di otak manusia.
1
Dadang Mahdar, (2014). Kedudukan Akal dalam Al-Qur‟an dan Fungsinya dalam Hukum Islam
: e Journal Sunan Gunung Djati, hlm. 57-59
2
Nurul Ilmi, (2012). Penghormatan Islam pada Akal : http://nurulilmi.com/maudhui/manhaj/1-
manhaj/620-penghormtan-islam-pada-akal.html.
3
Akal adalah daya fikir atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan
pengetahuan, daya akal budi, kecerdasan berfikir, atau boleh juga berarti terpelajar. Kata lain
yang menunjukkan akal dalam al-Qur‟an ada lebih dari 10 macam ungkapan, seperti2 :
3
Zulkarnain, (2011). Fungsi „Aql dan Qalb dalam Al-Qur‟an alam Al-Qur‟an, artikel dalam
http://zuleducationblog.blogspot.com/2011/05/fungsi-al-aql-dan-al-qalb-menurut.html diakses tanggal 12
Januari 2012
4
Dalam perspektif al-Qur‟an, „aql bukanlah otak, tapi daya pikir dan memahami yang terdapat
dalam diri manusia, atau daya yang digambarkan memperoleh ilmu pengetahuan dan
memperhatikan alam sekitarnya (al-A'raf/7:179; alTaubah/9:93). Dalam berbagai konteks, al-
Qur‟an telah menyerukan penggunaan al-'aql dan memuji orang yang menggunakannya serta
mencela yang tidak menggunakannya. Hubungannya dengan kemampuan memahami, maka
antara „aql dan qalb memiliki perbedaan makna yang siqnifikan. Kata „aql lebih fokus pada
rasional empiris/konkret yang menggunakan kekuatan pikir dalam memahami sesuatu,
sementara al-qālb lebih cendrung pada rasional emosional yang menggunakan kekuatan
dzikir dalam memahami realitas spiritual. Keduanya merupakan daya rūhani manusia untuk
memahami kebenaran. Apabila keduanya menyatu dalam sebuah pemahaman untuk mencari
kebenaran dengan meng-gunakan fasilitas masing-masing, maka akan diperoleh sebuah
kekuatan pikir dan zikir. Artinya dalam pikir ada zikir, dan dalam zikir ada pikir. 4
Selain itu di dalam al-Qur‟an terkadang kata aqal diidentikkan dengan kata lub
jamaknya al-albab. Sehingga kata ulu al-bab dapat diartikan dengan ''orang-orang yang
beraqal''. Hal ini misalnya dapat dijumpai pada QS Ali Imran ayat 190-191 yang berbunyi:
ٱَّللَ قِيَ ًۭما َوقُ ُع ًۭودا َو َعلَى ُجنُوِبِِ ْم ِ ِ ِ ۟ ِ ٍۢ ِ َ ف ٱلَّْي ِل وٱلن
ِ َٱختِل ِ ٱلس َم َو ِت َو ْٱْل َْر
َّ إِ َّن ِِف َخلْ ِق
َ ٔ ٱلَّذ٩ٓ َّهار لََايَت ّْلُوِل ْٱْلَلْبَ ب
َّ ين يَ ْذ ُكُرو َن َ ْ ض َو
ِ َض ربَّنَا ما خلَ ْقت ه َذا ب ِط ًًۭل سبح ن
ٔ٩ٔ اب ٱلنَّا ِر َ َ ْ ُ َ َ َ َ َ َ ِ ٱلس َم َو ِت َو ْٱْل َْر
َ ك فَقنَا َع َذ َّ َويَتَ َف َّكُرو َن ِِف َخلْ ِق
(190) Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (191) (yaitu) orang-
orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
4
Aan Rukmana, “Kedudukan Akal dalam al-Qur‟an dan al-Hadis,” Jurnal Mumtāz 1,
no. 1 (2017): 25.
5
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami
dari siksa neraka.
Pada ayat tersebut terlihat bahwa orang yang berakal (Ulul Alab) adalah orang yang
melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni mengingat (Allah), dan tafakkur, memikirkan
(ciptaan Allah). Sementara Imam Abi al-Fida Isma'il, mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan Ulul Albab adalah orang-orang yang akalnya sempurna dan bersih yang dengannya
dapat ditemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu, tidak seperti
orang yang gagu yang tidak dapat berpikir. Dengan berpikir seseorang sampai kepada hikmah
yang berada di balik proses meingingat (tazakkur) dan berpikir (tafakkur), yaitu mengetahui,
memahami dan menghayati bahwa di balik fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di
dalamnya menunjukkan adanya Sang Pencipta.
Istilah al-„aql juga bersinonim dengan al-qalb, dalam tradisi sufisme al-qalb
dipahami sebagai hati yang memiliki daya intuitif yang berbeda dengan al-„aql yang
berfungsi sebagai daya intelek. Namun dalam al-Qur‟an kalbu atau al-qalb memiliki fungsi
yang sama dengan al-„aql, yaitu untuk memahami suatu objek yang bersifat fisik (bukan
kabar ghaib yang ditangkap melalui metode intuitif).
“Dan sesungguhnya Kami jadikan (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai kalbu, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah).” (QS. Al-A‟rāf: 179)
Dari ayat diatas jelas bahwa kalbu, mata, dan telinga adalah alat untuk memahami ayat-ayat
(tanda-tanda) kebesaran Allah. Dengan demikian, maka al-qalb dalam Al-Qur„an berfungsi
sebagai daya intelek yang sama dengan fungsi akal. 5 Menurut Toshihiko Izutzu, „aql di masa
Arab jahiliyah diartikan sebagai practical intellegene atau intelektual praktis. Dimana ssalah
satu sifat akal adalah dapat menyelesaikan problem-problem praktis yang dihadapi dalam
kehidupan. Kebijaksanaan untuk menyelesaikan masalah dan membebaskan diri dari suatu
bahaya adalah salah satu fungsi „aql menurut masyarakat Arab
5
M. Arif Setiawan dan Melvien Zainul Asyiqien, “Urgensi Akal Menurut Al Qur‟an dan
Implikasinya dalam Mencapai Tujuan Pendidikan Islam,” Jurnal Intelektual 9, no. 1 (2019): 41.
6
jahiliyah, sehingga kedudukan akal dimasa itu amat dihormati.Al-Qur'an
mendorong umat Islam agar menggiatkan penggunaan akal. Dan berkaitan dengan hal itu,
maka dapat kita lihat demikian banyaknya Allah menyebut beberapa kata yang berkait
dengan pentingnya akal, yaitu disebutkannya kata al-aqlu sebanyak 50 kali, kata ulul albab
(cerdik cendekia) sebanyak 16 kali, kata ulin nuha (ahli ilmu) sebanyak dua kali dan masih
banyak yang lain, seperti ulil abshor (pengamat ahli) dan kata-kata lainnya.
Ada tiga fungsi yang diperankan oleh otak dan membuatnya berbeda dengan
yang lain, yaitu: 1) fungsi emosi (kecerdasan emosi (EQ), 2) fungsi rasional (IQ), dan 3)
fungsi spiritual (rohani dan religius) yang biasa kita kenal dengan kecerdasan SQ. Beberapa
cara kerja otak kiri antara lain kegiatan analisis dan faktual juga kognitif, rasional serta logis.
Sedangkan otak kanan bekerja secara afektif, emosional, kualitatif dan spirit. Otak kecil
(cerebellum) sebagai jembatan antara otak belakang dan saraf tulang belakang. Otak ini
berperan untuk pernapasan dan koordinasi gerakan tubuh juga merekam seluruh kejadian
yang dialami manusia.
7
berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci
Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.
ٍصاس اس فََْ ْذ أ َ ْخ َز ٌْح َ َۗٗ َّ َها ِلل ه
َ ًْ َظ ِل ِو ٍْيَ ِه ْي أ َ ٌََّسٌَََّّا ِإًَّكَ َه ْي جُذ ِْخ ِل ال
192. Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam
neraka, Engkau telah menghinakannya, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang
yang zalim.
س ٍِّ ٰا ِجٌَا َّج َ َْفَّ ٌَا َ اى أ َ ْى ٰا ِهٌُ ْْا َِّ َش َِّّ ُك ْن فَ ٰا َهٌَّ ۖا َس ٌَََّّا فَا ْغ ِف ْش لٌََا رًُُ ْْ ٌَََّا َّ َك ِفّ ْش
َ عٌَّا ْ س ِو ْعٌَا ُهٌَا ِد ًٌا ٌٌَُّاد
ِ ْ ِي ِل
ِ ْل ٌْ َو َ َس ٌَََّّا ِإًٌََّا
ٍَه َع ْاّل َ َّْ َشاس
193. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru
kepada iman, (yaitu), "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu," maka kami pun beriman. Ya
Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuslah kesalahan-kesalahan kami, dan
matikanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.
ُ س ِلكَ َّ ََل ج ُ ْخ ِزًَا ٌَ ْْ َم ا ْل ِْ ٍٰ َو ِۗٗة ِإًَّكَ ََل ج ُ ْخ ِل
ف ا ْل ِو ٍْ َعا َد ُ ع ْذجٌََّا ع َٰلى ُس
َ َّ َس ٌَََّّا َّ ٰا ِجٌَا َها
194. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami
melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari Kiamat. Sungguh,
Engkau tidak pernah mengingkari janji."
ط فَالَّ ِز ٌْيَ َُا َج ُش ّْا ٍ ع ُك ْن ِ ّه ْي ََّ ْع ُ َاه ٍل ِ ّه ٌْ ُك ْن ِ ّه ْي رَك ٍَش أ َ ّْ أ ُ ًْ ٰثى ََّ ْع
ِ ع َو َل ع َ اب لَ ُِ ْن َسَُّّ ُِ ْن أًَِّ ًْ ََل أ ُ ِظ ٍْ ُع ْ فَا
َ سح َ َج
ث جَجْ ِش ْي ِه ْي جَحْ حِ َِا ْاّل َ ًْ ِٰ ُش ٍ س ٍِّ ٰاجِ ِِ ْن َّ َّلُد ِْخ َلٌَّ ُِ ْن َجٌه َ َّس ِب ٍْ ِل ًْ َّ ٰقحَلُ ْْا َّقُحِلُ ْْا َّل ُ َك ِفّ َشى
َ ع ٌْ ُِ ْن َ ًْ َِّأ ُ ْخ ِش ُج ْْا ِه ْي ِدٌَ ِاس ُِ ْن َّأ ُ ّْرُ ّْا ف
ِ س ُي الث َّ َْا
ب ْ ّٰللاُ ِع ٌْذٍَ ُح ِ ٗۗ َّا ًَّا ِ ّه ْي ِع ٌْ ِذ ه
ّٰللا َّ ه
195. Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman),
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik
laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian
yang lain.-* Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang
disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus
kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang
baik."
Jika dikaji dari pendekatan tafsir, Q.S Ali Imran ayat 190-195 merupakan surat
Madaniyah, karena ia diturunkan pasca Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, kebanyakkan
berisikan masalah muamalah dan terdiri dari 200 ayat. Dinamakan Surat Ali Imran,
karena di dalamnya banyak memuat kisah keluarga Imran yang merupakan oran tua dari
Maryam. Dalam kisah ini diceritakan kisah kelahiran Nabi Isa a.s., persamaannya dengan
8
Nabi Adam a.s. dan beberapa kemukjizatan yang dimiliki Nabi Isa a.s., serta kisah
kelahirannya (ayat 33-36).11
Kemudian dilihat dari segi asbab al-nuzul-nya, Q.S. Ali Imran ayat 190-195
dilatari oleh peristiwa datangnya orang-orang Quraisy kepada orang-orang Yahudi untuk
bertanya perihal mukjizat apa yang dibawa oleh Nabi Musa a.s. kepada kaum Yahudi.
Mereka menjawab: “tongkat dan tangannya dapat terlihat putih bercahaya”. Kemudian
orang Quraisy bertanya lagi, mukjizat apa yang dibawa Nabi Isa a.s. kepada orang
Nasrani? Orang Nasrani menjawab bahwa “Nabi Isa dapat menyembuhkan orang yang
buta sejak kecil atau lahir hingga melihat normal kembali dan dapat menghidupkan
kembali orang mati.” Kemudian orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad SAW
dan meminta agar berdoa kepada Allah SWT agar gunung Sofa dijadikan emas.
Kemudian Rasulullah SAW berdoa, maka turunlah Q.S. Ali Imran ayat 190-195 ini
sebagai petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada akan lebih besar manfaatnya
bagi orang yang menggunakan akalnya.12
Selanjutnya dari segi munasabah, Q.S. Ali Imran ayat 190-195 ini berhubungan
dengan surat dan ayat sebelumnya, yakni alFathihah dan al-Baqarah. Dalam surat al-
Fathihah dijelaskan bahwa manusia hendaknya tidak meragunakan apa-apa yang datang
dari Allah. Demikian pula dalam Surat al-Baqarah banyak dijelaskan pokok-pokok
keyakinan mengenai akidah, syari‟ah, dan akhlak yang menghendaki setiap manusia
untuk taat kepada Allah SWT melalui akalnya.
Maka dari itu, dalam syari'at Islam telah diberikan pedoman untuk berpegang
kepada nilai dan urgensi yang amat penting dan tinggi terhadap pemeliharaan akal
manusia. Hal ini dapat dilihat dari point-point berikut:
a. Allah hanya menyampaikan kalam-Nya (firman-Nya) kepada orang-orang yang
berakal, karena hanya mereka yang dapat memahami agama dan syari'at-Nya
sebagaimana ditegaskan dalam QS. Shaad [38]: 43
b. Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk mendapat taklif
(beban kewajiban) dari Allah SWT.
c. Allah SWT mencela orang yang tidak menggunakan akalnya seperti dalam
ungkapan sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu)
niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala
dalam QS. 067. Al Mulk [67]: 10
d. Penyebutan begitu banyak proses dan aktivitas kepemikiran dalam Al-Qur'an,
seperti tadabbur, tafakkur, ta'aquul dan lainnya. Seperti kalimat "La'allakum
9
tafakkarun" (mudah-mudahan kalian berfikir) atau "Afalaa Ta'qiluun" (apakah
kalian tidak berakal), atau "Afalaa Yatadabbarunal Qur'an" (apakah mereka tidak
merenungi isi kandungan al-Qur'an) dan lainnya.
e. Al-Qur'an banyak menggunakan penalaran rasional. Misalnya terdapat kalimat
maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur‟an? Kalau kiranya al-Qur‟an
itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya sebagaimana ditegaskan dalam QS. An Nisaa' [04]: 82
f. Islam mencela taqlid yang membatasi dan melumpuhkan fingsi akal. Islam
memuji orang-orang yang menggunakan akalnya dalam memahami dan
mengikuti kebenaran. Hal ini ditegaskan dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 170 dan
Q.S. Az-Zumar [39]: 17-18
g. Allah SWT menggunakan ayat kauniyah untuk membuktikaan adanya pencipta
ayat kauniyah tersebut. Dan itu merupakan suatu proses berfikir (menggunakan
akal) yang dibutuhkan untuk mengetahui adanya hubungan antara alam dan
pencipta alam. Hal ini ditegaskan dalam Q.S. Al Mulk [67]: 3-4
Di kalangan ulama' salaf adalah jalan pertengahan yang dipelopori oleh banyak
ulama' besar, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim dan lainnya. Maka, dirumuskan bahwa
pendapat ulama ahli tafsir merupakan pendapat yang dianggap benar dalam masalah
penggunaan akal sebagai dalil. Jadi, akal dapat dijadikan dalil jika ia sejalan dengan al-Qur'an
dan As-Sunnah atau tidak bertentangan dengan keduannya. Dan jika ia bertentangan dengan
keduanya, maka ia di anggap bertentangan dengan sumber dan dasarnya. Dan keruntuhan
dasar adalah juga keruntuhan bangunan yang ada diatasnya. Sehingga akal menjadi dalil yang
bathil.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. (2018). Kedudukan Akal dalam Islam. Jurnal Tarbawi, 80.
Mahdar, D. (201). Kedudukan Akal dalam Al-Qur,an dan Fungsinya dalam Hukum Islam. e
Journal Sunan Gunung Djati, 57-59.
12