Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 9
PENDIDIKAN BIOLOGI
LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.............................................................................................5
3.2 Saran.......................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Kata Wahyu ( ) الوحيsecara etimologis mengandung arti bisikan, isyarat,
tulisan, dan kitab. Wahyu juga mengandung arti pemberitahuan secara
tersembunyi dan terjadi dengan cepat. Secara konseptual, istilah wahyu
menunjukkan kepada nama-nama yang lebih popular seperti Al-Kitab, Al-Qur’an,
Risalah, dan Balagh. Kata wahyu lebih populer dikenal dalam pengertian apa yang
diwahyukan Allah kepada para Nabi.
Dalam terminology Islam, wahyu yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW itu dinamakan Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab dan firman Alloh yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid, berpendapat bahwa
wahyu adalah pengetahuan yang didapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri
disertai keyakinan bahwa semua itu datangnya dari Alloh SWT, baik melalui
perantara maupun tanpa perantara.
2.2 Hubungan antara Akal dengan Wahyu
Akal adalah potensi berharga yang diberikan Allah SWT hanya kepada
manusia, anugerah tersebut diberikan Allah SWT untuk membekali manusia yang
mengemban misi penting menjadi khalifah fil ardi, dengan kata lain manusia
sebagai duta kecil Allah SWT.
Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah manusia
mempunyai kesanggupan untuk memenaklukan kekuatan mahkluk lain di
sekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupanya
untuk mengalahkan mahluk lain. Bertambah rendah akal manusia, bertambah
rendsh pulalah kesanggupanya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.
Salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah Hubungan Antara Akal
dan Wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan antara akal dan wahyu sering
menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai
kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an. Dalam pemikiran islam, baik dibidang
filsafat, ilmu kalam apalagi ilmu fiqh, akal tidak pernah membatalkan wahyu.
Akal tetap tunduk pada wahyu.Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan
tidak untuk menentang wahyu. Yang bertentangan adalah pendapat akal ulama
tertentu dengan pendapat akal ulama lain.
3
Dengan adanya akal manusia mampu melaksanakan tugas tersebut dengan
baik, dan dapat menemukan kebenaran yang hakiki sebagaimana pendapat
Mu’tazilah yang mengatakan segala pengetahuan dapat diperoleh dengan akal,
dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam
sehingga manusia sebetulnya ada wahyu atau tidak tetap wajib bersyukur kepada
Allah SWT, dan manusia wajib mengetahui baik dan buruk; indah dan jelek;
bahkan manusia wajib mengetahui Tuhan dengan akalnya walaupun wahyu belum
turun.
Menurut Mu’tazilah, seluruh pengetahuan dapat diperoleh melalui akal,
termasuk mengetahui adanya Tuhan dan kewajiban beribadah kepada Tuhan. Abu
Huzail, menegaskan bahwa meskipun wahyu tidak turun, maka manusia tetap
wajib beribadah kepada Tuhan, sesuai dengan pengetahuannya tentang Tuhan.
Begitu juga dengan kebaikan dan keburukan juga dapat diketahui melalui
akal.Jika dengan akal manusia dapat mengetahui baik dan buruk, maka dengan
akal juga manusia harus tahu bahwa melakukan kebaikan itu adalah wajib, dan
menjauhi keburukan juga wajib.
Menurut Asy’ariyah, pertama semua kewajiban manusia hanya dapat
diketahui melalui wahyu. Jika wahyu tidak turun, maka tidak ada kewajiban
(taklif) bagi manusia.Karena akal tidak mampu membuat kewajiban tersebut,
terutama kewajiban beribadah pada Tuhan, dan kewajiban melakukan yang baik
serta kewajiban menjauhi yang buruk.
Adapun berkaitan dengan mengetahui Tuhan, Asy’ariyah sepakat dengan
Mu’tazilah yaitu dapat diketahui melalui akal.Sedangkan mengetahui baik dan
buruk, akal tidak mampu, karena sifat baik dan buruk sangat terkait dengan
syari’at. Sesuatu disebut baik, jika dapat pujian syari’at, dan dianggap buruk jika
dikecam oleh syari’at. Karena pujian dan kecaman bersumber dari wah yu, maka
sesuatu dapat dikatakan baik atau buruk juga melalui wahyu.
4
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu, yang di dalamnya
terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah juga
bisa benar.Wahyu adalah firman Allah yang disampaikan kepada nabi-Nya baik
untuk dirinya sendiri maupun untuk disampaikan kepada umat.Pengetahuan
adalah hubungan subjek dan objek, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang
telah teruji secara ilmiah dan kebenarannya jelas.
Akal dan wahyu digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi
umat manusia.Antara akal dan wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat
bertemu dan bahkan saling berinteraksi dan terdapat ruang dimana keduanya
harus berpisah.Pada saat wahyu merekomendasikan berkembangnya sains dan
lestarinya budaya dengan memberikan ruang kebebasan untuk akal agar berpikir
dengan dinamis, kreatif dan terbuka, disanalah terdapat ruang bertemu antara akal
dan wahyu. Sehingga hubungan antara akal dan wahyu tidak bertentangan akan
tetapi sangat berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, bahkan kedua-
duanya saling menyempurnakan.
3.2 Saran
Sebagai umat islam kita harus selalu menggali ilmu pengetahuan yang
berguna bagi umat manusia. Dan agar kita dapat mengaplikasikan ilmu yang di
peroleh untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia dan menjadikan Al
Quran dan Al Sunnah sebagai pegangan hidup karena keduanya merupakan
sumber ilmu yang paling utama.
5
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. Akal Dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta: UI Press. 1986
Navis, Abdurrahman dkk., Risalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Surabaya:
Khalista. 2012
Tim Guru MGPK. Ilmu Kalam kelas XII. Mojokerto: CV. Mutiara Ilmu. 2012