Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

POSISI AKAL DAN WAHYU ILMU KALAM

Dosen Pengampu:

Eko Syaiful Huda, M. Pd. I

Disusun Oleh:
Kelompok 9

1. Nana Listari 1911060377


2. Pegi Aprianti 1911060395
3. Rachmatika Wijayanti 1911060401

Kelas/Semester: Biologi F/2

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan makalah Ilmu Kalam dengan judul “Posisi
Akal dan Wahyu dalam Ilmu Kalam”.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung
bantuan berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu.
Namun, tidak lepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek
lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada membuka selebar-lebarnya
pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi
memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana
ini dapat diambil manfaatnya, dan besar keinginan kami dapat
menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang
relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Bandar Lampung, 27 Februari 2020

Penyusun

ii
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

Daftar Isi..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akal dan Wahyu...................................................................2

2.2 Hubungan antara Akal dan Wahyu..........................................................3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.............................................................................................5

3.2 Saran.......................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang penuh dengan
kekurangan. Dalam semua sisi kehidupan, kekurangan yang melekat pada diri
manusia menyebabkan kemampuan yang dimiliki menjadi sangat terbatas. Islam
adalah agama yang sangat memperhatikan peran dan fungsi akal secara optimal,
sehingga akal dijadikan sebagai standart seseorang diberikan beban taklif dan
sebuah hukum. Islam bahkan menjadikan akal sebagai salah satu diantara lima hal
primer yang diperintahkan oleh syariah untuk dijaga dan dipelihara, dimana
kemaslahatan dunia dan akhirat amat disandarkan pada terjaga dan peliharanya
kelima unsure tersebut, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Agama mengajarkan agama pada dua jalan untuk mendapatkan
pengetahuan. Pertama, melalui jalan wahyu, yakni melalui komunikasi
komunikasi dari Tuhan kepada manusia. Dan yang Kedua,melalui jalan akal,
yakni memakai kesan-kesan yang diperoleh panca indera sebagai bahan pemikiran
untuk sampai kepada kesimpulan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui wahyu diyakini sebagai pengetahuan
yang absolute, sementara pengetahuan yang diperoleh melalui akal diyakini
sebagai pengetahuan yang bersifat relative, yang memerlukan pengujian secara
terus-menerus, mungkin benar dan mungkin salah (Harun Nasution, 1981: 1)
1.2 Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat
diajukan adalah :
1. Apakah pengertian akal dan wahyu?
2. Bagaimana hubungan antara akal dan wahyu?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari akal dan wahyu
2. Untuk mengetahui hubungan akal dengan wahyu.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akal dan Wahyu


1. Pengertian Akal
Kata Akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata
Arab al-‘Aql ( ‫ ) ألعقل‬, bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi
untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang
kemampuannya sangat luas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Akal adalah daya pikir untuk
memahami sesuatu atau kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungannya.
Dalam pandangan para filosof islam kata al-‘aql mengandung arti yang sama
dengan kata Yunani nouse, yang berarti daya berfikir yang terdapat dalam
jiwa (al-nafs atau al-ruh) manusia.
Al-Kindi (796-873 M) menjelaskan bahwa pada jiwa manusia terdapat tiga
daya, yaitu daya nafsu yang berada di perut, daya berani yang bertempat di dada
dan daya berfikir yang berpusat di kepala. Ibnu Miskawaih (941-1030 M) juga
memberikan pembagian yang sama, menurutnya daya terendah adalah daya
bernafsu, daya tertinggi adalah daya berfikir, dan daya berani mengambil posisi
diantara keduanya. Filosof lain juga memberikan pembagian tiga pula, tetapi
sejalan dengan filsafat Aristoteles, mereka menyebutnya bukan tiga daya, tetapi
tiga jiwa, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa binatang dan jiwa manusia. jiwa
manusia inilah merupakan pusat daya berfikir yang disebut akal.
Sedangkan menurut para ahli, Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal
adalah suatu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu, Dia-lah yang
membedakan manusia dari makhluk lain.
Abu Huzail mengatakan bahwa akal merupakan daya untuk memperoleh
pengetahuan dan juga daya yang membuat seseorang dapat membedakan antara
dirinya dan benda yang lain dan untuk membedakan antara kebaikan dan
kejahatan.
2. Pengertian Wahyu

2
Kata Wahyu (‫ ) الوحي‬secara etimologis mengandung arti bisikan, isyarat,
tulisan, dan kitab. Wahyu juga mengandung arti pemberitahuan secara
tersembunyi dan terjadi dengan cepat. Secara konseptual, istilah wahyu
menunjukkan kepada nama-nama yang lebih popular seperti Al-Kitab, Al-Qur’an,
Risalah, dan Balagh. Kata wahyu lebih populer dikenal dalam pengertian apa yang
diwahyukan Allah kepada para Nabi.
Dalam terminology Islam, wahyu yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW itu dinamakan Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab dan firman Alloh yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid, berpendapat bahwa
wahyu adalah pengetahuan yang didapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri
disertai keyakinan bahwa semua itu datangnya dari Alloh SWT, baik melalui
perantara maupun tanpa perantara.
2.2 Hubungan antara Akal dengan Wahyu
Akal adalah potensi berharga yang diberikan Allah SWT hanya kepada
manusia, anugerah tersebut diberikan Allah SWT untuk membekali manusia yang
mengemban misi penting menjadi khalifah fil ardi, dengan kata lain manusia
sebagai duta kecil Allah SWT.
Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah manusia
mempunyai kesanggupan untuk memenaklukan kekuatan mahkluk lain di
sekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupanya
untuk mengalahkan mahluk lain. Bertambah rendah akal manusia, bertambah
rendsh pulalah kesanggupanya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.
Salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah Hubungan Antara Akal
dan Wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan antara akal dan wahyu sering
menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai
kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an. Dalam pemikiran islam, baik dibidang
filsafat, ilmu kalam apalagi ilmu fiqh, akal tidak pernah membatalkan wahyu.
Akal tetap tunduk pada wahyu.Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan
tidak untuk menentang wahyu. Yang bertentangan adalah pendapat akal ulama
tertentu dengan pendapat akal ulama lain.

3
Dengan adanya akal manusia mampu melaksanakan tugas tersebut dengan
baik, dan dapat menemukan kebenaran yang hakiki sebagaimana pendapat
Mu’tazilah yang mengatakan segala pengetahuan dapat diperoleh dengan akal,
dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam
sehingga manusia sebetulnya ada wahyu atau tidak tetap wajib bersyukur kepada
Allah SWT, dan manusia wajib mengetahui baik dan buruk; indah dan jelek;
bahkan manusia wajib mengetahui Tuhan dengan akalnya walaupun wahyu belum
turun.
Menurut Mu’tazilah, seluruh pengetahuan dapat diperoleh melalui akal,
termasuk mengetahui adanya Tuhan dan kewajiban beribadah kepada Tuhan. Abu
Huzail, menegaskan bahwa meskipun wahyu tidak turun, maka manusia tetap
wajib beribadah kepada Tuhan, sesuai dengan pengetahuannya tentang Tuhan.
Begitu juga dengan kebaikan dan keburukan juga dapat diketahui melalui
akal.Jika dengan akal manusia dapat mengetahui baik dan buruk, maka dengan
akal juga manusia harus tahu bahwa melakukan kebaikan itu adalah wajib, dan
menjauhi keburukan juga wajib.
Menurut Asy’ariyah, pertama semua kewajiban manusia hanya dapat
diketahui melalui wahyu. Jika wahyu tidak turun, maka tidak ada kewajiban
(taklif) bagi manusia.Karena akal tidak mampu membuat kewajiban tersebut,
terutama kewajiban beribadah pada Tuhan, dan kewajiban melakukan yang baik
serta kewajiban menjauhi yang buruk.
Adapun berkaitan dengan mengetahui Tuhan, Asy’ariyah sepakat dengan
Mu’tazilah yaitu dapat diketahui melalui akal.Sedangkan mengetahui baik dan
buruk, akal tidak mampu, karena sifat baik dan buruk sangat terkait dengan
syari’at. Sesuatu disebut baik, jika dapat pujian syari’at, dan dianggap buruk jika
dikecam oleh syari’at. Karena pujian dan kecaman bersumber dari wah yu, maka
sesuatu dapat dikatakan baik atau buruk juga melalui wahyu.

4
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu, yang di dalamnya
terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah juga
bisa benar.Wahyu adalah firman Allah yang disampaikan kepada nabi-Nya baik
untuk dirinya sendiri maupun untuk disampaikan kepada umat.Pengetahuan
adalah hubungan subjek dan objek, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang
telah teruji secara ilmiah dan kebenarannya jelas.
Akal dan wahyu digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi
umat manusia.Antara akal dan wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat
bertemu dan bahkan saling berinteraksi dan terdapat ruang dimana keduanya
harus berpisah.Pada saat wahyu merekomendasikan berkembangnya sains dan
lestarinya budaya dengan memberikan ruang kebebasan untuk akal agar berpikir
dengan dinamis, kreatif dan terbuka, disanalah terdapat ruang bertemu antara akal
dan wahyu. Sehingga hubungan antara akal dan wahyu tidak bertentangan akan
tetapi sangat berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, bahkan kedua-
duanya saling menyempurnakan.

3.2 Saran
Sebagai umat islam kita harus selalu menggali ilmu pengetahuan yang
berguna bagi umat manusia. Dan agar kita dapat mengaplikasikan ilmu yang di
peroleh untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia dan menjadikan Al
Quran dan Al Sunnah sebagai pegangan hidup karena keduanya merupakan
sumber ilmu yang paling utama.

5
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. Akal Dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta: UI Press. 1986
Navis, Abdurrahman dkk., Risalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Surabaya:
Khalista. 2012
Tim Guru MGPK. Ilmu Kalam kelas XII. Mojokerto: CV. Mutiara Ilmu. 2012

Anda mungkin juga menyukai