Anda di halaman 1dari 9

PERBANDINGAN PEMIKIRAN KALAM TENTANG AKAL

DAN WAHYU

Disusun Oleh:
Adam Fais Fahrezy (1231030189)
Muhammad Idzar Syafqy (1231030199)
Siti Nursalizah (1231030201)
Radhwa Aliya Rahmanda (1231030179)

Dosen Pengampu:
Drs. Tamami, M.Ag

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG


FAKULTAS USHULUDDIN
ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
2023 M/1445 H
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam menempati posisi yang


sangat terhormat, melebihi agama-agama lain. Karena akal dan wahyu
adalah suatu yangsangat urgen untuk manusia, dialah yang memberikan
perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada sang kholiq,
akal pun harus dibina denganilmu-ilmu sehingga menghasilkan budi
pekerti yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber kehidupan dan juga
tujuan dari baginda Rasulullah saw. Tidak hanya itu dengan akal juga
manusia bisa menjadi ciptaan pilihan yang Allah amanatkan untuk menjadi
pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu yang dimana
wahyu adalah pemberian Allah yang sangat luar biasa untuk membimbing
manusia pada jalan yang lurus. Namun dalam menggunakan akal terbatas
akan hal-hal bersifat tauhid, karena ketauhidan sang pencipta tak akan
terukur dalam menemukan titik akhir, begitu pula dengan wahyu sang Esa,
karena wahyu diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-mata
untuk menunjukkan kebesaran Allah. Maka dalam menangani anatara
wahyu dana akal harus slalu mengingat bahwa semua itukarena Allah
semata. Dan tidak akan terjadi jika Allah tak mengijinkannya. Hal tersebut
dilakukan untuk mencegah kemusyrikan terhadap allah karena
kesombongannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wahyu dan Akal


Secara konseptual, istilah wahyu menunjukkan kepada nama-nama yang
lebih populer seperti Al-Kitab, Al-Qur’an, Risalah, dan Balagh. Dalam
terminologi Islam, wahyu yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu dinamakan Al-
Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab dan Firman Tuhan yang disampaikan kepada Nabi
saw. dengan demikian wahyu menurut konsepsi Al-Qur’an, merupakan parole
tuhan, wahyu sama dengan firman Tuhan (kalam Allah).
Sebagaimana firman Allah, dalam surat At-Taubah ayat 6 :
Artinya: “Dan jika seseorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar
firman Allah (kalam Allah).” (Q.S. At Taubah :6).
Menurut Nasr Hamid Abu Zaid, seorang ahli tafsir kontemporer,
sebenarnya “wahyu” dalam mengacu kepada Al-Qur’an, tidaklah sebagaimana
dikemukakan diatas, bahkan makna wahyu lebih luas dan mencakup semua teks
yang menunjuk kepada titah Allah kepada manusia. Dari sisi lain, wahyu
menunjuk pada setiap proses komunikasi yang mengandung semaam “pemberian
informasi”, sesuai dengan yang terungkap dalam kamus lisan Al-arab disebutkan
bahwa asal makna wahyu menurut semua bahasa adalah pemberian
informasi secara tersembunyi.
Sedangkan pembahasan tentang akal, sampai sekarang masih
berkelanjutan. Didalam bahasa arab, akal diartikan kecerdasan, lawan kebodohan,
dan diartikan pula dengan hati (qalb), suatu kekuatan yang membedakan manusia
dari semua jenis hewan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal adalah daya
pikir untuk memahami sesuatu atau kemampuan melihat cara-cara memahami
lingkungannya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan akal adalah
gabungan dari dua pengertian di atas, yang disampaikan oleh ibn Taimiyah dan
menurut kamus, yakni daya pikir untuk memahami sesuatu, yang didalamnya
terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah atau
bisa benar.
Ibn Rusyd, sebagaimana dikutip oleh Abdul Salim Mukrim, membagi akal

3
menjadi tiga macam, Pertama, akal demonstratif (burhani) yang mampu
memahami dalil-dalil yang meyakinkan dan tepat, menghasilkan hal-hal yang
jelas dan penting, dan melahirkan filsafat. Akal ini hanya diberikan kepada sedikit
orang saja. Kedua, akal logika (mathiqi) yang sekedar memahami fakta-fakta
argumentatif. Ketiga, akal retorik (khithabi) yang hanya mampu mengkaphal-hal
yang bersifat nasihat dan retorik, tidak dipersiapkan untuk memahami aturan
berfikir sistematika.

B. Karakteristik Wahyu

1. Wahyu baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari Tuhan, Pribadi
Nabi Muhammad yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan
yang sangat penting dalam turunnya wahyu.
2. Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat
manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan
dalam bentuk umum atau khusus.
3. Wahyu itu adalah nash-nash yang berupa bahasa arab dengan gaya ungkap
dan gaya bahasa yang berlaku.
4. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal,
bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal.
5. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.
6. Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik
perintah maupun larangan.
7. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan as-sunnah turun secara
berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.

C. Pentingnya Akal.

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diciptakan Allah


mempunyai banyak sekali kelebihan jika dibandingkan dengan mahklukmahkluk
ciptaan Allah yang lainnya. Bukti otentik dari kebenaran bahwa manusia
merupakan makhluk yang paling sempurna di antara mahkluk yang lain adalah
ayat al-Quran surat At-Tin ayat 4 sebagai berikut :
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaikbaiknya”. (QS At-Tin [95]:4)
Satu hal yang membuat manusia lebih baik dari mahkluk yang lain yaitu
manusia mampu berpikir dengan akalnya, karena manusia dianugerahi oleh Allah

4
dengan akal sehingga dengannya manusia mampu memilih, nmempertimbangkan,
menentukan jalan pikirannya sendiri. Agama Islam sangat menjunjung tinggi
kedudukan akal. Dengan akal manusia mampu memahami al-Qur’an sebagai
wahyu yang diturunkan lewat Nabi Muhammad, dengannya juga manusia mampu
menelaah kembali Sejarah Islam dari masa lampau.
1. Akal menurut pendapat Muhammad Abduh adalah suatu daya yang
hanya dimiliki manusia

2. Akal adalah tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap


kelanjutan wujudnya, peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar
dan sumber kehidupan dan kebahagiaan bangsa-bangsa.

3. Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah


sempurna kalau tidak didasarkan akal. Iman harus berdasar pada keyakinan,
bukan pada pendapat, dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada Tuhan.

D. Kekuatan akal dan Kekuatan wahyu

 Kekuatan Akal
1. Mengetahui Tuhan dan sifat-sifatnya.
2. Mengetahui adanya kehidupan akhirat.
3. Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada
mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedang kesengsaraan tergantung pada
tidak mengenal Tuhan dan pada perbuatan jahat.
4. Mengetahui wajibnya manusia mengenal Tuhan.
5. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia menjauhi
perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
6. Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu dan oleh
karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahkluk lain
 Kekuatan wahyu
1. Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
2. Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
3. Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam
ghaib.
4. Wahyu turun melalui para ucapan Nabi-nabi.

5
E. Akal dan Wahyu Menurut Aliran-aliran Ilmu Kalam

1. Menurut Mu’tazilah
Menurut Mu’tazilah, fungsi wahyu adalah dibawah fungsi akal. Mereka
lebih memuji akal mereka dibanding dengan ayat-ayat suci dan hadits-hadits Nabi.
Segala sesuatu ditimbangnya lebih dahulu dengan akalnya mana yang
tidak sesuai dengan akalnya dibuang, walaupun ada hadits dan Ayat Al-Qur’an
yang bertalian dengan masalah itu, tetapi berlawanan dengan akalnya. Jadi
jelasnya menurut kaum Mu’tazilah, fungsi akal lebih tinggi ketimbang wahyu.

2. Menurut Salafiyah
Menurut Salafiyah, fungsi wahyu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
fungsi akal. Jalan untuk mengetahui aqidah dan hukum-hukum dalam Islam dan
segala sesuatu yang bertalian dengan itu, baik yang pokok maupun yang cabang,
baik aqidah itu sendiri maupun dalil-dalil pembuktiannya, tidak lain sumbernya
ialah wahyu Allah SWT. yakni Al-Qur’an dan juga Hadits-hadiits Nabi saw.
sebagai penjelasannya. Apa yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan dijelaskan
oleh Sunnah Nabi harus diterima dan tidak boleh ditolak.
Akal pikiran tidak mempunyai kekuatan untuk mentakwilkan Al-Qur’an
atau mentafsirkannya ataupun menguraikannya, keucali dalam batas-batas yang
diizinkan oleh kata-kata (bahasa) yang dikuatkan pila oleh hadits-hadits. Kekuatan
akal sesudah itu tidak hanya membenarkan dan tunduk pada nash, serta
mendekatnya kepada alam pikiran.
Jadi fungsi akal pikiran tidak lain hanya menjadi saksi pembenaran dan
penjelas dalil-dalil Al-Qur’an , bukan menjadi hakim yang mengadili dan
menolaknya.

3. Menurut Asy’ariyah
Menurut Asy’ariyah, fungsi wahyu (Al-Qur’an) dan hadits adalah sebagai
pokok, sedang fungsi akal adalah sebagai penguat Nash-nash wahyu dan hadits.
Al-Asy’ari tidak dapat menjauhkan diri dari pemakaian akal dan argmentasi
pikiran. Ia menentang keras terhadap mereka yang mengatakan bahwa pemakaian
akal pikiran dalam soal-soal agama atau membahas soal-soal yang tidak pernah
disinggung-singgung oleh Rasul adalah suatu kesalahan. Menurut Al-Asy’ari,
sahabat-sahabat Nabi sendiri, sesudah nabi wafat, banyak membiarakan soal-soal
baru dan meskipun begitu, mereka tidak disebut orang-

6
orang sesat (bid’ah). Didalam bukunya berjudul “Istishan Al-Khaudhi Fi Ilmil
Kalam” (kebaikan menyelami ilmu kalam), ia menentang keras terhadap orang
yang berkeberatan membela agama dengan ilmukalam dan argumentasi pikiran,
karena hal ini tidak ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Bagi kaum al-Asy’ari, karena akal dapat mengetahui hanya adanya Tuhan
saja, wahyu mempunyai kedudukan penting. Manusia mengetahui baik dan buruk
dan mengetahui kewajiban-kewajiban hanya karena turunnya wahyu.
Dengan demikian, sekiranya wahyu tidak ada, manusia tidak akan
mengetahui kewajiban-kewajibannya. Sekiranya syari’at tidak ada, kata al-
Ghazali manusia tidak akan berkewajiban mengetahui Tuhan, dan tidak akn
berkewajiban berterima kasih kepadaNya. Sebagai kesimpulan dari uraian
mengenai fungsi
wahyu ini, dapat dikatakan bahwa wahyu mempunyai kedudukan terpenting dala-
m aliran Asy’ariyah.
Dengan demikian, jelaslah Al-Asy’ari sebagai seorang muslim yang ikhlas
membela keperayaan dan mempercayai isi Al-Qur’an dan Hadits, dengan
menempatkan sebagai dasar pokok, disamping menggunakan akal pikiran yang
tugasnya tidak lebih dari pada memperkuat nash-nash tersebut.

4. Menurut Maturidiyah samarkand dan Bukhar

Menurut Maturidiyah, fungsi wahyu dan akal adalah sejajar atau


seimbang. Al-Maturidi mangakui adanya kebaikan dan keburukan yang terhadap
pada sesuatu perbuatan itu sendiri, dan akal bisa mengetahui kebaikan dan
keburukan sebagai suatu perbuatan.
Seolah-olah perbuatan itu terbagi atas tiga kategori: yaitu, sebagian yang
dapat diketahui kebaikannya dengan akal semata-mata, sebagian tidak dapat
diketahui keburukannya dengan akal semata-mata, dan sebagian lagi yang tidak
jelas kebaikan dan keburukannya bagi akal tetapi hanya bisa diketahui dengan
Syara’ (Wahyu dan Hadits).
Al-Maturidi mengetahui pendapat Abu Hanifah, yang mengatakan bahwa
meskipun akal sanggup mengetahui, namun kewajiban itu berasal dari Syara’,
karena akal semata-mata tidak dapat bertindak sendiri dalam kewajiban-kewajiban
agama, sebab yang mempunyai taklif (mengeluarkan perintah-perintah agama)
hanya Tuhan sendiri

7
BAB III
KESIMPULAN

Secara konseptual, istilah wahyu menunjukkan kepada nama-nama yang lebih


populer seperti Al-Kitab, Al-Qur’an, Risalah, dan Balagh. Dalam terminologi
Islam, wahyu yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu dinamakan Al-Qur’an.
Sedangkan pembahasan tentang akal, sampai sekarang masih
berkelanjutan. Didalam bahasa arab, akal diartikan kecerdasan, lawan kebodohan,
dan diartikan pula dengan hati (qalb), suatu kekuatan yang membedakan manusia
dari semua jenis hewan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal adalah daya pikir untuk
memahami sesuatu atau kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungannya.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan akal adalah gabungan dari dua
pengertian di atas, yang disampaikan oleh ibn Taimiyah dan menurut kamus,
yakni daya pikir untuk memahami sesuatu, yang didalamnya terdapat kemungkina
n bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah atau bisa benar.
Menurut Mu’tazilah, fungsi wahyu adalah dibawah fungsi akal. Mereka
lebih memuji akal mereka dibanding dengan ayat-ayat suci dan hadits-hadits Nabi.
Menurut Salafiyah, fungsi wahyu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
fungsi akal.
Menurut Asy’ariyah, fungsi wahyu (Al-Qur’an) dan hadits adalah sebagai
pokok, sedang fungsi akal adalah sebagai penguat Nash-nash wahyu dan hadits.
Menurut Maturidiyah, fungsi wahyu dan akal adalah sejajar atau
seimbang. Al-Maturidi mangakui adanya kebaikan dan keburukan yang terhadap
pada sesuatu perbuatan itu sendiri, dan akal bisa mengetahui kebaikan dan
keburukan sebagai suatu perbuatan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ghazali, Adeng Muchtar. 2003, Pengembangan Ilmu Kalam dari Klasik Hingga

Modern, Bandung: Pustaka Setia.

Rifai, Moh, dan Abdul Aziz, 1988. Pelajaran Ilmu Kalam. Semarang: CV.

Wicaksana.

Ilhamuddin, 1997. Pemikiran Kalam Al-Baqillani. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

Yogya. http://pusatpanduan.com/akal-dan-wahyu-menurut-harun-nasution-dan-

m--quraish-shihab

Anda mungkin juga menyukai