Anda di halaman 1dari 8

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

KEDUDUKAN AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM

Dibuat Oleh:

Andi Muhammad Syuhra Wardi

NIM. 21250004

Dosen Pengampu:

Dody Wisono S.Pd.I, M.Pd

Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik dan Konservasi

Universitas Muhammadiyah Berau

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
BAB 2. PEMBAHASAN...........................................................................................................5
2.1 Kedudukan dan Fungsi Akal dalam Islam........................................................................5
2.2 Kedudukan Dan Fungsi Wahyu Dalam Islam..................................................................6
2.3 Hubungan Dan Posisi Antara Akal Dan Wahyu Dalam Pemahaman Islam....................6
BAB 3. PENUTUP.....................................................................................................................7
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................8
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Tugas Makalah tentang " Kedudukan Akal
Dan Wahyu Dalam Islam".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan Tugas Makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam Tugas Makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki Tugas
Makalah ini.

Kami berharap semoga Tugas Makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Berau, Maret 2023

Andi Muhammad Syuhra Wardi


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Teologi sebagai ilmu yang membahas tentang soal-soal ke-Tuhanan dan kewajiban-
kewajiban manusia terhadap Tuhan, sedang akal dan wahyu dipakai untuk memperoleh
pengetahuan tentang kedua soal tersebut. Akal, sebagai daya berfikir yang ada pada diri
manusia, berusaha keras untuk mencapai pengetahuan Tuhan. Wahyu sebagai pengkhabaran
dari alam metafisika turun kepada manusia dengan keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-
kewajiban manusia terhadap Tuhan. Konsepsi ini dapat dijelaskan bahwa Tuhan berdiri di
puncak alam wujud dan manusia di kakinya berusaha dengan akalnya untuk sampai kepada
Tuhan, dan Tuhan sendiri dengan belas kasihan-Nya terhadap kelemahan manusia,
diperbandingkan dengan ke Maha Kuasaan Tuhan, menolong manusia dengan menurunkan
wahyu melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan dan Fungsi Akal dalam Islam

Akal, kata akal berasal dari bahasa Arab yaitu al-‘Aql (‫)العـقـل‬. Dalam bentuk kata
benda,kata ini tidak terdapat dalam al-Qur’an. Didalam Al-Qur’an hanya ada bentuk kata
kerjanya yaitu ‘aqaluuh(‫ )عـقـلوه‬seperti kata ta’qiluun ‫) )تعـقـلون‬, na’qil‫ )نعـقـل‬ya’qiluha(‫)يعـقـلها‬
dan kata ya’qiluun‫)يعـقـلون‬, kata-kata itu mengandung arti faham dan mengerti. Orang
berakal adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana
pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir

Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan
berartiakal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan
untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu
cocok dengan syariat Islam dalam permasalahan apapun. Dan Wahyu baik berupa Al-qur’an
dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan
wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu.

Kedudukan akal dalam Islam merupakan masalah yang masih diperdebatkan hingga
saat ini. Dalam Islam, kepenggunaan akal terutama dalam agama tidak mendapat kedudukan
secara pasti. Bagi sebagian kelompok, penggunaan akal dalam beragama itu adalah Haram,
sebab hal itu akan menimbulkan pertentangan dengan beberapa dalil di dalam hadis maupun
Al-Qur'an. Sedangkan di sisi lain, ada pula beberapa kelompok yang memandang
penggunaan akal dalam beragama itu boleh, bahkan dianjurkan. Hal itu didasarkan pada asas
manfaat yang diperoleh ketika umat menggunakan akalnya, maka akan lahirlah peradaban
besar. Selain itu, penggunaan akal menurut kelompok ini sangatlah didukung oleh beberapa
dalil Al-Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk menggunakan akalnya.
2.2 Kedudukan Dan Fungsi Wahyu Dalam Islam

Adapun asal kata wahyu berasal dari kata arab dan al-wahyu adalah kata asli arab dan
bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-
Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab
itu, wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada
seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika
berbentuk maf’ul, wahyu Allah terhadap Nabi-Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah yang
diberikan kepada Nabi.

Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa
mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau
khusus.Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia
sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak
terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik
perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan as-sunnah turun
secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.

2.3 Hubungan Dan Posisi Antara Akal Dan Wahyu Dalam Pemahaman Islam

Imam Al-Ghazali membagi kebenaran dalam pengetahuan menjadi dua, kebenaran


pengetahuan mu’amalah yaitu kebenaran konkret yang dapat diobservasi dengan al-hiss
(panca indra) dan dapat dinalar oleh akal, dan kebenaran pengetahuan mukasyafah yaitu
kebenaran abstrak yang terdapat pada pemikiran, transenden, nyata adanya, dan one and only
way untuk memahami pengetahuan tersebut adalah wahyu.

Hakikat wahyu menurut Imam Al-Ghazali sesuai dengan fungsi yang dibawakan oleh
wahyu tersebut, yaitu firman Tuhan yang diturunkan kepada Nabi sebagai pedoman yang
menuntun seluruh umat manusia untuk meniti kehidupan sampai akhir zaman sesuai dengan
hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Oleh karena fungsi tersebut wahyu bersifat
universal, final, dan utuh (terjaga). Sedangkan akal menurut Imam Al-Ghazali adalah tempat
aktifitas logika, yaitu tempat pengetahuan yang mengolah pengetahuan yang diperoleh dari
indera sesuai dengan spesifikasi pengetahuan tersebut. Menurut Imam Al-Ghazali Interaksi
antara indera pada suatu objek memberikan informasi mendasar (konsep sederhana) terhadap
sesuatu yang disebut pengetahuan tashawwur, kemudian hasil menghubungkan antar konsep-
konsep sederhana tersebut adalah pengetahuan tashdiq.
Imam Al-Ghazali menempatkan akal pada posisi yang tinggi terutama untuk
mendapatkan pengetahuan melalui akal pikiran, bukan hanya pada proses berakal atau
berpikir, tapi juga kemampuannya untuk mengembangkan berbagai pengetahuan dari satu
atau beberapa pengetahuan tersebut. Dengan akal manusia mampu menemukan kebenaran
yang yakin, maka akal adalah sumber pengetahuan yang tinggi dan factual. Namun demikian,
dasar pembenaran akal itu pasti ada dan atas dasar itulah lahirnya keyakinan pada akal
terhadap suatu yang menjadi objek pemikirannya.

Ketika akal belum mampu memberikan keyakinan terhadap kebenaran, maka batas
kedudukan akal hanya mendapatkan pengetahuan inderawi, oleh karenanya Imam Al-Ghazali
menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan tertinggi bukanlah indera melainkan intuisi,
sebab intuisi memiliki kapasitas dan potensi nalar yang mampu memberi keyakinan pada
kebenaran (membenarkan) terhadap segala sesuatu yang berada diuar realitas rasional
(metafisis) yaitu wahyu Tuhan.

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan
berartiakal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan
untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu
cocok dengan syariat Islam dalam permasalahan apapun. Dan Wahyu baik berupa Al-qur’an
dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan
wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu.

Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa
mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau
khusus.Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia
sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak
terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik
perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan as-sunnah turun
secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
DAFTAR PUSTAKA
https://hidayatullah.com/spesial/hidcompedia/2015/07/16/74085/akal.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Kedudukan_akal_dalam_Islam

http://pku.unida.gontor.ac.id/epistemologi-islam-hubungan-antara-wahyu-dan-akal-
menurut-imam-al-ghazali/

http://repository.radenintan.ac.id/4483/1/Skripsi%20FUll.pdf

Anda mungkin juga menyukai