Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini dengan judul: “AKAL DAN WAHYU”. Shalawat dan salam kita

panjatkan kehadirat Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari

alam kegelapan ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih


sebanyakbanyaknya kepada Dosen Pembimbing, atas bimbingan kepada penulis sehingga

tersusunnya makalah ini semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis menyadari, dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritikan dan saran yang sifatnya

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan di masa akan datang.


Daftar isi

Latar belakang …………………………………………………………...i


Daftar isi ……………………………………………………...……ii
Bab I pendahuluan …………………………………………………….…..iii
Rumusan masalah ……………………………………………...……….….iii
Tujuan penelitian ……………………………………………………...…....iii
Bab II pembahasan ……………………………………………....…,........iii
A.Kedudukan Akal dan Wahyu …………………………………..………..1
B.Klasifikasi Ilmu dalam Islam …………………………………....…..…...3
Bab III penutup ………………………………………………………...……6
Kesimpulan ……………………………………………………......……….6

Daftar pustaka
Bab I
Pendahuluan

1. Latar belakang
Secara bahasa atau Lughawi, akal merupakan kata yang berasal dari
bahasa Arab,’aqala yang berarti mengikat atau menahan, namun kata akal sebagai
kata benda (masdar) dari ‘aqala tidak terdapat dari Al-Qur’an, akan tetapi kata
akal sendiri terdapat dalam bentuk lain yaitu kata kerja (fi'il mudhori). Hal itu
terdapat dalam al-Qur.an sebanyak empat puluh sembilan, antara lain iyalah
ta’qilun dalam surat al-Baqarah ayat 49; ya’qilun surat al-Furqan ayat 44 dan
surah yasin ayat 68; ta'qilun surat al-Mulk ayat 10; ya'qiluna surat al-Ankabut
ayat 43; dan aqilah surat al-Baqarah ayat 75.disisi lain dalam al-Qur’an selain kata
‘aqala yang menunjukan arti berpikir adalah nazhara yang berarti melihat secara
abstract. Sebanyak 120 ayat; tafakkara yang berarti berfikir terdapat pada 18 ayat;
faqiha yang berarti memahami sebanyak 20 ayat; tadabbara sebanyak 8 ayat dan
tadzakara yang berarti mengingat sebanyak 100 ayat. Semua kata tersebut
sejatinya masih berkaitan dengan pengertian dari kata akal tersebut

2. Rumusan masalah
1. Apa pengertian akal?
2. Apa pengertian Wahyu?
3. Bagaimana kedudukan akal dan Wahyu?
4. Bagaimana klasifikasi ilmu dalam Islam?

3. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian akal
2. Untuk mengetahui pengertian Wahyu
3. Untuk mengetahui kedudukan akal dan Wahyu
4. Untuk mengetahui klasifikasi ilmu dalam Islam
Bab II
Pembahasan

A. Kedudukan akal dan Wahyu

1. Wahyu
Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab ‫الوحي‬, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan
bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan
ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat.
oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat
kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan
ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhadap Nabi-Nabi-Nya ini sering disebut
Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi.¹
Menurut Muhammad Abduh dalam Risalah At Tauhid berpendapat bahwa wahyu
adalah pengetahuan yang didapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai
keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui perantara maupun
tanpa perantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun
lainya.

2. Akal
Pengertian Akal
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql (‫)العـقـل‬, yang
dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘adalah (
‫ )عـقـلوه‬dalam 1 ayat, ta’qiluun (‫ )تعـقـلون‬24 ayat, na’qil (‫ )نعـقـل‬1 ayat, ya’qiluha (‫ )يعـقـلها‬1
ayat dan ya qilin (‫ )يعـقـلون‬22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti paham dan
mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang
memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis
sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
Dalam pemahaman Prof. Izutsu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti
kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern
disebut kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang
berakal, menurut pendapatnya adalah orang yang
mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana pun kata ‘aqala
mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir. Sedangkan Muhammad Abduh
berpendapat bahwa akal adalah: suatu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh
karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari makhluk lain.²

3. Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam

Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena Islam tak akan
terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat
berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum Islam, antara
wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum Islam berbicara yang
identik dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil
kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum
tersebut.karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang
diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang
mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahui, dan akal adalah hadiah
terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.

Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berarti
nakal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan
untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat
akan selalu cocok dengan syariat Islam dalam permasalahan apapun. Dan Wahyu
baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi
Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat
penting dalam turunnya wahyu. Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas
seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu
disampaikan dalam bentuk umum atau khusus.Apa yang dibawa oleh wahyu tidak
ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal.
Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam konteks,
yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumber
pengetahuan manusia tentang tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih
kepada tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban

1
Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan), (Jakarta: UI Press,
1986),h. 34
² www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id diakses Selasa tanggal 3 Desember 2013, jam
16:40 WITA
menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk. Maka para aliran Islam memiliki
pendapat sendiri-sendiri antara lain³:

Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat bahwa


akal mempunyai kemampuan mengetahui empat konsep tersebut.
Sementara itu aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam
tradisional, mengatakan juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang
buruk akan mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.
Sebaliknya aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga
berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal
lainnya, yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta
kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat diketahui manusia
berdasarkan wahyu.

Sementara itu aliran maturidiah Bukhara yang juga digolongkan ke dalam pemikiran
kalam tradisional berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni
mengetahui tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui dengan
akal, sedangkan dua hal lainnya yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan serta
kewajiban melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk hanya dapat
diketahui dengan wahyu.
B. Klasifikasi ilmu dalam Islam
Pada masa ini berkembang sejumlah cabang ilmu pengetahuan baru yang
sebelumnya belum dikenal oleh masyarakat Muslim. Jenis ilmu pengetahuan
yang berkembang pada saat itu bukan saja terbatas pada ilmu pengetahuan
keagamaan dan ilmu alat saja, tetapi telah berkembang pula sejumlah ilmu
pengetahuan umum, baik ilmu pengetahuan sosial maupun fisika serta
metafisika.
Filosof Muslim pertama yang mengemukakan bentuk-bentuk dan
klasifikasi ilmu pengetahuan Islam ialah al-Farabi, dalam bukunya Enumeration
of the Sciences (Ihsa al-„Ulum) yang di Barat dikenal dengan judul De
Scientific.⁴
Al-Farabi mengklasifikasikan ilmu pengetahuan Islam sebagai berikut:
1. Ilmu bahasa dan cabang-cabangnya, seperti: Tata Bahasa, Pengucapan, Cara
Berbicara, Ilmu Persajakan;
2. Logika, yang meliputi: Pembagian, Definisi, Retorika, Topik, Analisa

Atang, Metodologi Study Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, tt), h. 47-48
Komposisi Pikiran Secara Sederhana dan Tinggi;
3. Ilmu propaedeutic: Ilmu Hitung, Ilmu Ukur, Optik, Astronomi, Musik,
Ilmu Gaya Berat, Mekanika;
4. Fisika (ilmu alam) dan Metafisika (ilmu tentang Tuhan dan prinsip-prinsip
benda); dan
5. Ilmu kemasyarakatan: Yurisprudensi dan Ilmu Kalam.⁵

Al-Farabi tidak memasukkan ilmu-ilmu keagamaan secara eksplisit,


tetapi ia mencoba mengintegrasikannya dengan pengetahuan non keagamaan.⁶
Secara khusus dimasukkan dalam cabang ilmu Metafisika dan Ilmu
Kemasyarakatan.
3

Klasifikasi semacam itu dilatarbelakangi oleh dasar pemikiran filsafat yang


ia kembangkan, yaitu pemikiran filsafat yang diintrodusir dari pemikiranpemikiran
Yunani yang lebih menekankan supremasi rasio dibandingkan dengan
wahyu. Secara terbuka al-Farabi menekankan, bahwa filsafat lebih dahulu dari
agama dalam hal waktu, dan agama adalah imitasi filsafat. Filosof sempurna
adalah penguasa tertinggi yang salah satu tugasnya adalah menanamkan agama.⁷
Filosof lain yang juga berbicara tentang bentuk dan klasifikasi ilmu pengetahuan
ialah para filosof yang tergabung dalam Ikhwan al-Safa. Sebagai kelompok
filosof yang mencoba menggunakan pemikiran filsafat untuk membersihkan
agama dari kebekuan, fanatisme dan kejumudan.
Ikhwan al-Safa adalah kelompok filosof yang juga terlibat dalam
kegiatan politik "bawah tanah". Mereka bergerak dalam bidang pemikiran dan
ilmu berbagai disiplin.⁸
merumuskan klasifikasi ilmu pengetahuan yang juga
banyak dilatarbelakangi oleh filsafat Yunani, tetapi memberikan porsi secara
eksplisit terhadap ilmu pengetahuan keagamaan. Klasifikasi ilmu pengetahuan
Islam mereka bagi atas tiga tingkatan, yaitu:
1. Pendahuluan: Menulis, Membaca, Bahasa, Ilmu Hitung, Puisi dan Ilmu
Persajakan, Pengetahuan tentang Pertanda dan yang Gaib, Keahlian dan
Profesi;
2. Religius atau Positif: Al-Quran, Penafsiran Alegoris, Hadis, Sejarah,
Hukum, Tasawuf dan Penafsiran Mimpi;
3
⁴Syed Ali Ashraf, op. Cit., h. 29.
⁵Ibid., h. 30; Seyyed Hossen Nasr, Islamic Science an Illustrated Study (Roland Michaud: World of
Islamic Festival Publishing Company Ltd., 1976), h. 15.
⁶Syed Ali Ashraf, Ibid.
3. Filosofis atau Faktual (Haqiqi): Metafisika - Teori Angka, Ilmu Ukur,
Astronomi, Musik, Logika dengan Retorika dan Sofistikasi, Fisika -
Prinsip (zat dan bentuk), Cakrawala, Elemen-elemen, Meteorologi, Geologi,
Botani, Zoologi, Metafisika (Teologi) - Tuhan, Kecerdasan, Jiwa (dari lingkungan ke
bawah) pemerintah - Nabi-nabi - Raja-raja, Jenderal, Khusus, Individual, dan Alam
Baka.⁹
Klasifikasi ilmu pengetahuan yang dikemukakan oleh para filosof di atas
umumnya pemikiran yang berpijak pada pemikiran rasionalistik yang lebih
mengutamakan ilmu pengetahuan rasional dan cenderung melemahkan ilmu
pengetahuan yang bersumber dari wahyu. Hal semacam ini menurut al-Ghazali
sangat berbahaya bagi keselamatan agama masyarakat Islam.¹⁰

Dalam rangka upaya mengcounter pemikiran seperti itulah, al-Ghazali

Merumuskan klasifikasi ilmu pengetahuan yang diintrodusir dari wahyu (alqur’an dan
hadits) dan spirit sebagai landasan pokok.

Al-Ghazali, merumuskan klasifikasi ilmu pengetahuannya dengan


berdasarkan pada upaya mengembalikan dominasi spirit dan memberi status
dan keunggulan wahyu sebagai sumber pengetahuan. Ia mencoba membuktikan
bahwa rasa, nalar dan intelek manusia tanpa bantuan pengetahuan yang
diwahyukan dan spirit tidak akan mencapai kepastian. Sumber pengetahuan
4
⁷Ibid., h. 31.
⁸Abd al-Gani Abud, loc. Cit , lihat juga Ahmad Fuaad al-Ahwani, Al-Tarbiyat fi- al-Islam (Kairo: Dar al-
Ma’arif, t.th.), h. 220.
⁹Syed Ali Ashraf, op. Cit., h. 30-31.
¹⁰Aku melihat para filosof itu bermacam-macam fahamnya, namun semuanya

Tidak luput dari tanda-tanda kufur dan ihad. Lihat Al-Ghazali, Al-Munqiz min al-Dalal

(Beirut: Al-Maktabat al-Sa`biyyah, t.th.), h.39.


tersebut disebutnya dengan al-nubuwwah, yang pada nabi-nabi berbentuk wahyu
dan pada manusia biasa berbentuk ilham.¹¹

Bab III
Penutup

Kesimpulan

1.akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan
yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
2.wahyu adalah sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang
terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu
Allah terhadap Nabi-Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi.

3.Kedudukan antara wahyu dan dalam Islam sama-sama penting. Karena Islam tak akan
terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh
dalam segala hal dalam Islam.
4.klasifikasi ilmu adalah para filosof Sebagai kelompok yang mencoba menggunakan
pemikiran filsafat untuk membersihkan agama dari kebekuan, fanatisme dan kejumudan

Daftar pustaka

Atang,1980.metodologi study Islam, Jakarta:PT Remaja Rosdakarya.

Cubukcu,Ibrahim Agah.1962.Al-iqtisad fi-al-i’tiqad.Ankara:Ankara university.

Nasution,Harun.1986.Teologo Islam(Aliran-Aliran sejarah analisa perbandingan.jakarta:UI


press.

Nasr,sayyed Hossen.1976.Islamic sclence am illustrated study(Ronald michaud)world islami


festival publishing company Ltd.

Wahyu.ic.id 2013.pengetian akal.www.google.com/12/3/2013.

Anda mungkin juga menyukai